tag:blogger.com,1999:blog-19252137979919158712024-03-13T03:41:00.071-07:00Cek Out This BabeSitus rangkuman cerita dewasa yang terpilih menurut penulis ......hantumonkihttp://www.blogger.com/profile/17642631795725605946noreply@blogger.comBlogger107125tag:blogger.com,1999:blog-1925213797991915871.post-66350034375702781182023-10-02T04:33:00.005-07:002023-10-02T04:55:47.070-07:00Bercinta dengan wanita hamil<p><span style="font-family: verdana;">Aku adalah seorang eksekutif muda yang baru diangkat menjadi manajer di sebuah perusahaan swasta di Surabaya. Sebut saja namaku Aldi, tinggi 175 cm kata orang aku mirip pemain bulu tangkis Ricky S. Kisah ini terjadi hampir setahun yang lalu. Umurku saat itu 30 tahun. Aku sudah beristri dan beranak 2, berumur 3 tahun dan yang bungsu baru 1 bulan. Isteri dan anakku masih tinggal di Malang karena saat melahirkan anakkedua tinggal di rumah orang tuanya dan belum pulang ke Surabaya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Kisah ini terjadi saat pulang dari kerja lembur sekitar pukul 11:00 malam. Dengan mobil Baleno kesayanganku, aku menyusuri Jalan di kawasan perumahan elit yang mulai sepi karena kebetulan hujan gerimis. Ditengah perjalanan aku melihat perempuan setengah baya berdiri di bawah pohon di pinggir jalan. Aku merasa kasihan lalu aku menghentikan mobil dan menghampirinya. Aku bertanya, "Ibu sedang menunggu apa?" Dia memandangku agak curiga tapi kemudian tersenyum. Dalam hati aku memuji, Manis juga ibu ini walaupun umurnya kelihatannya di atasku sekitar 34 -36 tahun kalau digambarkan seperti artis Misye Arsita dan saat itu perutnya agak membuncit kecil kelihatan sedang hamil muda. "Kalau ke manukan naik angkot apa ya Dik?" "Wah jam segini sudah habis Bu angkotnya, Gimana kalo saya antar?" Dia kelihatan gembira. "Apa tidak merepotkan?" "Kebetulan rumah saya juga satu arah dari sini, mari naik!"</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Setelah dia ikut mobilku, Ibu itu bercerita bahwa dia berasal dari Jawa Tengah, dia sedang mencari suaminya yang kebetulan baru 2 minggu kerja sebagai sopir bis jurusan Semarang-Surabaya, keperluannya ke sini hendak mengabarkan kalau anaknya yang pertama yang berumur 15 tahun kecelakaan dan dirawat di rumah sakit sehingga butuh uang untuk perawatan anaknya. Kebetulan alamat yang di tulis oleh suaminya tidak ada nomer teleponnya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Sesampainya di alamat yang dituju kami berhenti. Setelah di depan rumah ketika akan mengetuk pintu ternyata pintunya masih digembok, lalu kami bertanya pada tetangga sebelah yang kebetulan satu profesi. "Suami Ibu paling cepat 2 hari lagi pulangnya. Baru saja sore tadi bisnya berangkat ke Semarang. Kebetulan kami satu PO." Kemudian kami permisi pergi. Kelihatan di dalam mobil dia sedih sekali. "Terus sekarang Ibu mau ke mana?" tanyaku. "Sebenarnya saya pengin pulang tapi.. pasti saya nanti di marahi mertua saya kalau pulang dengan tangan kosong, lagian uang saya juga sudah nggak cukup untuk pulang." "Begini saja, Ibu kan rumahnya jauh, capek kan baru nyampek trus pulang lagi.. apalagi kelihatanya ibu sedang hamil, berapa bulan?" "Empat bulan ini Dik, trus saya harus gimana?" "Dalam dua hari ini Ibu tinggal saja di rumah saya, kan nggak jauh dari manukan nanti setelah dua hari ibu saya antar ke sini lagi, gimana?" "Yah terserah adik saja yang penting saya bisa istirahat malam ini." "Oh ya, boleh kenalan.. nama Ibu siapa dan usianya sekarang berapa?" "Panggil saja aku Mbak Menik, dan sekarang aku 35 tahun."</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Malam itu, dia kusuruh tidur di kamar samping yang biasanya dipakai untuk kamar tamu yang mau menginap. Rumahku terdiri dari 3 kamar, kamar depan kupakai sendiri dan isteriku, sedang yang belakang untuk anakku yang pertama. Malam itu aku tidur nyenyak sekali, kebetulan malam sabtu dan di kantorku hanya berlaku 5 hari kerja jadi sabtu dan minggu aku libur. Sebenarnya aku ingin pergi ke Malang tapi karena ada tamu, kutangguhkan kepergianku minggu depan.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Sekitar jam 8 pagi aku bangun, kulihat sudah ada kopi yang sudah agak dingin di meja makan serta beberapa kue di piring. Mungkinkah ibu itu yang menyajikan semua ini. Lalu setelah kuteguk kopi itu aku bergegas ke kamar mandi untuk cuci muka dan kencing. Karena agak ngantuk aku kurang mengawasi apa yang terjadi, saat aku selesai kencing aku tidak sadar kalau di bathup Mbak Menik sedang telanjang dan berendam di dalamnya. Matanya melotot melihat kemaluanku yang menjulur bebas, ketika aku membalik ke samping aku kaget dan sempat tertegun melihat tubuh telanjang Mbak Menik, tubuh yang kuning langsat dan mulus itu terlihat mengkilat karena basah oleh air dan buah dadanya.. wow besar juga ternyata, 36B. Pasti empunya gila seks. Lalu mataku berpindah ke sekitar pusarnya, di atas liang senggamanya tumbuh bulu kemaluannya yang lebat. Tak sadar kemaluanku tegak berdiri dan aku lupa kalau belum mengancingkan celana, Dan Mbak Menik sempat tertegun melihat kejantananku yang lumayan besar, panjangnya 17 cm tapi kemudian.. "Aouuww, Dik itunyaa!" kata Mbak Menik sambil menutup buah dadanya dengan tangan serta mengapitkan kakinya. Aku baru sadar lalu buru-buru keluar.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Di kamar aku masih membayangkan keindahan tubuh Mbak Menik. Andai saja aku bisa menikmati tubuh itu... aku malah berpikiran ngeres karena memang sudah lama aku tidak mendapat jatah dari isteriku, ditambah lagi situasi di rumah itu hanya kami berdua. Lalu timbul niat isengku untuk mengintip lagi ke kamar mandi, ternyata dia sudah keluar lalu kucari ke kamarnya. Saat di depan pintu samar-samar aku mendengar ada suara rintihan dari dalam kamar samping, kebetulan nako jendela kamar itu terbuka lalu kusibakkan tirainya perlahan-lahan. Sungguh pemandangan yang amat syur. Kulihat Mbak Menik sedang masturbasi, kelihatan sambil berbaring di ranjang dia masih telanjang bulat, kakinya dikangkangkan lebar, tangan kirinya meremas liang kewanitaannya sambil jarinya dimasukkan ke dalam lubang senggamanya, sedang tangan kanannya meremas buah dadanya bergantian. Sesekali pantatnya diangkat tinggi sambil mulutnya mendesis seperti orang kepedasan, wajahnya kelihatan memerah dengan mata terpejam.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">"Ouuuhh... Hhhmm... Ssstt..." Aku semakin penasaran ingin melihat dari dekat, lalu kubuka pintu kamarnya pelan- pelan tanpa suara aku berjingkat masuk. Aku semakin tertegun melihat pemandangan yang merangsang birahi itu. Samar-samar kudengar dia menyebut namaku, "Ouhhh Aldiii.. Sss Ahhh.." Ternyata dia sedang membayangkan bersetubuh denganku, kebetulan sekali rasanya aku sudah tidak tahan lagi ingin segera menikmati tubuhnya yang mulus walau perutnya agak membuncit, justru menambah nafsuku. Lalu pelan-pelan kulepaskan pakaianku satu-persatu hingga aku telanjang bulat. Batang kemaluanku sudah sangat tegang, kemudian tanpa suara aku menghampiri Mbak Menik, kuikuti gerakan tangannya meremasi buah dadanya. Dia tersentak kaget lalu menarik selimut dan menutupi tubuhnya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">"Sedang apa Anda di sini!, tolong keluar!" katanya agak gugup. "Mbak nggak usah panik.. kita sama-sama butuh.. sama-sama kesepian, kenapa tidak kita salurkan bersama," kataku merajuk sambil terus berusaha mendekatinya tapi dia terus menghindar. "Ingat Dik, saya sudah bersuami dan beranak tiga," Dia terus menghiba. "Mbak, saya juga sudah beristri dan punya anak, tapi kalau sekarang terus terang saya sangat terpesona oleh Mbak.. Nggak ada orang lain di sini.. cuma kita berdua.. pasti nggak ada yang tahu.. Ayolah saya akan memuaskan Mbak, saya janji nggak akan menyakiti Mbak, kita lakukan atas dasar suka sama suka dan sama-sama butuh, mari Mbak!" "Tapi saya sekarang sedang hamil, Dik.. kumohon jangan," pintanya terus. Aku hanya tersenyum, "Saya dengar tadi samar-samar Mbak menyebut namaku, berarti Mbak juga inginkan aku.. jujur saja." Dan aku berhasil menyambar selimutnya, lalu dengan cepat kutarik dia dan kujatuhkan di atas ranjang dan secepat kilat kutubruk tubuhnya, dan wajahnya kuhujani ciuman tapi dia terus meronta sambil berusaha mengelak dari ciumanku. Segera tanganku beroperasi di dadanya. Buah dadanya yang lumayan besar itu jadi garapan tanganku yang mulai nakal.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">"Ouughh jangaan Diik.. Kumohon lepaskaan.." rintihnya. Tanganku yang lain menjalari daerah kewanitaannya, bulu-bulu lebatnya telah kulewati dan tanganku akhirnya sampai di liang senggamanya, terasa sudah basah. Lalu kugesek-gesek klirotisnya dan kurojok- rojok dinding kemaluannya, terasa hangat dan lembab penuh dengan cairan mani. "Uhhh... ssss.." Akhirnya dia mulai pasrah tanpa perlawanan. Nafasnya mulai tersengal- sengal. "Yaahhh... Ohhh... Jangaaann Diik, Jangan lepaskan, terusss..." Gerakan Mbak Menik semakin liar, dia mulai membalas ciumanku bibirku dan bibirnya saling berpagutan. Aku senang, kini dia mulai menikmati permainan ini. Tangannya meluncur ke bawah dan berusaha menggapai laras panjangku, kubiarkan tangannya menggenggamnya dan mengocoknya. Aku semakin beringas lalu kusedot puting susunya dan sesekali menjilati buah dadanya yang masih kencang walaupun sudah menyusui tiga anaknya. "Yahh... teruuuss, enaakkk..." katanya sambil menggelinjang.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Kemudian aku bangun, kulebarkan kakinya dan kutekuk ke atas. Aku semakin bernafsu melihat liang kewanitaannya yang merah mengkilat. Dengan rakus kujilati bibir kewanitaan Mbak Menik. "Aaahh.. Ohhh.. enaakkk Diik.. Yaakh.. teruusss.." Kemudian lidahku kujulurkan ke dalam dan kutelan habis cairan maninya. Sekitar bulu kemaluannya juga tak luput dari daerah jamahan lidahku maka kini kelihatan rapi seperti habis disisir. Klirotisnya tampak merah merekah, menambah gairahku untuk menggagahinya. "Sudaahhh Dikk.. sekarang.. ayolah sekarang.. masukkan.. aku sudah nggak tahan.." pinta Mbak Menik. Tanpa buang waktu lagi kukangkangkan kedua kakinya sehingga liang kewanitaannya kelihatan terbuka. Kemudian kuarahkan batang kejantananku ke lubang senggamanya dan agak sempit rupanya atau mungkin karena diameter kemaluanku yang terlalu lebar.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">"Pelan-pelan Dik, punya kamu besar sekali.. ahhh..." Dia menjerit saat kumasukkan seluruh batang kemaluanku hingga aku merasakan mentok sampai dasar rahimnya. Lalu kutarik dan kumasukkan lagi, lama-lama kupompa semakin cepat. "Oughhh.. Ahhh.. Ahhh.. Ahhh.." Mbak Menik mengerang tak beraturan, tangannya menarik kain sprei, tampaknya dia menikmati betul permainanku. Bibirnya tampak meracau dan merintih, aku semakin bernafsu, dimataku dia saat itu adalah wanita yang haus dan minta dipuaskan, tanpa berpikir aku sedang meniduri istri orang apalagi dia sedang hamil.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">"Ouuhh Diik.. Mbak mau kelu.. aaahhh..." Dia menjerit sambil tangannya mendekap erat</span></p><p><span style="font-family: verdana;">punggungku. Kurasakan, "Seerrr... serrr.." ada cairan hangat yang membasahi kejantananku yang sedang tertanam di dalam kemaluannya. Dia mengalami orgasme yang pertama. Aku kemudian menarik lepas batang kejantananku dari kemaluannya. Aku belum mendapat orgasme. Kemudian aku memintanya untuk doggy style. Dia kemudian menungging, kakinya dilebarkan. Perlahan-lahan kumasukkan lagi batang kebanggaanku dan, "Sleeep.." batang itu mulai masuk hingga seluruhnya amblas lalu kugenjot maju mundur. Mbak Menik menggoyangkan pinggulnya mengimbangi gerakan batang kejantananku. "Gimaa.. Mbaak, enak kan?" kataku sambil mempercepat gerakanku. "Yahhh.. ennakk.. Dik punyaa kamu enak banget.. Aahhh.. Aaah.. Uuuhh.. Aaahh.. ehhh.." Dia semakin bergoyang liar seperti orang kesurupan. Tanganku menggapai buah dadanya yang menggantung indah dan bergoyang bersamaan dengan perutnya yang membuncit. Buah dada itu kuremas-remas serta kupilin putingnya. Akhirnya Aku merasa sampai ke klimaks, dan ternyata dia juga mendapatkan orgasme lagi. "Creeett.. croottt.. serrr.." spermaku menyemprot di dalam rahimnya bersamaan dengan maninya yang keluar lagi.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Kemudian kami ambruk bersamaan di ranjang. Aku berbaring, di sebelah kulihat Mbak Menik dengan wajah penuh keringat tersenyum puas kepadaku. "Terima kasih Dik, saya sangat puas dengan permainanmu," katanya. "Mbak, setelah istirahat bolehkah saya minta lagi?" tanyaku. "Sebenarnya saya juga masih pengin, tapi kita sarapan dulu kemudian kita lanjutkan lagi."</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Akhirnya selama 2 hari sabtu dan minggu aku tidak keluar rumah, menikmati tubuh montok Mbak Menik yang sedang hamil 4 bulan. Berbagai gaya kupraktekkan dengannya dan kulakukan di kamar mandi, di dapur dan di meja makan bahkan sempat di halaman belakang karena rumahku dikelilingi tembok. Di tanah kubentangkan tikar dan kugumuli dia sepuasnya. Pada istriku kutelepon kalau aku ada tugas luar kota selama 2 hari, pulangnya hari Senin. Mbak Menik bilang selama 2 hari itu dia betul-betul merasakan seks yang sesungguhnya tidak seperti saat dia bersetubuh dengan suaminya yang asal tubruk lalu KO. Dan Dia berjanji kalau sedang mengunjungi suaminya, dia akan menyempatkan meneleponku untuk minta jatah dariku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Minggu malam kuantarkan dia ke kost suaminya tapi hanya sampai ujung gang dan tidak lupa kuberi dia uang sebesar Rp 500.000,- sebagai bantuanku pada anaknya yang sedang di rumah sakit. Setelah istriku balik ke rumah, dia menghubungiku lewat telepon di kantor dan ketemu di terminal. Kami melakukan persetubuhan disalah satu hotel murah di Surabaya atau kadang di Pantai Kenjeran kalau malam hari. Hingga kehamilannya menginjak usia 7 bulan kami berhenti, hingga sekarang dia belum memberi kabar, kalau dihitung anaknya sudah lahir dan berusia 6 bulan.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">TAMAT</span></p>hantumonkihttp://www.blogger.com/profile/17642631795725605946noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1925213797991915871.post-53653528689004781642023-10-02T04:31:00.003-07:002023-10-02T04:31:25.268-07:00Tetangga baruku<p><span style="font-family: verdana;"> Panggil saja aku Ade, panggilan sehari-hari meski aku bukan anak bontot. Aku murid SMU kelas 3. Aku tinggal di sebuah perumahan di Jakarta. Daerahnya mirip-mirip di PI deh, tapi bukan perumahan "or-kay" kok. Sekitar beberapa bulan lalu, rumah kontrakan kosong di sebelah kiri rumahku ditempati oleh keluarga baru. Awalnya mereka jarang kelihatan, namun sekitardua minggu kemudian mereka sudah cepat akrab dengan tetangga? tetangga sekitar.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Ternyata penghuninya seorang wanita dengan perkiraanku umurnya baru 30-an, anak perempuannya dan seorang PRT. Nama lengkapnya aku tidak tahu, namun nama panggilannya Tante Yana. Anaknya bernama Anita, sepantaran denganku, siswi SMU kelas 3. Ternyata Tante Yana adalah janda seorang bulekalau tidak salah, asal Perancis. Sikapnya friendly, gampang diajak ngobrol. Tapi, yang paling utama adalah penampilannya yang "mengundang". Rambutnya ikal di bawah telinga. Kulitnya coklat muda. Bodinya tidak langsing tapi kalau dilihat terus, malah jadi seksi. Payudaranya juga besar. Taksiranku sekitar 36-an.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Yang membikin mengundang adalah Tante Yana sering memakai baju sleeveless dengan celana pendek sekitar empat jari dari lutut. Kalau duduk, celananya nampak sempit oleh pahanya. Wajahnya tidak cantik?cantik amat, wajah ciri khas Indonesia, tipe yang disuka orang-orang bule. Seperti bodinya, wajahnya juga kalau diperhatikan, apalagi kalau bajunya agak "terbuka", malah jadi muka?muka ranjang gitu deh. Dari cara berpakaiannya aku mengira kalau Tante Yana ituhypersex. Kalau Anita, kebalikan ibunya. Wajahnya cantik Indo, dan kulitnya putih. Rambutnya hitam kecoklatan, belah pinggir sebahu. Meski buah dadanya tidak terlalu besar, kecocokan pakaiannya justru membuat Anita jadi seksi. Nampaknya aku terserang sindrom tetangga sebelah nih.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Berhari-hari berlalu, nafsuku terhadap Tante Yana semakin bergolak sehingga aku sering nekat ngumpet di balik semak-semak, onani sambil melihati Tante Yana kalau sedang di luar rumah. Tapi terhadap Anita, nafsuku hanya sedikit, itu juga karena kecantikannya dan kulit putihnya. Nafsu besarku kadang-kadang membuatku ingin menunjukkan batangku di depan Tante Yana dan onani didepan dia. Pernah sesekali kujalankan niatku itu, namun pas Tante Yana lewat, buru-buru kututup "anu"-ku dengan baju, karena takut tiba-tiba Tante Yana melapor sama ortu. Tapi, kenyataannya berbeda. Tante Yana justru menyapaku, (dan kusapa balik sambil menutupi kemaluanku), dan pas di depan pagar rumahnya, ia tersenyum sinis yang menjurus ke senyuman nakal. "Ehem.. hmm.." dengan sorotan mata nakal pula. Sejenak aku terbengong dan menelan ludah, serta malah tambahnafsu.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Kemudian, pada suatu waktu, kuingat sekali itu hari Rabu. Saat aku pulang kuliah dan mau membuka pagar rumah, Tante Yana memanggilku dengan lembut, "De, sini dulu.. Tante bikinin makanan nih buat papa-mamamu." Langsung saja kujawab, "Ooh, iya Tante.." Nafasku langsung memburu, dan dag dig dug. Setengah batinku takut dan ragu-ragu, dan setengahnya lagi justru menyuruh supaya "mengajak" Tante Yana. Tante Yana memakai baju sleeveless hijau muda, dan celana pendek hijau muda juga. Setelah masuk ke ruang tamunya, ternyata Tante Yana hanya sendirian, katanya pembantunya lagi belanja. Keadaan tersebut membuatku semakin dag dig dug. Tiba-tiba tante memanggilku dari arah dapur, "De, sini nih.. makanannya." Memang benar sih, ada beberapa piring makanan di atas baki sudah Tante Yana susun.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Saat aku mau mengangkat bakinya, tiba-tiba tangan kanan Tante Yana mengelus pinggangku sementara tangan kirinya mengelus punggungku. Tante Yana lalu merapatkan wajahnya di pipiku sambil berkata, "De, mm.. kamu.. nakal juga yah ternyata.." Dengan tergagap-gagap aku berbicara, "Emm.. ee.. nakal gimana sih Tante?" Jantungku tambah cepat berdegup. "Hmm hmm.. pura-pura nggak inget yah? Kamu nakal.. ngeluarin titit, udah gitu ngocok-ngocok.."Tante Yana meneruskan bicaranya sambil meraba-raba pipi dekat bibirku. Kontan saja aku tambah gagap plus kaget karena Tante Yana ternyata mengetahuinya. Itulah sebabnya dia tersenyum sinis dan nakal waktu itu. Aku tambah gagap, "Eeehh? Eee.. itu.." Tante Yana langsung memotong sambil berbisik sambil terus mengelus pipiku dan bahkan pantatku. "Kamu mau yah sama Tante? Hmm?" Tanpa banyak omong-omong lagi, tante langsung mencium ujung bibir kananku dengan sedikit sentuhan ujung lidahnya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Ternyata benar perkiraanku, Tante Yana hypersex. Aku tidak mau kalah, kubalas segeraciumannya ke bibir tebal seksinya itu. Lalu kusenderkan diriku di tembok sebelah wastafel dan kuangkat pahanya ke pinggangku. Ciuman Tante Yana sangat erotis dan bertempo cepat. Kurasakan bibirku dan sebagian pipiku basah karena dijilati oleh Tante Yana. Pahanya yang tadi kuangkat kini menggesek-gesek pinggangku. Akibat erotisnya ciuman Tante Yana, nafsuku menjadi bertambah. Kumasukkan kedua tanganku ke balik bajunya di punggungnya seperti memeluk, dan kuelusi punggungnya. Saat kuelus punggungnya, Tante Yana mendongakkan kepalanya dan terengah. Sesekali tanganku mengenai tali BH-nya yang kemudian terlepas akibat gesekan tanganku. Kemudian Tante Yana mencabut bibirnya dari bibirku, menyudahi ciuman dan mengajakkuuntuk ke kamarnya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Kami buru-buru ke kamarnya karena sangat bernafsu. Aku sampai tidak memperhatikan bentuk dan isi kamarnya, langsung direbah oleh Tante Yana dan meneruskan ciuman. Posisi Tante Yana adalah posisi senggama kesukaanku yaitu nungging. Ciumannya benar-benar erotis. Kumasukkan tanganku ke celananya dan aku langsung mengelus belahan pantatnya yang hampir mengenai belahan vaginanya. Tante Yana yang hyper itu langsung melucuti kaosku dengan agak cepat. Tapi setelah itu ada adegan baru yang belum pernah kulihat baik di film semi ataupun di BF manapun. Tante Yana meludahi dada abdomen-ku dan menjilatinya kembali. Sesekali aku merasa seperti ngilu ketikalidah Tante Yana mengenai pusarku. Ketika aku mencoba mengangkat kepalaku, kulihat bagian leher kaos tante Yana kendor, sehingga buah dadanya yang bergoyang-goyang terlihat jelas. Kemudian kupegang pinggangnya dan kupindahkan posisinya ke bawahku. Lalu, kulucuti kaosnya serta beha nya, kulanjutkan menghisapi puting payudaranya. Nampak Tante Yana kembali mendongakkan kepalanya dan terengah sesekali memanggil namaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Sambil terus menghisap dan menjilati payudaranya, kulepas celana panjangku dan celana dalamku dan kubuang ke lantai. Ternyata pas kupegang "anu"-ku, sudah ereksi dengan level maksimum. Sangat keras dan ketika kukocok-kocok sesekali mengenai dan menggesek urat-uratnya. Tante Yana pun melepas celana-celananya dan mengelusi bulu-bulu dan lubang vaginanya. Ia juga meraup sedikit mani dari vaginanya dan memasukkan jari-jari tersebut ke mulutku. Aku langsung menurunkan kepalaku dan menjilati daerah "bawah" Tante Yana. Rasanya agak seperti asin-asinditambah lagi adanya cairan yang keluar dari lubang "anu"-nya Tante Yana. Tapi tetap saja aku menikmatinya. Di tengah enaknya menjilat-jilati, ada suara seperti pintu terbuka namun terdengarnya tidak begitu jelas. Aku takut ketahuan oleh pembantunya atau Anita.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Sejenak aku berhenti dan ngomong sama Tante Yana, "Eh.. Tante.." Ternyata tante justru meneruskan "adegan" dan berkata, "Ehh.. bukan siapa-siapa.. egghh.." sambil mendesah. Posisiku kini di bawah lagi dan sekarang Tante Yana sedang menghisap "lollypop". Ereksikusemakin maksimum ketika bibir dan lidah Tante Yana menyentuh bagian-bagian batangku. Tante Yanamengulangi adegan meludahi kembali. Ujung penisku diludahi dan sekujurnya dijilati perlahan. Bayangkan, bagaimana ereksiku tidak tambah maksimum?? Tak lama, Tante Yana yang tadinya nungging, ganti posisi berlutut di atas pinggangku. Tante Yana bermaksud melakukan senggama. Aku sempat kaget dan bengong melihat Tante Yana dengan perlahan memegang dan mengarahkan penisku ke lubangnya layaknya film BF saja. Tapi setelah ujungnya masuk ke liang senggama, kembali aku seperti ngilu terutama di bagian pinggang dan selangkanganku dimana kejadian itusemakin menambah nafsuku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Tante mulai menggoyangkan tubuhnya dengan arah atas-bawah awalnya dengan perlahan. Aku merasa sangat nikmat meskipun Tante Yana sudah tidak virgin. Di dalam liang itu, aku merasa adacairan hangat di sekujur batang kemaluanku. Sambil kugoyangkan juga badanku, kuelus pinggangnya dan sesekali buah dadanya kuremas-remas. Tante Yana juga mengelus-elus dada dan pinggangku sambil terus bergoyang dan melihatiku dengan tersenyum. Mungkin karena nafsu yang besar, Tante Yana bergoyang sangat cepat tak beraturan entah itu maju-mundur atau atas bawah. Sampai-sampai sesekali aku mendengar suara "Ngik ngik ngik" dari kaki ranjangnya. Akibat bergoyang sangat cepat, tubuh Tante Yana berkeringat. Segera kuelus badannya yang berkeringat dan kujilatitanganku yang penuh keringat dia itu.