Shinta adalah seorang dokter muda yang baru saja menamatkan pendidikan dokternya
pada sebuah universitas ternama di Sumatera. Sebagaimana dokter baru ia harus
menjalani masa ptt pada sebuah desa di daerah itu. Orang tua dan tunangannya keberatan
jika Shinta melaksanakan ptt di daerah itu, selain jauh dari kotanya dan daerah itu masih
terbelakang dan terisolir. Orang tua Shinta sangat keberatan dan ia mengupayakan agar
Shinta ditempatkan pada daerah yang dekat dan tidak terisolir itu. Upaya orang tuanya ini
gagal karena telah menjadi keputusan instansi pusat dan tidak dapat di batalkan.
Kekuatiran orang tua dan tunangannya amat beralasan, karena Shinta adalah masih muda
dan belum mengetahui seluk beluk masyarakat desa itu, ditambah kerasnya kehidupan di
desa yang terkenal dengan kebiasaan masyarakatnya yang primitif itu. Selain itu Shinta
akan menikah dengan Rudi tunangannya beberapa bulan lagi. Memang Shinta dan Rudi
telah lama pacaran dan kedua orang tua mereka merestui hubungan mereka.
Shinta adalah seorang gadis yang masih berumur 24 tahun merupakan mahasiswa
kedokteran yang memiliki kemampuan yang dapat dibanggakan, sehingga tdk heran ia
dalam waktu yang singkat telah menamatkan kuliahnya. Selain itu ia berparas cantik,
memiliki sosok yang membuat lawan jenisnya ingin mendapatkannya, namun hatinya
telah jatuh kepada Rudi yang merupakan pria yang gigih mendapatkannya, hingga ia mau
di pertunangkan dengan nya.Rudi adalah seorang pria yang telah memiliki kehidupan
yang mapan pada sebuah BUMN di kota itu, selain itu ia anak dari sahabat ayah Shinta.
Selama mereka pacaran hanya diisi dengan makan malam dan kadang nonton. Mereka
berdua tidak pernah melakukan hal yang bertentanggan dengan adat dan agama, sebab
masing-masing menyadari suatu saat akan mendapatkannya juga nantinya.
Setelah melalui perjalanan yang melelahkan Shinta dengan diantar ayahnya dan Rudi
didesa itu. Perjalanan dari kotanya memakan waktu selama 1 mhari perjalanan ditambah
jalan yang amat rusak dan setapak. Didesa itu Shinta di sambut oleh perangkat desa itu
dan kepala dusun. Dengan sedikit acara, barulah Shinta resmi bertugas. Lalu ayahnya dan
Rudi pulang ke kota besoknya setelah mewanti-wanti Shinta untuk berhati-hati.
Hari pertama ia bertugas Shinta dibantu oleh kader kesehatan yang bertugas penunjuk
jalan. Shinta menempati salah satu rumah milik kepala dusun yang bernama pak Tanba.
Pak Tanba amat disegani dan ia termasuk orang kaya didesa itu. Umurnya sekitar 67
tahun dan memiliki 3 orang istri. Pak inipun sering meminjamkan sepeda motornya
kepada Shinta untuk tugas-tugasnya, kadang-kadang ia sendiri yang memboncengkan
Shinta saat Shinta ingin ke desa sebelah. Bagi Shinta keberadaan Pak Tanba ini amat
membantunya di saat ia hampir putus asa melihat lingkungan desa yang hanya terdiri dari
hutan dan jalan yang hanya bisa ditempuh dengan sepeda motor.
Karena sering diantar kedesa desa lainnya, seringkali tanpa disadari oleh Shinta telah
membuat paka Tanba menaruh rasa ingin memiliki dari diri paka Taba, apalagi jika
dalam berboncengan seringkali dada Shinta yang montok itu bersentuhan dengan
punggung paka Tanba. Sebagai laki-laki normal iapun merasakan ingin yang lebih jauh
lagi. Shinta merasa ia tak bisa bertugas jika tanpa dibantu pak Tanba.
