Selasa, 13 November 2007

Bercinta di Rumah Orang Tuaku

Sekedar untuk mengingatkan para pembaca sekali lagi, namaku Irma tapi
biasa dipanggil I'in oleh orang di rumah. Aku sulung dari 4 bersaudara
yang semuanya perempuan. Saat ini usiaku 34 tahun dan adik bungsuku
Tita 21 tahun. Aku sangat menjaga bentuk tubuhku, dengan tinggi badan
167 cm dan berat badan 59 kg, tidak ada yang menyangka kalau aku sudah
memiliki 2 orang anak yaitu Echa 6 dan Dita 3 tahun. Kalau kata
suamiku, teman-temannya sering memuji tubuhku, terutama pada bagian
pinggul dan payudaraku yang berukuran 34B hingga terlihat sangat seksi
jika sedang mengenakan baju yang pressed body.

Percumbuanku dengan Hasan terus berlanjut tanpa pernah ada halangan
yang benar-benar mengganggu, seperti jika suamiku datang dari kota
tempat dia bekerja, atau "tamu" wanita yang datang rutin tiap bulannya.
Setiap kali bercumbu dengannya aku selalu mendapatkan kenikmatan
orgasme yang tak terhingga, mulai dari gaya yang baru sampai tempat-
tempat yang selama ini tak pernah kukira akan dapat melakukan hubungan
sex di sana hingga itu membuatku semakin merasa terikat dan sulit untuk
dapat lepas darinya.

Salah satu tempat yang sangat berkesan olehku adalah saat kami berdua
melakukannya di rumah orang tuaku. Itu semua berawal dari keberangkatan
kedua orang tuaku kekota Bpp karena ada keluarga yang akan menikah,
rencananya mereka akan menginap satu malam di sana. Atas permintaan
Tita, aku dan kedua anakku diminta bermalam karena dia takut kalau
harus sendirian. Selain itu atas izin ayah kami, Hasan diminta Tita
untuk bermalam dan keberadaanku di sana bertindak untuk menjaga kalau
sampai mereka kelepasan.

Ternyata Hasan memiliki kejutan yang dia persiapkan begitu mendengar
kalau aku juga akan ikut bermalam di sana. Malam itu sekitar jam 20:10,
kami baru saja selesai makan malam. Setelah menyikat gigi, aku
menidurkan kedua anakku di kamar yang dulu kutempati. Setelah 10 menit
aku yakin kalau kedua anakku telah tertidur pulas, aku mematikan lampu
dan keluar pelan-pelan dari kamar itu.

Saat sampai di depan TV aku mencari Tita, tapi dia tidak ada di sana
sementara Hasan sedang asyik di sofa sambil tidur-tiduran di sana. Lalu
aku mencarinya di dapur, kuketuk pintu WC, di sana tidak ada juga.
Akhirnya aku kembali ke ruang tengah.

"Geser dikit San.. Kamu lihat Tita nggak..?" tanyaku padanya.
"Sudah tidur Kak.." jawab Hasan sambil duduk.
"Tumben sudah pulas jam segini.. Biasanya juga jam 10" komentarku.

Hasan tersenyum mendengar perkataanku, lalu dia merapatkan posisi
duduknya ke tubuhku. Sementara matanya menatap tajam ke arahku dari
atas sampai ke bawah. Walau tahu sedang dipelototi aku pura-pura cuek
sambil menonton TV.

Malam itu aku mengenakan T-shirt tipis tanpa lengan yang lebih mirip
singlet warna putih dengan dalaman BH warna hitam. T-shirt itu agak
longgar, tapi tidak dapat menyembunyikan bentuk lekukan yang menonjol
di dadaku. Tipisnya kain T-shirt dan BH yang kupakai membuat bentuk
puting susuku secara samar bisa terlihat. Dengan belahan dada T-shirt
yang rendah membuat kedua payudaraku akan terlihat dengan jelas jika
sedang membungkuk sedikit saja.

Bawahanku adalah celana ketat selutut yang juga warna putih. Celana
ketat itu memamerkan keindahan garis tubuhku pada bagian bawah. Lekukan
pinggul dan pantatku yang sekal tercetak secara nyata di celana yang
kukenakan saat itu. Sebenarnya aku memakai semua itu untuk menyenangkan
Hasan, tapi aku tak mau mengatakannya karena aku sengaja ingin
membuatnya menjadi panas dingin. Selain itu aku tak ada rencana untuk
bercinta dengannya karena kondisi yang kurang mendukung, apa mau dikata
rencana tinggal rencana.