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Lalu posisinya berganti lagi, jadinya aku bersandar di ujung ranjang, dan Tante Yana menduduki pahaku. Jadinya, aku bisa mudah menciumi dada dan payudaranya. Juga kujilati tubuhnya yang masih sedikit berkeringat itu, lalu aku menggesekkan tubuhku yang juga sedikit berkeringat kedada Tante Yana. Tidak kupikirkan waktu itu kalau yang kujilati adalah keringat karena nafsu yang terlalu meledak. Tak lama, aku merasa akan ejakulasi. "Ehh.. Tante.. uu.. udaahh.." Belum sempat aku menyelesaikan kata-kataku, Tante Yana sudah setengah berdiri dan nungging di depanku. Tante Yana mengelus-elus dan mengocok penisku, dan mulutnya sudah ternganga dan lidahnya menjulur siap menerima semprotan spermaku. Karena kocokan Tante Yana, aku jadi ejakulasi. "Crit.. crroott.. crroott.." ternyata semprotan spermaku kuhitung sampai sekitar tujuh kali dimana setiap kencrotan itu mengeluarkan sperma yang putih, kental dan banyak. Sesekali jangkauan kencrotannya panjang, dan mengenai rambut Tante Yana. Mungkin ada juga yang jatuh ke sprei. Persis sekali film BF.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Kulihat wajah Tante Yana sudah penuh sperma putih kental milikku. Tante Yana yang memanghyper, meraup spermaku baik dari wajahnya ataupun dari sisa di sekujur batangku, dan memasukkan ke mulutnya. Setelah itu, aku merasa sangat lemas. Staminaku terkuras oleh Tante Yana. Aku langsung rebahan sambil memeluk Tante Yana sementara penisku masih tegak namuntidak sekeras tadi.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Sekitar seminggu berlalu setelah ML sama Tante Yana. Siang itu aku sedang ada di rumah hanya bersama pembantu (orang tuaku pulangnya sore atau malam, adikku juga sedang sekolah). Sekitar jam satu-an, aku yang sedang duduk di kursi malas teras, melihat Tante Yana mau pergi entah kemana dengan mobilnya. Kulihat Anita menutup pagar dan ia tidak melihatku. Sekitar 10 menitkemudian, telepon rumahku berdering. Saat kuangkat, ternyata Anita yang menelepon. Nada suaranya agak ketus, menyuruhku ke rumahnya. Katanya ada yang ingin diomongin. Di ruang tamunya, aku duduk berhadapan sama Anita. Wajahnya tidak seperti biasanya, terlihat jutek, judes, dan sebagainya. Berhubung dia seperti itu, aku jadi salah tingkah dan bingung mau ngomong apa.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Tak lama Anita mulai bicara duluan dengan nada ketus kembali,</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">"De, gue mau tanya!"</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">"Hah? Nanya apaan?" Aku kaget dan agak dag dig dug.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">"Loe waktu minggu lalu ngapain sama nyokap gue?" Dia nanya langsung tanpa basa-basi.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">"Ehh.. minggu lalu? Kapan? Ngapain emangnya?"</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Aku pura-pura tidak tahu dan takutnya dia mau melaporkan ke orang tuaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">"Aalahh.. loe nggak usah belagak bego deh.. Emangnya gue nggak tau? Gue baru pulang sekolah, gue liat sendiri pake mata kepala gue.. gue intip dari pintu, loe lagi make nyokap gue!!"</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Seketika aku langsung kaget, bengong, dan tidak tahu lagi mau ngapain, badan sudah seperti mati rasa. Batinku berkata, "Mati gue.. bisa-bisa gue diusir dari rumah nih.. nama baik ortu gue bisa jatoh.. mati deh gue."</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Anita pun masih meneruskan omongannya,</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">"Loe napsu sama nyokap gue??"</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Anita kemudian berdiri sambil tolak pinggang. Matanya menatap sangat tajam. Aku cuma bisa diam, bengong tidak bisa ngomong apa-apa. Keringat di leher mengucur. Anita menghampiriku yang hanya duduk diam kaku beku perlahan masih dengan tolak pinggang dan tatapan tajam. Pipiku sudah siap menerima tamparan ataupun tonjokan namun untuk hal dia akan melaporkannya ke orang tuaku dan aku diusir tidak bisa aku pecahkan. Tapi, sekali lagi kenyataan sangat berbeda. Anita yang memakai kaos terusan yang mirip daster itu, justru membuka ikatan di punggungnya dan membukakaosnya. Ternyata ia tidak mengenakan beha dan celana dalam. Jadi di depanku adalah Anita yang bugil. Takutku kini hilang namun bingungku semakin bertambah. "Kalo gitu, loe mau juga kan sama gue?" Anita langsung mendekatkan bibir seksi-nya ke bibirku. Celana pendekku nampak kencang di bagian "anu".</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Kini yang kurasakan bukan ciuman erotis seperti ciuman Tante Yana, namun ciuman Anita yang lembut dan romantis. Betapa nikmatnya ciuman dari Anita. Aku langsung memeluknya lembut. Tubuh putihnya benar-benar mulus. Bulu vaginanya sekilas kulihat coklat gelap. Sesegera mungkin kulepas celana-celanaku dan Anita membuka kaosku. Lumayan lama Anita menciumiku dengan posisimembungkuk. Kukocok-kocok penis besarku itu sedikit-sedikit. Aku langsung membisikkannya, "Nit, kita ke kamarmu yuk..!" Anita menjawab, "Ayoo.. biarlebih nyaman." Anita kurebahkan di ranjangnya setelah kugendong dari ruang tamu. Seperti ciuman tadi, kali ini suasananya lebih lembut, romantis dan perlahan. Anita sesekali menciumi dan agak menggigit daun telingaku ketika aku sedang mencumbu lehernya. Anita juga sesekali mencengkeram lenganku dan punggungku. Kaki kanannya diangkat hingga ke pinggangku dan kadang dia gesek-gesekkan. Dalam pikiranku, mungkin kali ini ejakulasiku tidak selama seperti sama Tante Yana akibat terbawa romantisnya suasana.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Dari sini aku bisa tahu bahwa Anita itu tipe orang romantis dan lembut. Tapi tetap saja nafsunya besar. Malah dia langsung mengarahkan dan menusukkan penisku ke liang senggamanya tanpa adegan-adegan lain. Berhubung Anita masih virgin, memasukkannya tidak mudah. Butuh sedikit dorongan dan tahan sakit termasuk aku juga. Wajah Anita nampak menahan sakit. Gigi atasnya menggigit bibir bawahnya dan matanya terpejam keras persis seperti keasaman makan buah mangga atau jambu yang asem. Tak lama, "Aaahh.. aa.. aahh.." Anita berteriak lumayan keras, aku takutnya terdengar sampai keluar. Selaput perawannya sudah tertembus. Aku mencoba menggoyangkan maju-mundur di dalam liang yang masih sempit itu. Tapi, aku merasa sangat enak sekali senggama di liang perawan. Anita juga ikutan goyang maju-mundur sambil meraba-raba dadaku dan mencium bibirku. Ternyata benar perkiraanku. Sedikit lagi aku akan ejakulasi. Mungkin hanya sekitar 6 menit. Meski begitu, keringatku pun tetap mengucur. Begitupun Anita.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Dengan agak menahan ejakulasi, gantian kurebahkan Anita, kukeluarkan penisku lalu kukocokdi atas dadanya. Mungkin akibat masih sempit dan rapatnya selaput dara Anita, batang penisku jadi lebih mudah tergesek sehingga lebih cepat pula ejakulasinya. Ditambah pula dalam seminggu tersebut aku tidak onani, nonton BF, atau sebagainya. Kemudian, "Crit.. crit.. crott.." kembali kujatuhkan spermaku di tubuh orang untuk kedua kalinya. Kusemprotkan spermaku di dada dan payudaranya Anita. Kali ini kencrotannya lebih sedikit, namun spermanya lebih kental. Bahkan ada yang sampai mengenai leher dan dagunya. Anita yang baru pertamakali melihat sperma lelaki, mencoba ingin tahu bagaimana rasanya menelan sperma. Anita meraup sedikit dengan agakcanggung dan ekspresi wajahnya sedikit menggambarkan orang jijik, dan lalu menjilatnya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Terus, Anita berkata dengan lugu, "Emm.. ee.. De.. kalo 'itu' gimana sih rasanya?" sambil menunjuk ke kejantananku yang masih berdiri tegak dan kencang. "Eh.. hmm hmm.. cobain aja sendiri.." sambil tersenyum ia memegang batang kemaluanku perlahan dan agak canggung. Tak lama, ia mulai memompa mulutnya perlahan malu-malu karena baru pertama kali. Mungkin ia sekalian membersihkan sisa spermaku yang masih menetes di sekujur batangku itu. Kulihat sekilas di lubang vaginanya, ada noda darah yang segera kubersihkan dengan tissue dan lap. Setelah selesai, aku yang sedang kehabisan stamina, terkulai loyo di ranjang Anita, sementara Anita juga rebahan di samping. Kami sama-sama puas, terutama aku yang puas menggarap ibu dan anaknya itu.</span></p>hantumonkihttp://www.blogger.com/profile/17642631795725605946noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1925213797991915871.post-664800386301555092023-10-02T04:26:00.003-07:002023-10-02T04:27:30.335-07:00Nafsu gila ibu rumah tangga : Mufidah <p><span style="font-family: verdana;"> </span></p><p><span style="font-family: verdana;">Mufidah adalah seorang ibu rumah tangga berwajah cantik yang berkulit putih bersih baru berusia 31 tahun. Selama 6 tahun perkawinannya dengan mas Syamsul, wanita ini telah dikaruniai dua anak yang masing-masing berusia 3 tahun dan 5 tahun. Selain kesibukannya sebagai ibu rumah tangga, wanita yang selalu mengenakan jilbab ini juga cukup aktif di …. demikian juga suaminya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Jilbab lebar serta jubah panjang serta kaus kaki sebagai cirinya ada padanya apabila dia keluar rumah atau bertemu laki-laki yang bukan mahromnya, sehingga mengesankan kealiman Mufidah. Sore ini, ibu muda yang alim ini kedatangan tamu seorang laki-laki yang dikenalnya sebagai rekan sekantor suaminya, sehingga terpaksa dia harus mengenakan jilbab lebarnya serta kaus kaki menutupi kakinya untuk menemuinya, karena kebetulan suaminya sedang rapat di kantor dan baru akan kembali selepas maghrib.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Dengan jilbab putih yang lebar serta jubah panjang bemotif bunga kecil berwarna biru serta kaus kaki berwarna krem, Mufidah menemui tamu suaminya itu bernama Hendri. Seorang laki-laki yang kerap bertamu ke rumahnya. Wajahnya tidak tampan namun tubuhnya terlihat tegap dan atletis.Usianya lebih muda dari suaminya ataupun dirinya hingga suaminya ataupun dia sendiri memanggilnya dengan sebutan dik Hendri. Sebetulnya Mufidah kurang menyukai laki-laki bernama Hendri itu, karena matanya yang jalang kalau melihatnya seakan hendak menelannya bulat-bulat sehingga dia lebih suka menghindar jika Hendri datang bertamu.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Namun kali ini, Mufidah harus menemuinya karena Hendri ini adalah rekan suaminya, terpaksa Mufidah bersikap ramah kepadanya. Memang tidak mungkin untuk menyuruh Hendri kembali, ketika suaminya tidak ada di rumah seperti ini karena jauhnya rumah tamu suaminya ini. Akhirnya Mufidah mempersilahkan Hendri menunggu di ruang tamu sedangkan dia pergi ke dapur membuatkan minum untuk tamunya tersebut. Sore ini, suasana rumah Mufidah memang sangat sepi. Selain suaminya yang tidak ada di rumah, kedua anaknya pun sedang ngaji dan baru pulang menjelang maghrib nanti. Di dapur, Mufidah tengah menyiapkan minuman dan makanan kecil buat tamu suaminya yang tengah menunggu di ruang tamu.Tangan ibu muda ini tengah mengaduk gelas untuk minuman tamu suaminya ketika tanpa disadarinya, laki-laki tamu suaminya yang semula menunggu di ruang tamu tersebut menyelinap ke dapur menyusul Mufidah.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Mufidah terpekik kaget, ketika dirasakannya tiba-tiba seorang lelaki memeluknya dari belakang. Wanita berjilbab lebar ini sangat kaget ketika menyadari yang memeluknya adalah Hendri tamu suaminya yang tengah dibikinkan minuman olehnya. Mufidah berupaya meronta namun tiba-tiba sebilah belati telah menempel di pipi wanita yang halus ini.Kemudian lelaki itu langsung mendekatkan mulutnya ke telinga Mufidah.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Maaf, Mbak Mufidah. Mbak Mufidah begitu cantik dan menggairahkan, aku harap Mbak jangan melawan atau berteriak atau belati ini akan merusak wajah ayu yang cantik ini”. desis Hendri dalam membuat Mufidah tak berkutik. Kilatan belati yang dibawa Hendri membuat wajah wanita berjilbab ini pucat pasi. Seumur hidupnya, baru kali ini Mufidah melihat pisau belati yang terlihat sangat tajam sehingga membuat wanita ini lemas ketakutan. Tubuh ibu muda berjilbab yang alim ini mengejang ketika dia merasakan kedua tangan Hendri itu menyusup ke balik jilbab lebarnya meremas-remas lembut kedua payudaranya yang tertutup jubah dan….. Lantas salah satu tangan Hendri lalu turun ke arah selangkangannya, meremas-remas kemaluannya dari luar jubah yang dipakainya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Jangaan.. dik Hendrii..”desah Mufidah dengan gemetaran. Namun laki- laki ini tak perduli, kedua tangannya kian bernafsu meremas-remas buah dada serta selangkangan wanita alim berusia 31 tahun ini. Mufidah menggeliat-geliat menerima remasan laki-laki yang bukan suaminya ini dalam posisi membelakangi laki-laki itu.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Jangaan.. dik Hendrii….sebentar lagi anak-anakku pulang..” desah Mufidah masih dengan wajah ketakutan dan gelisah. Hendri terpengaruh dengan kata-kata Mufidah, diliriknya jam dinding yang terdapat pada dapur tersebut. dan memang selama sering bertamu di rumah ini Hendri mengetahui tak lama lagi kedua anak wanita yang tengah diperkosanya itu pulang dari ngaji. Laki-laki ini mengumpat pelan sebelum kemudian, Hendri berlutut di belakang Mufidah.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Mufidah menggigil dengan tubuh mengejang ketika kemudian wanita kader ini merasakan tangan lelaki tamu suaminya itu merogoh lewat bagian bawah jubahnya, lalu menarik turun sekaligus rok dalam dan celana dalamnya. Lantas tanpa diduganya, Hendri menyingkap bagian bawah jubah birunya ke atas sampai ke pinggang. Ibu muda berjilbab lebar ini terpekik dengan wajah yang merah padam ketika menyadari bagian bawah tubuhnya kini telanjang.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Sementara Hendri justru merasa takjub melihat istri rekan sekantornya ini dalam keadaan telanjang bagian bawah tubuhnya begitu menggairahkan. Sungguh, laki-laki ini tidak pernah menyangka kalau sore ini akan melihat tubuh istri Mas Syamsul yang selalu dilihatnya dalam keadaan berpakaian rapat kini ditelanjanginya. Pertama kali Hendri melihat Mufidah, laki-laki ini memang sudah tergetar dengan kecantikan wajah wanita berkulit putih keturunan ningrat ini walaupun sebenarnya Hendri juga sudah beristri, tapi apabila dibandingkan dengan Mufidah wajah istrinya nggak ada apa-apanya. Namun wanita yang selalu berpakaian rapat tertutup dengan jilbab yang lebar membuatnya segan juga karena Mufidah adalah istri temannya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Tetapi seringkalinya mereka bertemu membuat Hendri semakin terpikat dengan kecantikan istri mas Syamsul ini, bahkan walaupun Mufidah memakai pakaian jubah panjang dan jilbab yang lebar, Hendri dapat membayangkan kesintalan tubuh wanita ini melalui tonjolan kemontokan buah dadanya dan pantatnya yang bulat indah bahenol. Muka Mufidah merah padam ketika diliriknya, mata Hendri masih melotot melihat tubuh Mufidah yang setengah telanjang. Celana dalam dan rok dalam yang dipakai wanita berjilbab ini kini teronggok di bawah kakinya setelah ditarik turun oleh Hendri, sehingga wanita alim ini tidak lagi memakai celana dalam. Bentuk pinggul dan pantat wanita alim yang sintal ini sangat jelas terlihat oleh Hendri.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Belahan pantat Mufidah yang telanjang terlihat sangat bulat, padat serta putih mulus tak bercacat membuat birahi laki-laki yang telah menggelegak sedari tadi kian menggelegak. Diantara belahan pantat Mufida terlihat kemaluan wanita istri rekannya yang sangat menggiurkan. “Mbak Mufidah..Kakimu direnggangkan dong. Aku ingin melihat memekmu…” kata Hendri masih sambil jongkok seraya menahan birahinya karena melihat bagian kehormatan istri rekannya yang cantik ini. Wanita itu menyerah total, ia merenggangkan kakinya. Dari bawah, lelaki itu menyaksikan pemandangan indah menakjubkan. Di pangkal paha wanita berjilbab ini tumbuh rambut kemaluannya, meski tak lebat namun terlihat rapi. Hendri kagum melihat kemaluan Mufidah yang begitu montok dan indah, beda sekali dengan kemaluan istrinya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Jangaan..diik..hentikaaan…anak-anaku sebentar lagi pulang ” pinta Mufidah dengan suara bergetar menahan malu. Namun Hendri seolah tak mendengarnya justru tangan lelaki itu menguakkan bongkahan pantat istri Mufidah dan lidahnya mulai menyentuh anusnya. Mufidah menggeliat, tubuh ibu muda berjilbab ini mengejang ketika ia merasakan lidah lelaki itu menyusuri belahan pantatnya lantas menyusuri celah di pangkal pahanya Oh dik jajajangan…. Dengan bernafsu Hendri menguakkan bibir kemaluan Mufidah yang berwarna merah jambu dan lembab. Tubuh wanita ini mengejang lebih hebat lagi saat lidah lelaki itu menyeruak ke liang vaginanya. Tubuhnya bergetar ketika lidah itu menyapu klitorisnya. Semakin lama wanita berjilbab berusia 31 tahun ini tak kuasa menahan erangannya Oh yeah…Aaaagggh !, ketika bibir lelaki itu mengatup dan menyedot-nyedot klitorisnya. dan menit-menit selanjutnya Mufidah semakin mengerang berkelojotan oleh kenikmatan birahi ketika Hendra seakan mengunyah-ngunyah kemaluannya. Seumur hidupnya, Mufidah belum pernah diperlakukan seperti ini walaupun oleh mas Syamsul suaminya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Hmmm…, memekmu enak…. Mbak Mufidah….” kata Hendrii sambil berdiri setelah puas menyantap kemaluan istri rekannya ini,dan tangan kirinya terus mengucek-ngucek kelamin Mufidah sambil berbisik ketelinga ibu muda itu….</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">”Mbak saya entotin ya, saya mau mbak merasakan hangatnya penisku” “Aihhhh…eungghhhh….jangan..ampun” Mufidah mengerang dengan mata mendelik, ketika sesuatu yang besar,panjang dan panas mulai menusuk kemaluannya melalui belakang. Tubuh wanita berjilbab berdarah ningrat itu mengejang antara rasa marah bercampur nikmat Mufidah meronta lemah disertai desahannya. Dengan buas Hendri menghujamkan batang penisnya</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Mmmfff..oh oh. enak juga ngentot sama Mbak….. tanpa melepas bajunya ibu muda itu…. Hendri menyetubuhi isteri sahabatnya dari arah belakang, Hendri sambil menggerakkan pinggangnya maju mundur dengan napas terengah-engah menghentakan penis besarnya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Mufidah dapat merasakan penis Hendri yang kini tengah menusuk-nusuk liang kemaluannya, jauh lebih besar dan panjang dibanding penis suaminya. Tangan kiri lelaki itu membekap pangkal paha Mufidah, lalu jari tengahnya mulai menekan klitoris ibu muda berjilbab itu lantas dipilinnya dengan lembut, membuat wanita kader salah satu partai yang alim ini menggigit bibirnya disertai desahan nikmatnya. Mufidah tak kuasa menahan sensasi yang menekan dari dasar kesadarannya.Wanita berjilbab lebar ini mulai mendesah nikmat, apalagi tangan kanan lelaki itu kini menyusup ke balik jubahnya, lalu memilin-milin puting susunya yang peka…</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Ayo Mbak Mufidah….ahhhh…jangan bohongi dirimu sendiri…nikmati…ahh….nikmati saja….” Hendri terus memaju mundurkan penisnya yang terjepit vagina ibu muda yang alim ini. Mufidah menggeleng-gelengkan kepalanya, mencoba melawan terpaan kenikmatan di tengah tekanan rasa malu. Tapi ia tak mampu. Mufidah mendesah nikmat dan tanpa sadar ia meracau</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Oh besar sekali punyamu dik hendri…sakiiiit Oooh ampuuun… yeah ampuuun dik”. Hendri dengan gencar mengocok penisnya didalam vagina yang mulai basah sambil berbisik pada ibu muda itu.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Mana yang enak kontolku dengan punya mas Syamsul mbak”, Mufidah mulai meracau kembali seraya mengerang…”ooooh enak punyamu dik, besar dan panjang aduh dik ngilu oh mmmf Aaaagghh….” dan akhirnya wanita cantik ini menjerit kecil saat ia meraih puncak kenikmatan, sesuatu yang baru pertama kali ditemuinya walaupun 6 tahun dia telah menjalani pernikahan dengan mas Syamsul belum pernah Mufidah mendapatkan orgasme sedahsyat ini. Tubuh Mufidah langsung lunglai, tapi lelaki di belakangnya selangkah lagi akan sampai ke puncak. Hendri masih terus mengaduk vaginanya dengan kecepatan penuh. Lalu, dengan geraman panjang Hendri menusukkan penisnya sejauh mungkin ke dalam kemaluan ibu muda berjilbab ini.Kedua tangannya mencengkeram payudara Mufidah yang padat dan montok dengan kuat diremasnya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Mufidah yang masih dibuai gelombang kenikmatan, kembali merasakan sensasi aneh saat bagian dalam vaginanya disembur cairan hangat mani dari penis Hendri yang terasa banyak membanjiri liangnya. Mufidah kembali merintih mirip suara anak kucing, saat dengan perlahan Hendri menarik keluar penisnya yang lunglai. Begitu gelombang kenikmatan berlalu, kesadaran kembali memenuhi ruang pikiran wanita ini. Mufidah tersadar dan terisak dengan tangan bertumpu pada meja dapur.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Sudah, Mbak Mufidah nggak usah nangis! toh mbak Mufidah ikut menikmati juga, jangan ceritakan pada siapa-siapa kalau tidak mau nama baik suamimu tercemar dengan perselingkuhan kita !!” kata kata Hendri dengan nada tekanan keras sambil membenahi celananya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Mufidah diam saja, harga dirinya sebagai seorang istri dan wanita hancur. Wanita itu baru merapikan pakaiannya yang awut-awutan ketika, dilihatnya Hendri telah pergi dari dapur dan beberapa saat kemudian tanpa berpamitan, terdengar suara mobil Hendri berlalu meninggalkan halaman rumahnya. Mufida terisak menyesali nasib yang menimpanya,namun dia juga merasa malu betapa dia ikut menikmati juga ketika tamu suaminya itu menyetubuhinya sambil berdiri dari arah belakang tubuhnya dengan posisi menungging, Mufidah belum pernah melakukan hubungan intim bersama suaminya dengan posisi demikian itu, namun segera air mata yang menghiasi wajahnya buru-buru dihapusnya saat didengar suara kedua anaknya pulang. Dan sejak peristiwa perkosaan itu, ketika ia melakukan hubungan kelamin dengan suaminya Mufidah sudah tak bisa merasakan nikmat lagi saat ia melayani suaminya. Mufidah merasakan penis suaminya tidak ada apa apanya bila dibandingkan dengan punya hendri yang besar panjang, dan bayangan saat ia diperkosa oleh hendri membuat dirinya menuntut sesuatu yang dapat memberikan gelombang kenikmatan. Ia ingin suaminya bisa seperkasa hendri yang bisa melambungkan sukmanya saat mencapai puncak kenikmatan. Rasa menyesal saat diperkosa dan gejolak syahwat berkecamuk dalam batinnya membuat ibu muda itu merindukan kejantanan milik lelaki seperti Hendri, namun semuanya ia pendam sendiri seolah olah tidak ada kejadian apa apa bila berada didepan suaminya.Dua minggu setelah peristiwa itu Mufidah menerima telepon dari Hendri saat suaminya keluar kota.