Suatu hari saat pulang dari desa tetangga, mereka kehujanan dan hari saat itu hujan turun
dengan derasnya.Lalu dengan buru-buru pak Tanba mempercepat kendaraannya , secara
otomatis Shinta memegang pinggang pak Taba dengan erat dan dalam suasana itu pak
Tanba dapat merasakan kehangatan dan sentuhan dada Shinta dengan nyata. Lalu mereka
sampai di kediaman Shinta yang merupakan juga rumah milik pak Tanba. Sesampai
didalam rumah, Shinta masuk kekamar dan mengganti pakaiannya dengan kimono
handuk, sedang pak tanba ia pinjami handuk untuk ganti pakainan yang basah itu.
Saat Shinta berganti pakaian tadi pak Tanba mengintipnya dari celah pintu kamar itu.
Jakunnya naik turun karena melihat kehalusan dan kemulusan kulit tubuh Shinta
seluruhnya. Dengan langkah pasti ia duduk di ruang tengah rumah itu karena diluar hari
hujan.
"Wah, hujannya deras sekali pak." kata Shinta,
"Bagaimana jika nginap disini saja pak."
"Ooooo.. terima kasih bu. Kalau hujan reda saya akan pulang..." terang pak Tanba.
"Baiklah pak..." jawab Shinta.
Lalu Shinta kedapur dan membuatkan kopi untuk pak Tanba.
"Pak, ini kopinya ..".
"Wah kopi... bisa begadang saya malam ini buk."
"O.. ya.. pak .. apa perlu saya ganti dengan teh hanagat?" jawab Shinta.
"Ohh... nggak usah buk.. ini juga nggak apa." timpal pak Taba, sambil memandang
kearah Shinta.
Hingga saat itu hujan belum reda dan paka Tanba terpaksa nginap di rumah itu. Shinta
terus menemani paka Tanba ngobrol tentang pekerjaan hingga rencana ia akan menikah.
Pak Tanba mendengarnya dengan penuh perhatian dan sesekali mencuri pandang dada
Shinta. Shinta tak enak hati jika ia meninggalkan pak Tanba sendirian malam itu karena
pak Taba telah banyak membantunya. Sedang matanya mulai ngantuk. Sedang hiburan di
rumah itu tidak ada karena tidak adanya jaringan televisi. Melihat Shinta yang mulai
ngantuk itu lalu pak Tanba menyuruh Shinta tidur duluan.
"Bu, tidur aja dulu biar saya diluar sini."
"Wah saya nggak enak ni pak masa pak Tanba saya tinggal." Shinta memaksakan dirinya
untuk terus ngobrol hingga jam menunjukan pukul 9 00 wib yang kalau didesa itu telah
larut ditambah hujan deras.
Dari tadi pak tanba terus memperhatikan Shinta karena suasana malam itu membuatnya
ingin mengambil kesempatan terhadap Shinta dengan tidak menampakkan keinginannya.
Padahal saat itu tanpa di sadari Shinta pak Tanba telah duduk disamping Shinta.
"Bu... Shinta.., dingin ya buk.." kata pak Tanba.
"Ya pak...," sahut Shinta.. dengan pasti pak Tanba, meraih tangan
Shinta...
"Ini buk, saya pegang tangan ibu ya.., biar dinginnya hilang...." bisik Pak Tanba.
Shintapun membiarkan pak Tanba meraih tangannya, memang ada hawa hangat yang ia
rasakan. Lalu pak Tanba melingkarkan tangannya di bahu Shinta dan mengelus balik
telinga Shinta, padahal itulah daerah sensitif Shinta. Kepala Shinta lalu rebah di bahu pak
Tanba dan seperti sepasang kekasih pak Tanba terus meransang daerah peka di tengkuk
dan bahu Shinta.
Shintapun meresapi usapan dan elusan lembut laki-laki yang seusia dengan ayahnya itu,
matanya hanya merem melek. Mungkin karena suasana dan cuaca yang dingin membuat
Shinta membiarkan tindakan Tanba itu. Pak Tanba lalu berdiri, dan menarik tangan
Shinta hingga berdiri. Shinta menurut, lalu ia tuntun kekamar yang dan menyilahkan
Shinta berbaring.
"Bu, tampaknya ibu capai." kata pak Taba.
"Ya pak.." kata Shinta.