"Kakak seksi banget malam ini.. Aku jadi terangsang nih" bisik Hasan di
telingaku sebelah kiri.
"Jangan San.. ini di rumah ayah.." aku menolak sambil mendorong dadanya
dengan kedua tanganku.
"Nggak apa Kak.. Toh mereka juga nggak bakal tahu.." kata Hasan sambil
meremas payudaraku.
"Mmmh.. Tapi.. Ada.. Tita di kamar.. Kalo dia.. Akkh.. Bangun..
Gimana..?" ujarku sambil mencoba menahan kedua tangannya yang mencoba
menelusup ke dalam T-shirt yang aku kenakan.
"Tenang aja Kak.. Aku udah masukin obat tidur ke dalam teh yang dia
minum tadi.. Kalo kakak nggak mau.. Aku tidur sama Tita aja dah.."

Mendengar perkataannya itu, aku kaget bukan kepalang. Selain masalah
obat tidur, aku takut kalau Hasan akan benar-benar meniduri Tita malam
ini. Selang beberapa waktu aku tenggelam dalam pikiranku, dan saat aku
sadar ternyata tubuhku bagian atas tinggal tertutup oleh BH yang
kaitannya telah terlepas.

"Oke San.. Kakak mau.. Tapi jangan disini.." pintaku pada Hasan.
"Terserah kakak aja.." kata Hasan sambil menghentikan kegiatannya.
"Setengah jam lagi kamu masuk ke kamar.. Kakak mau siap-siap dulu.."

Hasan mengangguk, lalu mengangkat tubuhnya yang sedang menindihku yang
sudah setengah telanjang. Setelah mengenakan kembali BH dan T-Shirt
yang tadi dipreteli oleh Hasan, aku langsung berdiri. Saat hendak
melangkah, tiba-tiba Hasan merangkul pinggulku, kepalanya langsung
tenggelam di pangkal pahaku sementara kedua tangannya meremas pantatku.
Aku mendesah saat merasakan lidahnya yang menusuk-nusuk celana tipis
yang kukenakan. Selang 5 menit kemudian Hasan melepaskan tubuhku dan
membiarkan aku berjalan ke kamar.

Masuk ke kamar orang tuaku, pintu langsung kututup dan kulepaskan semua
kain yang melekat di tubuhku kemudian dengan setengah berlari aku masuk
ke toilet yang terdapat di kamar tersebut. Kuambil sabun sirih khusus
untuk membersihkan alat vital wanita lalu kubersihkan kelaminku dengan
sabun itu. Sekitar sepuluh menit kemudian aku keluar dan langsung duduk
di meja rias ibuku. Kuperhatikan tubuhku di cermin, sepasang payudara
berukuran 34B yang montok dan kenyal menggelantung indah dan
menggairahkan. Kuturunkan mataku ke bawah, liang senggamaku yang merah
terlihat dengan jelas tanpa terganggu oleh rambut kemaluan yang baru
tumbuh pendek. Itu karena beberapa hari yang lalu rambut itu telah
dicukur habis oleh suamiku.

Kuambil parfum khusus wanita milik ibu dan kusemprotkan ke beberapa
bagian tubuh. Seluruh bagian leher, ketiak, payudara, perut dan paha.
Semua itu adalah bagian tubuh yang biasa dijilat Hasan jika sedang
mencumbuku. Tanpa mengenakan dalaman, kukenakan kimono tidur milik
ibuku dan mengikat tali di pinggangnya. Kukecilkan volume cahaya kamar
agar menjadi lebih romantis. Saat akan bercinta dengan suami saja aku
tak pernah melakukan persiapan seperti saat itu, Hasan benar-benar
telah membiusku. Setelah itu aku naik ke atas kasur. Kupeluk guling
sambil menunggu Hasan masuk, aku merasa deg-degan seperti saat melalui
malam pertamaku dengan suami.

Selang beberapa waktu kemudian kudengar pintu kamar diketuk, kupejamkan
mata sambil bergulung ke arah kanan. Kemudian terdengar suara pintu
dibuka lalu ditutup kembali, suara langkah kaki terdengar mendekat ke
arahku. Hasan memanggil-manggil namaku, tapi aku pura-pura tertidur dan
tak menjawabnya. Kurasakan kasur agak bergerak, rupanya Hasan sudah
naik ke atasnya. Tangannya menyentuh bahuku dan menggoyangnya, aku
masih berpura-pura tertidur.

Kemudian dia mengubah posisi tubuhku dengan menelentangkannya, guling
yang sedang kupeluk diambilnya. Setelah itu terasa tali kimonoku
ditariknya, dan saat Hasan membuka kimono yang kukenakan, hawa dingin
ruangan menyengat tubuhku bagian depan. Tak ada gerakan setelah itu,
tapi aku yakin kalau saat ini Hasan sedang memandangi tubuhku bagian
depan yang sudah terbuka lebar.

Selama beberapa saat aku tidak merasakan ada gerakan, ini membuatku
hendak membuka mata karena penasaran. Tiba-tiba aku merasakan angin
hangat pada pangkal pahaku, kubuka mataku sedikit, ternyata angin
hangat tadi disebabkan oleh Hasan yang bernafas di selangkanganku.
Pasti dia sedang menikmati wangi sabun sirih yang kupakai barusan.
Hembusan nafas dari hidungnya bertiup ke arah pintu liang vaginaku. Ini
menimbulkan sensasi nikmat tersendiri dalam tubuhku.

Hasan terus menghembuskan nafasnya di bagian bawah perutku, rasa geli
dan nikmat bercampur menjadi satu dan merangsang tubuhku. Aku mencoba
bertahan dan melawan kenikmatan yang terus menyerang, tapi tubuhku
berkata lain. Kurasakan ada cairan hangat yang mengalir keluar dari
lubang kemaluanku, padahal Hasan hanya menghembuskan nafas saja tanpa
melakukan penetrasi yang lain.

Seiring keluarnya cairan hangat dari liang kenikmatanku, udara hangat
dari hidung Hasan mulai naik ke atas. Udara itu berputar-putar sejenak
di lubang pusar, kemudian menjelajahi setiap jengkal kedua payudaraku,
bergerak ke atas lagi hingga ke leher. Di sini dia bergerak bolak-balik
dari kanan ke kiri. Semua perbuatan Hasan itu membuatku semakin
terangsang dan hampir saja kehilangan kontrol, berkali-kali aku ingin
mengerang saat hidungnya menggesek-gesek puting susuku.

"Sampai kapan mau tidur Kak..?" bisik Hasan di telinga kiriku sementara
salah satu tangannya memelintir puting susuku sebelah kanan.
"Aucch.. Sshh.. Ampuun Saan.. Aku dah banguunn" erangku sambil membuka
kedua kelopak mata.

Astaga ternyata Hasan sudah hanya mengenakan CD. Wajah Hasan tampak
jelas sekali di hadapanku, ada senyum nakal penuh kemenangan di sana.
Kubalas senyumnya dan dengan penuh hasrat kulingkarkan kedua tanganku
di lehernya. Kutarik wajah Hasan lebih mendekat ke arahku sampai bibir
kami berdua bertemu dan langsung beradu.

Bibir Hasan langsung saja melumat bibirku seakan ingin menelannya,
lidahnya menusuk ke dalam rongga mulutku dan mencari-cari lidahku. Aku
tak mau kalah, kujulurkan lidahku untuk menggelitik rongga mulut Hasan,
ia terpejam merasakan seranganku. Tapi dia tak membiarkan aku
mengendalikan permainan kami malam itu, dia melepaskan ciumannya dari
bibirku dan menciumi wajahku sesuka hati. Sesekali dia mengulum
bibirku, lalu menjilati wajahku. Aku semakin mengeratkan rangkulan
tanganku pada lehernya.

Ingin rasanya aku menjerit sekeras mungkin saat merasakan cumbuannya
yang semakin liar saja, setelah menggerayang ke leher bibirnya terus
turun hingga sampai ke atas payudaraku. Aku menahan nafas manakala
bibirnya mulai menciumi kulit di seputar buah dadaku. Lidahnya menari-
nari dengan bebas menelusuri kemulusan kulit sepasang payudaraku yang
sekal dan menggairahkan. Nafas Hasan menderu semakin kencang disertai
suara kecipak mulutnya yang dengan penuh hasrat melumat payudaraku yang
montok seolah ingin merasakan setiap inci kekenyalannya.