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“ Halo mbak ! mas Syamsul pergi ke Semarang ya ?” Saya mau bertamu kerumah bolehkan. “ Brengsek kamu dik Hendri !” jawab Mufidah. Lho koq mbak marah…. mbak menikmati juga kejantananku saat itu. Lalu Mufidah memutuskan hubungan telepon, dengan tubuh gemetar dan perasaan tak menentu ia masuk kedalam kamar, ia khawatir Hendri pasti akan datang bertamu siang ini disaat anak anaknya berada disekolah dan suaminya tak ada dirumah. Hatinya berkecamuk antara menerima kunjungan hendri atau tidak, namun gejolak nafsunya menuntut sesuatu yang tak pernah didapatkan dari suaminya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Tiba tiba ketukkan pintu terdengar olehnya dan dengan gugup ia keluar dari kamar, langkahnya sedikit gemetar saat menuju pintu rumah.Ketika ia membuka pintu tampak seringai Hendri dengan sorot mata penuh nafsu saat menatap dirinya. Tanpa basa basi lagi Hendri langsung mengunci pintu rumahnya, dan Hendri telah mempunyai rencana agar isteri sahabatnya yang cantik ini akan selalu ketagihan dengan batang kejantanannya, dan Hendri akan menunjukan bagaimana memberikan kepuasan dalam permainan seks pada isteri sahabatnya. Saat Hendri mendekati tubuh wanita cantik ini kian gemetar dan dengan buasnya Hendri menciumi leher jenjang isteri sahabatnya, tubuh ibu muda itu mengejang ketika dengan sedikit kasar Hendri meremas remas pantatnya dan kekasaran itu membuat gejolak nafsu Mufidah menggelegak hingga lupa akan segala galanya. Matanya terbelalak saat dengan cepatnya Hendri sudah dalam keadaan telanjang dihadapannya, penisnya yang besar panjang mulai membesar. Dan dengan kasar Hendri melucuti pakaian Mufidah hingga keduanya sama sama telanjang yang tinggal hanya jilbabnya yang belum terlepas, karena Hendri akan lebih bergairah jika isteri sahabatnya saat digarap masih memakai jilbab. Kemudian Hendri mendudukan ibu muda itu di sofa, lalu disorongkan penisnya kewajah Mufidah dan digesekan kehidung perempuan itu.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“ Ayo mbak cium dan jilati ini penis yang pernah memberikan kenikmatan ayo ayo !.” Saat itu Mufidah serasa akan muntah karena ia belum pernah mencium penis Hendri sedang penis suaminya belum pernah Mufidah menjilatinya, dan ini penis orang lain. Namun kali ini ia dengan terpaksa melakukan itu.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“ Pegang ya mbak, dan gesek gesek dipipi, nah begitu cium mbak terus terus cium. Aroma batang penis itu mulai merangsang Mufidah dan tanpa sadar ia mulai menjilati penis Hendri dengan nafsu yang menggelegak dan ia merasakan sensasi baru memacu gairahnya, ia mulai merasakan penis itu kian membesar dalam mulutnya hingga mulutnya tak sanggup lagi untuk mengulum batang penis lelaki itu. Mufidah sudah bukan Mufidah yang dulu lagi sejak ia mengenal batang penis lelaki yang besar panjang</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">,…mmmfff mmmf……“ Oh oh yeah enak juga ngentot mulut mbak, ternyata mbak suka isep kontol besar ya “, dan kata kata kotor Hendri ditelinganya serasa indah terdengar dan nafsu Mufidah kian membuncah keubun ubun.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Dik Hendri puaskanlah mbak….. bawalah mbak masuk kekamar oh dik cepatan…..setubuhi mbak seperti tempo hari…Aaaagggh..Ouuuh”Lalu Hendri membopong tubuh molek isteri sahabatnya naik keranjang, dan dengan buas Hendri menindihnya, dan ibu muda itu berkelojotan saat mulut Hendri mengulum putting susu yang masih segar dan jari jari Hendri merogoh liang vaginanya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Mufidah kian mengejang…. “Ooooh mmmf ampun Dik Hendri jangan….jangaaan mempermainkan mbak oh yeah mmf. Ayo dik Hendri berilah mbak nikmat kejantananmu….aaaaaampun.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“ He heee sabar dong mbak, aku juga suka dengan memek mbak yang sempit ini, aku suka ngentotin memekmu, mana yang enak punyaku dengan punya mas Syamsul mbak….. “Enak punyamu dik.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Mana yang besar dan panjang punyaku sama punya mas Syamsul….. Oh dik tolong dik cepat…. Bbbbbesar pppppunya muuu. Lalu dengan gemasnya Hendri menggigit kecil payudara indah milik Mufidah seraya batang penis besar itu menerobos masuk keliangnya yang sempit, walau ia sudah melahirkan anak dua namun serasa sempit buat ukuran penis besar Hendri. Mata ibu muda itu terbeliak keatas saat penis besar itu kandas didasar rahimnya dan kenikmatan seperti itu belum pernah ia dapatkan dari suaminya dan sekarang ia dapat merasakan dari penis orang lain selain suaminya, tubuhnya menggeletar hebat ketika dengan irama lambat dan terkadang cepat ayunan batang penis Hendri keluar masuk vaginanya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Kenikmatan demi kenikmatan serasa sampai ke ubun ubunnya….oh oh yeh enak eeeeeenak kontol besarmu dik Hendriiiiiiii oh ampun. Ia meracau tanpa sadar saking kenikmatan itu mendera dirinya. Mufidah bagaikan kuda betina liar saat dipacu oleh lelaki sahabat suaminya, ia melenguh seperti sapi disembelih karena nikmatnya, ia menangis dan menyesal karena selama ini ia telah tertipu oleh suaminya bahwa kenikmatan itu bisa ia dapatkan asalkan mas Syamsul tahu bagaimana caranya memberikan kepuasan kepadanya, dan ternyata suaminya adalah suami yang tidak mempunyai pengetahuan tentang urusan seks, itu yang membuat ia menangis, serta menyesal, terhina dan marah pada diri sendiri. Maka bagaikan banteng betina yang terluka ia pacu nafsu berahinya yang terpendam selama ini.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“ Ayo dik nikmatilah tubuhku, setubuhilah aku sesukamu. Baik mbak yang cantik… kekasih binalku sekarang waktunya nikmatilah rasa kontol besar ini…mmmmf yeah, oh memek mbak legit rasanya. Dan Tubuh Mufidah melengkung saat ia mencapai puncak nirwana Ooooh enak tolooooong ampuuuuuun, biji mata Mufidah mendelik ia berkelonjotan saat semburan lahar panas Hendri dengan derasnya menyemprot dasar rahimnya, dan batang penis besar itu berkedut kedut didinding vaginanya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Selama 6 tahun perkawinannya dengan mas Syamsul baru ini ia merasakan begitu nikmatnya semburan air man lelaki hingga tubuhnya bergetar bagai kena aliran listri ribuan watt dan sukmanya serasa terbang melambung keawang awang.Hingga kini hubungan mereka telah berjalan 1 tahun tanpa diketahui oleh suaminya, karena mereka pintar memanfaatkan waktu serta merahasiakannya, kadang bila ada kesempatan mereka melakukan di hotel dan yang lebih berani lagi saat suaminya ada dirumah. Hendri pura pura berkunjung untuk bermain catur dengan suaminya, saat itu juga isterinya menyediakan minuman kopi buat suaminya dengan dibubuhi obat tidur yang sengaja dibawa Hendri, sehingga sewaktu suaminya bermain catur dengan hendri Syamsul tidak tahan lama karena mengantuk berat lalu masuk kedalam kamar.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Mufidah berpura pura ikut tidur juga disamping suaminya agar suaminya tidak curiga dan ia katakan bahwa Hendri ingin menginap dirumahnya dan tidur di sofa ruang tamu. Pada saat suaminya telah tertidur pulas bagaikan orang mati, Mufidah disetubuhi oleh Hendri disamping suaminya, Mufidah berpacu dalam birahi hingga ia meringkik nikmat dengan tubuh berkelojotan disamping tubuh suami yang tertidur pulas, bahkan perbuatan yang demikian itu membuat sensasi aneh tersendiri bagi mereka berdua. Persetubuhan itu mereka lakukan hingga menjelang subuh.Ada sesuatu yang lebih membuat Mufidah amat terangsang nafsunya bila saat Hendri sekali kali datang berkunjung kerumahnya, dengan berpura minta diajarkan computer sama Hendri sementara suaminya duduk diruang keluarga sambil menikmati secangkir kopi, hanya dengan jarak beberapa meter, disitu ibu muda itu sedang belajar computer bersama Hendri, Mufidah merasa sangat terangsang hebat saat dengan sengaja Hendri menggesek gesekan batang penisnya yang menegang dari balik celana training ke lengan Mufidah yang sedang mengetik didepan monitor. Gesekan itu membuat sensasi aneh dalam dirinya ketika merasakan batang penis Hendri serasa mengeras dan tegang dipangkal lengannya, dan terkadang pula ia rasakan batang penis besar itu berdenyut denyut dipinggangnya saat dengan sengaja Hendri pindah membelakangi tubuhnya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Suaminya tidak merasa curiga sedikitpun karena Syamsul tahu bahwa isterinya sedang diberi pelajaran tentang mengakses computer, ia tidak menyadari bahwa isterinya sedang dirangsang oleh Hendri habis habisan. Tubuh Mufidah mulai menggeletar penuh nafsu dengan aksi yang dilakukan Hendri padanya. Karena sudah tak tahan lagi Mufida pergi keruang dapur membuat minuman dan Hendri pergi menuju toilet namun sesungguhnya Hendri ikut pula menyusul isteri sahabatnya kearah dapur, dari balik lemari makan yang besar itu mereka melakukan persetubuhan dengan berdiri dengan amat tergesa gesa saat sang suami wanita itu sedang menikmati secangkir kopi sambil membaca Koran. Syamsul tidak menyadari bahwa isterinya sedang disetubuhi habis habisan oleh Hendri dengan posisi berdiri.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Ooooh Hendri mmmmfff…..ampun dik Hen…, dengan buas Hendri mengayunkan pantat maju mundur menusukkan penis besarnya kedalam vagina ibu muda itu, sukma wanita cantik itu serasa terbang kelangit tinggi saat ia disetubuhi dengan cara demikian itu oleh Hendri sahabat suaminya, Mufidah belum pernah merasakan disetubuhi dengan cara berdiri dan tergesa gesa, dan ini yang membuat suatu kenikmatan tersendiri buat Mufidah saat ia digarap oleh Hendri sementara sang suami berada tak jauh darinya. Oooooh Hendri mbak keluaaar oh ampun dik, cepat dik hendri nanti ketahuan suamiku, namun Hendri tidak menghiraukannya, dengan perkasanya Hendri memacu kuda betinanya yang cantik ini sampai berkelojotan dengan biji mata mendelik keatas menikmati kocokan batang penis besar itu dalam vaginanya yang sempit,</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Oooooh yeah memek mbak sempit legit, enaak rasanya”, aku akan lebih bergairah lagi bila aku dapat ngentot mbak bila disaksikan mas Syamsul. Hendri semakin terbuai sensasi saat ia dengan buasnya menyetubuhi isteri sahabatnya padahal Syamsul tak begitu jauh jaraknya dari tempat mereka bersetubuh. Dan dengan menggeram nikmat Hendri menyemprotkan air maninya kedalam vagina ibu muda itu, Mufidah mengejang dan mengerang bagaikan kucing betina yang mengeong lirih saat semburan lahar panas Hendri menerpa dasar rahimnya, tubuhnya bergetar dengan hebat dengan nafas serasa akan putus ketika batang kejantanan Hendri yang besar panjang berkedut kedut diliang memeknya</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">…..oooohhh mmmmffff…enaaaaaaaaaaak, ampuuuuuun dik, kontolmu enak dan besar. Dan persetubuhan itu berakhir dengan sama sama mencapai puncak nirwana yang diraih dengan cara tergesa gesa penuh rasa sensasi. Dan akhirnya mereka berdua kembali keruang keluarga tanpa menimbulkan kecurigaan mas Syamsul. Sebelum keluar dari dapur Hendri sempat berbisik ketelinga ibu muda itu,</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“ Lain waktu aku akan ngentotin mbak lagi ya, seraya tangan Hendri meremas remas susu mengkal wanita cantik berdarah ningrat itu.Ketika Syamsul ditugaskan oleh atasannya untuk mengelola perkebunan disumatera, Mufidah terpaksa ikut dengan suaminya dan anak anak mereka dititipkan pada neneknya di Jogyakarta karena kedua anaknya harus tetap bersekolah. Dan ditempat pindah mereka yang baru itu adalah sebuah pulau kecil dimana penduduknya masih terbelakang pola pikirnya. Ditempat tugas barunya Syamsul mendapatkan sebuah rumah perkebunan yang lengkap dengan segala fasiltasnya. Mufidah merasa sangat senang menempati rumah itu, dengan suasana alam pedesaan, disini Mufidah bisa menghindar dari Hendri. Setelah tiga bulan berada dipulau terpencil itu, kehidupan rumah tangga Mufidah masih berjalan seperti biasanya hingga suatu hari Mas Syamsul menawarkan pada Mufidah seorang tukang kebun untuk merawat pekarangan rumah dinas yang ditempatinya dan sekalian sebagai penjaga rumah. Pak Renggo adalah seorang lelaki yang berusia 65 tahun namun tubuhnya masih nampak kekar dan berkulit hitam dengan rambutnya yang telah memutih.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Pak Renggo adalah seorang lelaki pekerja keras ia hanya memiliki sebidang tanah yang selalu digarapnya sendiri dan ditanami sayur mayur untuk kebutuhan hidupnya sehari hari. Isteri pak Renggo telah tujuh tahun meninggal dunia kini ia hidup sendiri tanpa mempunyai anak. Ketika ia ditawari Syamsul untuk bekerja dirumah dinas perkebunan, pak Renggo dengan sangat senang hati menerimanya, apalagi pak Renggo diberi sebuah kamar dibelakang rumah dinas itu. Wajah lelaki tua itu nampak sangar mengerikan dalam pandangan Mufidah ketika pertama kali diperkenalkan oleh suaminya, namun lama kelamaan Mufidah sudah terbiasa berhadapan dengan pak Renggo yang berwajah jelek dan menyeramkan itu, apalagi pak Renggo orangnya sangat rajin membersihkan pekarangan rumah dan terkadang sering membantu Mufidah menanam bunga hingga rasa ketakutan Mufidah pada pak Renggo hilang dengan sendirinya karena sering bertemu setiap waktu. Mufidah tak menyadari ketika seringnya mata pak Renggo melirik buah dadanya saat ia berjongkok menggemburkan tanah tanaman bunga, buah dada Mufidah sangat menggiurkan bergelayut indah hingga membuat pak Renggo bergairah dan ingin meremas buah dada Mufidah yang mengkal itu. Namun pak Renggo tidak berani berbuat macam macam pada isteri pak Syamsul yang telah berbaik hati memberinya pekerjaan meskipun sebagai tukang kebun. Mufidah yang telah lama tidak merasakan hangatnya batang penis lelaki jantan seperti punya Hendri kini Mufidah sangat merindukan kehangatan itu. Suaminya mas Syamsul tak mampu bercinta dan cepat berejakulasi hingga membuat Mufidah frustrasi dan kecewa selalu. Disuatu senja Mufidah melihat pak Renggo seketika Mufidah langsung terkesima saat melihat pak Renggo kencing dibalik pohon nangka sedang memegang penisnya yang tergantung panjang dan besar seperti pisang tanduk.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Mufidah mengintip dari balik kaca hitam jendela rumahnya, dengan tubuh menggeletar Mufidah memandang batang kejantanan pak Renggo yang berwajah sangar itu namun alat kelaminnya sungguh membuat Mufidah jadi menggelegak nafsu birahinya. Mufidah tidak ingat lagi setatus sosialnya yang berdarah ningrat dan sebagai seorang isteri sah mas Syamsul, saat itu yang terbayang dalam pikirannya betapa nikmatnya penis besar panjang itu bila mengaduk aduk dalam vaginanya. Pengalaman Mufidah saat disetubuhi oleh lelaki yang punya penis besar telah membangkitkan libidonya yang tertidur. Setelah selesai kencing, pak Renggo mengeringkan sisa air seninya dengan cara menggoyang goyangkan penisnya. Meskipun penis itu dalam keadaan lemas namun begitu panjang dan besar sekali. Mufidah lalu membayangkan bagaimana bila penis itu dalam keadaan ereksi.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Pak Renggo memang dengan sengaja melakukan itu karena bagaimanapun juga pak Renggo telah mengetahui bahwa ibu muda itu sedang terbelalak matanya melihat penisnya dari balik jendela berkaca hitam, pak Renggo sudah tahu kebiasaan Mufidah yang sering duduk menghadap jendela setiap sore hari sambil menghirup secangkir teh manis hangat. Maka dengan disengajanya lagi pak Renggo mengelus ngelus batang kejantanannya yang berurat hingga ereksi seperti tongkat hitam, hanya itu yang bisa dilakukan oleh pak Renggo untuk memancing gairah ibu muda yang cantik isterinya pak Syamsul, adapun untuk berbuat selanjutnya pak Renggo tidak berani macam macam.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Mata Mufidah terbelalak lebar ketika melihat penis pak Renggo kian menegang dan besar dari balik jendela. Pak Renggo terus mengocok ngocok penisnya disamping pohon nangka, dan terlihat wajah pak Renggo meringis nikmat sambil mengkhayalkan sedang menyetubuhi Mufidah, semakin lama semakin cepat kocokan pada penisnya, dan pak Renggo mengerang nikmat saat batang hitamnya menyemburkan lahar panas dan air mani pak Renggo seakan menyemprot kejendela tempat dimana Mufidah terpaku menyaksikan pak Renggo beronani, karena jarak pohon nangka tempat pak Renggo beronani hanya berjarak dua meter dari jendela tempat Mufidah menyaksikan aksi gilanya pak Renggo.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Tubuh Mufidahpun ikut menggeletar saat melihat semprotan air mani pak Renggo begitu jauh jangkauannya seakan akan menyembur kewajahnya. Tuntas sudah hasratnya pak Renggo mempertontonkan onaninya, dan pak Renggo berpura pura tidak tahu kalau ibu muda itu menyaksikan betapa dahsyatnya semburan air mani yang keluar dari penis beruratnya, lalu pak Renggo berjalan masuk kedalam rumah dinas itu menuju kamar mandi. Ketika saatnya makan malam tiba mas Syamsul mengajak pak Renggo untuk makan bersama, hidangan malam yang disediakan oleh Mufidah disantap habis oleh pak Renggo, dalam pikiran Mufidah bila seseorang dengan lahap menyantap makanannya hingga tuntas, lelaki tersebut pasti sangat lahap juga dalam bersetubuh. Malam itu Pak Renggo seperti tidak pernah ada kejadian apa apa dihadapan ibu muda itu, walaupun pak Renggo tahu bahwa Mufidah selalu memperhatikan gerak geriknya disaat mereka bertiga makan bersama. Walaupun pak Renggo hanya bercelana komprang hitam namun Mufidah sangat tahu dibalik celana lebarnya tersembunyi batang penis panjang berurat yang tergantung sebesar pisang tanduk.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Malam itu Mufidah gelisah saat berada ditempat tidur, disampingnya sang suami sudah tertidur pulas, Mufidah kemudian beranjak bangun keruang dapur untuk menghilangkan hausnya dan setibanya Mufidah didapur ia dikejutkan oleh suara pak Renggo yang menyapa ramah…belum tidur ya..bu !, “Oh Ya pak Renggo, saya haus nih dan mau minum, saya susah tidur malam ini pak Renggo…gak tau tuh kenapa malam ini saya sulit sekali tidur”, “Oh mungkin ibu banyak pikiran barang kali kata pak Renggo, atau ibu masuk angin dan gak enak badan jadi susah tidurnya. Lalu Mufidah ikut duduk disebuah bangku plastic yang tanpa sandaran, yang kemudian Mufidah terus menanggapi ucapannya pak Renggo sambil bercerita naglor ngidul. “ Ya pak mungkin saya masuk angin nih…..dan tanpa disuruh oleh Mufidah pak Renggo telah berdiri dibelakang Mufidah seraya berbisik ditelinga ibu muda itu….” Ibu saya pijati ya biar hilang masuk anginnya sambil tangan pak Renggo mulai memijati dengan lembut pundak Mufidah. Mufidah lalu menganggukan kepalanya tanda setuju untuk dipijati oleh pak Renggo.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Tangan kekar pak Renggo serasa hangat dan geli dirasakan oleh Mufidah ketika menyentuh kulit halusnya, pijatan pak Renggo merambat naik keleher jenjangnya dan dengan lembut pak Renggo memijat dengan jari jarinya yang kasar pada tengkuk Mufidah, pijatan pak Renggo serasa nikmat dirasakan oleh Mufidah dan pada saat yang bersamaan sesuatu yang mengeras dan hangat menyentuh kulit punggung Mufidah dari balik baju tidurnya, Pak Renggo tak hanya memijat pundak dan lehernya Mufidah akan tetapi juga pak Renggo menggesek gesekan batang penisnya yang mulai menegang dari balik celana komprangnya pada punggung Mufidah. Perempuan itu mulai dijalari sensasi birahi dan Tubuhnya menggeletar seketika saat tangan kekar pak Renggo turun menelusuri memijat kedua lengannya, entah disengaja atau tidak jari kasar pak Renggo menyenggol kedua payudaranya yang ranum itu, dan dengan batang kejantanan pak Renggo yang kian menegang yang semakin menekan punggungnya serasa mengalirkan arus hangat penuh rangsangan.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Mufidah semakin mendesah ketika dengan tiba tiba pak Renggo menciumi leher jenjangnya sambil berbisik ditelinga Mufidah…”Ibu ingin merasakan hangatnya kejantananku…., “Ayo bu… bilang aja jangan malu malu, saya tau ibu sangat menginginkannya malam ini”…dan saya tahu pak Syamsul tidak pernah memuaskan hasrat ibu”, “ Agggh… Mufidah bagai terhipnotis dengan ucapan lelaki tua itu, dan tubuh mulus isteri pak Syamsul sudah dalam keadaan telanjang ketika pak Renggo membopongnya masuk kedalam kamar yang sempit pak Renggo, Mufidah sudah sangat pasrah dalam cengkraman pak Renggo sebab didera nafsu birahi tinggi, meski pak Renggo telah berusia lanjut namun cara ia membuai kepekaan gairah kewanitaannya bisa diacungkan jempol hingga membuat Mufidah terbuai memasuki pusaran badai nafsu lelaki tua itu.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Sekujur tubuh Mufidah habis dijilati dengan lidah kasar pak Renggo, dan buah dadanya tak luput dari sasaran mulut pak Renggo kemudian lelaki tua itu menghisap rakus putting susunya yang kian menegang, Mufidah mengerang bagai anak kucing ketika vaginanya dijilati oleh pak Renggo dan klitorisnya diemut emut gemas oleh lelaki tua itu, tubuh sintal Mufidah yang berdarah ningrat kian mengejang, tubuhnya melengkung keatas didera nikmat saat pak Renggo menggigit lembut klitorisnya….”Aaaagggh Oooh ampuuuun pak Renggo”, Mufidah berkelojotan ketika jilatan serta gigitan gemas pak Renggo pada vaginanya membuat Mufidah orgasme seketika, malam itu erangan nikmat Mufidah memenuhi ruang kamar yang sempit sesempit vaginanya yang diobok obok pak Renggo.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Ibu muda yang cantik beranak dua itu tak menghiraukan lagi keadaan sekitarnya, tak perduli bahwa suaminya sedang berada dirumah, kenikmatan itu telah membuat Mufidah jadi meracau tak karuan….”Ooooooh pak Renggo setubuhilah aku sesukamu…cepat pak” “ Kapan saja kalau bapak mau saya selalu bersedia disetubuhi. Pak Renggo yang situkang kebun telah membuat nyonya majikannya mengerang manja minta disetubuhi dengan permainan awalnya, sudah lama pak Renggo merindukan untuk dapat menyetubuhi perempuan cantik berdarah ningrat ini, namun baru malam itu pak Renggo dapat menyentuh kulit halus isteri pak Syamsul.