Pak Tanba keluar kamar dan mengunci pintu rumah itu dan memeriksa jendela, lalu ia
masuk kekamar Shinta kembali sambil menguncinya dari dalam. Ia sudah tidak sabar
ingin menggauli Shinta yang telah menjadi obsesinya selama ini malam itu.
Pak Tanba berjalan kearah Shinta, yang saat itu duduk ditepian ranjang.
"Pak.. koq di kunci?" tanya Shinta.
"Biasalah bu, jika malam hujan begini kan biar hawa dingin nggak masuk..." timpal pak
Taba.
"Bagaimana bu apa masih Dingin?" tanyanya.
"Iya pak..." angguk Shinta.
"Baiklah buk bagaimana jika saya pijitin kepala ibu itu biar segar." kata pak Tanba
"Silahkan pak..." jawab Shinta.
Lalu Shinta duduk membelakangi pak Tanba dan pak Tanbapun naik ke ranjang itu
dengan memijit kepala dan tengkuk Shinta. Padahal yang dilakukannya adalah
meransang Shinta kembali untuk bisa mengusainya. Sebagai laki-laki berpengalaman
tidaklah susah bagi Pak Taba untuk menaklukkan Shinta, yang ia tahu belum begitu tau
tentang dunia sex dan laki-laki.
Dengan gerakan lembut dan pasti usapan tangannya mulai dari tengkuk hingga balik
telinga Shinta.
Shinta ... menutup matanya menikmati setiap gerakan tangan pak Tanba. Dari dekat pak
Tanba dapat merasakan dan menikmati kehalusan kulit Shinta. Beberapa saat lamanya
pijitan Tanba itu telah turun ke punggung dan diluar kesadaran Shinta kimononya telah
turun dari bahunya dan yang tinggal hanya Bh yang menutup payudaranya. Bh itupun
dengan kelincahan tangan pak Tanba jatuh dan sempat dilihat pak taba bernomor 34b.
Masih dari belakang gerakan tangan pak taba lalu meremas payudara Shinta. Shinta sadar
dan menahan gerakan tangan Pak Tanba..
"Sudah pak..., jangan lagi pak..." sambil memakai kimononya kembali sedang bhnya
telah terjatuh.
Pak tanba kaget dan ia memandang mata Shinta, ada nafsu tertahan, namun ia harus
mulai memasang strategi agar Shinta, kembali bisa ia kuasai.
"Maaf bu.., kalau tadi saya lancang." kata pak Tanba.
Shinta diam saja. Sedang saat itu pak Tanba hanya selangkah lagi bisa mengusai Shinta.
Lalu pak Taba berjalan keluar dan ia tinggalkan Shinta. Kemudian ia balik lagi kekamar
itu, dan duduk disamping Shinta, pakaian Shinta saat itu acak-acakan.
"Bu..., apa ibu marah?" tanaynya.
"Tidak pak tapi sayalah yang salah. Padahal selama saya pacaran dan tunangan belum
pernah seperti ini." terang Shinta.
Pak Tanba manggut-manggut mendengar perkataan Shinta.
Cuaca malam itu tetap hujan deras dan dingin udara terus menusuk tulang, pak Tanba
mengerti jika Shinta khawatir sebab ia masih perawan, namun tekadnya sudah bulat
bahwa malam itu Shinta harus bisa ia gauli.
Dalam kebiusan sikap Shinta saat itu, pak Tanba kembali meraih tangan Shinta dan
menciumnya, Shinta diam membisu, lalu pak tanba memeluk Shinta dan tidak ada
penolakan dari Shinta, Rupanya Shinta saat tadi telah bangkit birahinya namun karena
ingat akan statusnya maka ia menolak pak Tanba. Dijari Shinta memang melingkar cincin
tunangan dan pak Tanba tidak memperdulikannya.
Dengan kelihaiannya, kembali Shinta larut dalam pelukan dan alunan nafsu yang di
pancarkan laki-laki desa itu. Sekali sentak maka terbukalah kimono Shinta, hingga
terbuka seluruh kulit tubuhnya yang mulus itu, tanpa bisa ditolak Shinta.Dengan penuh
nafsu pak Tanba memilin dan membelai dada putih itu hingga memerah dan dengan
mulutnya ia gigit putingnya. Keringat telah membasahi tubuh Shinta dan membuatnya
pasrah kepada pak Tanba.