Dari bibirku meluncur desisan dan rintihan nikmat, sementara tanganku
meremas rambut Hasan dan menekan kepalanya ke dadaku. Rangsangan maha
dahsyat menghajar tubuhku manakala bibir Hasan mulai menjilat dan
mengulum puting susuku yang telah mengeras. Dengan lihai lidahnya
menyapu seluruh permukaan putingku secara bergantian, aku mengerang
halus tiap kali bibir Hasan berhenti di salah satu puting susuku.
Kemudian ia mulai menyedot-nyedot putingku yang malang itu sebelum
mengakhirinya dengan sebuah gigitan halus dan menariknya perlahan
dengan giginya yang putih.

Saat Hasan melakukan itu, puting susuku yang lain tidak dibiarkannya
menganggur begitu saja. Dengan nakal jari-jari tangan Hasan memilin dan
memelintir puting susuku ini. Dan jika dia telah menggigit salah satu
di antaranya, maka tangannya akan memencet puting yang lain dan
menariknya dengan penuh gairah. Dan itu dilakukan Hasan bergantian
kepada kedua puting susuku secara berulang-ulang. Perbuatannya itu
makin membuatku lupa daratan dan serasa melayang-layang di awan.

"Saann..!" Jeritku lirih memanggil namanya saat untuk yang kesekian
kali, puting susuku disedotnya kuat-kuat.

Aku menggelinjang kegelian. Hisapan itu nikmat luar biasa.
Selangkanganku semakin basah dan meradang. Tubuhku menggeliat-geliat
bagai ular kepanasan mengimbangi permainan lidah dan bibir Hasan di
buah dadaku yang terasa semakin menggelembung keras.

"Oohh Kak.. Teteknya bagus banget.. Mmphh.. Wuih.. Montok banget.."
rayu Hasan sambil terus memainkan sepasang payudaraku.

Tubuhku terus menyambut hangat setiap kecupan mesra bibirnya. Badanku
melengkung dan dadaku kubusungkan untuk mengejar kecupan bibir Hasan.
Lalu kudorong kepala Hasan ke bawah menyusur perutku. Dia mengerti
dengan apa yang kuinginkan saat ini. Dengan nafas menggebu-gebu, ia
mulai bergerak. Kedua tangan Hasan menyelusup ke bawah tubuhku dan
mencekal pinggang, mengangkat pinggulku dan meloloskan kimono yang
tersangkut di bawah kemudian mencampakkannya entah ke mana.

Kini aku benar-benar telanjang bulat tanpa sehelai benang pun yang
menghalangi. Kulirik Hasan yang terpesona memandangi ketelanjanganku.
Gairahku semakin meletup melihat tatapan penuh birahi Hasan, membuatku
begitu bangga dan tersanjung. Walau sudah sering melihatnya, tetap saja
Hasan terkagum-kagum jika melihatku dalam keadaan telanjang seperti
ini. Mataku melirik ke bawah melihat tonjolan keras di balik CD-nya.
Dadaku berdegup, selangkanganku berdenyut dan semakin membasah oleh
gairah membayangkan batang keras dibalik CD-nya.

"Saann.. Nnghh.. Jangan diliatin aja.. Dingin nih.." rengekku manja
dengan gaya yang genit. Hasan seperti tersadar dari lamunannya, dan
mulai beraksi lagi.
"Abisnya badan kakak seksi banget sih.. Gak bosen aku ngeliat ni badan
kalo lagi telanjang.." katanya seraya melepaskan CD hingga kini kami
sama-sama telanjang.

Kulihat batang kejantanannya yang keras itu meloncat keluar seperti ada
pernya begitu lepas dari kungkungan CD. Mengacung tegang dengan
gagahnya, besar dan panjang. Terlihat olehku otot-otot melingkar di
sekujur batang itu. Aku sudah tak sabar lagi ingin merasakan
kekerasannya dalam genggamanku. Yang dimiiki Hasan ini membuat punya
suamiku seperti milik anak kecil saja. Segera kusambut tubuh Hasan yang
menindih badanku lagi.

Aku langsung menyambut hangat ciuman Hasan sambil merangkulnya dengan
erat. Ciuman itu benar-benar membuatku terhanyut oleh gairah yang
semakin meninggi. Terlebih lagi saat kurasakan batang kejantanan Hasan
yang keras menggesek-gesek perutku, gairahku semakin meledak-ledak
dibuatnya. Hasan kembali menciumi buah dadaku, kurasakan dan kuresapi
setiap remasan dan hisapannya dengan penuh kenikmatan. Aku tak mau
berdiam saja dimanja seperti itu.

Dengan nakal tanganku menggerayang ke sekujur tubuh Hasan, bergerak
perlahan namun pasti ke arah batang kemaluannya. Hatiku berdesir
kencang saat merasakan batang nan keras itu dalam genggamanku,
kutelusuri mulai dari ujung sampai ke pangkalnya. Jemariku menari-nari
lincah menelusuri urat-urat yang melingkar di sekujur batang
kejantanannya. Kudengar Hasan mengeluh panjang. Kuingin dia merasakan
kenikmatan yang kuberikan. Ujung jariku menggelitik moncongnya yang
sudah licin oleh cairan. Lagi-lagi Hasan melenguh, kali ini lebih
panjang.

Tiba-tiba saja dia membalikkan tubuhnya, kepalanya persis berada di
atas selangkanganku sementara miliknya persis di atas wajahku. Kulihat
batang kejantanan Hasan bergelantungan, ujungnya menggesek-gesek
wajahku hingga dengan refleks mulutku langsung menangkap batang
kejantanan itu. Kukulum pelan-pelan dengan penuh perasaan. Hasan
sepertinya tidak mau kalah dengan gerakanku yang agresif. Lidahnya
menjulur menelusuri garis memanjang bibir kemaluanku.

Hal ini membuatku terkejut, tubuhku bergetar seakan diserang listrik.
Kurasakan darahku berdesir kemana-mana, sementara lidah Hasan bermain
semakin lincah. Menjilat, menusuk-nusuk, menerobos rongga rahimku. Ini
membuatku seperti melayang-layang di atas awan. Nikmatnya sungguh tidak
terkira, pinggulku tak bisa diam mengikuti kemana jilatan lidah Hasan
berada.

Tubuhku seperti dialiri listrik berkekuatan tinggi. Gemetar menahan
desakan kuat dalam tubuhku. Aku semakin tak tahan menerima berbagai
kenikmatan yang dibuat oleh lidah Hasan. Perutku mengejang, kakiku
merapat, menjepit kepala Hasan. Seluruh otot-ototku menegang, dan
jantungku serasa berhenti berdetak. Sekuat tenaga aku bertahan sampai
akhirnya tubuhku tak mampu lagi menahan kenikmatan gelombang orgasme
yang meledak-ledak.

Diiringi jeritan lirih dan panjang, tubuhku menghentak berkali-kali
mengikuti semburan cairan hangat dalam liang kewanitaanku. Aku
terhempas di atas ranjang dengan tubuh lunglai tak bertenaga. Lagi-lagi
puncak kenikmatan orgasme yang kuraih bersama Hasan terasa dahsyat dan
luar biasa.

"Oohh.. Ssann.. Nghh.. Enak sekali.." rintihku tak kuasa menahan diri.

Mengapa kenikmatan seperti ini tak bisa lagi kudapatkan dari suami yang
sangat kucintai, yang ada hanya rasa menggantung jika sedang bercumbu
dengannya. Semenatara Hasan memberikan kenikmatan tak terhingga setiap
kali kami bercinta. Sambil menetralisir nafasku yang naik-turun tak
karuan, kulihat Hasan tersenyum di bawah sana. Dia pasti sangat bangga
dengan kehebatannya bercinta karena selalu mampu membuatku mencapai
puncak kenikmatan orgasme yang sejati.

Hasan tahu bahwa suamiku tidak dapat memuaskan tubuhku seperti saat dia
mencumbuku. Aku tak bisa berbuat banyak, karena kuakui kalau aku sangat
membutuhkannya saat ini. Membutuhkan apa yang sedang kugenggam dalam
tanganku ini, benda yang berulang kali telah memberikan kenikmatan
lebih daripada apa yang kurasakan barusan. Hasan masih menjilati sisa-
sisa cairan yang keluar dari liang senggamaku.

Jemariku meremas-remas kembali batang kejantanannya. Kukocok perlahan
lalu kumasukkan ke dalam mulutku, kukulum dan kujilat-jilat. Kurasakan
tubuh Hasan meregang dan dari mulutnya keluar rintihan kenikmatan. Aku
tersenyum melihatnya seperti itu, aku ingin memberi kepuasan pada Hasan
seperti dia telah memuaskan tubuhku. Kulumanku semakin panas, lidahku
melata-lata liar di sekujur batang kejantanannya.

Terdengar suara kuluman mulutku, sementara Hasan terus merintih-rintih
keenakan. Dia menggerakkan tubuhnya di atasku seperti sedang
bersenggama, hanya saja saat itu batang kelaminnya menancap dalam
mulutku. Kuhisap dan kusedot kuat-kuat, tapi dia belum memperlihatkan
tanda-tanda akan segera mencapai klimaks. Mulutku mulai terasa kaku
karena kelelahan sementara gairahku mulai bangkit kembali, liang
kemaluanku sudah mulai mengembang dan basah lagi. Sementara batang
kejantanan Hasan masih tegak dengan gagah perkasa, bahkan lebih keras.

"Udah Kak.. Ganti posisi aja ya.." kata Hasan seraya membalikkan
tubuhnya dalam posisi umumnya bersetubuh.

Dasar pejantan tangguh pujiku dalam hati. Hasan memang piawai dalam
bercinta, padahal baru sebulan kami berhubungan, dia sudah sepandai
ini, batinku. Dia tidak langsung memasukkan batang kelaminnya dalam
lubang vaginaku, tetapi digesek-gesekkan dahulu di sekitar bibir
kemaluanku. Dengan sengaja ia menekan seperti hendak dimasukkan, tetapi
kemudian di gesekan kembali ke ujung atas bibir vaginaku hingga
menyentuh klitoris. Ngilu, enak dan entah apa rasanya.

"Saann.. Aduuhh.. Aduuhh saann! Sshh.. Mmppffhh.. Ayo saann.. Masukin
aja.. Nggak tahann.." pintaku menjerit-jerit tanpa malu.

Aku hampir mencapai orgasme lagi saat membayangkan betapa nikmatnya
saat batang kemaluan Hasan yang perkasa itu mengisi liang kewanitaanku
yang masih rapat dan singset terawat.

"Udah nggak tahan ya.. Kak.." candanya hingga membuatku blingsatan
menahan nafsu.

Aku gemas sekali melihatnya menyeringai seperti itu. Aku langsung
menekan pantat Hasan dengan kedua tanganku sekuat tenaga. Hasan sama
sekali tak menyangka akan hal itu, ia tak sempat lagi menahannya. Maka
tak ayal lagi batang kejantanan Hasan melesak ke dalam liang
kewanitaanku. Aku segera membuka kedua kakiku lebar-lebar, memberi
jalan seleluasa mungkin bagi batang kelamin perkasa itu. Terasa batang
kejantanan itu sangat sesak sehingga membuat liang kewanitaanku terkuak
lebar-lebar.

Kulihat wajah Hasan terbelalak tak menyangka akan perbuatanku. Ia
melirik ke bawah melihat seluruh batang kemaluannya telah terbenam
dalam liang senggamaku. Aku tersenyum menyaksikannya, Hasan balas
tersenyum.

"Kakak nakal ya.. Awas.. Ntar aku bikin mati keenakan.." ujarnya.
"Mau doongg.." jawabku genit sambil memeluk tubuh kekarnya.

Hasan mulai menggerakkan pinggulnya, pantatnya kulihat naik turun
dengan teratur. Kadang-kadang digoyang-goyangkan sehingga ujung batang
kemaluannya menyentuh seluruh relung-relung vaginaku. Aku turut
mengimbanginya, pinggulku berputar penuh irama. Bergerak patah-patah,
kemudian berputar lagi. Efeknya luar biasa, Hasan memuji-muji
goyanganku. Dia belum pernah melihat aku begitu bergairah sampai bisa
bergoyang sehebat ini.

Aku semakin bergairah, pinggulku terus bergoyang tanpa henti sambil
mengedut-ngedutkan otot vaginaku. Ini membuat Hasan merasa batang
kejantanannya seperti dikulum-kulum dalam jepitan liang senggamaku.

"Akkhh.. Kaa.. Eennaakkhh.., hebaathh.. Uugghh.." erangnya berulang-
ulang.

Sementara tangan Hasan semakin kuat meremas-remas dan memilin-milin
puting susuku dan bibirnya terus menyapu seluruh wajahku hingga ke
leher, Hasan semakin mempercepat irama tusukannya, kurasakan batang
kejantanannya yang besar keluar masuk liang senggamaku dengan cepatnya.
Aku berusaha terus mengimbangi kecepatan gerak pinggul Hasan, dan harus
kuakui permainan Hasan sangat luar biasa. Aku bisa merasakan bagaimana
rasa nikmat yang berawal dari liang kewanitaanku mulai menjalari
seluruh tubuhku, tanda bahwa puncak orgasme mulai merasuki tubuhku.

Sementara Hasan nampak berusaha keras untuk bertahan, padahal tubuhnya
juga mulai mengejang-ngejang tak karuan. Aku merasa kalau dia juga
hampir mencapai klimaks. Pinggulku meliuk-liuk semakin liar, sementara
pantat Hasan mengaduk-ngaduk kewanitaanku semakin cepat. Semakin cepat
tak beraturan, sehingga aku yakin kalau dia akan segera mengeluarkan
sperma hangatnya dalam liang kenikmatanku.

Tetapi secara tiba-tiba saja aliran kencang berdesir dalam tubuhku.
Nampaknya tubuhku juga sudah hampir tidak tahan menerima rangsangan
Hasan terus-menerus. Liang kenikmatanku terasa merekah semakin lebar,
kedua ujung puting susuku semakin mengeras, mencuat berdiri tegak.
Bibir Hasan langsung menangkapnya, dan menyedot kuat-kuat kemudian
menjilatinya dengan penuh nafsu. Aku membusungkan dadaku sebisa mungkin
dan oohh.. Rasanya aku tak kuat lagi bertahan.

"Ssaann..! Cepat keluarin doonng..!" teriakku sambil menekan pantatnya
kuat-kuat agar kejantanannya lebih masuk ke selangkanganku.

Beberapa detik kemudian tubuhku bergetar hebat, diiringi oleh gelombang
rasa nikmat tak terhingga saat cairan hangat menyembur dari liang
kewanitaanku. Bersamaan dengan itu, tubuh Hasan bergetar keras yang
diiringi semprotan cairan hangat dari batang kejantanannya di dalam
liang kewanitaanku.

Hasan langsung memeluk tubuhku erat-erat, dengan penuh perasaan aku
membalas pelukan itu. Kami lalu bergulingan di ranjang merasakan
kenikmatan puncak permainan cinta ini dengan penuh kepuasan. Kami
merasakan dan meresapinya bersama-sama, peluh yang membasahi tubuh kami
berdua menjadi satu dan tak kami pedulikan lagi. Bantal dan guling
berjatuhan ke lantai. Sprei berantakan tak karuan terlepas dari
ikatannya.

Eranganku, jeritan nikmatku saling bersahutan dengan geraman Hasan.
Kakiku melingkar di sekitar pinggangnya, sementara bibirnya terus
menghujani sekujur wajah dan leherku dengan ciuman-ciuman lembut. Aku
masih bisa merasakan kedutan-kedutan batang kejantanan Hasan yang
perkasa menggesek dinding vaginaku. Nikmat sekali permainan cinta yang
penuh dengan gelora nafsu birahi ini.

Aku termenung merasakan sisa-sisa akhir kenikmatan ini. Tak kusangka
kalau aku akan berhubungan badan dengan Hasan di kamar orang tuaku. Dia
memang seorang laki-laki jantan yang selalu memberi kejutan setiap kali
kami bercinta. Setelah itu kami berdua tertidur dengan posisi aku
menindih tubuhnya, sementara batang kejantanannya masih menancap di
dalam liang kewanitaanku.


E N D


2 komentar:

taisal m mengatakan...

kontol ku mau di pegang ama memek mu apa boleh .
dan rasakan kontol ku yg gede

vanhelsing mengatakan...

Mau dong...
Dah ngaceng ni
02180260055