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Ketika mencapai puncak birahinya tiada lagi nampak watak darah birunya, yang ada hanya darah merah yang memacu jantungnya untuk mencapai klimaks nafsu birahi. Pak Renggo merenggangkan kaki indah Mufidah sambil dijilati telapak kakinya, tubuh Mufidah kian bergetar ketika jilatan lidah kasar pak Renggo pada telapak kakinya bagaikan arus aliran listrik yang menggelitik kepekaan simpul syarafnya, memek Mufidah nampak merah merekah dengan cairan bening yang telah meleleh keluar dari vagina saat otgasme, dan pemandangan lembah kenikmatan yang berumput subur itu membuat gairah nafsu pak Renggo menggelegak, penis beruratnya kian menegang dan Mufidah memejamkan matanya ketika batang hitam besar itu mulai menyentuh bibir vaginanya, Mufidah mengerang ketika pak Renggo mulai memasuki penisnya dengan perlahan…..”Oooooh pak besarnya, sakiiiiiit pak”….” Pelan pelan pak…Agggh,,,Ampuuun… “Sakitnya Cuma sebentar koq bu…., ibu saya entot ya”…”Ibu ikhlaskan kalau ibu saya setubuhi ?…”Ibu bisa membedakan rasanya jika dientot sama saya, ibu…suka dengan kontol besar ini ?, dan kata kata kotor pak Renggo kian membuat nafsu birahi Mufidah memuncak, kata kata itu seakan menghipnotis jiwanya yang akhirnya batang besar panjang pak Renggo semakin masuk kedalam liang vagina Mufidah yang sempit itu Blesssss…… Pak Renggo mendiamkan penisnya sesaat agar Mufidah dapat meresapi nikmatnya kedutan penis besarnya dan beradaptasi.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Tubuh Mufidah menggeletar ketika menerima hangatnya kejantanan pak Renggo, liang vaginanya serasa sesak seakan hendak pecah, dan… rasa kenikmatan mulai menderanya ketika pak Renggo dengan perlahan menarik penis itu hingga yang tersisa kepala penis yang masih menempel dibibir vagina, lalu dengan menghentak deras disorongkan masuk kembali kedalam memek Mufidah dan itu dilakukan pak Renggo berulang ulang kali hingga membuat biji mata Mufidah terbeliak keatas, seperti anjing yang sedang kawin Mufidah melolong histeris…”Oooooh ampunnnn pak, enaaaak, setubuhi saya paaaak terus pak” Ibu muda yang berjilbab bila bila berada diluar rumah kini mengerang nikmat saat vaginanya ditusuk dengan penis hitam besar.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Lelaki tua yang bernama Renggo itu telah membuat sukma Mufidah serasa terbang keawang awang dan tubuh keduanya telah bersimbah keringat birahi, dengan gagah perkasa pak Renggo memacu kuda betinanya yang cantik dalam dekapan dan hentakan batang kejantanannya. ‘ Bagaimana Bu….”enak ya rasa kontol besar panjang…he heee” Ayo bu goyangin pantatnya dong….rupanya ibu suka dientot sama penis besar ya…..dan kata kata kotor pak Renggo membuat Mufidah semakin terangsang, kata kotor yang penuh sensasi itu dibisikan pak Renggo pada telinganya berulang ulang sambil tetap mengayunkan pantatnya naik turun, gerakan hentakan penis pak Renggo mulai tak teratur lagi karena ikut didera nafsu birahi saat menyetubuhi wanita bertubuh sintal itu.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Mufidah pun dapat membedakan rasa kenikmatan yang didapat dari pak Renggo dengan sewaktu Mufidah disetubuhi oleh suaminya belum pernah ia merasakan desakan nafsu begitu sangat memuncaknya sampai keubun ubun, permainan seks pak Renggo telah membuat Mufidah orgasme berkali kali. Ouuugh bu….memek ibu sungguh legit…enak rasanya….Ssssaya mauuukeluar juga bu…. “didalam apa diluar nih”……”Oooooh pak….. aaampuuuun…enaaaaknya didalam saja, semburkan…cepaaaat didalam pejuhnya paaaaak, Aaaaghhh ampuuuun”. “Ibu mau kalau saya hamili….” “Aaaaghhhh…. “ya yaaa pak hamili saja saya pak Renggo”.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Akal pikiran Mufidah telah buntu karena didera oleh kenikmatan dari semburan lahar panas lelaki itu, hingga tanpa sadar Mufidah meracau tak karuan. Air mani pak Renggo yang menyembur sangat deras itu menyentuh dasar rahimnya sehingga membuat Mufidah berkelojotan dengan tubuh melengkung naik keatas mengangkat tubuh pak Renggo yang menindihnya. Penis berurat pak Renggo semakin dalam menusuk vagina Mufidah sampai mentok didasarnya. Pak Renggo mengaum bagaikan harimau luka, penisnya serasa disedot oleh cengkraman denyut memek Mufidah yang menggigit lembut…..”Ooooh memek ibu enaaaaak teunaaaan “.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Dan tubuh keduanya melekat jadi satu dengan deru nafas saling memburu keduanya mencapai puncak birahi. Mufidah tak menyangka walau tinggal dipulau terpencil ini ia bisa menikmati kembali sempurnanya permainan seks meski dengan lelaki tua namun sangat perkasa diranjang. Dan penampilan Mufidah sehari hari tetap seperti biasanya, dengan baju panjang dan berjilbab namun Mufidah sudah bukan Mufidah yang seperti dulu lagi. Wanita berdarah ningrat yang alim itu namun dibelakang suaminya Mufidah adalah sosok perempuan yang haus akan batang kejantanan lelaki perkasa. Akibat Mufidah telah diperkosa oleh sahabat suaminya membuat Mufidah merindukan selalu batang kejantanan lelaki perkasa untuk dapat memuaskan dahaganya, Mufidah kini mengalami kelainan seks dan ia akan merasa puas bila disetubuhi oleh lelaki yang berpenis besar serta panjang. Dan untuk memenuhi hasratnya Mufidah telah mendapatkan dari tukang kebunnya, dan peluang itu juga tidak disia-siakan oleh pak Renggo untuk mencicipi tubuh seksi perempuan yang berdarah ningrat untuk disetubuhi pak Renggo. Bila mas Syamsul pergi kota untuk beberapa hari, kesempatan untuk menyetubuhi Mufidah semakin leluasa dilakukan, dan terkadang Mufidah merengek rengek minta disetubuhi oleh pak Renggo meski sang suami masih berada dirumah, Mufidah sering menyelinap masuk kedalam kamarnya pak Renggo dalam keadaan telanjang, dikamar sempit itu makhluk yang berlainan jenis itu memacu birahi liar dan buah dada Mufidah yang montok indah akan selalu menjadi sasaran mulut pak Renggo untuk menyusu pada ibu muda itu.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Erangan nikmat Mufidah serta goyangan erotisnya ketika disetubuhi pak Renggo menjadi obat perangsang birahi buat lelaki tua itu untuk selalu menghempaskan Mufidah kepusaran badai kenikmatannya. Jadilah Mufidah budak nafsunya pak Renggo dan pak Renggo selalu membuat tuntas nafsu birahi Mufidah hingga Mufidah dibuat mengerang…., mengejang…. Ketika dengan liar Mufidah bergoyang erotis diatas tubuh kekar pak Renggo, sambil meremas remas payudara Mufidah, mata pak Renggo merem melek menikmati goyangan pinggul Mufidah dengan vaginanya yang penuh disesaki oleh penis beruratnya. Mufidah bagaikan penari jalang saat menghentakan pinggulnya naik turun dengan kedua tangannya bertumpu di dada bidang pak Renggo…..”Oooooh yeeeeah…tubuh ibu muda itu meliuk liuk bagai penari jalang, Aaaggggh….Ouuuuuph….paaaak…..kontolnya sampai mentoooook,…enak paaaak “. Tubuh Mufidah berkilau indah bermandikan keringat birahi ketika berada diatas tubuh kekar yang dikangkanginya….Mufidah dengan bersemangat memacu kuda jantannya untuk mencapai puncak kenikmatan yang hendak diraihnya, ayunan vaginanya yang naik turun semakin liar membenam pada penis berurat pak Renggo dan memek Mufidah semakin basah oleh lender pelicin yang mengalir dari liang vagina.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Dengan kepala mendongak keatas dan biji mata membelalak Mufidah terus dan terus memacu diatas tubuh kekar lelaki tua tukang kebunnya. Pak Renggo memberikan kesempatan pada ibu muda itu untuk meraih sendiri kenikmatan nafsu birahi, tangan kekar pak Renggo tidak tinggal diam, dengan kasar diremasnya pantat bahenol Mufidah hingga Mufidah mengerang menahan sakit bercampur nikmat, remasan kasar disertai hentakan dari penis yang menusuk keatas kian liar, Ketika Mufidah akan mencapai pada puncak birahinya, lalu disambarnya bibir pak Renggo dan Mufidah melumat gemas dengan bibir sensualnya sambil terus mengayunkan pantatnya naik turun. Tubuh keduanya melekat jadi satu bersimbah keringat birahi tinggi….”Ooooouuh, ammmpun…enaaak”, dan tubuh Mufidah berkejat kejat diatas tubuh pak Renggo saat ia mendapatkan orgasmenya yang sempurna, Mufidah memeluk erat tubuh kekar lelaki tua itu hingga kedua payudaranya melekat di dada berotot pak Renggo. Dan kini perempuan cantik berdarah ningrat itu ditindih gentian lagi oleh pak Renggo dan dengan buasnya pak Renggo menyetubuhi ibu muda itu sampai tubuhnya berkelojotan mendapatkan orgasmenya kembali, pak Renggo belum merasa puas kalau belum bisa membuat Mufidah mengerang histeris saat ia setubuhi, lalu ditengkurapkan tubuh Mufidah dengan posisi menungging dan dengan keras dihujamkan penis beruratnya kedalam vagina yang sempit itu, tubuh Mufidah bergetar hebat saat Penis pak Renggo amblas masuk kedalam liang memeknya yang telah becek, sambil meremas payudara indah Mufidah pak Renggo mengayunkan penisnya maju mundur dengan ganas dan liar, dengan geramnya kulit punggung Mufidah yang halus itu digigit oleh pak Renggo, rasa sakit bercampur dengan nikmat membuat tubuh Mufidah mengejang mengerang histeris…..”Aaammmmpuuuuuun pak….. Ooooh terus pak…..entotin saya yang kuat paaaaak “.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Batang penis besar itu seakan merobek liang vagina Mufidah dan kedutan penis yang keras itu membuat dinding vaginanya secara elastis ikut berdenyut meremas remas kontol pak Renggo….”Ouuuuh..Aggghh..”Pak Renggo dibuat mengerang oleh cengkraman vagina Mufidah yang berdenyut denyut, lelaki tua itu masih tetap mempertahankan ejakulasinya agar jangan meledakan lahar hangat dipertengahan permainan liarnya saat memacu kuda betina yang sedang meringkik nikmat menuju garis finish. Rambut panjang Mufidah dibuat bagaikan tali kekang dan hentakan penis pak Renggo terkadang cepat terkadang perlahan. Saat ayunan penis pak Renggo dibuat perlahan dan lembut Mufidah mengerang …mengejang dan meracau… “Ooooh…enak…enaaaak pak, terus paaaak saya suka dientot sama kontol besaaaaaar paaaaak” Dan pantat Mufidah bergoyang erotis mengikuti irama ayunan hujaman penis pak Renggo, tubuhnya menggeletar dan rasa sakit rambutnya yang dijambak oleh pak Renggo bercampur dengan rasa nikmat…wajah Mufidah menengadah kelangit langit kamar dengan kedua matanya terpejam….menikmati gesekan penis pak Renggo bagaikan gelombang disamudera. ” Ayooo bu goyang terus !…. Ayo sayangku yang binal goyang terus, teruuuuus,dan buah pantat Mufidah dipukuli oleh telapak tangan kasar pak Renggo, rasa sakit bercampur nikmat itu membuat gairah Mufidah semakin menggebu bagai orang kesurupan Mufidah menggoyangkan pinggulnya mengikuti irama tusukan penis pak Renggo.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Cerita Sex Tetangga – Tangan kekar pak Renggo tak pernah diam dan dengan gemas diremasnya kedua payudara Mufidah dengan kasar serta ayunan penisnya semakin liar dan cepat, dengan nafas memburu pak Renggo menghujamkan penis besarnya keluar masuk…Mufidah mengerang histeris bagai orang gila, tubuh Mufidah ikut berguncang guncang akibat hentakan penis pak Renggo yang menyetubuhinya dari arah belakang…..”Aaaaaapuuuuuun pak…Oooooh…”. Mufidah melolong panjang dengan tubuh berkelojotan, sambil mendekap dan meremas payudara Mufidah…lalu pak Renggo membisikan sesuatu pada ibu muda itu…. “ Ibu suka ya kalau saya entotin….Ayoo bilang bu….” “Yaaaa paak…teruuuus…enaaak pak”. “ Nah…artinya ibu sudah jadi isteri yang jalang yang suka ngentot”. Ayoo jawab….manisku….” karena didera oleh rasa akan mencapai puncak kenikmatan, Mufidah menjawab sambil merengek….”Oooooh pak….terus pak….setubuhi saya sesukamu…Aaaaah Ouuuuhggg…saya suka dientot sama bapak”.Tiba tiba dengan kuat dan kasar pak Renggo menghujamkan penis besarnya kembali hingga membuat Mufidah menjerit histeris…..”Ouuuuggh……Ampuuuuuuun saya sampai paaaak….enaaaaak pak….teruuuuus pak entot yang kuat”. Dan tubuh Mufidah menggelosor ambruk ketempat tidur, sementara penis besar pak Renggo masih mengobok obok didalam vaginanya hingga menyentuh dasar rahimnya, sukma Mufidah serasa terbang keawang awang dengan biji mata mendelik dan tubuh berkelojotan Mufidah meresapi puncak kenikmatannya yang sempurna.Pak Renggo lalu mencabut penisnya dan mengangkat tubuh Mufidah agar duduk bersimpuh, penis besar itu kemudian disorongkan kewajah Mufidah…”Ayooo kekasihku…..cepat hisap dan jilati dengan lidahmu”…saya mau ibu dapat merasakan manisnya madu batang kejantananku….dan dengan patuhnya Mufidah melaksanakan perintah pak Renggo…dikocoknya penis berurat itu seraya memasukan kedalam rongga mulutnya keluar masuk…..tubuh Mufidah serasa bergetar ketika sensasi rasa hangat penis pak Renggo berdenyut denyut ditenggorokannya dan liang vagina Mufidah ikut berdenyut.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Ouuughhh teruuus bu….rupanya ibu suka juga mengulum penis…” baru tahu rasanya yaaaa bu. He heeee enak juga mulut mungil ibu…saya entot”, “Agggghuuup…..terusin bu…terusss jilat….Ooooooh sebentar lagi madunya keluar” dan tubuh pak Renggo mulai berkejat kejat menahan ejakulasinya yang diambang pintu, dengan kuat kepala Mufidah dipegang oleh pak Renggo sambil kian membenamkan keselangkangannya, biji mata pak Renggo terbeliak keatas dan kakinya bergetar hebat saat lahar panasnya menyembur kedalam tenggorokan Mufidah….dan cairan kental itu sampai meleleh keluar lewat celah bibir mungil Mufidah….”Ayooo bu.. telan semua air pejuhku” Mufidah sampai tersedak…ia rasakan air hangat kental itu kian banyak dalam mulutnya, rasanya seperti putih telur ayam, Mufidah baru tahu bahwa menjilati penis lelaki termasuk kenikmatan yang menggairahkan simpul syarafnya…..dan pengalaman ini hanya Mufidah dapatkan dari pak Renggo yang sangat perkasa diatas ranjang…bermacam posisi bersetubuh telah dipraktekan oleh pak Renggo situkang kebun hingga membuat Mufidah semakin mesra dan manja pada lelaki tua itu….dan dengan rakusnya Mufidah terus menjilati sisa sisa air maninya pak Renggo hingga kering, dan batang hitam itu digesek gesekan oleh pak Renggo pada pipi dan hidung mancung Mufidah, penis itu serasa hangat dan dengan lembutnya Mufidah mengelus ngelus batang kejantanan yang telah memuaskan dahaganya. Dan tiada bosannya Mufidah memandangi penis itu dengan rasa kagum, penis besar panjang yang telah memberikan sejuta kenikmatan untuknya, pak Renggo terus menyetubuhi Mufidah dengan posisi tidur miring, penis besarnya menghujam vagina Mufidah dari arah belakang, tangan kekar pak Renggo selalu meremas remas payudara montok milik Mufidah…Ibu muda itu mengerang manja ketika pak Renggo menjilati belakang telinganya seraya berbisik….”Ooooh saya suka ngentotin ibu…memek ibu enaaaaak teuuunan”, Mufidahpun ikut meracau nikmat “Ouuugggh paaaak setubuhilah saya….entot yang kuat….semprotkan pejuh bapak ke memek sayaaa…ampuuuuun enaaaak”. “ Ooooughhhhh, baik….kekasihku yang jalang…. akan kutaburkan benihku agar kau hamil”, Ibu…mau kalau saya hamili ?, Yaaa paaak setubuhilah saya sampai hamil “.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Keduanya bersetubuh hingga pagi disaat mas Syamsul sedang ke Jakarta mengurus pekerjaannya, keduanya bagaikan sepasang suami isteri yang sedang berbulan madu hingga Mufidah tertidur pulas dalam dekapan hangat pak Renggo situkang kebun. Selama dua minggu Syamsul berada di Jakarta, selama dua minggu itu pula Mufidah menuntaskan nafsu birahinya kepada pak Renggo. Ibu muda yang selalu berjilbab dan berbaju panjang bila keluar rumah, kini terbuai oleh kejantanan pak Renggo saat berada diranjang. Mufidah tak menghiraukan lagi siapa dirinya, seorang wanita terhormat dari kalangan ningrat dengan latar belakang pendidikan sarjana ekonomi yang telah jatuh kedalam pelukan tukang kebunnya karena didera oleh nafsu birahi, Mufidah mengalami kelainan seks akibat dari perkosaan Hendri sahabat suaminya waktu tinggal di Jakarta dulu. Pak Renggo yang telah berumur 65 tahun telah menjadi kekasih gelapnya disebuah pulau terpencil, dimana sang suami tercintanya ditugaskan oleh pimpinan perusahaannya dipulau terasing itu. Siang hari itu Mufidah sedang mendesah nikmat saat disetubuhi oleh lelaki tua itu dipekarangan belakang rumah, ketika melihat Mufidah pulang dari pasar dengan memakai baju biru panjang dan berjilbab merah membuat darah tua pak Renggo menggelegak naik keubun ubun, kala itu pak Renggo sedang membersihkan rumput dibelakang rumah dinas yang ditempati oleh Mufidah dan suaminya, dan suasana didesa terpencil itu amat sunyi dan jarak rumah dengan rumah yang lainnya sangat berjauhan, itu yang membuat pak Renggo berani menyetubuhi Mufidah dipekarangan belakang rumah dialam terbuka, hanya dengan mengangkat naik pakaian bawah ibu muda itu keatas pinggangnya, pak Renggo menghujamkan penis besarnya kedalam vagina Mufidah dari arah belakang, dan kedua tangan Mufidah bertumpu pada sebatang pohon nangka yang rindang.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Pemandangan melihat wajah Mufidah meringis mengerang nikmat semakin membuat pak Renggo bernafsu, ibu muda itu disetubuhi oleh pak Renggo masih dengan memakai jilbabnya, sensasi nikmat pak Renggo ingin menyetubuhi Mufidah dengan berjilbab terlaksana sudah….dan pantat gempal Mufidah bergoyang erotis mengikuti irama hujaman penis berurat pak Renggo…..”Uuuuuughhh pak….enaaaak….terus paaaak setubuhi aku dengan kuat….ampuuuun”. Bau keringat pak Renggo yang sengit merangsang syaraf kewanitaan Mufidah, keringat sengit lelaki jantan seperti pak Renggo sungguh menggairahkan nafsu birahinya, tubuh kekar berotot lelaki tua itu begitu mengagumkan sekali saat Mufidah menoleh kebelakang ketika pak Renggo dengan buas menghujami penis besar kedalam vaginanya yang berkedut kedut. Dengan dahi berkerut dan keringat membasahi tubuh telanjangnya, pak Renggo nampak perkasa dalam pandangan Mufidah….”Ooooh enaak teunan memekmu sayang…..memek ibu legit dan sempit”… bisik pak Renggo sambil meremas payudara Mufidah. “Ayooo bilang bu….mana yang besar penisku sama punya suamimu…mana yang enak…ngentot denganku apa dengan pak Syamsul….”Ayoooo jawab lonteku yang jalang”. Racauan pak Renggo kian membuat Mufidah terangsang…..”Ouuuugghhhhh…….Besarnya kontol ini…..Ouuuhh pak ….enaaaaak dientot sama penismu… ampuuuuuun…….tolong, teruuuuus yang kuat masukin penis besarmu…aku suka disetubuhi sama bapaaaaaaaak…Oooooooooh yiaaa…ampun pak.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Tubuh Mufidah akhirnya berkejat kejat dengan biji mata mendelik keatas dan cengkramannya pada pohon nangka itu semakin kuat saat orgasme menghantam puncak birahinya, dan semburan lahar panas pak Renggo dirasakan Mufidah menghentak sampai keubun ubunnya, lahar panas kental pak Renggo menyembur dengan deras kedasar rahim vaginanya, memek Mufidah berdenyut denyut mencengkram memeras batang penis pak Renggo yang juga berkedut kedut, tubuh pak Renggo menggeletar saat semburan lahar panasnya meledak didasar lembah ibu muda itu, dicengkramnya dengan kuat kuat pantat Mufidah yang bahenol ketika pak Renggo berejakulasi dengan meraung bagaikan seekor serigala liar…”Aaaaaagghhhhh….Houuupsssss…Ooooh Looontee manis enaaaak teunan tempik sempitmu,” dan remasan pada payudara Mufidah semakin kuat hingga membuat tubuh Mufidah ikut mengejang disertai raungan nikmatnya…..”Ooooooh enak enaaaak pak…kontolmu enaaaak….terus terus pak…setubuhilah lontemu.”Mufidah benar benar menikmati sensasi aneh yang menjalari seluruh simpul syarafnya saat disetubuhi oleh pak Renggo dipekarangan belakang rumah, pengalaman pertama disetubuhi oleh lelaki tua dialam terbuka membuat degup jantung Mufidah kian berdebar kencang antara takut dilihat orang bercampur dengan nikmat yang memburu, Mufidah merengek manja minta untuk segera dituntaskan gairah syahwatnya oleh pak Renggo, “Oooooh pak…setubuhilah akuuu…cepaaat paaak..berilah aku..kepuasaaaan pak Renggoooo”.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Lelaki tua itu sudah sangat paham dengan Susana ditempat terpencil itu, bahwa amat jarang orang yang akan berlalu lalu lalang disekitar rumah dinas itu, maka dibiarkannya Mufidah mengerang histeris…” Ayooo bu…mengeranglah….suara jeritanmu sangat indah…”Ayoo lonte manis..goyangin terus pantat bahenolmu”, Tubuh Mufidah menggeletar berkejat kejat mencapai puncak nikmatnya bersamaan dengan menyemburnya lahar panas pak Renggo, dan tubuh keduanya menggelosor jatuh kerumput hijau bersimbah keringat syahwat. Penduduk dipulau itu sudah tahu betul siapa pak Renggo yang sebenarnya, pak Renggo adalah bekas seorang narapidana yang semasa mudanya adalah seorang gembong perampok yang amat ditakuti, namun semenjak ia bebas dari penjara, pak Renggo pergi merantau ke Sumatera dan terdampar dipulau terpencil ini.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Pak Renggo mulai merubah cara jalan hidupnya dengan berkebun dipulau kecil itu, lelaki tua itu tak mau lagi terjun kedunia hitam karena merasa dirinya sudah tua, apalagi kini statusnya adalah seorang duda tanpa anak yang ditinggal mati oleh isteri tercintanya, sudah tujuh tahun lamanya pak Renggo tak pernah merasakan kehangatan tubuh seorang perempuan, saat ia ditawarkan oleh pak Syamsul untuk menjadi tukang kebunnya merangkap penjaga rumah, dirumah itulah pak Renggo dapat melihat kemolekan tubuh serta kecantikan seorang wanita yang bernama Mufidah isterinya pak Syamsul. Awal mulanya Mufidah begitu sangat takut melihat pak Renggo, karena wajah lelaki tua itu begitu seram dan sangar dalam pandangan Mufidah, dengan wajah penuh dihiasi dengan berewok dan dadanya berbulu, pak Renggo nampak seperti seekor Kingkong dengan tubuhnya yang tinggi besar dan kekar berotot, pengalaman kekerasan hidup telah menjadikan pak Renggo nampak menyeramkan. Namun karena pak Renggo sangat rajin dan pandai menempatkan diri dihadapan pasangan suami isteri terpelajar itu, lama kelamaan rasa takut Mufidah hilang dengan sendirinya, bahkan kini sebaliknya Mufidah begitu mengagumi keperkasaan pak Renggo ditempat tidur.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Karena memang awalnya pak Renggo bekas seorang lelaki dari dunia hitam, dan tentu tidak semua sifatnya bisa berubah total seperti yang diharapkan olehnya. Masih ada saja sifat liarnya ketika suatu malam pak Renggo yang sedang meronda mengeliling sekitar rumah dinas itu, tanpa sengaja pak Renggo mendengar desahan seorang wanita yang sedang bercinta, dan pak Renggo tahu bahwa suara itu datangnya dari kamar pak Syamsul, maka dengan rasa penasaran pak Renggo coba mengintip dari celah jendela dan dengan keahliannya sebagai bekas gembong penjahat maka dengan amat mudah pak Renggo membuat daun jendela itu terkuak tanpa bersuara, dengan jantung berdegup kencang serta jakun naik turun pak Renggo menyaksikan pak Syamsul yang sedang menyetubuhi isterinya, dan pemandangan itu sangat jelas sekali karena sewaktu pasangan suami isteri itu bersetubuh tanpa memadamkan lampu diruang kamarnya, saat itu Syamsul dengan bernafsunya sedang menggumuli isterinya yang cantik itu, namun hanya dalam beberapa kali genjotan Pak Syamsul sudah memuntahkan lahar panasnya kedalam memek isterinya, dan nampak dari kerutan wajah ibu muda itu penuh dengan kekecewaan karena tak mendapatkan puncak kenikmatan sementara sang suami cepat berejakulasi dalam tempo waktu hanya satu menit, Syamsul langsung tertidur pulas setelah melepaskan hajatnya, sementara isterinya masih dengan tubuh telanjangnya coba meraih kenikimatan dengan cara bermasturbasi, dengan tangan kanan meremas remas payudaranya sendiri dan tangannya yang satu mengutil ngutil klitorisnya, pemandangan itu telah membuat nafsu birahi pak Renggo menggelegak dan pak Renggo kembali kekamarnya dengan sempoyongan, dan dikamarnya yang sempit itu pak Renggo melakukan onani sambil membayangkan wajah Mufidah yang cantik bertubuh montok, perbuatan mengintip pasangan suami isteri yang sedang bersetubuh itu kerap dilakukan oleh pak Renggo yang diakhiri dengan beronani dan lelaki tua itu terus berkhayal setiap malam.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Payudara Mufidah yang indah dan kenyal serta lekuk tubuh moleknya adalah sebagai obyek khayalan pak Renggo saat beronani. Hingga pada suatu saat pak Renggo berhasil mempertontonkan penis beruratnya dengan berpura pura kencing dan batang kemaluannya diacungkan kearah jendela dimana saat itu Mufidah melihat dari balik jendela yang berkaca hitam, tubuh Mufidah bergetar dan ibu muda itu terhipnotis saat melihat penis berurat pak Renggo situkang kebun. Sejak saat itu Mufidah yang berdarah ningrat telah terseret pada pusaran badai birahinya pak Renggo, dan Mufidah yang berjilbab itu selalu merengek rengek minta disetubuhi terus menerus oleh Lelaki tua bernama Reggo Waskito. Dan Mufidah selalu rajin minum pil anti hamil demi untuk mendapatkan kenikmatan badai birahi, meski saat disetubuhi oleh pak Renggo ibu muda itu meracau dan merengek manja minta dibuat menjadi hamil. Racauan kata kata kotor pak Renggo dan racauan Mufidah saat didera kenikmatan adalah bumbu fantasi diatas ranjang birahi mereka. Mufidah tidak merasa canggung lagi bila disetubuhi pak Renggo disembarang tempat, dan untuk mendapatkan sensasi kenikmatan terkadang keduanya bersetubuh dipinggiran sungai dibalik bebatuan besar yang mana air sungai mengalir yang bergemuruh indah bagaikan nyanyian alam, kesanalah pak Renggo sering membawa Mufidah untuk melakukan persetubuhan, dan ibu muda itu selalu menurut saja dengan ajakan pak Renggo untuk mandi disungai yang sunyi itu, keduanya saling melumat sama mendesah didalam air yang bening, tubuh indah ibu muda itu kian menggairahkan dalam pandangan pak Renggo, geliat erotis Mufidah begitu mempesona saat orgasme, wajah ibu muda itu semakin nampak cantik ketika ia menggapai puncak birahinya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Hentakan serta hujaman penis pak Renggo tak henti hentinya mengisi liang vagina sempit isteri pak Syamsul yang kian jalang itu. Dan pak Renggo pun kian mengagumi kecantikan dan tubuh molek Mufidah yang membuat pak Renggo tiada bosan bosannya untuk menyetubuhi perempuan yang haus birahi itu hingga berkelojotan dialiran sungai yang bercampur dengan semburan lahar panas pejuh Renggo Waskito dan Mufidah pun mengerang histeris dengan sukmanya serasa terbang kelangit tinggi.</span></p>hantumonkihttp://www.blogger.com/profile/17642631795725605946noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1925213797991915871.post-49995121543360669062023-08-07T00:39:00.001-07:002023-08-07T00:39:52.837-07:00Mamaku Rini Wulandari.<p><span style="font-family: verdana;">Perkenalkan namaku rini wulandari, biasa dipanggil rini. umurku 41 tahun. aku adalah seorang guru di sebuah sma negeri di kota kecil di pinggiran jawa timur. aku mempunyai suami bernama budiawan, umurnya 42 tahun. suamiku seorang pejabat teras di linkungan pemkot tempat kami tinggal. kami memiliki 2 orang anak, seorang anak laki laki dan seroang lagi perempuan. anakku yang pertama bernama yunita. umurnya baru 19 tahun, dan sedang menempuh pendidikan di perguruan tinggi negeri di luar kota. sedangkan anakku yang kedua bernama agus baru berumur 17 tahun, saat ini kelas 12 dan sedang menyiapkan diri untuk ujian akhir dan seleksi masuk perguruan tinggi.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Sedikit deskripsi tentang diriku. aku mempunyai tinggi badan 160 cm dan berat badan 50 kg.tubuhku tidak terlalu kecil tapi juga tidak gemuk, lebih tepat dsebut berisi. kulitku kuning langsat khas wanita dari kotaku. ukuran payudaraku lumayan besar yaitu 36c, meskipun sudah agak kendur setelah hamil dan menyusui kedua anakku. sehari hari aku memakai baju muslim dengan jilbab lebar yang menutupi dadaku untuk mengajar dan beraktifitas di luar rumah. sedangkan di dalam rumah aku biasa memakai daster untuk pakaian sehari-hari.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">rumahku berukuran cukup besar dan terletak di pinggiran kota. karena tuntutan pekerjaan, suamiku yang bekerja di dinas keungan sering pergi keluar kota, entah itu untuk kunjungan kerja maupun rapat koordinasi. sedangkan anakku yang pertama, yunita, hanya pulang tiap akhir pekan itupun jika tidak ada kegiatan di kampus atau tugas yang harus diselesaikan. sedangkan agus, untuk menghadapi ujian akhir dan seleksi perguruan tinggi lebih sering pulang malam karena harus mengikuti kegiatan tutorial serta bimbingan belajar yang dia ikuti. praktis setiap hari aku lebih sering sendirian di rumah.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">di rumahku selain keluarga ku, ada seorang asisten rumah tangga dan tukang kebun yang merangkap penjaga rumah yang merupakan sepasang suami istri. asisten rumah tanggaku bernama mbok minah sedangkan tukang kebunku bernama pak kardi. setiap hari mbok minah bekerja dari jam 5 pagi sampai 6 petang. mbok minah tidak tinggal di rumahku. dia setiap hari pulang pergi dari rumahnya yang tidak jauh begitu pula dengan pak kardi. meskipun begitu ada sebuah kamar kosong untuk pak kardi karena sering harus menginap jika harus menjaga rumah kami.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">di lingkungan tempat kami tinggal keluarga kami cukup di hormasti. selain karena background profesiku dan suamiku sebagai guru dan pejabat di lingkungan pemkot. tapi juga karena keluargaku yang selalu menjunjung nilai nilai hidup orang jawa dan agama yang kami anut. meskipun tidak terlalu fanatik, aku selalu mengajarkan anak anakku untuk berbuat baik sesuai aturan agama. oleh karena itu tidak jarang suamiku diminta untuk memimpin kegiatan di ingkungan kami, begitu juga aku yang menjadi penggerak kegiatan PKK dan pengajian di tempat kami.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">sebagai seorang istri dan ibu aku berusaha untuk setia kepada keluargaku. sebisa mungkin aku membawa diri dalam pergaulan di lingkungan tempat tinggalku maupun tempat kerjaku. aku selalu berusaha sesopan mungkin dalam bertutur, bertindak serta berpakaian. semua itu kulakukan demi menjaga keharmonisan dan keutuhan keluargaku. meskipun begitu tidak jarang aku mendapati tatapan laki-laki di sekitarku yang penuh nafsu pada tubuhku. ya meskipun memakai baju muslim saat di luar rumah, nyatanya tidak mampu menutupi seluruh keindahan lekuk tubuhku, terutama payudaraku. tubuhku seakan akan menjadi magnet bagi bapak bapak dan anak laki laki tetanggaku serta rekan rekan guru laki laki di sekolah tempatku mengajar.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">tidak terkecuali pak kardi, lelaki berusia 65 tahun tersebut tidak jarang kupergoki sedang menatap lekat pada tubuhku. terutama saat di rumah karena aku lebih sering memakai pakaian biasa jadi seakan memberi kesempatan lebih besar untuk menikamti tubuhku. aku merasa tidak nyaman akan hal itu dan sudah berusaha bicara pada suamiku. tapi suamiku berkata untuk tidak berburuk sangka karena pak kardi sudah ikut keluarga suamiku sejak masih muda dan mengenalku hampir 20 tahun sejak aku menikah dengan suamiku. akupun berusaha menghilangkan pikiran buruk tentang pak kardi.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">semua hal yang kulakukan tidak bisa membuat hatiku tenang, setiap saat beraktifitas di rumah aku merasa seperti selalu diawasi gerak gerikku oleh pak kardi. seperti saat sedang merawat tanaman di halaman, aku merasa pak kardi memperhatikanku dari balik kaca gelap jendela dalam kamarnya yang terletak tepat disamping halaman belakang rumahku atau saat aku ke kamar mandi yang terletak lurus dari kamarnya. semua hal ini justru terus menambah kecurigaanku pada perilaku pak kardi terhadapku. tapi semua itu mungkin juga hanya kupendam dalam perasaanku karena aku belum menemukan bukti nyata kekurang-ajaran pak kardi padaku. sampai suatu saat.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">sore itu setelah pulang mengajar aku segera tidur karena lelah mengampu 6 jam pelajaran untuk 3 kelas seharian tadi. aku tidur sangat lelap dan cukup lama. aku terbangun ketika mendengar gemuruh tanda akan hujan. aku teringat jemuran di belakang belum diangkat karena siang tadi mbok minah ijin pulang ebih awal karena kurang enak badan. segera aku bergegas bangun dari tempat tidur dan menuju halaman belakang rumah untuk mengangkat jemuran yang seharusnya sudah kering. ketika berjalan melewati dapur aku melihat pak kardi berdiri di samping tempat jemuran. aku berhenti untuk memperhatikan dari balik jendela dapur apa yang sedang dilakukan pak kardi.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Pertama kali aku tidak sadar karena pikiranku masih belum terkumpul seluruhnya dan pandanganku masih kabur setelah bangun tidur tadi. tapi setelah kuperhatikan secara seksama, aku terkejut setengah mati apa yang kulihat dengan kedua mataku. saat itu pak kardi tengah melakukan masturbasi dan yang lebih mengejutkanku adalah pak kardi menggunakan celana dalamku yang sedang di jemur untuk masturbasi. pak kardi membungkuskan celana dalamku pada penisnya sambil dikocok kocok dengan satu tangan. tidak hanya itu di tangan yang lain kulihat ada bh hitam milikku yang sedang dia ciumi sambil masturbasi.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">aku hanya bisa diam mematung menyaksikan hal itu. aku tidak bisa membayangkan apa yang ada dalam pikiran pak kardi ketika sedang masturbasi menggunakan celana dalam dan bh milikku saat itu. aku hanya bisa menyaksikan detik demi detik, kocokan demi kocokan pada penisnya, serta tiap hirupan nafas pada bh-ku. aku menyaksikan semuanya yang terjadi hingga pak kardi sampai pada orgasmenya. dia menggunakan cup bh milikku yang diciuminya sedari tadi untuk menampung sperma dari penisnya. lalu dia setelah selesai orgasme dia menggunakan celana dalamku untuk membersihkan sisa sperma di penisnya dan mengelap keringatnya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">tidak jadi mengangkat jemuran, aku segera berlari kembali ke kamarku di lantai 2. di dalam kamar aku terus memikirkan hal yang baru saja kulihat. aku tidak bisa memikirkan apa apa hanya gambaran pak kardi yang sedang masturbasi yang melayang layang dalam pikiranku. aku hanya terdiam sampai ketukan di pintu kamarku mengejutkanku. aku segera membuka pintu dan terlihat di balik pintu pak kardi berdiri tepat di depan pintu kamarku. keringat dingin meluncur dari kepalaku tidak tahu apa yang dilakukan pak kardi di sini. dengan tersenyum dia mengatakan mau pamit pulang karena sudah sore. segera setelah itu dia berbalik dan berjalan menuruni tangga untuk pulang. aku tidak memperdulikan yang dia katakan, dari tadi aku hanya tertunduk memandangi tonjolan celananya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">setelah memastikan pak kardi pergi aku berjalan menuruni tangga dan menuju halaman belakang tempat jemuranku tadi. aku menghampiri pakaian dalamku yang digunakan untuk masturbasi tadi. terlihat di kedua cup bh ku masih ada lelehan sperma pak kardi sedangkan celana dalamku basah kuyup juga oleh sperma serta keringat pak kardi. tanpa kusadari aku mengambil bh tersebut dan mendekatkannya ke hidungku, aku mencoba menghirup aroma sperma segar milik pak kardi yang baru saja dia tumpahkan ke bh-ku. aroma sperma yang khas itu seakan menghipnotisku dan menggelapkan pikiranku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">tangan kiriku mulai masuk kedalam dasterku, merayap di balik celana dalamku. jari jariku mulai menggosok gosok bibir vaginaku yang ternyata sudah mulai basah. aku semakin kuat menghirup aroma sperma itu sambil memainkan vaginaku. aku terduduk di atas rumput halaman rumahku. aku meraih celana dalamku yang berlumuran sperma dan keringat tadi dan meletakkannya di wajahku dan merebahkan tubuhku. aku mulai menjilati sedikit demi sedikit lelehan sperma pada bh ku. kocokan pada vaginaku semakin cepat, nafasku mulai tersengal sengal. aku merasakan sesuatu akan meledak dalam tubuhku. semakin besar rasa itu semakin kupercepat hingga akhirnya aku orgasme. cairan kewanitaanku membasahi tangan dan celana dalam yang kupakai.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">aku tidak menduga hanya dengan masturbasi dengan menghirup dan menjilati sperma bisa membawa orgasme sehebat itu. tanpa kusadari semenjak saat itu aku mulai ketagihan sperma pak kardi. setiap saat aku mengawasi jemuran di halaman belakang untuk menunggu pak kardi melakukan masturbasinya. hampir setiap hari aku masturbasi seminggu sejak kejadian itu aku selalu masturbasi dengan sperma pak kardi. photomemek.com sensasi sperma milik pria yang bukan suamiku mebawa sensasi tersendiri bagiku saat masturbasi. bahkan pakaian dalam bekas masturbasi itu tidak aku cuci tapi justru aku pakai setiap hari. sperma pada bh dan cd yang kupakai membawa sensasi binal saat menyentuh kulit payudara dan vaginaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">sejak hari itu pula kau tahu pak kardi sudah lama melakukan hal ini. gelagat pak kardi yang santai saat masturbasi menandakan bahwa dia sudah terbiasa melakukan masturbasi dengan pakaian dalamku. hampir ku pastikan setiap pakaian dalam yang ku miliki pernah dipakai untuk masturbasi. yang menjadi pikiranku, bagaimana mungkin mbok minah yang hampir tiap hari berada di rumah dan bertanggung jawab atas jemuran tidak menyadri akan hal ini. mungkin pak kardi sudah mengatur strategi dan waktu yang tepat sehingga perbuatannya tersebut tidak diketahui istrinya tersebut. entahlah.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">setelah hampir sebulan melakukan kebiasaan masturbasi dengan sperma pak kardi, sedikit demi sedikit rasa bersalah muncul dalam diriku. aku mulai sadar apa yang kulakukan itu salah. semua yang kulakukan telah merusak kehormatan serta kepercayaan dari keluargaku. aku berniat untuk menghentikan semua ini. tapi sejauh aku mencoba setiap aku melihat sperma pada pakaian dalamku, nafsuku berhasil mengalahkan akal sehatku. kembali aku terjebak pada lingkaran setan yang membawa ku semakin dalam pada dosa.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">jujur aku menikmati semua ini. aku tidak bisa berhenti jika pak kardi masih menggunakan pakaian dalamku untuk masturbasi. aku sadar jika aku ingin menghentikan hal ini aku harus mengatasi sumber masalah ini. semuanya berasal dari pak kardi, jika pak kardi berhenti melakukannya maka aku yakin secara otomatis membuatku berhenti menikmati spermanya. tapi aku tidak tega melaporkannya pada suamiku, aku tidak ingin masalah ini menjadi besar. aku harus mencoba menyelesaikannya sendiri, dan jalan satu satunya aku harus bicara dengan pak kardi. ya harus bicara langsung dengan pak kardi.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">siang itu aku pulang lebih awal. segera aku mengangkat jemuran yang sudah kering terutama pakaian dalamku. aku sudah berniat untuk bicara dengan pak kardi. tapi pertama kali aku harus menghilangkan kesempatannya untuk bermasturbasi dengan pakaian dalamku.aku membawa semua pakaian dalamku ke kamar sehingga pak kardi tidak bisa masturbasi dengan pakaianku. itu adalh langkah awal yang kulakukan untuk menghentikan semua perbuatan dosa ini. aku menyiapkan diriku karena setelah ini aku akan segera menemui pak kardi untuk mebahas hal yang sebenarnya memalukan untuk kami berdua.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">dengan langkah mantap aku menuju kamar pak kardi. kulihat pintu kamarnya terbuka menandakan bahwa dia berada di kamarnya. aku membulatkan tekad seiring langkahku ke kamar pak kardi. tapi ketika sampai di depan pintu kamar pak kardi, aku kembali melihat hal yang tidak kuduga. dengan posisi berbaring dan celana melorot sampai lututnya. kulihat pak kardi sedang mengocok penis hitam miliknya. penis itu jauh lebih besar dari milik suamiku. aku hanya bisa diam menatap pak kardi tersenyum ke arahku. gila, dia sadar aku ada disini tapi sama sekali tidak berusaha mengehentikan maupun berusaha menutupi penis hitamnya itu. bahkan dia semakin mempercepat kocokannya sampai dia orgasme memuntahkan sperma putih kental di atas tempat tidurnya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">sadar pak kardi melihat ke arah aku segera berlari dari kamarnya. aku tidak percaya pak kardi berani melakukan masturbasi di hadapanku sendiri.bahkan dengan seakan dengan sengaja memamerkan penisnya padaku. aku berjalan menuju dapur untuk mengambil minum untuk mencoba menenangkan diri. saat sedang menuang air dari dispenser ke dalam gelas, tiba tiba aku merasa sepasang tangan meraba payudaraku dari belakang. hampir saja gelas berisi air yang akan kuminum jatuh ke lantai. ketika menoleh aku terkejut melihat ternyata pak kardi sudah ada di belakangku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">aku berusaha meronta untuk melepaskan diri dari pelukan pak kardi. tapi semakin kuat aku meronta,semakin kuat pula dekapan pak kardi padaku. remasan tangan pak kardi pada payudaraku membuat pikiran ku untuk memberontak semakin tidak fokus. tangan kekar pak kardi dengan kasar meremas remas kedua buah dadaku. sesekali pak kardi menarik narik dan memilin pentil ku dari luar bh. aku semakin mengendurkan perlawananku karena payudaraku adalah salah satu bagian tubuhku yang paling sensitif. hembusan nafas pak kardi yang mengenai bagian belakang leherku semakin menambah rangsangan pada tubuhku. aku mulai larut dalam alunan nafsu pak kardi, yang sedikit demi sedikit mulai mengambil alih kesadaran ku atas tubuhku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">selesai dengan payudaraku salah satu tangan pak kardi mulai merayap ke bawah perutku. tangan hitam kasar itu mulai mengelus elus selangkanganku dari luar. aku yang saat itu memakai daster terusan lengan pendek tidak kuasa menahan serangan serangan dari pak kardi. pak kardi lalu mulai mengangkat bagian bawah dasterku, ditariknya hingga sampai sebatas pinggulku. tangannya yang dari tadi bermain main di luar kini mulai menyelinap masuk ke dalam celana dalamku. jari jarinya memainkan bibir vaginaku serta klitorisku. aku hanya bisa menikamti perlakuan pak kardi padaku. mataku terlalu menikmati setiap gosokan pada vaginaku, sampai sampai aku tidak sadar kancing dasterku sudah terlepas semua hanya menyisakan bh yang masih menutupi payudara besar milikku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">jari jari pak kardi mulai menusuk nusuk vaginaku. vaginaku yang sudah sangat basah akibat rangsangan tadi semakin memudahkan pak kardi melancarkan aksinya. saat tangan kirinya berada di vaginaku, tangan kanannya mengeluarkan buah dadaku dari dalam bh tanpa membukanya terlebih dahulu. jari kasar pak akrdi menarik narik dan menjepit pentilku. aku semakin terbuai oleh kenikmqtan yang diberikannya padaku apalagi kini jari jari tangannya sudah mengocok vaginaku secara kasar. nafasku memburu dan badanku bergetar hebat, aku hampir mencapai orgasmeku. sampai akhirnya tiba tiba pak kardi menghentikan semua perbuatannya. dia hanya tersenyum lalu pergi meninggalkanku. aku bingung apa yang terjadi berusaha membenahi pakaian ku dan segera kemabali ke kamar.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">sejak saat itu aku semakin bingung dengan keadaanku. di satu sisi aku telah mengalami pelecehan oleh pak kardi, tapi di lain sisi aku sangat menikmati apa yang dilakukan pak kardi padaku, bahkan aku kecewa saat itu pak kardi menghentikan aksinya di tengah tengah aku menuju orgasme. saat itu aku terpaksa menahan nafsuku tanpa pelampiasan karena suamiku tidak sedang di rumah, kadang hatiku kecilku berharap bahwa pak kardi akan datang kembali untuk menuntaskan nafsuku. sebenarnya aku ingin melaporkan hal ini pada suamiku tapi entah kenapa aku tidak pernah melakukannya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">setiap hari aku bertemu pak kardi membuatku merasa canggung. kejadian hari itu telah merubah cara pandangku padanya. di balik senyum pak kardi di depanku dan keluarga tersembunyi kilatan nafsu yang besar, terlihat dari tatapan matanya yang kini sudah terang terangan memandangiku. hal ini diperparah dengan fakta bahwa gambaran penis hitam berurat pak kardi selalu melayang dalam pikiranku. nafsuku semakin menjadi jadi tapi suamiku tidak ada untuk memuaskan nafsuku. aku pernah mencoba bermasturbasi sendiri tapi apa yang kudapatkan jauh berbeda dari apa yang diberikan pak kardi.aku terus mencoba menahan nafsu ku tapi semakin kutahan kurasakan nafsu semakin meledak ledak.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">hingga akhirnya pada malam hari itu, saat itu sedang hujan deras. aku dirumah sendirian karena agus dan suamiku belum pulang. dari dalam kamarku terlihat lampu kamar pak kardi menyala. aku melangkah ragu menuruni tangga menuju lantai satu. tanpa kuperintah kaki ku melangkah membawaku menuju kamar pak kardi. sesampainya di kamar pak kardi, kulihat pak kardi sedang tidur. aku mendekatinya pelan lalu berjongkok di samping tempat tidurnya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">aku mulai mengelus tonjolan di selangkangan pak kardi dari luar celana. aku mendekatkan kepalaku dan mulai menciumi tonjolan itu. aku menghirup bau yang tidak asing, bau sperma yang selama ini di tumpahkan pada pakaian dalamku. aku mengelus elus tonjolan itu dengan lembut sehingga tidak membangunkan pak kardi.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">setelah kuelus, tonjolan di celananya semakin besar dan terlihat ingin keluar dari celana. dengan gemetar ku pelorotkan celananya, sampai penis hitam milik pak kardi mengacung tegak dihadapanku. aku mendekatkan mulutku pada ujung kepala penis itu dan mulai menjilatinya. sedikit demi sedikit aku mulai mengulum penis itu. aku memaju mundurkan kepalaku dan menghisap penis itu pelan pelan. sambil mengulum penis pak kardi tanganku menggosok vaginaku dari dalam celana. aku sangat menikamti hal itu sampai sampai aku tidak sadar saat tangan pak kardi memegangi kepalaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">ternyata pak kardi sudah bangun, dia hanya menatapku tanpa ekspresi. aku berusaha menjauh tapi tangannya lebih sigap menarikku. aku ditarik ke atas tempat tidur dan dibaringkan diatasnya, sekarang posisi berada dibawah pak kardi. pak kardi lalu memelorotkan rok bawahan daster yang kupakai dan membuka celana dalamku. setelah itu dia membuka kancing baju dan bh ku, dikeluarkannya buah dadaku dari bukaan di bagian depan bajuku. tanpa aba aba dia lalu mencaplok pentil payudaraku, dikulumnya pelan sambil di hisap hisap serta digigit lebut. semua itu dilakukan berulang ulang pada kedua payudaraku. aku sangat menikamati perlakuan itu hingga tanpa kusadari celana dalamku sudah tidak pada tempatnya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">pak kardi mengarahkan penisnya ke vaginaku. vaginaku yang sudah sangat terangsang sampai sampai cairan kewanitaanku membashi celana dalamku. pelan pelan pak kardi memasukkan penisnya. meskipun sudah sempit lagi tapi karena ukuran penis yang besar vagina terasa sangat sesak. panasnya penis pak kardi semakin membuat cairan kewanitaanku keluar dan memudahkan jalan masuknya penis itu. setelah masuk seluruhnya pak kardi mendiamkannya dulu, aku merasa vaginaku terasa penuh diasuki penis pak kardi. penis itu sangat besar jauh lebih besar dari milik suamiku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">pak kardi mulai mengocok penisnya dalam vaginaku. semakin lama kocokannya makin cepat dan liar. sambil menggenjotiku, pak kardi kembali memainkan buah dadaku. salah satu buah dadaku dikulum dalam mulutnya dan yang lain dia mainkan pentilnya dengan jari jari tangannya. pentilku yang dalam keadaan biasa sudah besar semakin bertambah besar saat terangsang sampai seukuran ibu jari orang dewasa. hal ini semakin memudahkan pak kardi memainkan payudaraku. setelah 5 menit digenjot aku sampai pada orgasme pertamaku, tubuhku menegang seperti dialiri listrik. tapi pak kardi belum menandakan orgasme bahkan genjotanya semakin liar dan kasar.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">selama hampir 30 menit aku terus menerus digenjot pak kardi, selama itu aku mendapatkan 4 orgasme beruntun, yang sebelumnya belum pernah aku dapatkan dari suamiku. genjotan pak kardi semakin tidak beraturan dan tangannya meremas remas buah dadku dengan kasar. nafasnya memburu seperti kuda, keringatnya menetes membasahi tubuh hitamnya. 5 menit kemudian genjotan pak kardi semakin cepat hingga akhirnya tubuhnya menegang bersama orgasmeku yang kelima. dia menyemprotkan sperma putih panas nan kental dalam rahimku. aku berusaha memintanya mengeluarkannya di luar tapi karena terlalu lelah setelah mendapat 5 orgasme beruntun membuatku tidak berdaya melakukan apa apa.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">semenjak saat itu kehidupanku berubah, aku yang dulunya wanita terhormat yang setia kini telah jatuh dalam dekapan tukang kebunku layaknya wanita murahan. hampir setiap ada kesempatan aku meminta pak kardi untuk menyetubuhiku. aku sudah kecanduan penis hitam berurat milik pak kardi, aku tidak bisa melewati sehari pun tanpa di temani sodokan sodokan nikmat pak kardi pada vaginaku. nafsuku semakin besar seiring perselingkuhanku dengan tukang kebunku di rumahku sendiri. aku berusaha sebisa mungkin menyembunyikan dengan rapat rapat hubunganku dengan pak kardi dari keluargku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">suamiku yang jarang pulang dan memuaskanku sekarang tidak masalah bagiku karena selalu ada pak akrdi yang selalu bersedia memuaskanku. di depan keluarga ku sikap ku dan pak kardi biasa saja tapi setelah mereka tidak di rumah. pak kardi menjadi pemiliki baru dari tubuhku. pak kardi meskipun sudah tua tapi pengetahuan seksnya sangat luas. tidak seperti suamiku yang asal sodok dan minim variasi. selama berhubungan dengan pak kardi aku mendpatkan kenikamtan yang lebih besar dari yang kudapat selam 20 tahun perkawinanku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">pak kardi semakin sering bermalam di rumahku terutama saat aku sendirian. dengan pekerjaanya sebagai tukan kebun sekaligus penjaga membuat hubunhgan kami aman dari tetangga sekitar. jika sedang berdua saja dengan pak kardi kegiatan kami hanya berhubungan seks. pernah suatu pagi sat sedang bersiap mengajar, di ruang makan tiba tiba pak kardi memelukku dari belakang. disibakkan rok dan celana dalamku, lalu langsung aku disodok dari belakang dengan pakaianku masih lengkap dengan jilbabku. pak kardi menyutubuhi dari bealakang dan aku bersandar pada meja makan. seperti biasa pak kardi keluar di dalam dan karena sudah mepet aku berangkat mengjar dengan sperma pak kardi masih meleleh dari vaginaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">selama berhubungan dengan pak kardi kami selalu melakukannya di kamarku setiap berhubungan intim bahkan jika malam hari saat suamiku tidak ada pak kardi selalu tidur bersama ku layaknya suamiku sendiri. jika sedang bosan di kamr pak kardi selalu mengajakku berhubungan intim di spot spot rumah kami. ruang tamu, ruang keluarga, dapur kamar mandi.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">tidak terlewat kamr tidur anak anakku pernah kami jadikan arena pemuasan nafsu kami. bahkan pernah pak kardi menyetubuhiku di halaman belakang saat malam hari, karena tembok belakang rumahku cukup tinggi aku tidak khawatir tetanggaku memergokiku disetubuhi pak kardi.</span></p><p><span style="font-family: verdana;">sejauh ini hubungan perselingkuhanku tersimpan rapat dari keluargaku dan mbok minah, istri pak kardi. pak kardi pandai mengatur strategi dan memilih waktu yang tepat untuk bebas menyetubuhiku. seperti pagi itu aku sedang disetubuhi di dapur, karena sedang berbelanja mbok minah tidak di rumah. pak kardi yang semalam sudah menyetubuhiku seakan tidak puas dan masih ingin mnyetubuhi ku pagi ini. karena kupikir tidak ada orang lain di rumah aku melepaskan pakaianku dan membiarkan pak kardi menyetubuhiku dengan posisi berdiri dari belakang. aku menikmati setiap sodokan penis pak kardi di vaginaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">tiba tiba di tengah persetubuhan kami pintu belakang dapur terbuka. alangkah terkejutnya aku melihat ternyata mbok minah sudah pulang berbelanja. aku yang masih dalam posisi di genjot dari belakang tidak bisa melakukan apa apa. aku berusaha menutupi tubuhku dari pandangan mbok minah dengan tanganku. bajuku tergeletak jauh dari jangkauanku. pikiranku berkecamuk, aku ketahuan mbok minah sedang digenjot oleh suaminya sendiri dari belakang. aku takut mbok minah melaporkan pada suamiku dan semua perselingkuhanku terbongkar saat itu.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">anehnya meskipun ketahuan istrinya pak kardi tidak menghentikan genjotannya pada vagiinaku. entah tidak sadar atau apa, dia seperti tidak menghiraukan kehadiran mbok minah di depan kami. bahkan dia semakin mempercepat genjotannya padaku. begitu pula dengan mbok minah, raut wajah terkejut yang aku pikir akan tergambar di wajah mbok minah tidak terlihat sama sekali. dia hanya tersenyum melihat aku sedang di sodok oleh suaminya sendiri, aku tidak mengerti apa yang sedang terjadi saat itu. dengan tenang mbok minah meletakkan belanjaan di meja dapur dan mengeluarkan belanjaan satu persatu.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">belum hilang rasa bingungku, mbok minah berjalan kearahku dengan menggenggam sebatang pare. pak kardi melepas penisnya pada vaginaku dan mengarhkan ke lubang anusku. tanpa aba di segera melesakkan penisnya ke dalam anusku. meskipun sudah basah oleh cairan vaginaku, rasa sakit sangat terasa saat anusku dimasuki penis pak akrdi. belum hilang rasa sakitku, aku merasa vaginaku kembali di masuki sesuatu, kali initerasa dingin dan kasar. saat kulihat ternyata mbok minah sedang mengocok vaginaku dengan pare yang dipegan tadi. terjawab sudah kebingunganku tentang reaksi mbok minah yang biasa saja saat melihat suaminya menyetubuhiku, ternyata dia sudah tahu hubunganku dengan suaminya sehingga tidak terkejut saat mendapati kami dalam keadaan seperti itu.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">hampir 3 bulan hubungan perselingkuhanku dengan pak kardi berjalan, meskipu sudah berumur lanjut, pak kardi selalu memuntahkan spermanya di dalam rahimku. aku sadar semua itu beresiko kehamilan padaku. tapi karena sudah kepalang tanggung menikmati aku tidak terlalu memikirkan hal itu dan merisaukan hal itu. hingga suatu saat aku tersadar aku sudah telat mens selama 2 bulan. aku takut kekhawtiranku selama ini menjadi kenyataan yaitu aku mengandung anak yang bukan benih suamiku melainkan pak kardi. aku berusaha tenang dan menyembunyikan kabar ini sebelum semuanya menjadi jelas.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">aku ke apotik dan membeli 3 testpack. setelah sampai dirumah aku mengecek urinku dan hasilnya dua garis, postif. aku melakukan test kembali menggunakan 2 testpack lain yang kubeli tadi dan hasilnya sama, positif. aku berusha tenang dan belum mempercayai hasil testpack itu. aku pergi ke dokter kandungan setelah sebelumnya membuat janji terlebih dahulu. aku berharap hasil testpack itu salah dan aku tidak hamil. setelah dilakukan awal dan usg hasilnya aku menunjukkan bahawa aku benar benar hamil. dokter memberiku selamat, aku tidak tahu harus bereaksi bagaiaman apakah gembira atau sedih. lebih mengejutkan lagi ternyata calon janin berusia 8 minggu yang bersemayam dalam rahimku adalah janin kembar.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">sampai di rumah aku bingung apa yang harus ku lakukan dengan janin ini. sampai di rumah suamiku menyambutku dengan menggenggam testpack ku ditangannya. dia tahu aku hamil dia terlihat bahagia mengetahui akan punya anak lagi terlebih bayi kembar. aku berpikir harus menggugurkan kandunganku selain ini adalah anak haram hasil perselingkuhanku dengan pak kardi dan usiaku yang hampir 42 tahun sangat bersiko untuk hamil. tapi suamiku menolak dia ingin membesarkan bayi itu, aku sedih melihat suamiku yang sngat ingin mempertahankan kehamilanku. seandainya dia tahu anak dalam perutku ini adalah benih pak kardi, tukang kebun di rumahnya pasti reaksinya akan berbeda.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">keesokan harinya suamiku kembali berangkat keluar kota untuk menghadiri rapat koordinasi kantornya. baru saja suamiku pergi pak kardi memelukku dari belakang. dia lantas mengelus elus perutkku menandakan dia tahu tentang kehamilanku. sepeti biasa dia langsung menyetubuhiku di atas sofa di ruang tamu. kali pak kardi lebih lembut saat menyetubhiku karen tahu aku sedang mengandung janin calon bayi bayinya. selama menggenjotiku dia terus menerus mengusap dan menciumi perutku dia spertinya senang menjadi bapak anak yang ada dalam perutku ini. seperti biasa dia orgasme di dalam vaginaku, dia menyirami buah cinta kami dengan lahar putih panasnya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">seiring dengan usia kehamilanku maka bertambah pula nafsu seks ku jika wanita lain ngidam hal aneh aneh aku hanya menginginkan penis yang berhasil menghamiliku itu untuk menyodoki ku. anehnya aku hanya mendapat kepuasan dari penis pak kardi seakan akan anak dalam perutku tahu siapa ayahnya yang sebenarnya. usi kehamilanku yang memasuki 4 bulan sudah cukup aman untuk kembali melakukan hubungan seks, meskipun bulan bulan sebelumnya aku juga tidak pernah berhenti bersetubuh dengan pak kardi. pak kardi semakin nafsu kepadaku, perutku membuncit dengan kedua anaknya selalu dia ciumi setiap saat. mbok minah yang juga mengetahui bahwa aku hamil anak suaminya juga berusaha menjaga kandunganku degan baik.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">seiring degan kehamilanku ukuran payudaraku ikut bertambah besar. jika sebelumnya payudaraku masih muat di bh ku yang berukuran 36c maka kali ini semua bh ku sudah tidak muat dan sesak jika terpaksa memakai. aku membeli bh baru di toko perlengkapan ibu hamil, ternyata setelah fitting ukuran yang pas ukuran payudara ku naik menjadi 40d.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">selain bertambah besar ukurannya puting susu serta aerolaku juga menghitam dan menjadi lebih sensitif. setiap berhubungan intim aku bisa orgasme hanya dengan dirangsang pada putingku saja. pak kardi juga semakin senang dengan perubahan tubuhku dan semakin liar tiap kali menyetubuhiku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">selain ukuran payudara dan perut yang bertambah bokongku juga semakin montok. pakaian muslim dan jilbab lebar yang kupakai sehari hari seakan tidak bisa menyembunyika kesintalanku. meskipun memakai baju muslim tapi karena payudara , perut dan bokongku membesar akibatnya pakaianku terlihat ketat saat kupakai, hal ini membuat tubuhku semakin menjadi objek nafsu laki laki disekitarku. kalau di rumah tidak ada siapa siap selain aku, mbok minah dan pak kardi maka aku tidak memakai apa apa lagi. selain kurang nyaman karena sesak dan gerah, ini kulakukan agar pak kardi leluasa mengunjungi calon anak anaknya dengan mudah setiap saat. sering aku dientot saat mbok minah di dalam rumah bahkan pernah mbok minah ikut meremas remas susu saat aku digenjot pak kardi dari belakang.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">yang agak aneh dari kehamilanku saat ini adalah aku suka minum pejuh pak kardi. jika sebelum tahu aku hamil pejuh pak kardi selalu dia siramkan dalam rahimku, akhir akhir ini aku lebih suka meminum pejuhnya dari pada disirmakan pada vaginaku. bahkan sku kini mengumpulkan tiap tetes pejuh pak kardi saat kami bercinta dan menyimpannya untuk aku nikmati di lain waktu. sering aku menggunakan pejuh pak kardi sebagai selai olesan roti, campuran susu kehamilan dan teh, atau sebagai tambahan bumbu penyedap dalam makananku, aku memang sudah kencanduan pejuh pak kardi. yang lebih gila sering aku mengonsumsi pejuh pak kardi di depan suami dan anak anakku, bahkan pernah sayur terong yang sudah dibumbui pejuh pak kardi kami nikamti bersama saat makan keluarga.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">memasuki usia kehamilan 6 bulan aku sudah tampak seperti wanita hamil 9 bulan yang siap melahirkan, itu karena anak yang kukandung kembar. sejauh ini kehamilankupun tumbuh sehat dan perkembangannya baik ini semua berkat genjotan dan gizi dari pejuh pak kardi hingga kehamilanku selalu fit. selain itu payudaraku yang dalam ukuran terakhir mencapai 40d kini sudah mulai memproduksi susu. payudara ku tiap hari semakin bengkak karena produksi susunya yang melimpah. bahkan jika tersenggol sedikit saja payudaraku maka air susu akan memancar keluar tanpa henti. aku bersyukur asi ku melimpah sehingga kelak anak anakku nantinya tidak akan kekurangan gizi dari asi ku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">pak kardi juga semakin senang karena produksi asi ku melimpah selain terjamin kebutuhan asi anak anaknya nanti sebelum lahir dia bisa menikmati susu langsung dari payudaraku setiap saat. dia suka sekali netek padaku. entah itu saat sedang berhubungan intim atau saat sedang santai bersama. dia hampir setiap hari menghabiskan susu langsung dari payudaraku. dia tidak ingin asi yang berharga itu terbuang sia sia. akupun juga menikmati hal ini selain rasa nyeri di payaudara ku berkurang karena susunya selalu diminum aku juga mengalami oragasme saat pak kardi netek padaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">jika ada suami atau anakku di rumah maka kegiatan netek tidak bisa kulakukan. praktis aku hanya bisa memerah susu dan menyimpannya untuk selanjutnya kuberikan pada pak kardi untuk diminum. selain untuk diminum sendiri, pak kardi sering membawanya pulang untuk diberikan pada cucunya yang msih berumur 9 bulan. dengan alasan karena produksi susuku yang melimpah aku juga membagikan asiku untuk anak anak yang membutuhkan. meskipun selalu diperas dan ditetek pak kardi namun produksi asi ku tidak pernah berkurang justru semakin bertambah. semakin banyak susu yang diperas semakin banyak pula susu yang kuhasilkan.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">bahkan pernah saat anak pak kardi, yang merupakan ibu dari cucunya tadi tidak menghsilkan cukup asi untuk sang bayi, pak kardi dan mbok minah membawaq bayi itu untuk aku susui. aku dengan senang hati melakukannya karena bisa membantu mencukupi gizi cucu mereka. dengan pelan aku menyusui cucu pak kardi yang masih bayi itu di kursi sofa. ditengah tengah aku sedang menyusui, pak kardi memelorotkan celananya , penisnya mengacung tegang.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">sepertinya dia terangsang melihat aku menyusui cucunya sendiri. dia mengarahkan penisnya ke vaginaku dan memsukkannya dengan mudah karena vaginaku sudah basah karena orgasme saat menyusui tadi. jika ada yang melihat persetubuhan kami saat itu pasti akan terangsang berat, bagaimana tidak aku yang sedang hamil besar dan tengah menysui bayi dientot oleh laki laki yang lebih pantas kupanggil sebagai ayah.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">beberapa bulan kemudian aku melahirkan sepasang anak laki laki yang sehat. aku melakukan persalinan secara caesar karena terlalu beresiko mengingat usia ku yang sudah berumur. anak itu kuberinama deni dan dani mengambil dari nama orang tua kandung meraka kardi dan rini.</span></p><p><span style="font-family: verdana;">mereka tumbuh menjadi anak yang sehat dan cerdas. itu semua karena aku selalu memberi mereka asi eksklusif. mereka pun dengan lahap meminum susu mereka baik secara langsung dari tetekku atau dari botol asi yang sudah juperas sebelumnya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">sedangkan hubunganku dan pak kardi berhenti sementara. selain karen orang tua dan mertuakau sering menginap di rumahku untuk membantu merawat bayi bayiku. juga karena aku masih dalam masa nifas setidaknya dalam 3 bulan sehingga sama sekali tidak mungkin untuk menyetubuhiku saat itu. aku merasa kasihan dengan pak kardi tidak bisa menimang anakny sendiri karena kami harus menutup rahasia ini rapat rapat, meskipun kadang kadang pak kardi mencuri curi waktu untuk bisa menggendong buah hatinya itu. lebih ksihan lagi karena tidak bisa menikamti tubuhku untuk sementara waktu.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">karena aku melakukan caesar maka vagina ku masih sempit, ukuran tubuhkupun kembali seperti semula kecuali kedua payudaraku yang sepertinya tidak akan mengecil selama masih memproduksi asi. suamiku adalah orang pertama yang menikamti tubuhku pertama kali sejak aku melahirkan. sedangkan pak kardi baru bisa beberapa bulan kemudian menikmati kembali tubuhku saat orang tua dan mertuaku pulang kerumah mereka masing msing, meskipun masih rutin mengunjungiku. akupun juga sudah rindu dengan sodokan sodokan kasar penis pak kardi yang siap membuahi kembali harimku ini.</span></p><p><span style="font-family: verdana;">3 tahun kemudian sejak saat kelahiran anak kembarku, aku sudah memiliki 3 anak dari hubunganku degan pak kardi. dani dan deni berusia 3 tahun dan akan masuk play group sedang anakku yang ketiga dengan pak kardi perempuan bernama dina saat ini berusia 1,5 tahun. pak kardi suka sekali melihat aku hamil dari perbuatannya dan membuat suamiku yang membesarkan anak anaknya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Saat aku sedang menulis cerita ini aku sedang hamil 9 bulan dan lagi lagi hasil benih yang ditanam pak kardi, janin dalam perutku juga anak kembar. secara keseluruhan aku sudah melahirkan 5 orang anak ditambah 2 dalam kandunganku saat ini dan aku masih ingin terus hamil lagi oleh pak kardi.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">,,,,,,,,,,,,,,,,,,,</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Cerita ini merupakan kelanjutan dari naskah diatas namun dari perspektif sedarah.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">-- POV Agus</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Perkenalkan namaku Agus umurku 21 tahun dengan postur tubuh 170 cm berat 65 kg dengan hidung mancung dan kulit kuning langsat. Aku dan keluargaku berasal dari Kota Malang Jawa Timur dan sekarang sedang menimba ilmu sebagai mahasiswa di salah satu perguruan tinggi negeri di Kota Surabaya. Aku adalah anak ke 2 dari 7 bersaudara.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Kakakku yang pertama bernama Yunita berumur 23 tahun baru lulus kuliah dari kota yang sama denganku dan sekarang bekerja di Kota Jakarta. Papaku bernama Budiawan keturunan Bugis-Makassar berusia 46 tahun dan bekerja sebagai pejabat teras di Dinas Keuangan di kota kami. Mamaku bernama Rini Wulandari berusia 45 tahun bekerja sebagai guru PNS di salah satu SMA Negeri di Kota Malang.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Untuk wanita seusianya bisa dibilang Mamaku adalah seorang wanita yang sangat cantik dengan kulit kuning langsat, rambut hitam panjang sebahu, hidung mancung, mata bulat besar, dan bibirnya yang merah merekah. Postur tubuhnya juga tergolong montok dengan tinggi badan 160 cm berat 63 kg dan payudara berukuran jumbo yaitu 40D.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Selain itu aku juga memiliki 5 orang adik yang masih kecil-kecil yaitu si kembar Deni dan Dani yang sekarang berusia 3 tahun dan baru masuk playgroup. Yang kedua perempuan bernama Dina berusia hampir 2 tahun. Lalu yang terakhir adalah si kembar perempuan bernama Nadya dan Nazwa yang baru berumur 3 bulan.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Total kami sekeluarga ada 9 orang. Karena kesibukan kedua orang tuaku dan banyaknya anak kecil di rumah kami maka Papa dan Mamaku mempekerjakan 2 orang babysitter, seorang pembantu dan seorang tukang kebun untuk membantu mengurus rumah dan adik-adikku. Karena kami tergolong dari keluarga kaya maka masalah finansial bukanlah persoalan serius bagi kami.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Mamaku Rini Wulandari</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Sejak kecil sewaktu aku masih berdua dengan Mbak Yunita hingga sekarang kedua orangtuaku selalu mengajarkan agama dan sopan santun ala Jawa dengan baik. Mamaku dalam kesehariannya memakai jilbab lebar dan baju muslim untuk menutupi tubuhnya jika sedang keluar rumah sehingga menambah kesan religius dalam keluarga kami.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Mbak Yunita sendiri walaupun belum mengenakan jilbab namun dia selalu ingat pesan Mamaku untuk berpakaian sopan dan menjaga tingkah laku. Papa dan Mamaku dikenal cukup aktif di kegiatan lingkungan rumah kami. Jika Papaku seringkali diminta menjadi pemimpin kegiatan di tingkat RT/RW, Mamaku sendiri juga aktif di kegiatan pengajian Muslimat NU Kota Malang di tingkat ranting.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Melihat profil keluargaku kebanyakan orang akan menilai bahwa kami adalah keluarga yang harmonis dan agamis. Sebenarnya tidaklah salah jika orang menilai seperti itu, namun dibalik itu semua ada rahasia besar di keluarga kami dan hanya aku yang tahu.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Mamaku Rini walaupun dikenal sebagai sosok yang aktif dan religius, namun dibalik itu semua Mamaku pernah berselingkuh dengan tukang kebun kami yang sudah berhenti bernama Pak Kardi selama 4 tahun. Bukan itu saja, 5 orang adik kecilku yang lahir belakangan ini semuanya merupakan hasil benih Pak Kardi yang disemaikan ke dalam rahim suci Mamaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Semua skandal itu aku ketahui beberapa bulan sebelum Mama melahirkan Nadya dan Nazwa. Yaitu ketika di akhir pekan saat aku pulang ke Malang dari Surabaya. Aku memang punya kebiasaan pulang pergi Malang-Surabaya setiap 2 Minggu sekali kalau tidak ada tugas kuliah yang menumpuk.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Pagi itu hari Sabtu sekitar 7 pagi aku berangkat dari kosan menggunakan motor dari Surabaya menuju Malang. Perjalanan memakan waktu 2, 5 jam. Sekitar jam setengah 10 pagi aku pun tiba di rumah.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Saat sampai dirumah kulihat suasana cukup sepi dan terlihat 2 mobil milik Papaku yaitu Toyota Fortuner dan Nissan Serena terparkir disitu. Sepertinya Papaku sedang keluar kota menggunakan pesawat makanya mobilnya terparkir rapi di garasi kami. Aku pun memasukkan motor dan menaruhnya di samping mobil Papaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Assalamu’alaikum, Mama”. Panggilku tanpa ada sahutan sama sekali.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Karena penasaran aku pun mencari Mama ke seantero sudut rumah. Ketika sampai di depan kamar Mama aku pun mendengar suara desahan seperti orang yang sedang bercinta. Aku pun mulai curiga dan berusaha mengintip apa yang terjadi di kamar Mamaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Saat kuintip aku pun kaget setengah mati. Ternyata Mamaku yang selama ini sangat alim dan sangat kuhormati sedang bercinta dengan Pak Kardi tukang kebun kami. Pak Kardi sedang menyodok memek Mamaku yang sedang hamil dengan sangat kuat dari belakang dalam posisi</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">doggie style.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Ayo Pak sodok terus yang kuat OHH OHH OHH”. Desah Mamaku pada Pak Kardi.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Memekmu nikmat Bu aku jadi ketagihan OHH OHH OHH”. Desah Pak Kardi sambil terus menyodok memek Mamaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Setelah sekitar 15 menit mereka bercinta tiba-tiba Pak Kardi pun mempercepat sodokan kontolnya pada memek Mamaku. Tak lama kemudian mereka pun saling berteriak bersahut-sahutan.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Ohh Bu aku keluar OHH OHH CROOT CROOT CROOT CROOT CROOT CROOT!” Keluarlah sperma Pak Kardi ke dalam memek Mamaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Aku juga keluar Pak AHH AHH AHH CREETT CREETT CREETT CREETT!” Teriak Mamaku yang juga telah mencapai orgasmenya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Setelah mencapai puncak kenikmatan masing-masing keduanya pun tiduran di ranjang sambil berangkulan mesra. Mereka pun bercakap-cakap.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Makasih ya Bu, aku puas banget sama Bu Rini”. Kata Pak Kardi sambil membelai rambut Mamaku</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Aku juga puas lho sama Pak Kardi, udah manuknya gede udah gitu subur lagi CUPP”. Balas Mamaku sambil mencium bibir Pak Kardi.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Rawat anakku ya Bu Rini”. Pinta Pak Kardi sambil mengelus-elus perut Mamaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Semua anak-anak kita Deni, Dani, Dina dan si kembar yang ada di perutku ini akan aku rawat untukmu Pak”. Balas Mamaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Bu Rini, aku mau ronde kedua boleh?” Tanya Pak Kardi pada Mamaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Aduh Pak, nafsumu gede banget sih, inget lho aku lagi hamil anakmu”.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Justru karena Ibu lagi hamil makanya nafsuku jadi meluap-luap”. Katanya sambil kembali menggerayangi tubuh seksi Mamaku. Tak lama kemudian mereka pun melanjutkan permainan sampai siang hari dan aku pun memutuskan untuk menenangkan diri dan pergi ke kamar.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Sampai di kamar aku pun *shock, * aku tidak menyangka bahwa 3 adik kecilku dan juga 2 adikku yang ada di dalam kandungan Mama saat ini semuanya merupakan anak Pak Kardi bukan anak Papaku. Saat memikirkan hal tersebut kontolku pun terasa keras. Aku pun mengocok kontolku dengan kuat sambil membayangkan Mamaku. Tak lama kemudian “CROOT CROOT CROOT CROOT CROOT AHH AHH AHH AHH” keluarlah spermaku dengan banyak membasahi perutku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Beberapa hari setelah kejadian itu sewaktu aku sedang sendirian di kamar kostku, aku pun berpikir bagaimana bisa Mamaku seorang yang cantik dan begitu dihormati bisa melakukan tindakan sehina itu dengan Pak Kardi. Apakah Mamaku</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">dipelet oleh Pak Kardi? Aku curiga Mamaku terkena guna-guna yang sangat kuat dari Pak Kardi sampai dia mau saja melayani nafsunya dan mengandung benih-benih Pak Kardi.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Aku pun memutuskan untuk mencari “orang pintar” untuk membuka semua misteri ini. Setelah mencari info kemana-mana akhirnya aku mendapatkan seorang ustadz di Surabaya yang terbiasa menangani korban ilmu</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">pelet seperti Mamaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Aku pun datang ke rumahnya yang ada di salah satu gang kecil di Surabaya. Setelah menjelaskan masalahku rupanya Ustadz tersebut sangat ramah dan mau membantuku. Setelah melalui penerawangan mata batinnya akhirnya kami tahu bahwa Pak Kardi menggunakan ilmu</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">pelet nguyup pejuh untuk memperdaya Mamaku. Menurut penuturan sang Ustadz Pak Kardi mengguna-guna Mamaku dengan masturbasi menggunakan celana dalam dan BH Mamaku yang sudah dibacakan mantra khusus olehnya sehingga Mama pun terperdaya olehnya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Dik Agus tenang saja, saya akan mengatasi ilmu pelet dari Pak Kardi. Tugas Adik adalah harus rutin memberikan air sudah saya bacakan doa-doa dari Al Qur’an kepada Ibu Dik Agus. Insyaallah cepat atau lambat ilmu</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">pelet Pak Kardi akan luntur dan menerima balasan yang setimpal dari Allah SWT”. Terang sang Ustadz tersebut padaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Tapi saya gak punya banyak uang Pak Ustadz”. Kataku pasrah.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Sudah Dik Agus jangan pikirkan itu, saya rela dibayar seikhlasnya oleh Dik Agus karena saya tahu sampeyan masih kuliah dan masih bergantung sama orang tua ya toh”. Terangnya padaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Terima kasih Pak Ustadz atas bantuannya”.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Ya sudah kalo gitu mulai sekarang kita berusaha ya, memang ini adalah ilmu pelet yang cukup berat untuk dilawan. Namun selama kita Istiqomah kepada Allah SWT mudah-mudahan pengaruh ilmu tersebut bisa hilang dari Ibunya Dik Agus”.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Terima kasih banyak Pak Ustadz. Oh ya kalo gitu saya pamit dulu ya Assalamualaikum”. Kataku berterima kasih dan mohon pamit padanya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Waalaikumsalam iya mari Dik Agus”.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Setelah pertemuan dengan Pak Ustadz tersebut, setiap kali aku pulang ke Malang aku pasti membawa air doa dari Pak Ustadz yang selalu kucampurkan ke dalam gelas air yang akan diminum Mamaku. Aku pun jadi rutin pulang seminggu sekali sambil menunggu waktu persalinan Mamaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">2 bulan kemudian Mamaku pun melahirkan bayi kembar perempuan. Aku bersyukur adik-adikku lahir dengan selamat. Setelah adikku lahir aku berharap ada sesuatu yang terjadi dengan Pak Kardi sehingga dia tidak akan mengganggu Mamaku lagi. Benar saja, tepat sebulan setelah Mamaku melahirkan rupanya Pak Kardi dan Mbok Minah kecelakaan motor sehingga mereka berdua meninggal dunia.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Aku pun melaporkan hal tersebut pada Pak Ustadz yang telah membantuku. Dia bilang Pak Kardi meninggal karena termakan oleh ulahnya sendiri karena telah mengganggu Mamaku. Aku pun bersyukur bahwa hal yang mengganggu keluargaku akhirnya bisa berakhir. Aku pun pergi ke rumah Pak Ustadz untuk mengucapkan terima kasih dan memberinya sedikit uang dari tabunganku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Kembali pada Mamaku. Sewaktu Pak Kardi dan Mbok Minah meninggal kami sekeluarga termasuk Mamaku pun</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">shock dan sedih. Mau bagaimanapun mereka berdua telah ikut dengan keluarga kami sejak lama. Kulihat Mama sering termenung karena kehilangan “Ayah biologis” kelima adik-adikku yang masih kecil.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Untuk mengatasi masalah itu Papa pun bergerak cepat dengan mencari pembantu, tukang kebun plus</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">babysitter untuk mengurus rumah kami dan merawat adik-adikku. Setelah mencari kesana kemari akhirnya kami pun mendapat pengganti Pak Kardi dan Mbok Minah yaitu Pak Hamdan sebagai tukang kebun yang baru dan Mbok Lastri sebagai pembantu yang baru. Papaku pun juga mempekerjakan dua orang</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">babysitter yaitu Yati dan Mirna untuk merawat kelima orang adik-adikku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Semenjak ada pembantu, tukang kebun dan babysitter baru kulihat Mamaku terlihat lebih tenang. Ya walaupun sesekali dia masih suka termenung mengingat Pak Kardi namun suasana rumah kami kembali normal seperti semula.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Tak terasa sudah 2 bulan sejak kematian Pak Kardi dan Mbok Minah dimana sekarang Nadia dan Nazwa sudah berusia 3 bulan. Jujur belakangan ini nafsuku benar-benar bergejolak jika melihat tubuh montok Mamaku apalagi sekarang dia sedang masa menyusui. Aku pun mulai menyusun rencana untuk bisa menggauli Mamaku yang cantik dan subur ini.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Aku pun ingat bahwa Minggu depan Papa akan berangkat ke luar negeri. Aku pun mempersiapkan diri dengan berolahraga teratur dan tidak masturbasi selama seminggu sampai aku pulang ke rumah. Untuk meningkatkan stamina aku banyak mengonsumsi sayur bayam, buah pepaya, dan juga ikan untuk menambah jumlah spermaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Akhirnya hari yang ditunggu pun tiba. Tepat pada hari Jum’at pagi aku pun berangkat dari Surabaya menuju Malang. Oh iya karena saat ini aku sudah menyelesaikan semua mata kuliahku dan hanya tinggal menyusun skripsi maka waktu luangku jadi lebih banyak. Dengan bersemangat aku memacu motorku dengan kencang supaya cepat sampai dirumah.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Tepat jam 10 pagi akhirnya sampai juga aku dirumah. Mama pun membuka pintu untuk mempersilahkan aku untuk masuk. Aku pun mengucapkan salam dan mencium tangan Mamaku dan mengelus pipi adikku Nazwa yang sedang Mamaku gendong. Pagi itu Mama memakai jilbab dan baju gamis warna hijau. Aku menebak Sepertinya Mamaku ada acara penting hari ini.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Assalamu’alaikum Ma”. Kataku mengucap salam dan mencium tangannya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Waalaikumsalam Gus, tadi kamu berangkat dari Malang jam berapa?” Tanya Mamaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Tadi sekitar jam 7an Ma, terus aku mampir dulu di warung pinggir jalan buat sarapan tadi makanya datangnya agak telat”.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Oh gitu pantesan dari tadi Mama tungguin kamu kok lama banget sampenya”.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Oh iya Mama kok rapi banget hari ini, emangnya ada acara apa Ma?”</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Hari ini Mama ada acara pengajian Muslimat NU sekaligus ada rapat di kantor ranting soal masalah bakti sosial buat Minggu depan”.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Hhhmmm gitu, oh ya mau aku anter gak Ma?”</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Gak usah sayang, kamu kan baru dateng tadi mendingan istirahat dulu sambil nunggu waktu shalat Jum’at”.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Oh yaudah kalo gitu hati-hati di jalan ya Ma”. Mamaku pun hanya mengangguk padaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Yati, tolong kesini sebentar”.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Iya Bu”.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Tolong jagain Nazwa hari ini ya, Ibu mau pergi dulu ada acara sampe sore”. Kata Mamaku sambil menyerahkan Nazwa pada Yati.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Nazwa Mama pergi dulu ya, hari ini kamu main sama Mas Agus sama Mbak Yati ya Assalamualaikum”. Kata Mamaku melambaikan tangannya pada adikku Nazwa.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Setelah melepas kepergian Mama aku pun pergi untuk beristirahat di kamar menunggu waktu shalat Jum’at. Di dalam kamar aku pun bertekad untuk menggauli Mamaku malam ini baik tak peduli kalo harus dengan cara paksa sekalipun karena kontolku sudah amat sangat keras dan bernafsu untuk “menggagahinya”.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Siang itu aku pun shalat Jum’at di masjid komplek perumahan kami dan setelah itu makan siang di rumah bersama adik-adikku. Jujur walaupun aku sayang pada mereka semua namun tetap saja ada rasa aneh mengingat mereka semuanya adalah anak hasil benih almarhum Pak Kardi tukang kebunku dulu.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Setelah makan siang sambil menunggu Mama pulang nanti sore aku pun menghabiskan waktu dengan bermain-main dengan adik-adikku. Mereka semua anak yang lucu dan menggemaskan sekalipun lahir dari perbuatan terlarang antara Mamaku dan almarhum Pak Kardi namun aku tetap menyayangi mereka sebagai seorang kakak.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Tepat jam 4 sore Mamaku pun sampai dirumah. Setelah menyapa adik-adikku sebentar Mama pun langsung menuju kamarnya untuk ganti baju dan mandi. Aku pun berinisiatif untuk mengikutinya dan mengintip Mamaku dari luar pintu kamarnya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Saat sampai di depan kamarnya kulihat Mama sedang berkaca sambil melenggak-lenggokkan tubuhnya. “Oh seksi sekali tubuh Mamaku” kataku dalam hati. Mama pun mulai membuka jilbabnya perlahan lalu beserta dengan ciputnya. Terlihatlah rambut Mama yang panjang hitam sebahu, lehernya yang putih mulus dan sepasang anting-anting emas nan indah bergoyang-goyang di kedua telinga Mamaku yang selalu tertutup jilbab setiap hari jika sedang keluar rumah.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Oh Mama cantik banget kalo pake anting-anting kayak gitu” kataku sambil mengelus-elus kontolku yang sudah mengeras dari tadi. Kemudian Mamaku pun membuka gamisnya beserta pakaian dalamnya sehingga terlihatlah payudara Mamaku yang super montok dan pahanya yang mulus. Hampir saja aku masturbasi pada sore itu namun aku masih berusaha menahan nafsuku untuk kulampiaskan pada Mamaku malam nanti.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Malamnya aku dan Mama pun makan malam bersama adik-adikku. Malam itu Mama memakai kaos tanpa lengan dengan belahan dada rendah, celana pendek setengah paha, dan menguncir kuda rambutnya sehingga lehernya yang putih mulus dan anting-anting emas nan cantik di kedua telinganya terlihat jelas. “Oh sungguh mempesona sekali Mamaku malam ini” kataku dalam hati.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Malam itu kami menghabiskan waktu dengan menonton televisi dan bercakap-cakap di ruang tamu. Mama pun menanyakan progress skripsiku. Aku pun menjawab masih dalam tahap mengajukan judul. Mama pun berpesan agar aku menyelesaikan skripsiku dan lulus tepat waktu.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Tak lama kemudian tepat jam 9 malam Mamaku pun mengantarkan adik-adikku untuk pergi tidur ke kamarnya. Aku dan Mama juga menggendong Nadia dan Nazwa ke kamarnya yang terpisah dengan kamar Mamaku namun posisinya bersebelahan dan ada pintu tembus di dalamnya sehingga kalau ada apa-apa terjadi pada mereka berdua Mama bisa langsung masuk melalui pintu tembus tanpa harus keluar kamar.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Sambil menunggu waktu yang tepat aku pun masuk ke kamarku yang ada di lantai 2 untuk menunggu hingga menjelang tengah malam. Tepat jam 11 malam ketika semua orang dirumahku sudah tidur aku pun keluar dari kamar dan turun ke lantai 1 berjalan menuju kamar Mamaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Saat masuk ke kamar Mamaku, tak lupa aku mengunci pintu terlebih dahulu dan menutup jendela agar tidak ada yang mengintip. Tak lupa kubawa HP-ku yang berisi video perselingkuhannya dengan almarhum Pak Kardi untuk mengancamnya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Malam itu kulihat Mamaku sedang tertidur dalam posisi terlentang dengan menggunakan kimono warna biru. Parasnya sungguh cantik sekali dan payudaranya yang sangat besar seperti ingin keluar dari kimononya. Aku pun memberanikan diri untuk mencium wajahnya dan membuka kaitan kimononya hingga payudaranya yang montok itu pun terpampang bebas.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Karena sudah tidak tahan aku pun membuka pakaianku hingga telanjang bulat hingga kontolku yang panjangnya 19 cm dengan diameter 4 cm. Aku pun menindih Mamaku sambil menciumi tubuhnya dan menghisap kedua payudaranya yang super montok itu. Saat menghisap payudaranya terasa air susu Mamaku keluar mengisi mulutku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Oh manis sekali air susu Mamaku” kataku dalam hati. Puas meminum air susunya aku pun turun ke arah memeknya yang merah merekah. Kuhisap memeknya yang sudah licin itu. Terlihat Mamaku dengan mata masih terpejam mulai mendesah pelan. Aku pun heran bagaimana Mamaku bisa tidak sadar dalam kondisi seperti ini.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Setelah puas menghisap memeknya, tibalah saatnya permainan utama. Aku pun mulai naik ke atas tubuh Mamaku sambil memegang kontolku yang super keras dan mengarahkannya ke depan pintu memeknya yang sudah licin tersebut. Sempit sekali memek Mamaku ini sampai aku harus mencoba menjebolnya sebanyak 3 kali.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Setelah sodokan ketiga akhirnya kontolku pun berhasil masuk ke dalam memek Mamaku. Aku pun berusaha memasukkannya dalam-dalam hingga kontolku masuk semua ke dalam memek Mamaku. “Oh seret sekali memek ini, pantesan Pak Kardi sampe ketagihan sama Memek Mama” kataku dalam hati. Ketika berhasil menyodokkan kontolku dalam-dalam, mata Mamaku pun mulai terbuka dan terkejut melihat dirinya sedang disetubuhi anaknya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Astaghfirullahaladzim Agus! Kamu mau ngapain Mama Gus”. Kata Mamaku terkejut dan mulai mengeluarkan air mata.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Aku pengen seneng-seneng sama Mama kayak Mama sama Pak Kardi dulu”. Kataku langsung to the point.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Gus tolong jangan perkosa Mama Gus, aku ini Mama kandungmu hiks hiks hiks hiks!” Kata Mamaku meronta-ronta menggerakkan pantatnya yang sudah terkunci oleh selangkanganku. Gerakan seperti itu justru membuat kontolku tambah masuk ke dalam memeknya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Pokoknya malam ini Mama harus puasin aku kalo gak aku bakal laporin ke Papa kalo Mama dulu selingkuh sama Pak Kardi!” Kataku membentaknya dengan keras.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Jangan Gus, jangan laporin ke Papa, nanti Mama bisa dicerai sama Papamu hiks hiks hiks hiks”.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Makanya malem ini harus layanin aku sampe aku puas OHH OHH OHH Plak Plok Plak Plok Plak Plok!” Kataku sambil mulai menyodoknya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“OHH pelan-pelan sayang punya kamu gede banget hiks hiks hiks hiks!” Kata Mamaku yang sudah pasrah dan mulai mengikuti permainanku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Selanjutnya aku pun menggenjotnya dengan keras. Wajah yang cantik dan payudaranya yang montok habis kuciumi dan kujilati. Selama menggenjotnya terlihat anting-anting Mamaku dan selama ini tertutup oleh jilbab bergoyang gondal-gandul menambah pesona Mamaku yang memang sudah cantik dari sananya. Aku pun menjilati lehernya yang mulus dan menciumi anting-anting emasnya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Tak lama kemudian sekitar 20 menit, kurasakan ujung kontolku sudah semakin gatal dan buah zakarku semakin menegang. Ya sebentar lagi aku akan klimaks. Ketika akan klimaks tiba-tiba Mamaku berteriak kencang.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“AHH AHH AHH AHH CREETT CREETT CREETT CREETT CREETT!” Keluarlah cairan orgasme Mamaku menyirami kontolku yang sudah diujung tanduk.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Aku pun terus menyodok-nyodokkan kontolku dengan makin brutal. Mamaku pun sudah memintaku untuk berhenti sebentar karena dia sudah kelelahan. Namun karena aku sedang konsentrasi untuk mengejar orgasmeku, kata-kata Mamaku hanya kuanggap angin lalu dan tidak kupedulikan sama sekali.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">30 menit berlalu akhirnya aku pun benar-benar akan klimaks. Aku semakin menyodok-nyodokkan kontolku semakin dalam sampai menyentuh benda kenyal di ujung memeknya. “Inikah rahim Mama tempat aku dikandung dulu? Rahim yang juga sudah dibuahi oleh Pak Kardi berkali-kali dan juga Papaku. Oh nikmat sekali rahim Mama membuatku makin kesetanan untuk ‘membuahi’ Mamaku seperti Pak Kardi dan juga Papaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Nak, kontol kamu kena rahim Mama sayang OHH OHH OHH”. Kata Mamaku mendesah menikmati sodokan kontolku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Ma, aku mau keluar OHH OHH OHH”. Kataku padanya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Jangan di dalam sayang cepet cabut, cabut caaabbbuuuuttttttt!” Kata Mamaku panik dan berusaha melepaskan kontolku dari memeknya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Gak bisa Ma udah telat, terima ini OHH OHH OHH OHH CROOT CROOT CROOT CROOT CROOT CROOT CROOT CROOT CROOT CROOT!” Keluarlah spermaku sebanyak 10 kali semprotan menyirami rahim Mamaku yang amat subur ini.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Hiks hiks hiks hiks kamu jaaaahhhhaaaaatttttt Gus Ahh Ahh Ahh Ahh CREETT CREETT CREETT CREETT CREETT CREETT!” Teriak Mamaku menangis sambil mendapat orgasmenya yang kedua. Setelah itu tubuhku pun ambruk menindih tubuh montok Mamaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Sambil mengatur nafas, aku pun menciumi leher dan anting-antingnya. Oh puas sekali aku bisa menggauli Mamaku. Di sisi yang lain Mamaku masih menangis tersedu-sedu.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Kamu jahat Agus, kamu udah perkosa Mama kandungmu sendiri hiks hiks hiks hiks!” Kata Mamaku sambil menangis.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Ini hukuman buat Mama karena udah selingkuh dan bikin anak sama orang lain”.