Sebelah tangan Tanba turun dan merongoh cd Shinta dan memasuki lobang itu yang telah
basah. Lalu ia buka dan tubuh Shinta ia baringkan. Ia amat bernafsu sekali melihat
belahan vagina Shinta yang tertutup oleh sedikit bulu halus.
Pak Tanbapun lalu membuka baju dan cdnya, hingga mereka sama-sama bugil diatas
ranjang itu. Penis Tanba amat panjang dan besar. Shinta saat itu tidak tahu apa-apa lagi.
Pak Tanbapun lalu membuka kedua kaki Shinta dan mengarahkan penisnya kebelahan
vagina Shinta.
Beberapa kali meleset, hingga dengan hati-hati ia angkat kedua kaki Shinta yang panjang
itu kebahunya, dan barulah ia bisa memasukan kepala penisnya.
"Aduhhhhhh pak.. aughhhhghhhhh... ghhh... sakit pak..." jerit Shinta. Pak Tanba lalu
menarik penisnya kembali. Lalu dengan mulutnya ia beri air ludah ke pinggiran lobang
vagina itu biar lancar. Kemudian ia ulangi memasukan penisnya. Dengan hati2 ia dorong
masuk dan kepala penis masuk...
"Auuuuuggggkkkk..." jerit Shinta.
"Sebentar bu..." kata Pak Tanba.
"Nanti juga hilang sakitnya buk..." terangnya lagi.
Sekali hentak maka seluruh penisnya masuk dan ia maju mundurkan. Padahal saat itu
Shinta merasa dilolosi tulangnya. ia gigit bibir bawahnya menahan rasa nyilu dan sakit
saat penetrasi tadi.Pak Tanba telah berhasil merobek selaput dara Shinta, hingga
kelihatan tetesan darah di paha mulus Shinta saat itu dan membasahi sprey yang kusut.
Tangan pak Tanbapun terus memilin payudara Shinta dan kembali menahan pinggul
Shinta. Lebih kurang 20 menit ia maju mundurkan penisnya kedalam vagina Shinta
sedang Shinta telah 2 kali orgasme, barulah ia muntahkan spermanya didalam rahim
Shinta. lalu ia tetap diam diatas tubuh Shinta. Terlihat ketika itu, tubuh putih mulus
Shinta berada dibawah tubuh pak Tanba yang masih membelai dada dan menjilat bibir
dan lidah Shinta. Kedua tubuh manusia itu penuh keringat. Di sudut mata Shinta ada air
mata karena keperawanannya telah hilang bukan karena tunangannya tapi oleh laki-laki
tua itu.
Ia tidak punya pilihan lain karena telah terlanjur di setubuhi Pak tanba. Hingga menjelang
pagi pak Tanba kembali mengulang permainan sex itu dengan Shinta, hingga Shinta
merasakan kenikmatan dan mengetahui rahasia dalam permaianan dewasa. Rudi tidak ia
inagt lagi dan saat itu ia terbelenggu oleh gairah dan nafsu yang di berikan pak tanba.
Sejak saat itu, hub kedua insan yang berbeda umur sangat jauh itu terus berlangsung di
rumah itu , kadang-kadang di gubuk milik pak Tanba di tengah hutan daerah itu. Shinta
merasa heran karena laki-laki seumur pak Tanba masih memiliki stamina yang prima
dalam berhubungan. Tidak heran jika pak Tanba memiliki 3 orang istri dan memiliki 3
orang anak yang telah dewasa.
Tanbapun bermaksud untuk menjadikan Shinta istrinya yang ke 4 karena ia amat bangga
bisa memerawani seorang Dokter dari kota dan cantik. Untuk itulah ia terus berusaha
menyetubuhi Shinta hingga bisa hamil oleh bibitnya. Shintapun sulit melepaskan diri dari
pak Tanba. Ia sedang berpikir untuk membatalkan pertunangan dengan Rudi, karena
bagaimanapun ia sudah tidak perawan lagi.
TAMAT
Jumat, 05 September 2008
Suster Shinta
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar