Selasa, 13 November 2007

Istri Tetanggaku

Sudah bertahun-tahun kegiatan ronda malam di lingkungan tempat tinggalku berjalan
dengan baik. Setiap malam ada satu grup terdiri dari tiga orang. Sebagai anak muda yang
sudah bekerja aku dapat giliran ronda pada malam minggu.

Pada suatu malam minggu aku giliran ronda. Tetapi sampai pukul 23.00 dua orang
temanku tidak muncul di pos perondaan. Aku tidak peduli mau datang apa tidak, karena
aku maklum tugas ronda adalah sukarela, sehingga tidak baik untuk dipaksa-paksa.
Biarlah aku ronda sendiri tidak ada masalah.

Karena memang belum mengantuk, aku jalan-jalan mengontrol kampung. Biasanya kami
mengelilingi rumah-rumah penduduk. Pada waktu sampai di samping rumah Pak Tadi,
aku melihat kaca nako yang belum tertutup. Aku mendekati untuk melihat apakah kaca
nako itu kelupaan ditutup atau ada orang jahat yang membukanya. Dengan hati-hati
kudekati, tetapi ternyata kain korden tertutup rapi. Kupikir kemarin sore pasti lupa
menutup kaca nako, tetapi langsung menutup kain kordennya saja. Mendadak aku
mendengar suara aneh, seperti desahan seseorang. Kupasang telinga baik-baik, ternyata
suara itu datang dari dalam kamar. Kudekati pelan-pelan, dan darahku berdesir, ketika
ternyata itu suara orang bersetubuh. Nampaknya ini kamar tidur Pak Tadi dan istrinya.
Aku lebih mendekat lagi, suaranya dengusan nafas yang memburu dan gemerisik dan
goyangan tempat tidur lebih jelas terdengar. "Ssshh.. hhemm.. uughh.. ugghh, terdengar
suara dengusan dan suara orang seperti menahan sesuatu. Jelas itu suara Bu Tadi yang
ditindih suaminya. Terdengar pula bunyi kecepak-kecepok, nampaknya penis Pak Tadi
sedang mengocok liang vagina Bu Tadi. Aduuh, darahku naik ke kepala, penisku sudah
berdiri keras seperti kayu. Aku betul-betul iri membayangkan Pak Tadi menggumuli
istrinya. Alangkah nikmatnya menyetubuhi Bu Tadi yang cantik dan bahenol itu.

"Oohh, sshh buu, aku mau keluar, sshh.. sshh.." terdengar suara Pak Tadi tersengal-
sengal. Suara kecepak-kecepok makin cepat, dan kemudian berhenti. Nampaknya Pak
Tadi sudah ejakulasi dan pasti penisnya dibenamkan dalam-dalam ke dalam vagina Bu
Tadi. Selesailah sudah persetubuhan itu, aku pelan-pelan meninggalkan tempat itu
dengan kepala berdenyut-denyut dan penis yang kemeng karena tegang dari tadi.

Sejak malam itu, aku jadi sering mengendap-endap mengintip kegiatan suami-istri itu di
tempat tidurnya. Walaupun nako tidak terbuka lagi, namun suaranya masih jelas
terdengar dari sela-sela kaca nako yang tidak rapat benar. Aku jadi seperti detektip
partikelir yang mengamati kegiatan mereka di sore hari. Biasanya pukul 21.00 mereka
masih melihat siaran TV, dan sesudah itu mereka mematikan lampu dan masuk ke kamar
tidurnya. Aku mulai melihat situasi apakah aman untuk mengintip mereka. Apabila aman,
aku akan mendekati kamar mereka. Kadang-kadang mereka hanya bercakap-cakap
sebentar, terdengar bunyi gemerisik (barangkali memasang selimut), lalu sepi. Pasti
mereka terus tidur. Tetapi apabila mereka masuk kamar, bercakap-cakap, terdengar
ketawa-ketawa kecil mereka, jeritan lirih Bu Tadi yang kegelian (barangkali dia digelitik,
dicubit atau diremas buah dadanya oleh Pak Tadi), dapat dipastikan akan diteruskan
dengan persetubuhan. Dan aku pasti mendengarkan sampai selesai. Rasanya seperti
kecanduan dengan suara-suara Pak Tadi dan khususnya suara Bu Tadi yang keenakan
disetubuhi suaminya.

Hari-hari selanjutnya berjalan seperti biasa. Apabila aku bertemu Bu Tadi juga biasa-
biasa saja, namun tidak dapat dipungkiri, aku jadi jatuh cinta sama istri Pak Tadi itu.
Orangnya memang cantik, dan badannya padat berisi sesuai dengan seleraku. Khususnya
pantat dan buah dadanya yang besar dan bagus. Aku menyadari bahwa hal itu tidak akan
mungkin, karena Bu tadi istri orang. Kalau aku berani menggoda Bu Tadi pasti jadi
masalah besar di kampungku. Bisa-bisa aku dipukuli atau diusir dari kampungku. Tetapi
nasib orang tidak ada yang tahu. Ternyata aku akhirnya dapat menikmati keindahan
tubuh Bu Tadi.

Pada suatu hari aku mendengar Pak Tadi opname di rumah sakit, katanya operasi usus
buntu. Sebagai tetangga dan masih bujangan aku banyak waktu untuk menengoknya di
rumah sakit. Dan yang penting aku mencoba membangun hubungan yang lebih akrab
dengan Bu Tadi. Pada suatu sore, aku menengok di rumah sakit bersamaan dengan
adiknya Pak Tadi. Sore itu, mereka sepakat Bu Tadi akan digantikan adiknya menunggu
di rumah sakit, karena Bu Tadi sudah beberapa hari tidak pulang. Aku menawarkan diri
untuk pulang bersamaku. Mereka setuju saja dan malah berterima kasih. Terus terang
kami sudah menjalin hubungan lebih akrab dengan keluarga itu.

Sehabis mahgrib aku bersama Bu Tadi pulang. Dalam mobilku kami mulai mengobrol,
mengenai sakitnya Pak Tadi. Katanya seminggu lagi sudah boleh pulang. Aku mulai
mencoba untuk berbicara lebih dekat lagi, atau katakanlah lebih kurang ajar. Inikan
kesempatan bagus sekali untuk mendekatai Bu Tadi.
"Bu, maaf yaa. ngomong-ngomong Bu Tadi sudah berkeluarga sekitar 3 tahun kok belum
diberi momongan yaa", kataku hati-hati.
"Ya, itulah Dik Budi. Kami kan hanya lakoni. Barangkali Tuhan belum mengizinkan",
jawab Bu Tadi.
"Tapi anu tho bu.. anuu.. bikinnya khan jalan terus." godaku.
"Ooh apa, ooh. kalau itu sih iiya Dik Budi" jawab Bu Tadi agak kikuk. Sebenarnya kan
aku tahu, mereka setiap minggunya minmal 2 kali bersetubuh dan terbayang kembali
desahan Bu Tadi yang keenakan. Darahku semakin berdesir-desir. Aku semakin nekad
saja.
"Tapi, kok belum berhasil juga yaa bu?" lanjutku.
"Ya, itulah, kami berusaha terus. Tapi ngomong-ngomong kapan Dik Budi kawin. Sudah
kerja, sudah punya mobil, cakep lagi. Cepetan dong. Nanti keburu tua lhoo", kata Bu
Tadi.
"Eeh, benar nih Bu Tadi. Aku cakep niih. Ah kebetulan, tolong carikan aku Bu. Tolong
carikan yang kayak Ibu Tadi ini lhoo", kataku menggodanya.
"Lho, kok hanya kayak saya. Yang lain yang lebih cakep kan banyak. Saya khan sudah
tua, jelek lagi", katanya sambil ketawa.
Aku harus dapat memanfaatkan situasi. Harus, Bu tadi harus aku dapatkan.
"Eeh, Bu Tadi. Kita kan nggak usah buru-buru nih. Di rumah Bu Tadi juga kosong. Kita
cari makan dulu yaa. Mauu yaa bu, mau yaa", ajakku dengan penuh kekhawatiran jangan-
jangan dia menolak.
"Tapi nanti kemaleman lo Dik", jawabnya.
"Aah, baru jam tujuh. Mau ya Buu", aku sedikit memaksa.
"Yaa gimana yaa.. ya deh terserah Dik Budi. Tapi nggak malam-malam lho." Bu Tadi
setuju. Batinku bersorak.
Kami berehenti di warung bakmi yang terkenal. Sambil makan kami terus mengobrol.
Jeratku semakin aku persempit.
"Eeh, aku benar-benar tolong dicarikan istri yang kayak Bu Tadi dong Bu. benar nih.
Soalnya begini bu, tapii eeh nanti Bu Tadi marah sama saya. Nggak usaah aku katakan
saja deh", kubuat Bu Tadi penasaran.
"Emangnya kenapa siih." Bu tadi memandangku penuh tanda tanya.
"Tapi janji nggak marah lho." kataku memancing. Dia mengangguk kecil.
"Anu bu.. tapi janji tidak marah lho yaa."
"Bu Tadi terus terang aku terobsesi punya istri seperti Bu tadi. Aku benar-benar bingung
dan seperti orang gila kalau memikirkan Bu Tadi. Aku menyadari ini nggak betul. Bu
Tadi kan istri tetanggaku yang harus aku hormati. Aduuh, maaf, maaf sekali bu. aku
sudah kurang ajar sekali", kataku menghiba. Bu Tadi melongo, memandangiku.
sendoknya tidak terasa jatuh di piring. Bunyinya mengagetkan dia, dia tersipu-sipu, tidak
berani memandangiku lagi.

Sampai selesai kami jadi berdiam-diaman. Kami berangkat pulang. Dalam mobil aku
berpikir, ini sudah telanjur basah. Katanya laki-laki harus nekad untuk menaklukkan
wanita. Nekad kupegang tangannya dengan tangan kiriku, sementara tangan kananku
memegang setir. Di luar dugaanku, Bu Tadi balas meremas tanganku. Batinku bersorak.
Aku tersenyum penuh kemenangan. Tidak ada kata-kata, batin kami, perasaan kami telah
bertaut. Pikiranku melambung, melayang-layang. Mendadak ada sepeda motor menyalib
mobilku. Aku kaget.
"Awaas! hati-hati!" Bu Tadi menjerit kaget.
"Aduh nyalib kok nekad amat siih", gerutuku.
"Makanya kalau nyetir jangan macam-macam", kata Bu tadi. Kami tertawa. Kami tidak
membisu lagi, kami ngomong, ngomong apa saja. Kebekuan cair sudah. Sampai di rumah
aku hanya sampai pintu masuk, aku lalu pamit pulang.

Di rumah aku mencoba untuk tidur. Tidak bisa. Nonton siaran TV, tidak nyaman juga.
Aku terus membayangkan Bu Tadi yang sekarang sendirian, hanya ditemani
pembantunya yang tua di kamar belakang. Ada dorongan sangat kuat untuk mendatangi
rumah Bu Tadi. Berani nggaak, berani nggak. Mengapa nggak berani. Entah setan mana
yang mendorongku, tahu-tahu aku sudah keluar rumah. Aku mendatangi kamar Bu Tadi.
Dengan berdebar-debar, aku ketok pelan-pelan kaca nakonya, "Buu Tadi, aku Budi",
kataku lirih. Terdengar gemerisik tempat tidur, lalu sepi. Mungkin Bu Tadi bangun dan
takut. Bisa juga mengira aku maling. "Aku Budi", kataku lirih. Terdengar gemerisik.
Kain korden terbuka sedikit. Nako terbuka sedikit. "Lewat belakang!" kata Bu Tadi. Aku
menuju ke belakang ke pintu dapur. Pintu terbuka, aku masuk, pintu tertutup kembali.
Aku nggak tahan lagi, Bu Tadi aku peluk erat-erat, kuciumi pipinya, hidungnya, bibirnya
dengan lembut dan mesra, penuh kerinduan. Bu Tadi membalas memelukku, wajahnya
disusupkan ke dadaku.

"Aku nggak bisa tidur", bisikku.
"Aku juga", katanya sambil memelukku erat-erat.
Dia melepaskan pelukannya. Aku dibimbingnya masuk ke kamar tidurnya. Kami
berpelukan lagi, berciuman lagi dengan lebih bernafsu. "Buu, aku kangen bangeet. Aku
kangen", bisikku sambil terus menciumi dan membelai punggungnya. Nafsu kami
semakin menggelora. Aku ditariknya ke tempat tidur. Bu Tadi membaringkan dirinya.
Tanganku menyusup ke buah dadanya yang besar dan empuk, aduuh nikmat sekali,
kuelus buah dadanya dengan lembut, kuremas pelan-pelan. Bu Tadi menyingkapkan
dasternya ke atas, dia tidak memakai BH. Aduh buah dadanya kelihatan putih dan
menggung. Aku nggak tahan lagi, kuciumi, kukulum pentilnya, kubenamkan wajahku di
kedua buah dadanya, sampai aku nggak bisa bernapas. Sementara tanganku merogoh
kemaluannya yang berbulu tebal. Celana dalamnya kupelorotkan, dan Bu Tadi
meneruskan ke bawah sampai terlepas dari kakinya. Dengan sigap aku melepaskan
sarung dan celana dalamku. Penisku langsung tegang tegak menantang. Bu Tadi segera
menggenggamnya dan dikocok-kocok pelan dari ujung penisku ke pangkal pahaku.
Aduuh, rasanya geli dan nikmat sekali. Aku sudah nggak sabar lagi. Aku naiki tubuh Bu
Tadi, bertelekan pada sikut dan dengkulku.

Kaki Bu Tadi dikangkangkannya lebar-lebar, penisku dibimbingnya masuk ke liang
vaginanya yang sudah basah. Digesek-gesekannya di bibir kemaluannya, makin lama
semakin basah, kepala penisku masuk, semakin dalam, semakin.. dan akhirnya blees,
masuk semuanya ke dalam kemaluan Bu Tadi. Aku turun-naik pelan-pelan dengan
teratur. Aduuh, nikmat sekali. Penisku dijepit kemaluan Bu Tadi yang sempit dan licin.
Makin cepat kucoblos, keluar-masuk, turun-naik dengan penuh nafsu. "Aduuh, Dik Budi,
Dik Budii.. enaak sekali, yang cepaat.. teruus", bisik Bu Tadi sambil mendesis-desis.
Kupercepat lagi. Suaranya vagina Bu Tadi kecepak-kecepok, menambah semangatku.
"Dik Budii aku mau muncaak.. muncaak, teruus.. teruus", Aku juga sudah mau keluar.
Aku percepat, dan penisku merasa akan keluar. Kubenamkan dalam-dalam ke dalam
vagina Bu Tadi sampai amblaas. Pangkal penisku berdenyut-denyut, spermaku muncrat-
muncrat di dalam vagina Bu Tadi. Kami berangkulan kuat-kuat, napas kami berhenti.
Saking nikmatnya dalam beberapa detik nyawaku melayang entah kemana. Selesailah
sudah. Kerinduanku tercurah sudah, aku merasa lemas sekali tetapi puas sekali.

Kucabut penisku, dan berbaring di sisinya. Kami berpelukan, mengatur napas kami.
Tiada kata-kata yang terucapkan, ciuman dan belaian kami yang berbicara.
"Dik Budi, aku curiga, salah satu dari kami mandul. Kalau aku subur, aku harap aku bisa
hamil dari spermamu. Nanti kalau jadi aku kasih tahu. Yang tahu bapaknya anakku kan
hanya aku sendiri kan. Dengan siapa aku membuat anak", katanya sambil mencubitku.
Malam itu pertama kali aku menyetubuhi Bu Tadi tetanggaku. Beberapa kali kami
berhubungan sampai aku kawin dengan wanita lain. Bu Tadi walaupun cemburu tapi
dapat memakluminya.

Keluarga Pak tadi sampai saat ini hanya mempunyai satu anak perempuan yang cantik.
Apabila di kedepankan, Bu Tadi sering menciumi anak itu, sementara matanya melirikku
dan tersenyum-senyum manis. Tetanggaku pada meledek Bu Tadi, mungkin waktu hamil
Bu Tadi benci sekali sama aku. Karena anaknya yang cantik itu mempunyai mata, pipi,
hidung, dan bibir yang persis seperti mata, pipi, hidung, dan bibirku.

Seperti telah anda ketahui hubunganku dengan Bu Tadi istri tetanggaku yang cantik itu
tetap berlanjut sampai kini, walaupun aku telah berumah tangga. Namun dalam
perkawinanku yang sudah berjalan dua tahun lebih, kami belum dikaruniai anak. Istriku
tidak hamil-hamil juga walaupun penisku kutojoskan ke vagina istriku siang malam
dengan penuh semangat. Kebetulan istriku juga mempunyai nafsu seks yang besar. Baru
disentuh saja nafsunya sudah naik. Biasanya dia lalu melorotkan celana dalamnya,
menyingkap pakaian serta mengangkangkan pahanya agar vaginanya yang tebal bulunya
itu segera digarap. Di mana saja, di kursi tamu, di dapur, di kamar mandi, apalagi di
tempat tidur, kalau sudah nafsu, ya aku masukkan saja penisku ke vaginanya. Istriku juga
dengan penuh gairah menerima coblosanku. Aku sendiri terus terang setiap saat melihat
istriku selalu nafsu saja deh. Memang istriku benar-benar membuat hidupku penuh
semangat dan gairah.

Tetapi karena istriku tidak hamil-hamil juga aku jadi agak kawatir. Kalau mandul, jelas
aku tidak. Karena sudah terbukti Bu Tadi hamil, dan anakku yang cantik itu sekarang
menjadi anak kesayangan keluarga Pak Tadi. Apakah istriku yang mandul? Kalau melihat
fisik serta haidnya yang teratur, aku yakin istriku subur juga. Apakah aku kena hukuman
karena aku selingkuh dengan Bu Tadi? aah, mosok. Nggak mungkin itu. Apakah karena
dosa? Waah, mestinya ya memang dosa besar. Tapi karena menyetubuhi Bu Tadi itu enak
dan nikmat, apalagi dia juga senang, maka hubungan gelap itu perlu diteruskan,
dipelihara, dan dilestarikan.

Untuk mengatur perselingkuhanku dengan Bu Tadi, kami sepakat dengan membuat kode
khusus yang hanya diketahui kami berdua. Apabila Pak Tadi tidak ada di rumah dan
benar-benar aman, Bu Tadi memadamkan lampu di sumur belakang rumahnya. Biasanya
lampu 5 watt itu menyala sepanjang malam, namun kalau pada pukul 20.00 lampu itu
padam, berarti keadaan aman dan aku dapat mengunjungi Bu Tadi. (Anda dapat meniru
caraku yang sederhana ini. Gratis tanpa bayar pulsa telepon yang makin mahal). Karena
dari samping rumahku dapat terlihat belakang rumah Bu Tadi, dengan mudah aku dapat
menangkap tanda tersebut. Tetapi pernah tanda itu tidak ada sampai 1 atau 2 bulan,
bahkan 3 bulan. Aku kadang-kadang jadi agak jengkel dan frustasi (karena kangen) dan
aku mengira juga Bu Tadi sudah bosan denganku. Tetapi ternyata memang kesempatan
itu benar-benar tidak ada, sehingga tidak aman untuk bertemu.

Pada suatu hari aku berpapasan dengan Bu Tadi di jalan dan seperti biasanya kami saling
menyapa baik-baik. Sebelum melanjutkan perjalanannya, dia berkata, "Dik Budi, besok
malam minggu ada keperluan nggak?"
"Kayaknya sih nggak ada acara kemana-mana. Emangnya ada apa?" jawabku dengan
penuh harapan karena sudah hampir satu bulan kami tidak bermesraan.
"Nanti ke rumah yaa!" katanya dengan tersenyum malu-malu.
"Emangnya Pak Tadi nggak ada?" kataku. Dia tidak menjawab, cuma tersenyum manis
dan pergi meneruskan perjalanannya. Walaupun sudah biasa, darahku pun berdesir juga
membayangkan pertemuanku malam minggu nanti.

Seperti biasa malam minggu adalah giliran ronda malamku. Istriku sudah tahu itu,
sehingga tidak menaruh curiga atau bertanya apa-apa kalau pergi keluar malam itu. Aku
sudah bersiap untuk menemui Bu Tadi. Aku hanya memakai sarung, (tidak memakai
celana dalam) dan kaos lengan panjang biar agak hangat. Dan memang kalau tidur aku
tidak pernah pakai celana dalam tetapi hanya memakai sarung saja. Rasanya lebih rileks
dan tidak sumpek, serta penisnya biar mendapat udara yang cukup setelah seharian
dipepes dalam celana dalam yang ketat.

Waktu menunjukkan pukul 22.00. Lampu belakang rumah Bu Tadi sudah padam dari
tadi. Aku berjalan memutar dulu untuk melihat situasi apakah sudah benar-benar sepi dan
aman. Setelah yakin aman, aku menuju ke samping rumah Bu Tadi. Aku ketok kaca nako
kamarnya. Tanpa menunggu jawaban, aku langsung menuju ke pintu belakang. Tidak
berapa lama terdengar kunci dibuka. Pelan pintu terbuka dan aku masuk ke dalam. Pintu
ditutup kembali. Aku berjalan beriringan mengikuti Bu Tadi masuk ke kamar tidurnya.
Setelah pintu ditutup kembali, kami langsung berpelukan dan berciuman untuk
menyalurkan kerinduan kami. Kami sangat menikmati kemesraan itu, karena memang
sudah hampir satu bulan kami tidak mempunyai kesempatan untuk melakukannya.
Setelah itu, Bu Tadi mendorongku, tangannya di pinggangku, dan tanganku berada di
pundaknya. Kami berpandangan mesra, Bu tadi tersenyum manis dan memelukku
kembali erat-erat. Kepalanya disandarkan di dadaku.

"Paa, sudah lama kita nggak begini", katanya lirih. Bu Tadi sekarang kalau sedang
bermesraan atau bersetubuh memanggilku Papa. Demikian juga aku selalu membisikkan
dan menyebutnya Mama kepadanya. Nampaknya Bu Tadi menghayati betul bahwa Nia,
anaknya yang cantik itu bikinan kami berdua.
"Pak Tadi sedang kemana sih maa", tanyaku.
"Sedang mengikuti piknik karyawan ke Pangandaran. Aku sengaja nggak ikut dan hanya
Nia saja yang ikut. Tenang saja, pulangnya baru besok sore", katanya sambil terus
mendekapku.
"Maa, aku mau ngomong nih", kataku sambil duduk bersanding di tempat tidur. Bu Tadi
diam saja dan memandangku penuh tanda tanya.
"Maa, sudah dua tahun lebih aku berumah tangga, tetapi istriku belum hamil-hamil juga.
Kamu tahu, mustinya secara fisik, kami tidak ada masalah. Aku jelas bisa bikin anak,
buktinya sudah ada kan. Aku nggak tahu kenapa kok belum jadi juga. Padahal bikinnya
tidak pernah berhenti, siang malam", kataku agak melucu. Bu Tadi memandangku.
"Pa, aku harus berbuat apa untuk membantumu. Kalau aku hamil lagi, aku yakin suamiku
tidak akan mengijinkan adiknya Nia kamu minta menjadi anak angkatmu. Toh anak kami
kan baru dua orang nantinya, dan pasti suamiku akan sayang sekali. Untukku sih memang
seharusnya bapaknya sendiri yang mengurusnya. Tidak seperti sekarang, keenakan dia.
Cuma bikin doang, giliran sudah jadi bocah orang lain dong yang ngurus", katanya
sambil merenggut manja. Aku tersenyum kecut.
"Jangan-jangan ini hukuman buatku ya maa, Aku dihukum tidak punya anak sendiri. Biar
tahu rasa", kataku.
"Ya sabar dulu deh paa, mungkin belum pas saja. Spermamu belum pas ketemu sama
telornya Rina (nama istriku). Siapa tahu bulan depan berhasil", katanya menghiburku.
"Ya mudah-mudahan. Tolong didoain yaa.."
"Enak saja. Didoain? Mustinya aku kan nggak rela Papa menyetubuhi Rina istrimu itu.
Mustinya Papa kan punyaku sendiri, aku monopoli. Nggak boleh punya Papa masuk ke
perempuan lain kan. Kok malah minta didoain. Gimana siih", katanya manja dan sambil
memelukku erat-erat. Benar juga, mestinya kami ini jadi suami-istri, dan Nia itu anak
kami.
"Maa, kalau kita ngomong-ngomong seperti ini, jadinya nafsunya malah jadi menurun
lho. Jangan-jangan nggak jadi main nih", kataku menggoda.
"Iiih, dasar", katanya sambil mencubit pahaku kuat-kuat.
"Makanya jangan ngomong saja. Segera saja Mama ini diperlakukan sebagaimana
mestinya. Segera digarap doong!" katanya manja.

Kami berpelukan dan berciuman lagi. Tentu saja kami tidak puas hanya berciuman dan
berpelukan saja. Kutidurkan dia di tempat tidur, kutelentangkan. Bu Tadi mandah saja.
Pasrah saja mau diapain. Dia memakai daster dengan kancing yang berderet dari atas ke
bawah. Kubuka kancing dasternya satu per satu mulai dari dada terus ke bawah.
Kusibakkan ke kanan dan ke kiri bajunya yang sudah lepas kancingnya itu.
Menyembullah buah dadanya yang putih menggunung (dia sudah tidak pakai BH).
Celana dalam warna putih yang menutupi vaginanya yang nyempluk itu aku pelorotkan.
Aku benar-benar menikmati keindahan tubuh istri gelapku ini. Saat satu kakinya ditekuk
untuk melepaskan celana dalamnya, gerakan kakinya yang indah, vaginanya yang agak
terbuka, aduh pemandangan itu sungguh indah. Benar-benar membuatku menelan ludah.
Wajah yang ayu, buah dada yang putih menggunung, perut yang langsing, vagina yang
nyempluk dan agak terbuka, kaki yang indah agak mengangkang, sungguh mempesona.
Aku tidak tahan lagi. Aku lempar sarungku dan kaosku entah jatuh dimana. Aku segera
naik di atas tubuh Bu Tadi. Kugumuli dia dengan penuh nafsu. Aku tidak peduli Bu Tadi
megap-megap keberatan aku tindih sepenuhnya. Habis gemes banget, nafsu banget sih.
"Uugh jangan nekad tho. Berat nih", keluh Bu Tadi.
Aku bertelekan pada telapak tanganku dan dengkulku. Penisku yang sudah tegang banget
aku paskan ke vaginanya. Terampil tangan Bu Tadi memegangnya dan dituntunnya ke
lubang vaginanya yang sudah basah. Tidak ada kesulitan lagi, masuklah semuanya ke
dalam vaginanya. Dengan penuh semangat kukocok vagina Bu Tadi dengan penisku. Bu
Tadi semakin naik, menggeliat dan merangkulku, melenguh dan merintih. Semakin lama
semakin cepat, semakin naik, naik, naik ke puncak.
"Teruus, teruus paa.. sshh.. ssh.." bisik Bu Tadi
"Maa, aku juga sudah mau.. keluaarr",
"Yang dalam paa.. yang dalamm. Keluarin di dalaam Paa.. Paa.. Adduuh Paa nikmat
banget Paa.., ouuch..", jeritnya lirih yang merangkulku kuat-kuat. Kutekan dalam-dalam
penisku ke vaginanyanya. Croot, cruut, crruut, keluarlah spermaku di dalam rahim istri
gelapku ini. Napasku seperti terputus. Kenikmatan luar biasa menjalar kesuluruh
tubuhku. Bu Tadi menggigit pundakku. Dia juga sudah mencapai puncak. Beberapa detik
dia aku tindih dan dia merangkul kuat-kuat. Akhirnya rangkulannya terlepas. Kuangkat
tubuhku. Penisku masih di dalam, aku gerakkan pelan-pelan, aduh geli dan ngilu sekali
sampai tulang sumsum. Vaginanya licin sekali penuh spermaku. Kucabut penisku dan
aku terguling di samping Bu Tadi. Bu Tadi miring menghadapku dan tangannya
diletakkan di atas perutku. Dia berbisik, "Paa, Nia sudah cukup besar untuk punya adik.
Mudah-mudahan kali ini langsung jadi ya paa. Aku ingin dia seorang laki-laki. Sebelum
Papa tadi mengeluh Rina belum hamil, aku memang sudah berniat untuk membuatkan
Nia seorang adik. Sekalian untuk test apakah Papa masih joos apa tidak. Kalau aku hamil
lagi berarti Papa masih jooss. Kalau nanti pengin menggendong anak, ya gendong saja
Nia sama adiknya yang baru saja dibuat ini." Dia tersenyum manis. Aku diam saja.
menerawang jauh, alangkah nikmatnya bisa menggendong anak-anakku.

Malam itu aku bersetubuh lagi. Sungguh penuh cinta kasih, penuh kemesraan. Kami
tuntaskan kerinduan dan cinta kasih kami malam itu. Dan aku menunggu dengan harap-
harap cemas, jadikah anakku yang kedua di rahim istri gelapku ini? Salam.

TAMAT

Bercinta di Rumah Orang Tuaku

Sekedar untuk mengingatkan para pembaca sekali lagi, namaku Irma tapi
biasa dipanggil I'in oleh orang di rumah. Aku sulung dari 4 bersaudara
yang semuanya perempuan. Saat ini usiaku 34 tahun dan adik bungsuku
Tita 21 tahun. Aku sangat menjaga bentuk tubuhku, dengan tinggi badan
167 cm dan berat badan 59 kg, tidak ada yang menyangka kalau aku sudah
memiliki 2 orang anak yaitu Echa 6 dan Dita 3 tahun. Kalau kata
suamiku, teman-temannya sering memuji tubuhku, terutama pada bagian
pinggul dan payudaraku yang berukuran 34B hingga terlihat sangat seksi
jika sedang mengenakan baju yang pressed body.

Percumbuanku dengan Hasan terus berlanjut tanpa pernah ada halangan
yang benar-benar mengganggu, seperti jika suamiku datang dari kota
tempat dia bekerja, atau "tamu" wanita yang datang rutin tiap bulannya.
Setiap kali bercumbu dengannya aku selalu mendapatkan kenikmatan
orgasme yang tak terhingga, mulai dari gaya yang baru sampai tempat-
tempat yang selama ini tak pernah kukira akan dapat melakukan hubungan
sex di sana hingga itu membuatku semakin merasa terikat dan sulit untuk
dapat lepas darinya.

Salah satu tempat yang sangat berkesan olehku adalah saat kami berdua
melakukannya di rumah orang tuaku. Itu semua berawal dari keberangkatan
kedua orang tuaku kekota Bpp karena ada keluarga yang akan menikah,
rencananya mereka akan menginap satu malam di sana. Atas permintaan
Tita, aku dan kedua anakku diminta bermalam karena dia takut kalau
harus sendirian. Selain itu atas izin ayah kami, Hasan diminta Tita
untuk bermalam dan keberadaanku di sana bertindak untuk menjaga kalau
sampai mereka kelepasan.

Ternyata Hasan memiliki kejutan yang dia persiapkan begitu mendengar
kalau aku juga akan ikut bermalam di sana. Malam itu sekitar jam 20:10,
kami baru saja selesai makan malam. Setelah menyikat gigi, aku
menidurkan kedua anakku di kamar yang dulu kutempati. Setelah 10 menit
aku yakin kalau kedua anakku telah tertidur pulas, aku mematikan lampu
dan keluar pelan-pelan dari kamar itu.

Saat sampai di depan TV aku mencari Tita, tapi dia tidak ada di sana
sementara Hasan sedang asyik di sofa sambil tidur-tiduran di sana. Lalu
aku mencarinya di dapur, kuketuk pintu WC, di sana tidak ada juga.
Akhirnya aku kembali ke ruang tengah.

"Geser dikit San.. Kamu lihat Tita nggak..?" tanyaku padanya.
"Sudah tidur Kak.." jawab Hasan sambil duduk.
"Tumben sudah pulas jam segini.. Biasanya juga jam 10" komentarku.

Hasan tersenyum mendengar perkataanku, lalu dia merapatkan posisi
duduknya ke tubuhku. Sementara matanya menatap tajam ke arahku dari
atas sampai ke bawah. Walau tahu sedang dipelototi aku pura-pura cuek
sambil menonton TV.

Malam itu aku mengenakan T-shirt tipis tanpa lengan yang lebih mirip
singlet warna putih dengan dalaman BH warna hitam. T-shirt itu agak
longgar, tapi tidak dapat menyembunyikan bentuk lekukan yang menonjol
di dadaku. Tipisnya kain T-shirt dan BH yang kupakai membuat bentuk
puting susuku secara samar bisa terlihat. Dengan belahan dada T-shirt
yang rendah membuat kedua payudaraku akan terlihat dengan jelas jika
sedang membungkuk sedikit saja.

Bawahanku adalah celana ketat selutut yang juga warna putih. Celana
ketat itu memamerkan keindahan garis tubuhku pada bagian bawah. Lekukan
pinggul dan pantatku yang sekal tercetak secara nyata di celana yang
kukenakan saat itu. Sebenarnya aku memakai semua itu untuk menyenangkan
Hasan, tapi aku tak mau mengatakannya karena aku sengaja ingin
membuatnya menjadi panas dingin. Selain itu aku tak ada rencana untuk
bercinta dengannya karena kondisi yang kurang mendukung, apa mau dikata
rencana tinggal rencana.

"Kakak seksi banget malam ini.. Aku jadi terangsang nih" bisik Hasan di
telingaku sebelah kiri.
"Jangan San.. ini di rumah ayah.." aku menolak sambil mendorong dadanya
dengan kedua tanganku.
"Nggak apa Kak.. Toh mereka juga nggak bakal tahu.." kata Hasan sambil
meremas payudaraku.
"Mmmh.. Tapi.. Ada.. Tita di kamar.. Kalo dia.. Akkh.. Bangun..
Gimana..?" ujarku sambil mencoba menahan kedua tangannya yang mencoba
menelusup ke dalam T-shirt yang aku kenakan.
"Tenang aja Kak.. Aku udah masukin obat tidur ke dalam teh yang dia
minum tadi.. Kalo kakak nggak mau.. Aku tidur sama Tita aja dah.."

Mendengar perkataannya itu, aku kaget bukan kepalang. Selain masalah
obat tidur, aku takut kalau Hasan akan benar-benar meniduri Tita malam
ini. Selang beberapa waktu aku tenggelam dalam pikiranku, dan saat aku
sadar ternyata tubuhku bagian atas tinggal tertutup oleh BH yang
kaitannya telah terlepas.

"Oke San.. Kakak mau.. Tapi jangan disini.." pintaku pada Hasan.
"Terserah kakak aja.." kata Hasan sambil menghentikan kegiatannya.
"Setengah jam lagi kamu masuk ke kamar.. Kakak mau siap-siap dulu.."

Hasan mengangguk, lalu mengangkat tubuhnya yang sedang menindihku yang
sudah setengah telanjang. Setelah mengenakan kembali BH dan T-Shirt
yang tadi dipreteli oleh Hasan, aku langsung berdiri. Saat hendak
melangkah, tiba-tiba Hasan merangkul pinggulku, kepalanya langsung
tenggelam di pangkal pahaku sementara kedua tangannya meremas pantatku.
Aku mendesah saat merasakan lidahnya yang menusuk-nusuk celana tipis
yang kukenakan. Selang 5 menit kemudian Hasan melepaskan tubuhku dan
membiarkan aku berjalan ke kamar.

Masuk ke kamar orang tuaku, pintu langsung kututup dan kulepaskan semua
kain yang melekat di tubuhku kemudian dengan setengah berlari aku masuk
ke toilet yang terdapat di kamar tersebut. Kuambil sabun sirih khusus
untuk membersihkan alat vital wanita lalu kubersihkan kelaminku dengan
sabun itu. Sekitar sepuluh menit kemudian aku keluar dan langsung duduk
di meja rias ibuku. Kuperhatikan tubuhku di cermin, sepasang payudara
berukuran 34B yang montok dan kenyal menggelantung indah dan
menggairahkan. Kuturunkan mataku ke bawah, liang senggamaku yang merah
terlihat dengan jelas tanpa terganggu oleh rambut kemaluan yang baru
tumbuh pendek. Itu karena beberapa hari yang lalu rambut itu telah
dicukur habis oleh suamiku.

Kuambil parfum khusus wanita milik ibu dan kusemprotkan ke beberapa
bagian tubuh. Seluruh bagian leher, ketiak, payudara, perut dan paha.
Semua itu adalah bagian tubuh yang biasa dijilat Hasan jika sedang
mencumbuku. Tanpa mengenakan dalaman, kukenakan kimono tidur milik
ibuku dan mengikat tali di pinggangnya. Kukecilkan volume cahaya kamar
agar menjadi lebih romantis. Saat akan bercinta dengan suami saja aku
tak pernah melakukan persiapan seperti saat itu, Hasan benar-benar
telah membiusku. Setelah itu aku naik ke atas kasur. Kupeluk guling
sambil menunggu Hasan masuk, aku merasa deg-degan seperti saat melalui
malam pertamaku dengan suami.

Selang beberapa waktu kemudian kudengar pintu kamar diketuk, kupejamkan
mata sambil bergulung ke arah kanan. Kemudian terdengar suara pintu
dibuka lalu ditutup kembali, suara langkah kaki terdengar mendekat ke
arahku. Hasan memanggil-manggil namaku, tapi aku pura-pura tertidur dan
tak menjawabnya. Kurasakan kasur agak bergerak, rupanya Hasan sudah
naik ke atasnya. Tangannya menyentuh bahuku dan menggoyangnya, aku
masih berpura-pura tertidur.

Kemudian dia mengubah posisi tubuhku dengan menelentangkannya, guling
yang sedang kupeluk diambilnya. Setelah itu terasa tali kimonoku
ditariknya, dan saat Hasan membuka kimono yang kukenakan, hawa dingin
ruangan menyengat tubuhku bagian depan. Tak ada gerakan setelah itu,
tapi aku yakin kalau saat ini Hasan sedang memandangi tubuhku bagian
depan yang sudah terbuka lebar.

Selama beberapa saat aku tidak merasakan ada gerakan, ini membuatku
hendak membuka mata karena penasaran. Tiba-tiba aku merasakan angin
hangat pada pangkal pahaku, kubuka mataku sedikit, ternyata angin
hangat tadi disebabkan oleh Hasan yang bernafas di selangkanganku.
Pasti dia sedang menikmati wangi sabun sirih yang kupakai barusan.
Hembusan nafas dari hidungnya bertiup ke arah pintu liang vaginaku. Ini
menimbulkan sensasi nikmat tersendiri dalam tubuhku.

Hasan terus menghembuskan nafasnya di bagian bawah perutku, rasa geli
dan nikmat bercampur menjadi satu dan merangsang tubuhku. Aku mencoba
bertahan dan melawan kenikmatan yang terus menyerang, tapi tubuhku
berkata lain. Kurasakan ada cairan hangat yang mengalir keluar dari
lubang kemaluanku, padahal Hasan hanya menghembuskan nafas saja tanpa
melakukan penetrasi yang lain.

Seiring keluarnya cairan hangat dari liang kenikmatanku, udara hangat
dari hidung Hasan mulai naik ke atas. Udara itu berputar-putar sejenak
di lubang pusar, kemudian menjelajahi setiap jengkal kedua payudaraku,
bergerak ke atas lagi hingga ke leher. Di sini dia bergerak bolak-balik
dari kanan ke kiri. Semua perbuatan Hasan itu membuatku semakin
terangsang dan hampir saja kehilangan kontrol, berkali-kali aku ingin
mengerang saat hidungnya menggesek-gesek puting susuku.

"Sampai kapan mau tidur Kak..?" bisik Hasan di telinga kiriku sementara
salah satu tangannya memelintir puting susuku sebelah kanan.
"Aucch.. Sshh.. Ampuun Saan.. Aku dah banguunn" erangku sambil membuka
kedua kelopak mata.

Astaga ternyata Hasan sudah hanya mengenakan CD. Wajah Hasan tampak
jelas sekali di hadapanku, ada senyum nakal penuh kemenangan di sana.
Kubalas senyumnya dan dengan penuh hasrat kulingkarkan kedua tanganku
di lehernya. Kutarik wajah Hasan lebih mendekat ke arahku sampai bibir
kami berdua bertemu dan langsung beradu.

Bibir Hasan langsung saja melumat bibirku seakan ingin menelannya,
lidahnya menusuk ke dalam rongga mulutku dan mencari-cari lidahku. Aku
tak mau kalah, kujulurkan lidahku untuk menggelitik rongga mulut Hasan,
ia terpejam merasakan seranganku. Tapi dia tak membiarkan aku
mengendalikan permainan kami malam itu, dia melepaskan ciumannya dari
bibirku dan menciumi wajahku sesuka hati. Sesekali dia mengulum
bibirku, lalu menjilati wajahku. Aku semakin mengeratkan rangkulan
tanganku pada lehernya.

Ingin rasanya aku menjerit sekeras mungkin saat merasakan cumbuannya
yang semakin liar saja, setelah menggerayang ke leher bibirnya terus
turun hingga sampai ke atas payudaraku. Aku menahan nafas manakala
bibirnya mulai menciumi kulit di seputar buah dadaku. Lidahnya menari-
nari dengan bebas menelusuri kemulusan kulit sepasang payudaraku yang
sekal dan menggairahkan. Nafas Hasan menderu semakin kencang disertai
suara kecipak mulutnya yang dengan penuh hasrat melumat payudaraku yang
montok seolah ingin merasakan setiap inci kekenyalannya.

Dari bibirku meluncur desisan dan rintihan nikmat, sementara tanganku
meremas rambut Hasan dan menekan kepalanya ke dadaku. Rangsangan maha
dahsyat menghajar tubuhku manakala bibir Hasan mulai menjilat dan
mengulum puting susuku yang telah mengeras. Dengan lihai lidahnya
menyapu seluruh permukaan putingku secara bergantian, aku mengerang
halus tiap kali bibir Hasan berhenti di salah satu puting susuku.
Kemudian ia mulai menyedot-nyedot putingku yang malang itu sebelum
mengakhirinya dengan sebuah gigitan halus dan menariknya perlahan
dengan giginya yang putih.

Saat Hasan melakukan itu, puting susuku yang lain tidak dibiarkannya
menganggur begitu saja. Dengan nakal jari-jari tangan Hasan memilin dan
memelintir puting susuku ini. Dan jika dia telah menggigit salah satu
di antaranya, maka tangannya akan memencet puting yang lain dan
menariknya dengan penuh gairah. Dan itu dilakukan Hasan bergantian
kepada kedua puting susuku secara berulang-ulang. Perbuatannya itu
makin membuatku lupa daratan dan serasa melayang-layang di awan.

"Saann..!" Jeritku lirih memanggil namanya saat untuk yang kesekian
kali, puting susuku disedotnya kuat-kuat.

Aku menggelinjang kegelian. Hisapan itu nikmat luar biasa.
Selangkanganku semakin basah dan meradang. Tubuhku menggeliat-geliat
bagai ular kepanasan mengimbangi permainan lidah dan bibir Hasan di
buah dadaku yang terasa semakin menggelembung keras.

"Oohh Kak.. Teteknya bagus banget.. Mmphh.. Wuih.. Montok banget.."
rayu Hasan sambil terus memainkan sepasang payudaraku.

Tubuhku terus menyambut hangat setiap kecupan mesra bibirnya. Badanku
melengkung dan dadaku kubusungkan untuk mengejar kecupan bibir Hasan.
Lalu kudorong kepala Hasan ke bawah menyusur perutku. Dia mengerti
dengan apa yang kuinginkan saat ini. Dengan nafas menggebu-gebu, ia
mulai bergerak. Kedua tangan Hasan menyelusup ke bawah tubuhku dan
mencekal pinggang, mengangkat pinggulku dan meloloskan kimono yang
tersangkut di bawah kemudian mencampakkannya entah ke mana.

Kini aku benar-benar telanjang bulat tanpa sehelai benang pun yang
menghalangi. Kulirik Hasan yang terpesona memandangi ketelanjanganku.
Gairahku semakin meletup melihat tatapan penuh birahi Hasan, membuatku
begitu bangga dan tersanjung. Walau sudah sering melihatnya, tetap saja
Hasan terkagum-kagum jika melihatku dalam keadaan telanjang seperti
ini. Mataku melirik ke bawah melihat tonjolan keras di balik CD-nya.
Dadaku berdegup, selangkanganku berdenyut dan semakin membasah oleh
gairah membayangkan batang keras dibalik CD-nya.

"Saann.. Nnghh.. Jangan diliatin aja.. Dingin nih.." rengekku manja
dengan gaya yang genit. Hasan seperti tersadar dari lamunannya, dan
mulai beraksi lagi.
"Abisnya badan kakak seksi banget sih.. Gak bosen aku ngeliat ni badan
kalo lagi telanjang.." katanya seraya melepaskan CD hingga kini kami
sama-sama telanjang.

Kulihat batang kejantanannya yang keras itu meloncat keluar seperti ada
pernya begitu lepas dari kungkungan CD. Mengacung tegang dengan
gagahnya, besar dan panjang. Terlihat olehku otot-otot melingkar di
sekujur batang itu. Aku sudah tak sabar lagi ingin merasakan
kekerasannya dalam genggamanku. Yang dimiiki Hasan ini membuat punya
suamiku seperti milik anak kecil saja. Segera kusambut tubuh Hasan yang
menindih badanku lagi.

Aku langsung menyambut hangat ciuman Hasan sambil merangkulnya dengan
erat. Ciuman itu benar-benar membuatku terhanyut oleh gairah yang
semakin meninggi. Terlebih lagi saat kurasakan batang kejantanan Hasan
yang keras menggesek-gesek perutku, gairahku semakin meledak-ledak
dibuatnya. Hasan kembali menciumi buah dadaku, kurasakan dan kuresapi
setiap remasan dan hisapannya dengan penuh kenikmatan. Aku tak mau
berdiam saja dimanja seperti itu.

Dengan nakal tanganku menggerayang ke sekujur tubuh Hasan, bergerak
perlahan namun pasti ke arah batang kemaluannya. Hatiku berdesir
kencang saat merasakan batang nan keras itu dalam genggamanku,
kutelusuri mulai dari ujung sampai ke pangkalnya. Jemariku menari-nari
lincah menelusuri urat-urat yang melingkar di sekujur batang
kejantanannya. Kudengar Hasan mengeluh panjang. Kuingin dia merasakan
kenikmatan yang kuberikan. Ujung jariku menggelitik moncongnya yang
sudah licin oleh cairan. Lagi-lagi Hasan melenguh, kali ini lebih
panjang.

Tiba-tiba saja dia membalikkan tubuhnya, kepalanya persis berada di
atas selangkanganku sementara miliknya persis di atas wajahku. Kulihat
batang kejantanan Hasan bergelantungan, ujungnya menggesek-gesek
wajahku hingga dengan refleks mulutku langsung menangkap batang
kejantanan itu. Kukulum pelan-pelan dengan penuh perasaan. Hasan
sepertinya tidak mau kalah dengan gerakanku yang agresif. Lidahnya
menjulur menelusuri garis memanjang bibir kemaluanku.

Hal ini membuatku terkejut, tubuhku bergetar seakan diserang listrik.
Kurasakan darahku berdesir kemana-mana, sementara lidah Hasan bermain
semakin lincah. Menjilat, menusuk-nusuk, menerobos rongga rahimku. Ini
membuatku seperti melayang-layang di atas awan. Nikmatnya sungguh tidak
terkira, pinggulku tak bisa diam mengikuti kemana jilatan lidah Hasan
berada.

Tubuhku seperti dialiri listrik berkekuatan tinggi. Gemetar menahan
desakan kuat dalam tubuhku. Aku semakin tak tahan menerima berbagai
kenikmatan yang dibuat oleh lidah Hasan. Perutku mengejang, kakiku
merapat, menjepit kepala Hasan. Seluruh otot-ototku menegang, dan
jantungku serasa berhenti berdetak. Sekuat tenaga aku bertahan sampai
akhirnya tubuhku tak mampu lagi menahan kenikmatan gelombang orgasme
yang meledak-ledak.

Diiringi jeritan lirih dan panjang, tubuhku menghentak berkali-kali
mengikuti semburan cairan hangat dalam liang kewanitaanku. Aku
terhempas di atas ranjang dengan tubuh lunglai tak bertenaga. Lagi-lagi
puncak kenikmatan orgasme yang kuraih bersama Hasan terasa dahsyat dan
luar biasa.

"Oohh.. Ssann.. Nghh.. Enak sekali.." rintihku tak kuasa menahan diri.

Mengapa kenikmatan seperti ini tak bisa lagi kudapatkan dari suami yang
sangat kucintai, yang ada hanya rasa menggantung jika sedang bercumbu
dengannya. Semenatara Hasan memberikan kenikmatan tak terhingga setiap
kali kami bercinta. Sambil menetralisir nafasku yang naik-turun tak
karuan, kulihat Hasan tersenyum di bawah sana. Dia pasti sangat bangga
dengan kehebatannya bercinta karena selalu mampu membuatku mencapai
puncak kenikmatan orgasme yang sejati.

Hasan tahu bahwa suamiku tidak dapat memuaskan tubuhku seperti saat dia
mencumbuku. Aku tak bisa berbuat banyak, karena kuakui kalau aku sangat
membutuhkannya saat ini. Membutuhkan apa yang sedang kugenggam dalam
tanganku ini, benda yang berulang kali telah memberikan kenikmatan
lebih daripada apa yang kurasakan barusan. Hasan masih menjilati sisa-
sisa cairan yang keluar dari liang senggamaku.

Jemariku meremas-remas kembali batang kejantanannya. Kukocok perlahan
lalu kumasukkan ke dalam mulutku, kukulum dan kujilat-jilat. Kurasakan
tubuh Hasan meregang dan dari mulutnya keluar rintihan kenikmatan. Aku
tersenyum melihatnya seperti itu, aku ingin memberi kepuasan pada Hasan
seperti dia telah memuaskan tubuhku. Kulumanku semakin panas, lidahku
melata-lata liar di sekujur batang kejantanannya.

Terdengar suara kuluman mulutku, sementara Hasan terus merintih-rintih
keenakan. Dia menggerakkan tubuhnya di atasku seperti sedang
bersenggama, hanya saja saat itu batang kelaminnya menancap dalam
mulutku. Kuhisap dan kusedot kuat-kuat, tapi dia belum memperlihatkan
tanda-tanda akan segera mencapai klimaks. Mulutku mulai terasa kaku
karena kelelahan sementara gairahku mulai bangkit kembali, liang
kemaluanku sudah mulai mengembang dan basah lagi. Sementara batang
kejantanan Hasan masih tegak dengan gagah perkasa, bahkan lebih keras.

"Udah Kak.. Ganti posisi aja ya.." kata Hasan seraya membalikkan
tubuhnya dalam posisi umumnya bersetubuh.

Dasar pejantan tangguh pujiku dalam hati. Hasan memang piawai dalam
bercinta, padahal baru sebulan kami berhubungan, dia sudah sepandai
ini, batinku. Dia tidak langsung memasukkan batang kelaminnya dalam
lubang vaginaku, tetapi digesek-gesekkan dahulu di sekitar bibir
kemaluanku. Dengan sengaja ia menekan seperti hendak dimasukkan, tetapi
kemudian di gesekan kembali ke ujung atas bibir vaginaku hingga
menyentuh klitoris. Ngilu, enak dan entah apa rasanya.

"Saann.. Aduuhh.. Aduuhh saann! Sshh.. Mmppffhh.. Ayo saann.. Masukin
aja.. Nggak tahann.." pintaku menjerit-jerit tanpa malu.

Aku hampir mencapai orgasme lagi saat membayangkan betapa nikmatnya
saat batang kemaluan Hasan yang perkasa itu mengisi liang kewanitaanku
yang masih rapat dan singset terawat.

"Udah nggak tahan ya.. Kak.." candanya hingga membuatku blingsatan
menahan nafsu.

Aku gemas sekali melihatnya menyeringai seperti itu. Aku langsung
menekan pantat Hasan dengan kedua tanganku sekuat tenaga. Hasan sama
sekali tak menyangka akan hal itu, ia tak sempat lagi menahannya. Maka
tak ayal lagi batang kejantanan Hasan melesak ke dalam liang
kewanitaanku. Aku segera membuka kedua kakiku lebar-lebar, memberi
jalan seleluasa mungkin bagi batang kelamin perkasa itu. Terasa batang
kejantanan itu sangat sesak sehingga membuat liang kewanitaanku terkuak
lebar-lebar.

Kulihat wajah Hasan terbelalak tak menyangka akan perbuatanku. Ia
melirik ke bawah melihat seluruh batang kemaluannya telah terbenam
dalam liang senggamaku. Aku tersenyum menyaksikannya, Hasan balas
tersenyum.

"Kakak nakal ya.. Awas.. Ntar aku bikin mati keenakan.." ujarnya.
"Mau doongg.." jawabku genit sambil memeluk tubuh kekarnya.

Hasan mulai menggerakkan pinggulnya, pantatnya kulihat naik turun
dengan teratur. Kadang-kadang digoyang-goyangkan sehingga ujung batang
kemaluannya menyentuh seluruh relung-relung vaginaku. Aku turut
mengimbanginya, pinggulku berputar penuh irama. Bergerak patah-patah,
kemudian berputar lagi. Efeknya luar biasa, Hasan memuji-muji
goyanganku. Dia belum pernah melihat aku begitu bergairah sampai bisa
bergoyang sehebat ini.

Aku semakin bergairah, pinggulku terus bergoyang tanpa henti sambil
mengedut-ngedutkan otot vaginaku. Ini membuat Hasan merasa batang
kejantanannya seperti dikulum-kulum dalam jepitan liang senggamaku.

"Akkhh.. Kaa.. Eennaakkhh.., hebaathh.. Uugghh.." erangnya berulang-
ulang.

Sementara tangan Hasan semakin kuat meremas-remas dan memilin-milin
puting susuku dan bibirnya terus menyapu seluruh wajahku hingga ke
leher, Hasan semakin mempercepat irama tusukannya, kurasakan batang
kejantanannya yang besar keluar masuk liang senggamaku dengan cepatnya.
Aku berusaha terus mengimbangi kecepatan gerak pinggul Hasan, dan harus
kuakui permainan Hasan sangat luar biasa. Aku bisa merasakan bagaimana
rasa nikmat yang berawal dari liang kewanitaanku mulai menjalari
seluruh tubuhku, tanda bahwa puncak orgasme mulai merasuki tubuhku.

Sementara Hasan nampak berusaha keras untuk bertahan, padahal tubuhnya
juga mulai mengejang-ngejang tak karuan. Aku merasa kalau dia juga
hampir mencapai klimaks. Pinggulku meliuk-liuk semakin liar, sementara
pantat Hasan mengaduk-ngaduk kewanitaanku semakin cepat. Semakin cepat
tak beraturan, sehingga aku yakin kalau dia akan segera mengeluarkan
sperma hangatnya dalam liang kenikmatanku.

Tetapi secara tiba-tiba saja aliran kencang berdesir dalam tubuhku.
Nampaknya tubuhku juga sudah hampir tidak tahan menerima rangsangan
Hasan terus-menerus. Liang kenikmatanku terasa merekah semakin lebar,
kedua ujung puting susuku semakin mengeras, mencuat berdiri tegak.
Bibir Hasan langsung menangkapnya, dan menyedot kuat-kuat kemudian
menjilatinya dengan penuh nafsu. Aku membusungkan dadaku sebisa mungkin
dan oohh.. Rasanya aku tak kuat lagi bertahan.

"Ssaann..! Cepat keluarin doonng..!" teriakku sambil menekan pantatnya
kuat-kuat agar kejantanannya lebih masuk ke selangkanganku.

Beberapa detik kemudian tubuhku bergetar hebat, diiringi oleh gelombang
rasa nikmat tak terhingga saat cairan hangat menyembur dari liang
kewanitaanku. Bersamaan dengan itu, tubuh Hasan bergetar keras yang
diiringi semprotan cairan hangat dari batang kejantanannya di dalam
liang kewanitaanku.

Hasan langsung memeluk tubuhku erat-erat, dengan penuh perasaan aku
membalas pelukan itu. Kami lalu bergulingan di ranjang merasakan
kenikmatan puncak permainan cinta ini dengan penuh kepuasan. Kami
merasakan dan meresapinya bersama-sama, peluh yang membasahi tubuh kami
berdua menjadi satu dan tak kami pedulikan lagi. Bantal dan guling
berjatuhan ke lantai. Sprei berantakan tak karuan terlepas dari
ikatannya.

Eranganku, jeritan nikmatku saling bersahutan dengan geraman Hasan.
Kakiku melingkar di sekitar pinggangnya, sementara bibirnya terus
menghujani sekujur wajah dan leherku dengan ciuman-ciuman lembut. Aku
masih bisa merasakan kedutan-kedutan batang kejantanan Hasan yang
perkasa menggesek dinding vaginaku. Nikmat sekali permainan cinta yang
penuh dengan gelora nafsu birahi ini.

Aku termenung merasakan sisa-sisa akhir kenikmatan ini. Tak kusangka
kalau aku akan berhubungan badan dengan Hasan di kamar orang tuaku. Dia
memang seorang laki-laki jantan yang selalu memberi kejutan setiap kali
kami bercinta. Setelah itu kami berdua tertidur dengan posisi aku
menindih tubuhnya, sementara batang kejantanannya masih menancap di
dalam liang kewanitaanku.


E N D


Cumbuan Sang Pejantan Tangguh - 2

Karena periode datang bulanku dan kepulangan suamiku dari tempatnya
bekerja, membuat hubunganku dengan Hasan agak terganggu. Praktis selama
dua minggu lebih kami tidak melakukan pertemuan sejak hubungan seks
pertama yang kami lakukan. Memang pernah sekali dia datang ke rumahku
tapi itu hanya untuk menemani Tita adikku yang juga pacarnya.

Selama dua minggu itu, aku selalu terbayang-bayang bagaimana perkasanya
Hasan saat sedang mencumbuku malam itu, bahkan saat sedang bercinta
dengan suamiku, yang kubayangkan saat sedang memasukkan batang
kejantanannya ke liang senggamaku adalah Hasan.

Dan siang itu, setelah suamiku kembali ketempat dia bekerja, aku
mendapat SMS dari Hasan yang mengatakan bahwa dia sangat kangen padaku
dan ingin bertemu di sebuah mall yang cukup terkenal di kota kami. Aku
segera bersiap sambil mengkhayalkan apa yang akan kami lakukan siang
ini.

Setelah mengenakan celana kain ketat berwarna hitam lalu BH yang juga
berwarna hitam yang menjadi pilihanku untuk menopang sepasang
payudaraku yang menggantung indah. Dengan baju kaus warna putih yang
agak kekecilan sehingga memamerkan lekuk tubuhku yang tak kalah dengan
anak remaja. Aku segera bergegas pergi ke Mall dengan taksi yang
kupesan melalui telepon.

Setelah membayar ongkos taksi, aku segera melangkahkan kaki ke dalam
mall yang cukup megah itu. Lalu aku menunggu di suatu tempat yang mana
dari tempat itu kita akan bisa melihat hampir ke seluruh sudut ruangan.
Saat sedang asyik memperhatikan orang-orang yang berlalu-lalang, ada
tangan yang merangkul pinggangku dan disertai sebuah ciuman di pipi.

"Halo Kak I'in.. Apa Kabar? Aku kangen loh.." sapanya sopan.
"Baik.. Kangen ketemu.. Atau kangen yang lain..?" godaku.
"Ah kakak.. Paham aja.." sahut Hasan sambil meremas pelan pantatku.

Kemudian kami berbincang-bincang sejenak untuk menghilangkan kekakuan.
Berkali-kali Hasan memuji penampilanku saat itu yang katanya tidak
seperti seorang ibu yang telah memiliki dua orang anak, tetapi lebih
mirip seorang perawan yang minta diperawani. Aku merasa malu dan
langsung mencubit pinggangnya sehingga dia berteriak dan membuat
beberapa orang yang lewat menoleh ke kami. Lalu Hasan menarik pinggulku
untuk segera beranjak pergi dari sana.

Dengan mesra kulingkarkan tanganku ke pinggang Hasan, sementara tangan
Hasan semakin sering meremas-remas sepasang pantatku yang terlihat
kencang dibalut celana kain yang ketat. Aku menunggu sebentar di luar
mall, tak berapa lama Hasan datang dengan motornya. Lalu aku membonceng
ke motor itu dan melingkarkan kedua tanganku ke pinggangnya sementara
sepasang payudaraku menempel di punggung Hasan yang lebar.

Sepanjang perjalanan, Hasan terus bercerita bagaimana dia sangat ingin
bertemu lagi denganku, sementara aku hanya berdiam menempelkan dadaku
ke punggungnya. Begitu sampai di tempat kostnya, Hasan memintaku naik
duluan karena ia masih harus memarkir motor. Beberapa mata mengawasiku
saat melangkahkan kaki ke kamar Hasan, entah karena penampilanku atau
karena aku pernah bermalam di sini. Setelah membuka pintu aku melangkah
masuk dan menutupnya lagi, kuperhatikan seisi kamar masih rapi seperti
terakhir kali saat aku berkunjung dan bercinta di sini.

Tak lama aku mendengar suara pintu dibuka lalu ditutup lagi, kemudian
ada suara langkah kaki yang mendekat ke arahku. Kemudian sepasang
tangan yang kokoh merangkul pinggangku, dan sebuah kecupan halus
mendarat di leherku. Kuletakkan tanganku di kedua tangan Hasan yang
sedang merangkulku, kemudian kecupan bibirnya bergerak ke arah sisi
lain leherku. Perlahan tapi pasti rangsangan itu mulai merasuk ke
tubuhku, ini kurasakan dari payudaraku yang mulai mengencang dan liang
vaginaku yang mulai basah.

Lalu kecupan di leher itu mulai berubah menjadi jilatan di sekitar
leherku. Sementara tangan Hasan sudah mulai menelusup masuk ke dalam
bajuku dari arah depan. Aku memejamkan mataku saat tangan itu mulai
mengusap-usap perutku, jarinya berputar-putar di sekitar lubang pusarku
hingga menimbulkan sensasi geli tertahan. Kemudian tangan itu bergerak
ke atas sambil menyingkap bajuku, sementara kecupan dan lidah Hasan
menyerang telingaku sebelah kanan. Ini membuatku mendesah halus.

"Buka matanya dong sayang.." bisiknya halus di telingaku.

Perlahan aku membuka kedua mataku, dan entah kapan ternyata Hasan telah
memindahkan posisiku yang kini menghadap ke arah cermin lemari
pakaiannya. Di cermin itu aku menyaksikan bahwa tangan Hasan telah
sampai ke buah payudaraku, sementara kaus yang kukenakan sudah
tersingkap setengahnya. Lalu kedua tangan Hasan mulai meremas lembut
sepasang payudaraku yang masih berbalut BH, mataku menyipit dan dari
bibirku keluar suara mendesah yang halus menikmati remasan tangannya
pada dadaku.

Lalu Hasan melepaskan baju kaus yang masih menggantung di leherku
sehingga kini tubuh atasku hanya mengenakan BH hitam yang kontras
dengan warna kulitku yang putih kekuning-kuningan. Aku merasakan di
punggungku ada benda hangat yang bergerak turun dengan perlahan. Dengan
giginya Hasan membuka kaitan pada bagian belakang BH-ku, dan dengan
gerakan yang lembut akhirnya BH hitam itu melayang jatuh ke lantai.
Seperti dikomando, semua aktivitas Hasan di tubuhku berhenti serempak.

"Kakak punya sepasang susu yang sangat indah.." bisiknya di telingaku.
Aku melihat ke arah cermin dan bola mata Hasan tampak sangat bersinar
terbakar oleh kobaran api birahi.
"Aku nggak bosan.. dan tak akan pernah bosan melihat.. menikmatinya.."
bisik Hasan sambil mencium pipiku. Aku menjadi terharu mendengar
perkataannya hingga rasa sayang dan hasrat birahiku semakin menjadi-
jadi padanya.

Aku bisa merasakan nafasnya mulai memburu dan berat. Dengan pasti bibir
kami saling bertemu, pertama-tama hanya ciuman ringan. Kemudian mulai
menjadi liar tak terkendali lagi, mataku kembali terpejam menikmati
setiap sensasi yang kualami. Kusambut serangan lidah Hasan yang
bergerak-gerak liar di dalam rongga mulutku. Selama beberapa saat
lidahku dan lidah Hasan bergulat bagai dua naga langit yang sedang
bertarung. Secara tiba-tiba Hasan mencengkeram kedua payudaraku dengan
keras hingga membuatku melenguh keras dan kakiku limbung seolah tanpa
pijakan.

Entah mengapa ia melakukannya tapi itu memberikan sensasi luar biasa
pada diriku. Aku hanya bisa pasrah sambil tanganku meremas rambut
Hasan. Selama beberapa detik ia menahan posisi itu sehingga membuat
nafasku mulai menjadi sesak, lalu secara perlahan dia melepas
cengkeraman tangannya dan aku segera menghirup udara segar sepuas-
puasnya. Tangan Hasan kembali bekerja dengan lembut di kedua buah
payudaraku. Sesekali tangan nakal itu memilin-milin puting susuku
kemudian meremasnya lagi dengan lembut, lalu puting susuku ditekan dan
ditarik sampai membuatku menjerit pelan karena sensasi nikmat yang
ditimbulkannya.

Sambil duduk di tepi kasur Hasan memutar tubuhku hingga kini kami
saling berhadapan, sementara kepalanya tepat berada di depan payudaraku
yang telah mengeras dengan putingnya yang telah memerah. Sebuah senyum
simpul terlukis di wajahnya, lalu dia membenamkan wajahnya di belahan
kedua payudaraku. Aku bisa merasakan hembusan nafasnya yang hangat di
sana, kemudian seperti seekor anjing yang sedang mengendus bebauan,
hidung Hasan bergerak mengitari kedua payudaraku, ini menambah rasa
geli dan nikmat yang kurasakan.

Akhirnya mulutnya memangsa salah satu puting susuku yang telah memerah
dan mengeras. Di dalam mulutnya putingku mendapat serangan yang teramat
dahsyat, lidah itu bergerak melingkar-lingkar di putingku sementara
giginya menggigit-gigit halus buah dadaku. Hasan melakukannya
bergantian pada kedua payudaraku. Dan ini sangat menyiksa batinku
hingga kulampiaskan dengan menjambak rambut Hasan yang gondrong ikal
itu.

Kedua tangan Hasan mulai turun ke arah pantatku dan mulai meremasnya
dengan lembut. Hisapan, jilatan dan gigitan pada payudaraku, dan
remasan pada sepasang pantatku yang kencang membuatku semakin tak dapat
mengontrol diri. Aku bisa merasakan bagaimana selangkanganku sudah
sangat basah dan lembab, sementara belum ada tanda-tanda bahwa Hasan
akan segera menyelesaikan permainannya pada bagian-bagian sensitif pada
tubuhku. Tangannya tetap asyik bekerja di pantatku dan mulutnya terus
aktif memangsa sepasang payudaraku.

Ada rasa lega saat Hasan mulai membuka resleting celanaku, dan saat ia
memerosotkannya ke bawah tampaklah pemandangan yang pasti akan membuat
setiap lelaki akan lupa diri jika melihatnya. CD putih yang kukenakan
sudah sangat basah sehingga mencetak jelas apa yang ditampungnya di
sana. Rambut vaginaku yang tebal karena belum sempat dicukur sudah
basah oleh lendir yang keluar dari liang senggamaku dan mengeluarkan
bau khusus yang merangsang.

"Wah sudah basah banget nih Kak.. Gimana dong..?" godanya nakal.
"Kamu sich nakal.. Bikin kakak terangsang hebat.. Pokoknya kamu harus
tanggung jawab San" bentakku pura-pura dongkol.

Hasan hanya tersenyum mendengar jawabanku, dengan sekali sentak aku
merasa melayang dan saat tersadar, tubuhku sudah terbaring di kasur
tanpa ada benang yang melekat pada tubuhku. Lalu Hasan naik ke atas
kasur dan langsung menindih tubuhku. Dengan nakal dia mencium bibirku
lembut dan saat aku ingin membalasnya, bibirnya sudah bergerak turun ke
arah leher sampai akhirnya mendarat di dadaku. Di sini bibir itu
berhenti sejenak untuk menetek pada sepasang payudaraku, setelah puas
di sana bibir itu kembali bergerak turun. Dan ketika mulai menyentuh
rambut kemaluanku, bibir itu kembali berhenti dan menjulurkan lidahnya
untuk menjilat perbatasan antara bagian yang berambut dan yang tidak.

Aku yang benar-benar telah terbakar oleh birahi jadi tak sabar.
Kujambak rambut Hasan dan kuarahkan kepalanya ke arah pangkal pahaku.
Sebuah lenguhan panjang keluar dari sepasang bibirku saat lidah Hasan
menyentuh bibir vaginaku.

"Kakak cantik dan seksi sekali, Sayang.." katanya dngan suara parau
pertanda bahwa dia juga sudah sangat terangsang.

Setelah itu Hasan membentangkan kedua belah pahaku lebih lebar,
kemudian kepalanya kembali tenggelam di selangkanganku. Tanpa membuang
waktu, bibir Hasan mulai melumat bibir kemaluanku yang sudah sangat
basah. Tubuhku menggelinjang hebat, sementara kedua tangannya merayap
ke atas dan langsung meremas-remas kedua buah payudaraku.

Bagaikan seekor singa buas ia menjilati liang kemaluanku dan meremas
buah dadaku yang kenyal dan putih ini. Lidahnya yang hangat mulai
menyusup ke dalam liang kemaluanku. Tubuhku terlonjak dan pantatku
terangkat ke atas saat lidahnya mulai mengais-ngais bibir vaginaku.
Diringi desahan dan erangan dari bibirku, tanganku menarik kepala Hasan
lebih ketat agar lebih kuat menekan selangkanganku, sedangkan pantatku
selalu terangkat seolah menyambut wajah Hasan yang masih tenggelam di
selangkanganku.

Aku semakin megap-megap dan mengerang karena kenikmatan yang amat
sangat dan sulit dilukiskan dengan kata-kata. Aku menggeliat-geliat
seperti cacing kepanasan karena rasa geli dan nikmat ketika bibir dan
lidah Hasan menjilat dan melumat bibir kemaluanku. Aku semakin melayang
dan seolah terhempas ke tempat yang kosong. Tubuhku bergetar dan
mengejang bagaikan tersengat aliran listrik. Aku mengejat-ngejat dan
menggelepar saat bibir Hasan menyedot klitorisku dan lidahnya mengais-
ngais dan menggelitik klitorisku.

"Akhh.. Akhh.. Ohh.."

Dengan diiringi jeritan panjang akhirnya aku merasakan orgasme yang
teramat nikmat. Benar-benar pandai memainkan lidah si Hasan ini,
pikirku, hingga pantatku secara otomatis terangkat dan wajah Hasan
semakin ketat membenam di antara selangkanganku yang terkangkang lebar.
Napasku tersengal-sengal setelah mengalami orgasme yang sangat hebat
tadi.

Lalu dengan tenang Hasan membersihkan cairan kenikmatan yang masih
terus mengalir keluar dari liang senggamaku, sementara aku masih
menetralisir aliran nafasku yang tersengal-sengal setelah mencapai
puncak orgasme yang luar biasa. Rasanya seluruh tubuhku remuk dan
pegal, kemudian Hasan pamit ke kamar mandi untuk berkumur sebentar.

Beberapa saat kemudian dia kembali sudah dalam keadaan telanjang bulat
dan langsung berdiri di samping kepalaku dengan batang kejantanannya
berdiri tegak menantang ke arahku. Aku merinding melihat besarnya
batang pelir milik Hasan dan saat membayangkan bagaimana rasanya saat
batang kontol yang besar itu memasuki liang vaginaku. Hasrat yang
sempat turun itu mulai naik lagi. Saat tanganku hendak memegangnya,
Hasan bergerak mundur hingga membuatku menjadi bingung.

"Hari ini biarkan aku saja yang muasin Kakak ya.." ucap Hasan sambil
duduk di tepi kasur.
"Maksud kamu..? Kakak nggak ngerti San..?" tanyaku bingung.
"Hari ini aku pengen sepuasnya menikmati setiap inci tubuh Kakak"
katanya tersenyum sambil membelai rambutku yang awut-awutan.
"Hari ini aku pengen membuat kakak mencapai kenikmatan sampai mau
pingsan.. Boleh ya Kak..?" pintanya memelas.
"Ya udah.. Terserah kamu aja.." jawabku, walaupun sebenarnya aku tidak
begitu paham dengan apa yang dia inginkan.

Kemudian dengan tersenyum Hasan mencium keningku yang dilanjutkannya
dengan mencium kedua mataku, lalu bibirnya mengecup hidung dan kedua
pipiku. Setelah menggosok-gosokkan hidungnya dengan hidungku, bibirnya
mengecup pelan bibirku. Dengan mesra aku melingkarkan kedua tanganku
pada lehernya dan menariknya agar lebih puas, aku ingin menikmati
permainan lidahnya dalam mulutku karena tadi aku merasa lidah itu
terlalu cepat turun ke bawah.

Lidah Hasan mulai menari-nari di dalam rongga mulutku, dengan lihainya
lidah itu menelusuri setiap sudut rongga mulutku seolah memiliki mata.
Sementara gerakan lidahku tidak dapat mengimbangi pergerakan lidah
Hasan yang sangat liar. Dan itu menimbulkan sensasi nikmat yang
memabukkan. Apa lagi saat kedua tangan Hasan mulai meremas-remas kedua
buah payudaraku yang telah mengeras lagi. Payudara berukuran 34B itu
seakan tenggelam dalam genggaman tangannya yang besar.

Hasan lalu memegang batang kemaluannya dan ditusukkannya ke celah-celah
bibir kemaluanku yang sudah sangat licin. Dengan lembut dia mendorong
pantatnya sampai akhirnya ujung kemaluan Hasan berhasil menerobos bibir
kemaluanku hingga membuat tubuhku menggeliat hebat ketika ujung
kemaluan yang besar itu mulai menyeruak masuk. Perlahan namun pasti
rasa nikmat mulai kurasakan dari arah selangkanganku.

Kenikmatan yang kurasa betul-betul membuatku hampir berteriak histeris.
Sungguh batang kemaluan Hasan luar biasa nikmatnya. Liang kemaluanku
serasa berdenyut-denyut saat menjepit ujung topi batang kemaluan Hasan
yang bergerak maju mundur secara perlahan. Dia terus menerus
mengayunkan pantatnya, sementara keringat kami berdua semakin deras
mengalir dan mulut kami masih terus berpagutan.

"Akkhh.. Ssaann.." aku menjerit perlahan saat kurasakan betapa batang
kemaluan Hasan menyeruak semakin dalam dan serasa begitu sesak memenuhi
liang senggamaku. Batang penisnya terasa berdenyut-denyut dalam jepitan
liang vaginaku. Apa lagi lidah Hasan yang panas mulai menyapu-nyapu
seluruh leherku dengan ganasnya hingga bulu kudukku serasa merinding di
buatnya.

Aku tak sadar saat Hasan kembali mendorong pantatnya hingga batang
kemaluannya yang terjepit erat dalam liang kemaluanku semakin menyeruak
masuk. Aku yang sudah sangat terangsang menggoyangkan pantatku untuk
memperlancar gerakan batang kemaluan Hasan dalam liang kemaluanku.
Kepalaku bergerak-gerak liar merasakan sensasi hebat yang sedang
kualami. Liang kemaluanku semakin berdenyut-denyut dan ada semacam
gejolak yang meletup-letup hendak pecah dari dalam diriku.

Bless.., dengan perlahan tapi pasti batang kemaluan yang besar itu
melesak ke dalam lubang kenikmatanku. Vaginaku terasa penuh sesak oleh
batang kemaluan Hasan yang besar itu.

"Hebat Kak.. Gak terasa kalau lubang kakak ini sudah dua kali ngeluarin
anak.." puji Hasan. Ini membuatku semakin merasa bangga dan bahagia.

Terasa kehangatan batang kemaluannya dalam jepitan liang kemaluanku.
Batang kemaluan Hasan mengedut-ngedut dalam jepitan lubang
kenikmatanku. Kemudian dengan perlahan sekali Hasan mulai mengayunkan
pantatnya hingga kurasakan batang kejantanannya menelusuri setiap inci
liang kenikmatanku. Ini menimbulkan sensasi yang teramat nikmat
untukku. Aku tak sempat mengerang karena tiba-tiba bibir Hasan sudah
melumat bibirku. Lidahnya menyeruak masuk ke dalam mulutku dan mencari-
cari lidahku. Aku pun membalasnya.

Hasan mendengus perlahan pertanda bahwa birahinya sudah mulai meningkat
sementara gerakan batang kemaluannya semakin mantap di dalam liang
kemaluanku. Aku dapat merasakan bagaimana batang kontolnya yang keras
menggesek-gesek dinding vaginaku. Aku pun mengerang dan tubuhku
bergerak liar menyambut gesekan batang kejantanannya. Pantatku
mengangkat ke atas seolah-olah mengikuti gerakan Hasan yang menarik
batang kejantanannya dengan cara menyentak seperti orang memancing
sehingga hanya ujung batang kejantanannya yang masih terjepit di dalam
lubang kenikmatanku.

Lalu ia mendorong batang kejantanannya secara perlahan hingga ujungnya
seolah menumbuk perutku. Hasan melakukannya berulang-ulang. Aku merasa
ada semacam sentakan dan kedutan hebat saat Hasan menarik batang
kemaluannya dengan cepat. Gerakannya ini membuat napasku semakin
terengah-engah dan merasakan kenikmatan yang terus naik dan tak
tertahankan. Besarnya batang kejantanan Hasan membuat liang vaginaku
terasa sempit. Sangat terasa sekali bagaimana nikmatnya batang kemaluan
Hasan menggesek-gesek dinding liang vaginaku.

Secara refleks aku pun mengimbangi genjotan Hasan dengan menggoyang
pantatku. Semakin lama genjotan Hasan semakin cepat dan keras, sehingga
tubuhku tersentak-sentak dengan hebat. Slep.. slep.. slep.. demikian
bunyi gesekan batang kejantanan Hasan saat memompa liang kemaluanku.

"Akhh..! Akkhh..! Oohh..!" erangku berulang-ulang. Benar-benar luar
biasa sensasi yang kudapatkan. Hasan benar-benar menyeretku ke surga
kenikmatan, aku kembali merasa seperti gadis perawan yang sedang
melepaskan mahkotanya.

Tak berapa lama kemudian aku merasakan nikmat yang luar biasa dari
ujung kepala hingga ujung kemaluanku. Tubuhku menggelepar-gelepar di
bawah genjotan Hasan. Aku menjadi lebih liar dan menyedot-nyedot lidah
Hasan dan kupeluk tubuhnya erat-erat seolah takut terlepas.

"Ooh.. Oh.. Akhh..!" aku menjerit ketika hampir mencapai puncak
kenikmatan. Tahu bahwa aku hampir orgasme, Hasan semakin kencang
menggerakkan batang kemaluannya yang terjepit di liang kenikmatanku.
Saat itu tubuhku semakin menggelinjang liar di bawah tubuh Hasan yang
kekar. Tak lama kemudian aku benar-benar mencapai klimaks.

"Oohh.. Aauuhh.. Oohh..!" jeritku tanpa sadar. Secara refleks jari-
jariku mencengkrram punggung Hasan. Pantatku kunaikkan ke atas
menyongsong batang kemaluan Hasan agar bisa masuk sedalam-dalamnya.
Lalu kurasakan liang senggamaku berdenyut-denyut dan akhirnya aku
merasakan sedang melayang, tubuhku serasa ringan bagaikan kapas. Aku
benar-benar orgasme!! Gerakanku semakin melemah setelah mencapai puncak
kenikmatan itu. Hasan lalu menghentikan gerakannya.

"Enak kan Sayang.." bisik Hasan lembut sambil mengecup pipiku. Aku
hanya terdiam dan wajahku merona karena rasa malu dan nikmat. Hasan
yang belum mencapai klimaks membiarkan saja batang kejantanannya
terjepit dalam liang kemaluanku. Hasan sengaja membiarkan aku untuk
menikmati sisa-sisa kenikmatan itu. Aku kembali mengatur napasku,
sementara aku merasakan batang kemaluan Hasan mengedut-ngedut dalam
jepitan liang senggamaku. Tubuh kami berdua sudah mengkilat karena
peluh yang membanjiri tubuh kami berdua. Hanya kipas angin yang
membantu menyejukkan kamar kost mesum itu.

Setelah beberapa saat, Hasan yang belum mencapai klimaks kembali
menggerak-gerakkan batang kemaluannya maju mundur. Gerakannya yang
perlahan, lembut dan penuh perasaan itu kembali membangkitkan birahiku
yang telah sempat menurun. Kugoyangkan pinggulku seirama gerakan pantat
Hasan. Rasa nikmat kembali naik ke ubun-ubunku saat kedua tulang
kemaluan kami saling beradu. Gerakan batang kemaluan Hasan semakin
lancar dalam jepitan liang senggamaku.

Aku yang sudah cukup lelah hanya dapat bergerak mengimbangi ayunan
batang kemaluan Hasan yang terus memompaku. Hasan semakin lama semakin
kencang memompa batang kemaluannya. Sementara mulutnya tidak henti-
hentinya menciumi pipi dan leherku dan kedua tangannya meremas sepasang
payudaraku yang indah. Mendapat rangsangan tanpa henti seperti itu,
nafsuku kembali merambat naik menuju puncak. Dapat kurasakan bagaimana
kenikmatan mulai kembali menjalari seluruh tubuhku.

Bermula dari selangkanganku, kenikmatan itu menjalari putingku dan naik
ke ubun-ubun. Aku balik membalas ciuman Hasan. Pantatku bergerak
memutar mengimbangi batang kemaluan Hasan yang dengan perkasanya
menusuk-nusuk lubang vaginaku. Gerakan Hasan semakin liar dengan napas
yang mendengus tak beraturan. Pantatku kuputar-putar, kiri-kanan
semakin liar untuk menggerus batang kejantanan Hasan yang terjepit erat
di dalam lubang kenikmatanku.

Aku pun semakin tak bisa mengontrol tubuhku hingga kusedot lidah Hasan
yang menelusup masuk ke dalam mulutku. Tubuh Hasan mengejat-ngejat
seperti orang yang terkena setrum karena rasa nikmat yang luar biasa.
Kemudian jeritan panjang memenuhi ruangan kost itu saat aku mencapai
orgasme untuk yang kesekian kalinya. Sementara gerakan tubuh Hasan
mulai mengejat-ngejat tak beraturan.

"Ough.. Ough.. Ughh..!" Dengan napas yang terengah-engah, Hasan yang
berada di atas tubuhku semakin cepat menghunjamkan batang
kejantanannya. Lalu.. Crrtt.. Crrtt.. Crrtt.. Crrtt.. Crrtt.. Aku bisa
merasakan bagaimana batang kejantanan Hasan menyemprotkan air maninya
dalam kehangatan liang senggamaku. Matanya membeliak dan tubuhnya
berguncang hebat. Batang kejantanan Hasan pun mengedut-ngedut dengan
kerasnya saat menyemburkan air maninya. Aku bisa merasakan ada
semprotan hangat di dalam sana, nikmat sekali rasanya. Kami mencapai
puncak kenikmatan secara bersamaan.

"Teruss.. Teruss.. Putarr.. Sayanghh..!" dengus Hasan. Aku membantunya
dengan semakin liar memutar pinggulku. Setelah beberapa saat, tubuhnya
ambruk menindih tubuhku dengan batang kemaluan yang masih menancap pada
liang vaginaku. Kurasakan ada cairan yang mengalir keluar dari liang
kemaluanku. Napas kami menderu selama beberapa saat setelah pergumulan
nikmat yang melelahkan itu. Lalu kupeluk tubuh Hasan yang basah oleh
keringat, kuciumi seluruh wajahnya.

"Thank's ya San.. Kamu memang sangat perkasa.. Tita sangat beruntung
memilikimu.." bisikku di telinganya.
"Kak I'in juga.. Jangan menolak kalau lain kali aku pengen bercinta
lagi dengan kakak ya.." balasnya. Aku mengangguk perlahan.

Lima belas menit kemudian aku membersihkan diri di kamar mandi
sementara Hasan masih berbaring mengatur napasnya. Saat mengenakan
pakaian dan celana, Hasan masih mencuri kesempatan untuk meremas kedua
dadaku dan mencium bagian belakang leherku. Atas permintaannya, BH dan
CD yang kupakai saat itu kuberikan pada Hasan sebagai tanda mata bahwa
hubungan kami tak akan berhenti sampai di sini saja.


E N D

Cumbuan Sang Pejantan Tangguh

Namaku Irma, tapi biasa dipanggil I'in oleh orang di rumah. Aku sulung
dari 4 bersaudara yang semuanya perempuan. Saat ini usiaku 34 tahun dan
adik bungsuku Tita 21 tahun. Aku sangat menjaga bentuk tubuhku, dengan
tinggi badan 167 cm dan berat badan 59 kg, tidak ada yang menyangka
kalau aku sudah memiliki 2 orang anak yaitu Echa 6 tahun dan Dita 3
tahun. Kalau menurut suamiku, teman-temannya sering memuji tubuhku,
terutama pada bagian pinggul dan payudara yang terlihat sangat seksi
jika sedang mengenakan baju yang pressed body. Begini ceritaku..

*****

Kenaikan jabatan yang diterima oleh suamiku membuatnya harus berada di
luar daerah, dan hanya bisa pulang sebulan sekali. Otomatis kebutuhan
biologisku hanya bisa terpenuhi pada saat suamiku pulang saja. Bahkan
sering juga aku harus puasa sampai berbulan-bulan karena pada saat
suamiku pulang aku sedang kedatangan "tamu". Tapi itu tidak terlalu
kupedulikan, toh saat kami berhubungan, aku jarang sekali mengalami
orgasme karena suamiku biasanya sudah keluar duluan dan bila sudah
begitu pasti ia langsung tertidur dan membiarkanku menggantung
sendirian.

Sampai akhirnya terjadi peristiwa yang membuatku sangat malu pada
awalnya, namun menjadi ketagihan pada akhirnya. Orang yang membuatku
mabuk kepayang itu bernama Hasan yang tidak lain adalah pacar adikku
yang paling bungsu. Orangnya lumayan ganteng dengan bentuk tubuh yang
kekar karena ia adalah seorang atlit renang perwakilan daerah. Hasan
sudah berpacaran dengan adikku Tita selama 5 tahun sehingga hubungan
keluarga kami dengannya sudah sangat dekat, aku sendiri bahkan sudah
menganggapnya sebagai adik iparku demi melihat keseriusan hubungan
Hasan dan adikku.

Hasan juga sering datang ke rumah untuk mengantarkan aku pergi karena
aku tidak bisa naik motor, tentu saja sebelumnya aku selalu memintanya
tolong melalui Tita. Selama tidak sibuk dia pasti mau menolongku
sehingga kami menjadi lumayan dekat. Ia sering bercerita tentang
hubungannya dengan Tita adikku, sehingga aku jadi tahu kalau dia adalah
pemuda yang sangat menghormati wanita. Itu adalah pandanganku sebelum
terjadi affair antara kami berdua.

Sore itu aku berangkat dengan diantar Tita adikku untuk berenang di
sebuah hotel yang cukup besar di kota SMD. Setelah berganti dengan baju
renang, aku melangkahkan kaki ke tepi kolam. Beberapa pemuda melirikku
dengan pandangan nakal. Setelah melakukan pemanasan aku lalu turun ke
air. Setelah menyesuaikan diri dengan suhu air baru aku mulai berenang.
Setelah bolak-balik 3 kali putaran, aku beristirahat di pinggir kolam
sambil mengatur napas. Beberapa pemuda yang lewat menggodaku, aku hanya
tersenyum. Lalu aku terhanyut pada lamunanku yang sudah 3 bulan tidak
melakukan hubungan suami-istri.

"Sendirian saja Kak?" Suara yang ramah mengagetkanku dari belakang.
"I.. Iya" Jawabku sambil menoleh ke belakang.

Setelah melihat siapa yang menyapaku, aku menjadi tenang tetapi sedikit
risih karena ternyata ia adalah Hasan yang melihatku tanpa berkedip.
Sambil mengajakku mengobrol ia melakukan pemanasan. Sesekali aku
melirik untuk melihat tubuhnya yang kekar. Lalu mataku turun lagi ke
dadanya yang bidang dan perutnya yang sangat berotot. Saat mataku
sampai ke celana renangnya, dadaku berdegup kencang, celana itu
terlihat sangat menonjol pada bagian tengahnya. Pasti besar sekali,
mungkin bahkan lebih besar dari pada milik suamiku, batinku.

Lalu aku tercekat saat Hasan melompat terjun ke kolam renang dan
langsung meluncur. Setelah 7 kali bolak-balik ia menepi ke sampingku
untuk beristirahat. Ia meletakkan tangannya di sampingku sehingga
sikunya menyentuh paha kananku.

"Kesini pake apa Kak?" Tanyanya sambil menatapku dengan tajam.
"Diantar sama Tita" Jawabku sambil menghindari pandangan matanya.
"Trus.. Sekarang Titanya kemana?" Sahut Hasan melirik sekeliling.
"Langsung pulang jagain Dita sama Echa.." Sebelum ia sempat menanyaiku
lagi, aku langsung melompat terjun.

Setelah menyeberang, aku lansung naik karena ingin segera pulang.
Sebelumnya aku tidak menyangka akan bertemu dengan orang yang
mengenalku di kolam ini. Dan yang bertemu denganku ternyata Hasan,
terlebih lagi aku hanya mengenakan baju renang hingga otomatis
menampakkan sebagian tubuhku. Aku tidak mau menoleh ke belakang karena
aku takut Hasan akan berbicara lagi denganku. Setelah memakai rok
setinggi lutut, aku mengenakan pakaian yang lumayan ketat sehingga
memamerkan garis tubuhku yang masih terbentuk.

Saat melangkahkan kaki menuju jalan raya untuk mencari angkot, ada
motor yang memotong jalanku. Aku kaget bukan kepalang, terlebih lagi
saat melihat siapa yang menaikinya, lagi-lagi ternyata Hasan.

"Saya antar ya Kak?" Tawar Hasan dengan sopan.

Aku berpikir sejenak, sebelum aku sempat menjawab Hasan sudah
menyodorkan helm. Dengan ragu aku menerima helm itu, setelah
mengenakannya aku lalu duduk menyamping di belakang dengan tangan
kananku melingkar di pinggangnya. Sebenarnya hal ini sudah sangat
sering kulakukan, tapi untuk saat ini aku merasa sangat serba salah.
Perasaanku semakin tidak enak saat ia mengarahkan motornya ke arah yang
berlawanan dengan arah ke rumahku. Bodohnya, aku cuma diam saja sampai
akhirnya Hasan menghentikan motornya di depan sebuah bioskop yang cukup
terkenal di kota SMD.

"Nonton dulu ya Kak?" Pintanya sopan.
"Aduh gimana ya San.. Ini kan sudah sore" Jawabku panik.
"Please Kak.. Ini film yang pengen banget aku tonton, lagian ini hari
pemutarannya yang terakhir" Sahut Hasan dengan tatapan yang memohon.
"Iya deh.. Tapi habis itu langsung pulang" tegasku. Hasan tersenyum
dengan penuh kemenangan.

Setelah memesan tiket, kami pun masuk ke dalam dan ternyata yang
menonton sangat sedikit. Setelah mendapatkan tempat duduk, kami berdua
mulai menikmati film yang diputar. Belum lama berselang, aku tercekat
kaget saat tangan Hasan merangkul bahuku. Aku berusaha untuk tenang dan
tak bereaksi apa-apa. Melihat aku diam saja Hasan semakin berani,
mukanya didekatkan ke wajahku hingga sontak aku menolak saat ia mencoba
mencium bibirku. Tapi malah bertambah parah karena yang dia cium adalah
telinga dan leherku, padahal itu termasuk daerah sensitifku.

Aku menjadi deg-degan, dan sepertinya Hasan mengetahui kalau aku mulai
memakan umpan yang ia berikan. Tangannya mulai turun ke dadaku dari
bahu. Ternyata tangannya sangat lihai meskipun dari luar putaran-
putaran jarinya mampu membuatku sesak karena buah dadaku yang telah
mengeras. Tangannya terus aku pegang. Tangannya yang satu berhasil
kutahan semantara yang lain berhasil lolos dan semakin aktif.

Dia berhasil membuka kancing-kancing bajuku bagian atas lalu tangannya
bermutar-mutar di atas BH-ku yang tipis. Malu juga rasanya kalau Hasan
tahu bahwa putingku sudah keras sekali. Bibirnya yang bermain di
leherku mulai turun ke bahu dan entah bagaimana caranya, ternyata Hasan
telah menurunkan tali BH dan bajuku sampai ke pinggang lalu bibirnya
bermain diatas BH-ku dan sekali renggut buah dadaku telah terekspos
pada bibirnya.

Aku menjadi semakin lupa diri, lupa pada suami dan anak-anakku, dan
lupa kalau Hasan adalah kekasih adikku dan kemungkinan besar akan
menjadi iparku kelak. Begitu buah dadaku terekspos, Hasan tidak
langsung mencaplok tapi putingku yang keras dirangsang dulu dengan
hidungnya. Nafasnya yang hangat sudah bisa membuat putingku semakin
mengeras. Lalu dia ciumi pelan-pelan buah dadaku yang berukuran 34B
itu, mula-mula bagian bawah terus melingkar sehingga hampir semua
bagian buah dadaku dicium dengan lembut olehnya. Belum puas menggodaku,
lidahnya kemudian mulai menari-nari di atas buah dadaku. Akhirnya
pertahananku pun jebol hingga aku mulai mendesah halus. Akhirnya apa
yang kukhawatirkan terjadi, lidahnya mulai menyapu sekitar puting dan
akhirnya..

Akh.. putingku tersapu lidahnya.. Perlahan mula-mula, semakin lama
semakin sering dan akhirnya putingku dikulumnya. Ketika aku merasa
nikmat, ia melepaskannya dan kemudian mulai mengecup dari bagian tepi
lagi. Perlahan mendaki ke atas dan kembali ditangkapnya putingku. Kali
ini putingku digigitnya perlahan sementara lidahnya berputar-putar
menyapu putingku. Sensasi yang ditimbulkannya sungguh luar biasa, semua
keinginan yang kupendam selama 3 bulan ini serasa terpancing keluar dan
berontak untuk segera dipuaskan.

Melihatku mendesah, Hasan semakin berani. Selain menggigit-gigit kecil
putingku sembari lidahnya menyapu-nyapu, tangannya mulai bermain di
lututku. Perasaan yang kupendam selama ini kelihatannya mulai
bergejolak. Hal itu membuatku membiarkan tangannya menggerayangi lutut
dan masuk menyelusup ke dalam rokku untuk mengelus pahaku. Dia tahu
bahwa tubuhku merinding menahan nikmat dan dengan lihai tangannya mulai
mendaki dan kini berada di selangkanganku.

Dengan lembut Hasan mengusap pangkal pahaku di pinggiran CD-ku. Hal ini
menimbulkan sensasi dan nikmat yang luar biasa. Aku tak dapat duduk
tenang lagi, sebentar-bentar menggelinjang. Aku sudah tak dapat lagi
menyembunyikan kenikmatan yang kualami, hal ini bisa dia ketahui dengan
telah lembabnya CD-ku. Jarinya yang besar itu akhirnya tak mampu
kutahan ketika dia memaksa menyelinap ke balik CD-ku dan langsung
menuju clitku. Dengan lembut dia memainkan jarinya sehingga aku
terpaksa menutup bibirku agar lenguhanku yang keluar tak terdengar oleh
penonton yang lain. Jarinya dengan lembut menyentuh clitku dan
gerakannya yang memutar membuat tubuhku serasa ringan dan melayang.

Akhirnya pertahananku jebol, cairan kental mulai keluar dari vaginaku
dan Hasan mengetahuinya hingga semakin mengintensifkan serangannya.
Akhirnya puncak itu datang, kupeluk kepalanya dengan erat dan
kuhunjamkan bibirku ke bibirnya dan tubuhku bergetar. Hasan dengan
sabar mengelus clitku hingga membuatku bergetar-getar seolah tak
berhenti. Lubang vaginaku yang basah dimanfaatkan dengan baik olehnya.
Sementara jari jempolnya tetap memainkan clitku, jari tengahnya
mengorek-ngorek lubangku mensimulasi apa yang dilakukan laki-laki pada
wanita. Aku megap-megap dibuatnya, entah berapa lama Hasan membuatku
seperti itu dan sudah berapa kali aku mengalami orgasme.

Aku lalu memberanikan diri, kujulurkan tanganku ke arah
selangkangannya. Di sana jemariku menemukan gundukan yang mulai
mengeras. Begitu tersapu oleh belaianku, gundukan itu berubah menjadi
batang hangat yang mengeras. Jariku terus membelai turun naik sepanjang
batang itu yang menurutku sangat besar untuk ukuran seorang pemuda
berusia 21 tahun. Secara perlahan batang tersebut bertambah panjang dan
besar hingga menimbulkan getaran-getaran yang membuatku kembali
mencapai orgasme. Saat orgasme, tanganku secara tak sengaja meremas-
remas bolanya sehingga Hasan pun terangsang.

"Kita ke tempat kosku ya Kak.." bisiknya kemudian sambil mengecup daun
telingaku.

Aku mengangguk, dan setelah merapikan pakaian yang aku kenakan, Hasan
menarikku sehingga aku berjalan mengikutinya. Setelah 10 menit naik
motor, kami mulai memasuki sebuah bangunan yang besar dan agak sepi.
Saat dia menggandeng pinggulku menuju kamarnya, beberapa orang anak
kost di sana tampak menatap kami dengan pandangan penuh pengertian.
Tapi itu tetap tak mengurangi rasa kikuk dan canggung yang menyerangku.
Apa yang sedang kulakukan di sini, batinku.

Saat aku sampai di depan pintu kamar kostnya yang terbuka, aku terdiam
sejenak. Keraguan besar mendadak menyerangku, dan itu ternyata
ditangkap oleh Hasan. Dengan tenang dia menangkap bahuku dari belakang
dan dengan pelan dia mendorongku masuk ke dalam. Setelah menutup pintu
dan menguncinya, lalu tangannya turun ke pinggulku dan kemudian memutar
tubuhku sehingga kini kami saling berhadapan untuk pertama kalinya
sejak dari kolam renang.

Kami berhadapan sejenak, lalu Hasan tersenyum dan kembali bibirnya
mengecup bibir bawah dan atasku bergantian dan berusaha membangkitkan
gairahku lagi. Aku mendesah kecil ketika tangannya turun ke bokongku
kemudian meremasnya lalu menarik tubuhku merapat ke tubuhnya. Bibirnya
perlahan mengecup bibirku, bibirnya merambat di antara dua bibirku yang
tanpa sadar merekah menyambutnya.

Lidah itu begitu lihai bermain di antara kedua bibirku mengorek-ngorek
lidahku agar keluar. Sapuan lidahnya menimbulkan sensasi-sensasi nikmat
yang belum pernah aku rasakan, sehingga dengan perlahan lidahku dengan
malu-malu mengikuti gerakan lidahnya mencari dan mengikuti kemana
lidahnya pergi. Dan ketika lidahku menjulur memasuki mulutnya, dengan
sigap Hasan menyambutnya dengan lembut dan menjepit lidahku di antara
langit-langit dan lidahnya. Tubuhku menggeliat menahan nikmat yang
timbul, itulah ciuman ternikmat yang pernah kurasakan dalam hidupku.

Pada saat itulah aku merasa Hasan membuka kancing-kancing bajuku.
Tubuhku sedikit menggigil ketika udara malam yang dingin menerpa
tubuhku yang perlahan-lahan terbuka ketika Hasan berhasil memerosotkan
bajuku ke lantai. Kemudian tangannya menjulur lagi ke pinggul, kemudian
berhenti di bokong untuk meraih retsleting yang ada di rokku lalu
menariknya ke bawah dan menanggalkan rokku ke lantai.

Aku lalu membuka mataku perlahan-lahan dan kulihat Hasan sedang
menatapku dengan tajam tanpa berkedip. Dia tampak tertegun melihat
tubuh mulusku yang hanya terbungkus oleh BH dan CD yang ketat. Sorotan
matanya yang tajam menyapu bagian-bagian tubuhku secara perlahan,
pandangannya agak lama berhenti pada bagian dadaku yang kencang
membusung. BH-ku yang berukuran 34B memang hampir tak sanggup menampung
bongkahan dadaku, sehingga menampilkan pemandangan yang mengundang
syahwat lelaki, apa lagi darah muda seperti Hasan.

Tatapan matanya cukup membuatku merasa hangat, dan dalam hati kecilku
ada perasaan senang dan bangga dipandangi lelaki dengan tatapan penuh
kekaguman sperti itu. Rasanya semua usahaku selama ini untuk menjaga
kekencangan tubuh tidak sia-sia. Aku terseret maju ketika lengan kekar
Hasan kembali merangkul pinggangku yang ramping dan menariknya merapat
ke tubuhnya. Tanganku terkulai lemas ketika sambil memelukku, Hasan
mengecup bagian-bagian leherku sambil tak henti-hentinya membisikkan
pujian-pujian akan kecantikan bagian-bagian tubuhku. Akhirnya
kecupannya sampai ke daerah telingaku dan lidahnya secara lembut
menyapu bagian belakang telingaku.

Aku menggelinjang, tubuhku bergetar sedikit dan rintihan kecil lepas
dari kedua bibirku. Hasan telah menyerang salah satu bagian sensitifku
dan dia mengetahui sehingga ia melakukannya berulang kali.

"Kak I'in.. Aku ingin menghabiskan malam ini bersama kamu.., jangan
menolak ya.. please.." bisiknya dengan penuh pesona.

Kemudian bibirnya kembali menyapu bagian belakang telingaku hingga
pangkal leherku. Aku tak sanggup menjawab, tubuhku terasa ringan dan
tanpa sadar tanganku kulingkarkan ke lehernya. Rupanya bahasa tubuhku
telah cukup dimengerti oleh Hasan sehingga dia menjadi lebih berani.
Tangannya telah membuka kaitan BH-ku dan dalam sekejap BH itu sudah
tergeletak di lantai.

Tubuhku serasa melayang. Ternyata Hasan telah mengangkat tubuhku,
dibopongnya ke tempat tidur dan dibaringkan secara perlahan. Kemudian
Hasan menjauhiku dan dengan perlahan mulai melepaskan pakaiannya. Aku
sangat menikmati pemandangan ini. Tubuh Hasan yang kekar dan berotot
itu tanpa lemak hingga menimbulkan gairah tersendiri untukku. Dengan
hanya mengenakan celana dalam, Hasan duduk di ujung ranjang. Aku
berusaha menduga-duga apa yang akan dilakukannya. Kemudian dia
membungkuk dan mulai menciumi ujung jariku kakiku. Aku merintih
kegelian dan berusaha mencegahnya, namun Hasan memohon agar dia dapat
melakukannya dengan bebas. Karena penasaran dengan sensasi yang
ditimbulkannya, akhirnya aku biarkan dia menciumi, menjilat dan
mengulum jari-jari kakiku.

Aku merasa geli, tersanjung sekaligus terpancing untuk terus
melanjutkan kenikmatan ini. Bibirnya kini tengah sibuk di betisku yang
menurutnya sangat indah itu. Mataku terbelalak ketika kurasakan dengan
perlahan tapi pasti bibirnya semakin bergerak ke atas menyusuri paha
bagian dalamku. Rasa geli dan nikmat yang ditimbulkan membuatku lupa
diri dan tanpa sadar secara perlahan pahaku terbuka. Hasan dengan mudah
memposisikan tubuhnya di antara kedua pahaku. Aku berteriak tertahan
ketika Hasan mendaratkan bibirnya di atas gundukan vaginaku yang masih
terbungkus CD. Tanpa mempedulikan masih adanya celana dalam, Hasan
terus melumat gundukan tersebut dengan bibirnya seperti saat sedang
menciumku.

Aku berkali-kali merintih nikmat, dan perasaan yang lama telah hilang
dalam setahun ini muncul kembali. Getaran-getaran orgasme mulai
bergulung-gulung, tanganku meremas apa saja yang ditemuinya, sprei,
bantal, dan bahkan rambut Hasan. Tubuhku tak bisa diam bergetar
menggeliat dan gelisah, mulutku mendesis tanpa sengaja, pinggulku
meliuk-liuk erotis secara refleks dan beberapa kali terangkat mengikuti
kepala Hasan. Untuk kesekian kalinya pinggulku terangkat cukup tinggi
dan pada saat itu Hasan tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk menarik
celana dalamku lepas. Aku agak tersentak tetapi puncak orgasme yang
makin dekat membuatku tak sempat berpikir untuk bertindak apa pun.
Bukit vaginaku yang sudah 3 bulan tak tersentuh suami terpampang di
depan mata Hasan.

Dengan perlahan lidah Hasan menyentuh belahannya, aku menjerit tak
tertahan dan ketika lidah itu bergerak turun naik di belahan vaginaku,
puncak orgasmeku datang tanpa tertahankan. Tanganku memegang dan
meremas rambut Hasan, tubuhku bergetar-getar dan melonjak-lonjak. Hasan
tetap bertahan pada posisinya, sehingga lidahnya tetap bisa menggelitik
klitorisku ketika puncak kenikmatan itu datang. Aku merasa dinding-
dinding vaginaku telah melembab, dan kontraksi-kontraksi khas pada
lorong vaginaku mulai terasa. Itulah salah satu kelebihanku yaitu
lorong vaginaku secara refleks akan membuat gerakan-gerakan kontraksi
hingga membuat suamiku selalu tak bisa bertahan lama.

Hasan tampaknya bisa melihat kontraksi-kontraksi itu, sehingga
membuatnya semakin bernafsu. Kini lidahnya semakin ganas dan liar
menyapu habis daerah selangkanganku, bibirnya ikut mengecup dan bahkan
cairanku yang mulai mengalir disedot habis olehnya. Nafasnya mulai
memburu, aku tak lagi bisa menghitung berapa kali aku mencapai puncak
orgasme oleh permainan lidah dan bibirnya. Hasan kemudian bangkit.
Dengan posisi setengah duduk dia melepaskan celana dalamnya. Beberapa
saat kemudian aku merasa batang yang sangat besar itu mulai menyentuh
selangkanganku yang basah.

Hasan membuka kakiku lebih lebar dan mengarahkan kepala kemaluannya ke
bibir vaginaku. Meskipun tidak terlihat olehku, aku bisa merasakan
betapa keras dan besarnya milik Hasan. Dia mempermainkan kepala
penisnya di bibir kemaluanku, digerakkan ke atas dan ke bawah dengan
lembut untuk membasahinya. Tubuhku seperti tidak sabar untuk menanti
tindakan selanjutnya, lalu gerakan itu berhenti. Dan aku merasa sesuatu
yang hangat mulai mencoba menerobos lubang kemaluanku yang masih
sempit. Tetapi karena liang itu sudah cukup basah, kepala penis itu
dengan perlahan tapi pasti terbenam, semakin lama semakin dalam.

Aku merintih panjang ketika Hasan akhrinya membenamkan seluruh batang
kemaluannya. Aku merasa sesak tetapi sekaligus merasakan nikmat yang
luar biasa, seakan seluruh bagian sensitif dalam liang itu tersentuh.
Batang kemaluan yang keras dan padat itu disambut hangat oleh dinding
vaginaku yang sudah 3 bulan tidak tersentuh. Cairan-cairan pelumas
mengalir dari dinding-dindingnya dan vaginaku mulai berdenyut hingga
membuat Hasan membiarkan kemaluannya terbenam agak lama untuk merasakan
kenikmatan denyutan vaginaku. Kemudian Hasan mulai menariknya keluar
dengan perlahan dan mendorongnya lagi, semakin lama semakin cepat.

Sodokan-sodokan yang sedemikian kuat dan buas membuat gelombang orgasme
kembali membumbung, dinding vaginaku kembali berdenyut. Kombinasi
gerakan kontraksi dan gerakan maju mundur membuat batang kemaluan Hasan
seakan diurut-urut, suatu kenikmatan yang tidak bisa disembunyikan oleh
Hasan hingga gerakannya semakin liar, mukanya menegang dan keringat
bertetesan dari dahinya. Melihat hal ini, timbul keinginanku untuk
membuatnya mencapai nikmat.

Pinggulku kuangkat sedikit dan membuat gerakan memutar manakala Hasan
melakukan gerakan menusuk. Hasan tampak terkejut dengan gerakan
'dangdut' ini hingga mimik mukanya bertambah lucu menahan nikmat,
batang kemaluannya bertambah besar dan keras, ayunan pinggulnya
bertambah keras tetapi tetap lembut. Akhirnya pertahanannya pun bobol,
kemaluannya menghunjam keras ke dalam vaginaku, tubuhnya bergetar dan
mengejang ketika spermanya menyemprot keluar dalam vaginaku berkali-
kali. Aku pun melenguh panjang ketika untuk kesekian kalinya puncak
orgasmeku kembali tercapai.

Sesaat dia membiarkan batangnya di dalamku hingga nafasnya kembali
teratur. Tubuhku sendiri lemas luar biasa, namun kuakui kenikmatan yang
kuperoleh sangat luar biasa dan belum pernah kurasakan sebelumnya
selama aku telah 10 tahun menikah. Kami kemudian terlelap kecapaian
setelah bersama-sama mereguk kenikmatan.

Pagi itu aku terbangun sekitar jam 05:45, dan aku merasa seluruh
badanku sangat pegal dan linu. Setelah beberapa saat mengembalikan
kesadaran, aku kembali teringat tentang malam hebat yang baru saja aku
lalui. Bahkan saat malam pertama bersama suami dulu pun aku tidak
merasakan kepuasan yang teramat sangat seperti ini. Bulu kudukku
meremang saat mengingat tiap detik kejadian tadi malam. Lalu aku
mencoba bangkit untuk duduk, tapi badanku tertahan.

Saat kuperhatikan, ternyata badanku tertahan oleh kedua lengan Hasan.
Tangan kanannya menjadi bantal untuk kepalaku dan sedang menggenggam
lemah salah satu payudaraku, sementara tangan kirinya melingkar di
pinggang dengan telapak tangan terjepit di antara kedua belah pahaku.
Lalu aku merasakan hembusan nafas hangat yang halus di tengkukku, lalu
aku menolehkan kepala sedikit. Aku melihat wajah Hasan yang sedang
tertidur tenang di sampingku, wajah itu seperti sedang tersenyum puas.
Siapa pun akan berwajah seperti itu jika habis ML, batinku.

Saat aku mencoba melepaskan tangan kirinya, aku mendengar suara Hasan
yang bergumam di belakangku. Kutolehkan wajahku, perlahan dia membuka
kedua matanya lalu sebuah senyum tipis terlihat di wajahnya. Bersamaan
dengan itu aku merasakan tangan kanannya semakin erat menggenggam
payudaraku dan tangan kirinya mulai mengelus-elus pangkal pahaku. Aku
yang tidak siap dengan serangan itu agak terkejut sehingga tubuhku
bergetar halus.

"Pagi Kak I'in tersayang", sapanya halus sambil mengecup leherku.
"Mmh.. Pagi san.. kamu.. mau.. ngapain..?", balasku sambil mencoba
mengatasi pergerakan kedua tangan Hasan yang semakin aktif.

Lalu kecupannya mulai bergerak dari tengkuk menuju leher di bawah
telinga kemudian lidahnya menjilati belakang telingaku yang memang
sejak semalam mendapatkan rangsangan berkali-kali.

"Saan.. Kakak boleh nanya nggak?", ucapku sambil menikmati jilatannya.
"Masalah apa Kak?", balasnya sambil terus menjilat dan meremas.
"Kenapa kamu.. Mau sama Kak I'in yang sudah tua ini?".

Sejenak Hasan terdiam, lalu ia membalikkan tubuhku sehingga kini aku
berhadap-hadapan dengannya, kemudian dia mengecup bibirku lembut. Lalu
Hasan bercerita kalau dia sangat suka melihat keindahan tubuhku yang
tetap terjaga walaupun telah memiliki 2 orang anak. Selama ini dia
masih bisa menahan hasratnya, tapi saat melihat aku yang mengenakan
pakaian renang, Hasan tidak dapat lagi mengendalikan birahinya. Saat
aku menanyakan bagian mana dari tubuhku yang membuatnya sangat
terangsang. Hasan mengatakan bahwa pinggangku yang ramping terlihat
sangat seksi dari belakang. Terutama kalau mengenakan celana kain yang
ketat, tambahnya.

Aku cuma terdiam mendengar penuturannya, tak kusangka kalau selama ini
Hasan sangat memperhatikan diriku. Lalu dengan tenang Hasan mulai
meremas dadaku lagi, aku cuma diam menerima apa yang bakal dia lakukan.
Kedua jari-jari tangannya aktif meremas kedua payudaraku, apa lagi saat
jari-jari itu mulai memilin dan kemudian memelintir kedua puting
susuku. Rasa nikmat yang luar biasa dari dada itu menyebar ke seluruh
badanku, sehingga membuat tubuhku bergetar dan mengerang halus. Tiba-
tiba semua kenikmatan itu terhenti, tapi ada sesuatu yang hangat di
sekitar dadaku, terus berhenti di putingku. Aku membuka mata sebentar,
ternyata Hasan sedang asyik menjilati putingku dan sesekali menghisap-
hisapnya.

Aku terus meresapi setiap kenikmatan yang dihasilkan oleh permainan
lidah Hasan di dadaku, pelan-pelan kubuka mataku. Dan aku bisa
menyaksikan bagaimana Hasan menjelajahi setiap lekuk tubuhku. Aku
mendesah panjang saat aku merasakan ada sesuatu yang menyentuh
vaginaku. Rupanya jari-jari Hasan telah mengelus-elus vaginaku yang
sudah basah sekali. Sambil terus memainkan lidahnya di puting susuku
yang sudah sangat mengeras, seperti semalam sambil menghisap lidahnya
memutar-mutar puting susuku, sesekali dia menggigitnya sehingga aku
menjadi berkelojotan tak tertahankan. Saat aku terengah-engah mengambil
nafas, Hasan memindahkan serangannya ke arah selangkanganku.

Aku menarik nafas dalam-dalam sewaktu lidahnya yang basah dan hangat
pelan-pelan menyentuh vaginaku, aku mendesah tertahan saat lidahnya
naik ke klitorisku dan menyentuhnya. Kemudian dengan lihainya Hasan
memelintir klitorisku dengan bibir hingga benar-benar membuatku merem-
melek keenakan. Aku seperti tersetrum karena tidak tahan, melihat itu
Hasan semakin ganas memelintir klitorisku.

"Euh.. Ah.. Ah.. Ach.. Aw.."

Aku sudah tidak tahu bagaimana keadaanku waktu itu, yang jelas mataku
buram, semua serasa memutar-mutar. Badanku lemas dan nafasku seperti
orang yang baru lari marathon. Aku benar-benar pusing, terus aku
memejamkan mataku, ada lonjakan-lonjakan nikmat di badanku yang bermula
dari selangkangan merambat ke pinggul lalu bergerak ke dada dan
akhirnya membuat badanku kejang-kejang tanpa bisa kukendalikan.

Hasan memandangi wajahku yang sedang menikmati puncak kenikmatan yang
telah dia berikan, sesungging senyum terlintas di sana. Aku mencoba
mengatur nafasku, dan sewaktu aku telah mulai tenang Hasan menyodorkan
penisnya yang.. wow, ternyata 2 kali lebih besar daripada milik
suamiku.

Kini penisnya yang telah hampir maksimal berdiri di depan mukaku,
tangan kanannya digunakan untuk memegang batang penis itu sementara
tangan kirinya membelai rambutku dengan lembut. Aku tahu dia mau
dioral. Sudah 2 tahun aku tidak melakukannya sehingga ada rasa jijik
sedikit. Tapi rasanya tidak adil, dia sudah memuaskan aku, masa aku
tolak keinginannya.

Aku buka mulutku dan kujilat sedikit kepala penisnya, terasa hangat dan
membuatku ketagihan. Aku mulai berani menjilat lagi terus dan terus.
Hasan duduk di ranjang, kedua kakinya dibiarkannya telentang. Aku juga
duduk di ranjang, lalu aku membungkuk sedikit, aku pegang batang
penisnya yang 2 kali lebih besar daripada milik suamiku itu dengan
tangan kiri dan tangan kananku menahan badanku agar tidak jatuh saat
mulutku sedang bekerja.

Mula-mula cuma menjilati, terus aku mulai kulum kepala penisnya. Aku
hisap sedikit terus kumasukkan semuanya ke mulutku tapi sayang tidak
bisa masuk semuanya. Kepala penisnya sudah menyodok ujung mulutku tapi
masih ada sisa beberapa centi lagi. Aku tidak mau memaksakannya, aku
gerakkan naik turun sambil aku hisap dan sesekali aku gosok batang
penisnya memakai tangan kiriku.

Hasan sepertinya puas dengan permainanku, dia memperhatikan bagaimana
asyiknya aku mengkaraoke batang penisnya, sesekali dia membuka mulut
sambil sedikit mendesah. Sekitar 10 menit kemudian, masih juga belum
ada tanda-tanda kalau dia akan keluar. Lalu dia melepaskan batang
penisnya dari mulutku yang masih penasaran. Lalu Hasan berdiri dan
mendorong tubuhku ke ranjang sampai aku telentang.

Lalu dibukanya pahaku agak lebar dan dijilatinya lagi vaginaku yang
sudah kebanjiran. Terus dipegangnya penisnya yang sudah berukuran
maksimal, kemudian Hasan mengarahkan batang penisnya ke vaginaku, tapi
tidak langsung dia masukkan. Dia gosok-gosokkan kepala penisnya
terlebih dulu ke bibir vaginaku, baru beberapa detik kemudian dia
dorong batang penisnya ke dalam.

Terasa sesuatu yang keras padat hangat dan besar memaksa masuk ke dalam
vaginaku, menggesek dindingnya yang sudah berlendir. Aku mulai
berkejap-kejap lagi merasakan bagaimana penisnya menggosok-gosok
dinding vaginaku hingga rasa nikmat yang luar biasa kembali menjalari
tubuhku. Tiba-tiba penis Hasan memaksa masuk terus melesak ke dalam
vaginaku hingga membuat tubuhku berkelojotan tak karuan menahan nikmat.

Lalu Hasan mulai menggerakkan pinggangnya naik turun. Penisnya
menggesek-gesek vaginaku, mula-mula lambat lalu semakin lama semakin
cepat. Ada rasa nikmat luar biasa setiap kali Hasan menusukkan penisnya
dan menarik penis itu lagi. Hasan semakin cepat dan semakin keras
mengocok vaginaku, aku sendiri sudah merem-melek tidak tahan merasakan
nikmat yang terus mengalir dari dalam vaginaku.

Saat rasa nikmat itu semakin menggumpal dan hampir tumpah keluar, tiba-
tiba Hasan mencabut penisnya dari vaginaku. Dia tengkurap diatasku,
walau sudah lemas tapi aku tahu apa yang ingin Hasan lakukan. Lalu aku
angkat pantatku ke atas, aku tahan pakai lututku dan kubuka pahaku
sedikit sementara tanganku menahan badanku agar tidak ambruk dan aku
bersiap untuk ditusuk olehnya dari belakang.

Hasan memasukkan penisnya ke vaginaku dari belakang, terus dia kocok
lagi vaginaku. Dari belakang kocokan Hasan tidak terlalu keras, tapi
semakin cepat. Aku sudah sekuat tenaga menahan badanku agar tidak
ambruk, dan aku rasakan tangan Hasan meremas-remas dadaku dari
belakang, terus jari-jarinya menggosok-gosok puting susuku hingga ini
membuatku merasa seperti diserang dari dua arah, depan dan belakang.

Hasan kembali mengeluarkan penisnya dari vaginaku, kali ini
dimasukkannya ke dalam anusku. Dia benar-benar memaksakan penisnya
masuk, padahal inilah pertama kalinya ada batang penis yang menjelajahi
lubang anusku. Hasan sepertinya tidak peduli, dia mengocok anusku
seperti mengocok vaginaku, kali ini cuma tangan kirinya yang meremas
dadaku sedangkan tangan kanannya sibuk bermain-main di selangkanganku,
dia masukkan jari tengahnya di vaginaku dan jempolnya menggosok
klitorisku.

Aku benar-benar melayang, tubuhku bergerak-gerak tak karuan dan mataku
berkejap-kejap keenakan. Anusku dikocok-kocok, klitorisku digosok-
gosok, dadaku diremas-remas dan putingnya dipelintir-pelintir dan
vaginaku dikocok-kocok juga pakai jari tengah. Aku benar-benar tidak
kuat lagi, serasa seperti ada aliran setrum yang menyerang tubuhku dan
menyebar ke segala arah. Bersamaan dengan itu aku merasa kepala penis
Hasan membesar di dalam lubang anusku. Secara bersamaan aku menjerit
halus dan ambruk ke atas kasur, batang penisnya sudah tidak bergerak-
gerak lagi tapi kedua tangannya tetap aktif bergerak membantuku
meresapi setiap detik kenikmatan di setiap sendi tubuhku. Hasan lalu
membalikkan tubuhku kemudian menjilati kedua puting susuku.

Sambil menikmati sisa-sisa gelombang orgasme yang masih terus menjalar,
aku pegang rambut Hasan yang lumayan panjang dan kujambak. Setelah itu
aku melangkahkan kaki ke kamar mandi yang terletak di dalam kamar
kostnya. Guyuran air yang dingin mengembalikan kesegaran tubuhku yang
terasa linu di sana-sini. Saat sedang asyik menikmati semua itu, ada
ketokan halus dari arah pintu. Kubuka pintu kamar mandi dan Hasan
tampak terkesima menyaksikan tubuhku yang telanjang bulat dengan rambut
yang basah. Dia masuk dan langsung merangkul tubuhku.

"Mandi dulu dong", pintaku berbisik di telinganya.

Ternyata dia mau menurut dan langsung mengguyur badannya dengan air,
kemudian Hasan menyabuni tubuhnya dengan sabun cair. Melihat tubuh
kekar yang berotot itu basah oleh air, gairahku mulai naik kembali.

Selama ini aku belum pernah bercinta sambil mandi dengan suamiku,
mungkin inilah kesempatan untukku, batinku. Kudekati tubuh Hasan,
kuambil sedikit sabun cair lalu kuoleskan ke telapak tanganku. Setelah
itu kusabuni tubuhnya, pertama ke dadanya yang bidang, lalu turun ke
perutnya yang berotot dan akhirnya ke arah batang penisnya yang sudah
berdiri tegak kembali.

Melihat batang kejantanannya yang membesar dan mengeras itu membuatku
bergidik dan gemas. Pelan-pelan kuoleskan sabun ke penisnya lalu
kuusap-usap lembut batang penis yang perkasa itu. Kulihat Hasan mulai
gelisah, sehingga kutingkatkan gerakan tanganku menjadi sebuah kocokan
tapi tetap lembut. Kulihat gerakan tubuh Hasan semakin tidak beraturan,
mau keluar rupanya dia, batinku.

Tiba-tiba Hasan menarik tanganku dan melepaskannya dari batang
penisnya. Lalu Hasan ganti menyabuni tubuhku, mula-mula dia menggosok
kedua tanganku terus kedua kakiku. Sampailah gerakan menyabunnya pada
daerahku yang vital. Lalu Hasan berdiri di belakangku. Kemudian dia
merangkulku dan mulai menyabuni kedua payudaraku dengan telapak
tangannya yang besar dan lebar. Aku berusaha bertahan agar tidak
mengeluarkan suara desahan, tapi apa mau dikata saat dia mulai
memelintir puting susuku sebuah desahan panjang keluar juga dari
bibirku.

Puas bermain di sekitar dada, usapannya merangkak ke bawah melewati
perutku dan terus turun hingga akhirnya sampai di liang senggamaku. Aku
kembali merintih saat Hasan mengusap liang vaginaku dengan lembut, busa
sabun hampir menutupi permukaan lubang vaginaku. Saat gerakanku semakin
liar, Hasan menarik tangannya dari bawah pahaku dan mengguyur tubuh
kami berdua dengan air yang dingin menyejukkan. Aku lalu membalikkan
tubuhku sehingga kini kami saling berhadapan, tinggi badanku hanya
sampai kening Hasan.

Kucium bibirnya dan dia membalasnya, gerakan lidahnya yang liar menari-
nari di dalam rongga mulutku dan aku sangat menikmatinya. Tangan kami
pun tidak tingal diam, dia menyentuh payudaraku dan aku pun menyentuh
batang kejantanannya yang berdiri tegak perkasa. Terjadilah perang
gerakan tangan antara kami berdua, Hasan asyik meremas dan memelintir
sepasang puting susuku sambil sesekali menghisap dan menggigitnya.
Sementara aku mencoba mengimbanginya dengan terus aktif mengocok batang
penis Hasan yang sudah sangat keras. Desahan nafas dan rintihan
kenikmatan kami berdua memenuhi semua sudut kamar mandi itu.

Setelah kurasa cukup, secara perlahan kubimbing batang penisnya untuk
memasuki lubang vaginaku. Kulebarkan sedikit kakiku agar batang
kejantanan Hasan dapat lebih mudah memasuki liang vaginaku. Secara
perlahan batang penis itu mulai menerobos liang senggamaku yang seakan
menyedotnya. Kubiarkan sejenak rasa nikmat itu menjalari semua sendi
tubuhku, lalu kulilitkan tanganku ke lehernya. Lalu Hasan menggendongku
dan menyandarkan tubuhku ke dinding kamar mandi. Kemudian Hasan mulai
menggoyang pinggulnya yang membuat batang kejantanannya keluar masuk di
lubang vaginaku. Rasa nikmat luar biasa menderaku saat batang penis
Hasan menghunjam ke dalam liang senggamaku. Sekitar sepuluh menit
kemudian rasa nikmat itu mulai menjalari tubuhku, dan akhirnya sebuah
erangan panjang menyertai ledakan orgasme yang menghantam tubuhku.

Hasan berhenti sejenak untuk memberikan kesempatan padaku menikmati
orgasme yang kesekian kalinya. Setelah melihat nafasku yang kembali
teratur, dia kembali melanjutkan gerakan pinggulnya yang semakin cepat
dan tajam. Aku tak menyangka kalau gerakannya itu bisa kembali
membuatku merasakan detik-detik menjelang orgasme. Saat Hasan menjerit
dan menumpahkan spermanya ke dalam lubang vaginaku, saat itulah aku
merasa tubuhku seakan disetrum dan kembali ledakan orgasme menderaku.
Padahal baru lima menit yang lalu aku mencapai klimaks. Setelah cukup
tenang, aku menarik wajah Hasan lalu menciumnya lembut.

"Saan.. Kakak boleh nanya nggak?", ucapku membuka pembicaraan.
"Apa itu Kakak sayang..?", bisiknya lembut di telingaku.
"Apa kamu sudah pernah melakukan ini dengan Tita.. Atau dengan cewek
lain?", tanyaku lembut. Dia tersenyum menatapku, lalu ia memelintir
kedua puting susuku sehingga aku mendesah kecil, lalu dia berbisik..
"Kak I'in adalah orang pertama yang menikmati batang kejantananku".

Astaga, ternyata pada saat Hasan bercinta denganku dia masih perjaka,
tapi aku tidak begitu saja percaya dan sepertinya Hasan bisa melihatnya
dari air mukaku. Lalu ia berkata bahwa dia rajin membaca buku dan
cerita mengenai seks, selain itu dia juga sering menonton film BF untuk
mencari trik-trik baru. Dan saat bersamaku dia mengeluarkan semua ilmu
yang telah didapatnya, dan yang membuatku lebih kaget lagi adalah dia
mengatakan bahwa itu pun belum semua ilmunya dikeluarkan.

Tak salah lagi, Hasan memang seorang pejantan tangguh. Dan beruntung
sekali Tita adikku yang kelak akan menjadi istrinya. Tapi sebelum itu
dia akan kuberi pelajaran praktik dalam bercinta, dan sebagai
imbalannya dia harus memberikanku kepuasan yang sudah tidak bisa lagi
diberikan oleh suamiku tercinta.


E N D