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Tapi kenapa harus kayak gini sih hukumannya hiks hiks hiks hiks”. Jawab Mamaku sambil menangis. Mendengar tangisannya aku pun merasa iba dan timbul rasa bersalahku padanya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Mama tau Mama salah. Mama udah berzina sama orang lain sampe punya anak 5 orang. Tapi bagaimanapun yang namanya anak gak boleh</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">gituan sama Mama kandungnya hiks hiks hiks”. Lanjut Mamaku dengan tangis yang sudah mulai mereda.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Aku pun tak menjawabnya dan hanya memeluknya erat-erat. 5 menit kemudian kurasakan kontolku kembali cenat-cenut. Karena tidak tahan aku pun kembali menyodokkan kontolku pada memeknya. Di ronde kedua ini, tak banyak perlawanan yang dilakukan Mamaku. Mungkin saja karena dia sudah lelah dan pasrah dengan perbuatanku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Plak Plok Plak Plok OHH OHH OHH OHH!” Begitulah bunyi sodokan dan desahanku pada Mama.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">30 menit kemudian aku pun mendekati masa orgasme. Kumasukkan kontolku dalam-dalam sampai menyentuh mulut rahimnya dan aku pun klimaks.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Mama, aku keluar lagi OHH OHH OHH CROOT CROOT CROOT CROOT CROOT CROOT CROOT!” Keluarlah 7 kali semprotan spermaku mengisi rahimnya yang amat subur itu.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“AHH AHH AHH AHH CREETT CREETT CREETT CREETT CREETT!” Teriak Mamaku yang juga sudah mencapai klimaksnya. Setelah itu tubuhku pun kembali ambruk menindih tubuh montok Mamaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Setelah ronde kedua ini aku menaruh kepalaku di samping leher kanan Mamaku sambil menciumi lehernya yang mulus dan anting-antingnya yang cantik. Mamaku hanya membalas dengan mengusap-usapkan kepalaku dengan tangannya. Saat kuangkat kepalaku kulihat Mama hanya tersenyum tipis melihat wajahku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Ma, maafin aku ya gak bisa ngendaliin hawa nafsu”. Kataku pada Mama.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Mama ngerti kok, lagian ini kan salah Mama juga”. Katanya padaku sambil membelai wajahku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Aku pun kembali menaruh kepalaku di lehernya dimana sekarang Mamaku mengusap-usapkan tangannya pada punggungku yang basah oleh keringat. Saat kuamati dari dekat, aku merasa Mamaku sangat cantik jika memakai anting-anting emas di kedua telinganya. Sayang anting-anting Mama yang indah ini selalu tertutup dalam balutan jilbab setiap hari.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Anting-anting yang dipakai Mamaku dibalik jilbabnya</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Ma, aku boleh nanya gak sama Mama tapi Mama jangan marah ya”. Tanyaku pada Mama.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Iya sayang emangnya kamu mau nanya apa sama Mama”. Balas Mamaku lembut.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Ma, Mama kan pake jilbab setiap hari, tapi kok Mama masih pake anting-anting?” Tanyaku sambil memegang anting-antingnya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Emangnya kenapa kalo Mama masih pake anting-anting sayang?” Tanya Mamaku sambil tersenyum manis.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Ya kan jadinya sayang Ma, anting-anting Mama jadi ketutupan sama jilbabnya Mama”. Kataku padanya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Gini ya sayang, Mama pake jilbab itu karena perintah agama yang nyuruh buat nutup aurat yang terdiri dari rambut, leher, telinga, sampai ke dada. Terus kenapa Mama masih pake anting-anting ya karena Mama perempuan yang fitrahnya emang suka berhias. Nah berhias itu contohnya make perhiasan kayak anting-anting yang Mama pake sekarang ini di dalam hukum agama cuma boleh diperlihatkan sama muhrimnya Mama yaitu kamu, Papa kamu sama adik-adik kamu”.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“OHH gitu ya Ma”. Kataku sambil mengangguk-angguk. Dalam hati aku berkata betapa sholehahnya Mamaku ini walaupun memakai anting-anting cantik yang tergolong mahal namun dia tidak mau memperlihatkannya kepada orang yang bukan muhrimnya. “Oh Mama, aku jatuh cinta sama Mama” kataku dalam hati.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Menurut kamu Mama cantik gak kalo pake anting-anting kayak gini?” Tanya Mama padaku dengan senyuman manisnya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Iyyaaa cantik kok Ma, Mama keliatan lebih cantik kalo pake anting-anting”. Jawabku agak gugup sambil menahan hawa nafsuku yang mulai naik lagi.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Kok ngomongnya gugup kayak gitu sih? Kenapa? Gak suka ya ngeliat Mama pake anting-anting?” Tanya Mama yang dengan wajah yang agak sedih.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Gak Ma, bukannya gak suka tapi Arrrggghhh”. Kataku yang sudah sangat bernafsu sambil menyodoknya pelan.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Iya tapi kenapa sayang”. Tanya Mamaku lembut.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Maaf Ma, tapi tititku suka keras kalo ngeliat Mama pake anting-anting kayak gini”. Terangku sambil menundukkan wajah karena malu.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Ya ampun jadi ternyata titit kamu ngeres ya ngeliat Mama pake anting-anting hihihihihi”. Tanya Mamaku sambil menahan tawa.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Maaf Ma”. Kataku dengan wajah yang tertunduk.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Mama gak nyangka ya, anak Mama yang ganteng, pinter dan sholeh ini tititnya bisa ngeres juga kalo ngeliat Mamanya pake anting-anting hihihihihi”. Kata Mama menggodaku sambil tertawa.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Mama”. Kataku membenamkan wajah di leher kirinya sambil memeluknya erat-erat.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Udah gak usah malu, Mama ngerti kok cowok seumuran kamu emang lagi panas-panasnya kalo ngeliat cewek cantik”. Kata Mamaku sambil mengelus rambutku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Ma, aku boleh nambah lagi gak?” Pintaku pada Mama.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Emangnya kamu masih belum puas?” Tanya Mamaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Belum Ma”. Jawabku pendek.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Pasti karena ngeliatin anting-anting Mama terus dari tadi makanya tititmu jadi ngeres lagi ya kan”.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Ma, ayo sekali lagi OHH OHH OHH Plak Plok Plak Plok Plak Plok!” Pintaku sambil kembali menyodoknya pelan.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“AHH AHH AHH sayang iya gak apa-apa tapi ini yang terakhir ya AHH AHH!” Kata Mamaku mengusap kepalaku sambil mendesah.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Ronde ketiga pun berlanjut. Aku pun menghisap air susu Mama yang manis ini sambil tetap menyodoknya dengan kencang.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Slurp Slurp Slurp Slurp”. Aku pun menyusu pada Mamaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Iya nak terus ayo isep tetek Mama Hash Hash Hash!” Kata Mamaku mendesis.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Aku pun terus menyodok-nyodokkan kontolku ke dalam memek Mama. Dengan sisa-sisa tenaga yang kumiliki aku pun berusaha untuk mengejar orgasmeku. 15 menit kemudian aku pun tak tahan lagi.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Ma, aku keluar lagi terima ini OHH OHH OHH CROOT CROOT CROOT CROOT!” Keluarlah spermaku sebanyak 4 kali semprotan ke dalam rahimnya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“AHH AHH AHH Mama juga keluar sayang AHH AHH AHH CREETT CREETT CREETT CREETT!” Teriak Mamaku yang juga telah mencapai orgasmenya. Karena kelelahan tubuhku pun ambruk menimpa tubuh montoknya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Kami berdua pun mengatur nafas yang masih terengah-engah akibat persetubuhan tadi. Setelah nafasku mulai teratur aku pun memulai percakapan dengan Mamaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Oh Ma, aku puas banget main sama Mama”.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Mama juga puas main sama kamu”.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Ma, punyaku sama punya Pak Kardi besaran mana?”</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Ya besaran punya kamu lah, kamu paling kuat mainnya dibandingkan Papamu sama Pak Kardi”.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Ma, Mama masih bisa hamil gak?”</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Ya masih bisa sih, tapi kan Mama udah ngelahirin 7 anak masa mau hamil yang kedelapan?”</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Kalo masih bisa, aku mau punya anak dari Mama”.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Ya tapi Mama udah capek ngelahirin terus”.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Ah Mama, dulu sama Pak Kardi aja sanggup bikin 5 anak masa sama aku Mama gak mau”. Ketusku pada Mama.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Bukannya gak mau sayang, tapi Mama kan udah tua apalagi adik-adik kamu kan jaraknya deket-deket takutnya Mama nanti kenapa-napa”.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Bodo, pokoknya aku mau punya anak dari Mama TITIK!” Bentakku pada Mama. 5 menit kemudian karena kelelahan aku pun ambruk tertidur menindih tubuh montok Mamaku dari atas sambil mulutku mencium anting-anting Mamaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Paginya aku merasa ada yang mengelus-elus wajahku. Saat membuka mata, terlihat Mamaku baru saja selesai mandi dan masih memakai handuk.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Udah bangun sayang?” Katanya sambil mengelus-elus wajahku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Sekarang udah jam berapa Ma?” Tanyaku padanya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Udah jam setengah 7 sayang”. Jawab Mamaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Oh gitu”. Kataku masih mengulet-ulet wajahku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Kamu mandi gih sekarang, nanti jam 8 kamu anterin Mama kesekolah pake mobil ya soalnya hari ini ada pertemuan orang tua murid di sekolah Mama”. Pinta Mama padaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Iya Ma”. Kataku bangun lalu memakai celanaku dan keluar dari kamarnya untuk mandi.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Setelah mandi dan berganti pakaian dengan kaos polo warna putih dan celana chino warna kuning, sekitar jam setengah 8 aku pun mencari Mamaku di kamarnya. Saat masuk ke kamarnya terlihat Mamaku sedang duduk di meja rias sambil memakai make-up dan merapikan jilbabnya yang berwarna hitam dan bermotif bunga-bunga.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Sayang, Mama udah cantik belum?” Tanyanya padaku dengan tersenyum.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Mama, mau dandan atau enggak bagiku Mama tetep cantik kok”. Kataku sambil memeluknya dari belakang dan mencium pundaknya. Mama pun tersenyum mendengar jawabanku. Ya menurutku Mama pagi ini terlihat cantik dengan jilbab hitam motif bunga-bunga dan baju kemeja warna merah serta rok panjang warna cream.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Melihat Mamaku seperti itu, timbulah keisenganku untuk mengerjainya. Aku pun meletakkan tanganku di pundaknya seakan-akan mau memijitnya lalu dengan sigap kuarahkan kedua tanganku untuk menyentil anting-antingnya yang telah tertutup jilbab.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Tek tek”. Begitulah bunyi sentilan tanganku pada anting-antingnya yang telah terbungkus oleh jilbab hitamnya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Aduh, kamu nakal banget sih sayang, masa anting-anting Mama kamu sentil pake tangan sih, jadi sakit kan telinga Mama”. Katanya kesakitan sambil memegang kedua telinganya dari luar</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Maaf Ma, aku cuma iseng kok hehehehe”. Kataku sambil tertawa kecil.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Udah ah sekarang kita keluar terus sarapan dulu baru nanti berangkat”. Katanya dengan wajah cemberut sambil berusaha berdiri dari meja riasnya. Aku pun mencegahnya dengan kembali memeluknya dengan erat dari belakang.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Ma, maaf ya aku tadi cuma iseng aja kok”. Rayuku pada Mama. Kulihat Mama terdiam sejenak lalu dia mulai bicaranya</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Jangan kayak gitu lagi Gus, telinga Mama jadi sakit nih gara-gara kamu sentil tadi.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Iya Ma, aku janji gak bakal ngulangin lagi”.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Yaudah sekarang kita sarapan dulu yuk baru abis itu kita berangkat”. Pinta Mamaku dengan tersenyum.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Ma, CUPP! Kubalikkan kepala Mama menghadapku lalu kami berciuman dengan mesra. Mama pun hanya memejamkan matanya dan pasrah dengan ciumanku. Setelah beberapa detik kami berciuman kami pun keluar kamar sambil tanganku menggandeng tangan Mamaku. Kulihat wajah Mamaku tersenyum manis melihat tingkahku pagi ini.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">-- POV Rini Wulandari </span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Namaku Rini Wulandari usiaku 45 tahun. Aku adalah seorang Guru PNS mata pelajaran Biologi di salah satu SMA Negeri di Kota Malang. Aku mempunyai 2 orang anak yang sudah dewasa yaitu Yunita dan Agus serta 5 orang anak yang masih balita yaitu si kembar laki-laki Deni dan Dani. Lalu Dina anak perempuan.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Lalu yang terakhir ada Nadia dan Nazwa yang baru berusia 3 bulan. Banyak orang bilang bahwa aku termasuk wanita cantik dengan kulit kuning langsat, hidung mancung, mata bulat besar berwarna coklat dan bibir yang merah merekah ditambah tubuh yang montok. Suamiku sendiri Mas Budiawan keturunan Bugis-Makassar adalah seorang pejabat Dinas Keuangan di Pemkot Malang.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Seperti yang sudah diketahui dari cerita sebelumnya bahwa kelima anak balitaku merupakan hasil hubungan gelap dengan almarhum tukang kebunku yaitu Pak Kardi. Aku melakukan perselingkuhan dengannya selama 4 tahun karena kesepian sering ditinggal suamiku pergi dinas ke luar kota. Karena kesepian dan sering digoda oleh Pak Kardi maka aku pun terjerat oleh rayuannya dan menikmati perselingkuhan itu sampai memiliki 5 orang anak.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Sekarang ini aku tidak bisa melakukannya lagi dengan Pak Kardi karena dia dan istrinya Mbok Minah terlibat dalam kecelakaan motor sekitar 2 bulan yang lalu. Aku pun merasa sedih dan terpukul atas kejadian itu karena walau bagaimanapun Pak Kardi adalah “Ayah biologis dari 5 anak balitaku. Saat menghadiri pemakamannya aku pun duduk sambil mengusap nisan makam Pak Kardi dan bilang dalam hati “akan kurawat anak-anak kita hingga besar nanti Pak, semoga dosa-dosamu diampuni oleh Allah SWT”.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Kehilangan Pak Kardi dan Mbok Minah membuatku kelimpungan. Dengan 5 anak balita yang masih kecil-kecil aku pun kewalahan jika harus mengurus rumah dan anak-anak seorang diri, apalagi sebentar lagi jatah cuti melahirkanku akan habis dan aku harus kembali mengajar di sekolah. Melihat diriku yang kerepotan, suamiku pun bergerak cepat mencarikan pembantu, tukang kebun, plus babysitter untuk membantu merawat anak-anakku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Syukurlah tak berapa lama kemudian kami berhasil mendapatkan pekerja baru di rumah kami. Pak Hamdan sebagai tukang kebun baru menggantikan almarhum Pak Kardi. Mbok Lastri sebagai pembantu baru yang menggantikan almarhum Mbok Minah. Serta Yati dan Mirna sebagai babysitter untuk membantu mengasuh 5 anak balitaku yang masih kecil.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Selama 2 bulan setelah kepergian Pak Kardi pelan tapi pasti aku bisa mulai move on melupakan kejadian perselingkuhan itu. Anehnya rasa cintaku pada Kardi yang dulu begitu menggebu-gebu perlahan mulai luntur hingga hilang sama sekali. Aku pun berpikir apakah aku diguna-guna oleh Pak Kardi hingga aku bisa begitu terperdaya oleh rayuannya?</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Setelah masa cuti hamilku habis, aku pun kembali ke sekolah untuk mengajar. Saat masuk semua rekan-rekan sesama guru menyambutku dengan sukacita. Murid-muridku pun juga senang dengan kembalinya aku ke sekolah. Di sekolah aku memang dikenal sebagai guru yang tegas namun pengayom jadi tidak mengherankan jika namaku begitu terkenal di sekolahku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Minggu ini kebetulan jadwalku lumayan padat. Setelah sibuk mengajar di hari Senin-Kamis. Hari Jum’at aku ada rapat Ibu-ibu Muslimat NU Kota Malang. Di hari Sabtunya ada pertemuan orang tua murid anak-anak kelas 3 membahas tentang persiapan Ujian Nasional. Untung Minggu ini anakku Agus yang kuliah di Surabaya akan pulang ke Malang sehingga setidaknya dia bisa membantuku mengurus adik-adiknya dan jadi tukang antar-jemput diriku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Tak terasa Minggu ini sudah menginjak hari Jum’at. Hari ini Agus akan pulang ke rumah menemaniku karena Papanya sedang ada tugas di luar kota. Walaupun aku tidak memintanya untuk pulang Minggu ini namun sepertinya</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">chemistry antara anak dan Ibu kandung sudah terbangun dengan sendirinya sehingga ketika Agus bilang akan pulang ke rumah aku pun mengiyakan saja. Toh lagipula dia sudah tidak ada jadwal kuliah lagi dan hanya tinggal menyelesaikan skripsinya sehingga dia punya banyak waktu luang untuk membantuku dirumah sekalian jika ingin</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">refreshing dari tekanan skripsi yang membebaninya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Di Jum’at pagi ini setelah mandi dan sarapan aku pun langsung bersiap-siap ganti baju untuk hadir di acara rapat nanti. Karena ini adalah rapat Ibu-ibu Muslimat NU maka hari ini aku memakai Jilbab dan gamis berwarna hijau sesuai dengan identitas NU yang identik dengan warna hijau. Setelah berdandan rapi aku pun menyempatkan diri untuk bermain-main dengan putri kembarku yang bungsu Nadia dan Nazwa sembari menunggu kedatangan Agus.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Tak lama kemudian saat sedang menggendong Nazwa tepat sekitar jam 10 pagi kemudian Agus pun datang dari Surabaya. Kulihat anakku Agus semakin tampan dan gagah saja persis seperti Papanya waktu muda. Setelah mengucapkan salam dan mencium tanganku aku pun pamit pada Agus untuk pergi ke acara rapat organisasi.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Awalnya Agus menawarkan diri untuk mengantarkanku ke tempat rapat. Namun karena tak tega melihatnya yang masih kecapean sehabis mengendarai motor dari Surabaya ke Malang maka aku menolaknya dengan halus dan menyarankan dia untuk istirahat dulu sambil menunggu waktu Shalat Jum’at. Setelah memanggil Yati untuk menjaga anak-anakku aku pun pamit pergi meninggalkan rumah menggunakan ojek online.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Sampai di tempat rapat aku pun bertemu dengan Ibu-ibu Muslimat lain dari seantero Kota Malang. Setelah saling bercipika-cipiki dan beramah-tamah sebentar kami pun langsung masuk ke ruang rapat untuk membicarakan acara Bakti Sosial di daerah Kedungkandang Minggu depan. Hari itu kami berdiskusi tentang susunan dan format acara Bakti Sosial di daerah yang terkenal dengan tingkat kriminalitas yang tinggi di Kota Malang.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Setelah selesai rapat aku pun langsung pamit pulang pada rekan-rekanku yang lain menggunakan ojek online. Sampai dirumah kulihat Agus sedang diruang tengah sambil bersantai menonton TV bersama adik-adiknya. Melihat kepulanganku ke rumah sontak kelima anak balitaku langsung menghampiriku dan memelukku secara bergantian.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Mama kok sore banget pulangnya?” Tanya Agus padaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Iya sayang soalnya tadi ada rapat buat acara Bakti Sosial di Kedungkandang buat Minggu depan”. Jawabku pada Agus.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Mama jangan terlalu diforsir kegiatannya, nanti kalo kecapean terus pingsan gimana?” Terlihat ada raut khawatir di wajah tampan Agus.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Insyaallah Mama kuat kok sayang. Yaudah Mama ke kamar dulu mau mandi sama ganti baju”. Kataku lalu berjalan meninggalkannya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Iya Ma”.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Aku pun masuk ke kamar untuk mandi dan ganti baju. Saat tiba di depan cermin aku pun melenggak-lenggokkan tubuhku sebentar lalu kulepaskan jilbab hijauku beserta ciputnya hingga tergerailah rambutku yang lurus hitam panjang sebahu serta sepasang anting-anting emas cantik di kedua telingaku yang selama ini selalu tertutup oleh jilbab.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">overweight. Hidungku yang mancung dan mataku yang berwarna coklat terang merupakan warisan darah Portugis dari almarhum Kakekku sehingga menambah daya tarik diriku. Setelah puas berlenggak-lenggok di depan cermin aku pun mengambil handuk dan mandi di kamar mandi yang ada di dalam kamarku ini.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Setelah selesai mandi aku pun memakai kaos warna putih tanpa lengan dengan belahan dada agak rendah dan celana pendek warna merah yang hanya menutupi setengah pahaku. Aku pun tidak ragu berpakaian seksi seperti ini di dalam rumah toh malam ini aku tidak kemana-mana dan hanya ada aku dan anak-anakku yang di dalam rumah ini.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Selama makan malam kulihat mata Agus selalu curi-curi pandang ke arah tubuhku. Walaupun dia adalah anak kandungku tetap saja aku merasa agak risih ditatap seperti itu. Aku pun sesekali mengajaknya ngobrol untuk mengalihkan perhatiannya dari tubuhku namun tetap dia selalu memandang ke arah belahan dadaku jika sedang tidak berbicara.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Setelah makan malam bersama aku dan Agus bersantai di ruang tengah sambil bermain-main dengan anak-anakku yang lain menonton acara TV. Malam itu aku banyak bertanya pada Agus perihal kuliah dan skripsinya saat ini. Sebagai seorang guru aku memang agak ketat dalam masalah akademik terhadap anak-anakku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Gus gimana skripsimu sekarang?” Tanyaku padanya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Baru bab awal Ma, kemaren udah persetujuan judul sekarang lagi garap Bab 2 sama Bab 3”. Jawabnya padaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Kemaren laporan KKN kamu gimana?” Tanyaku kembali.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Beres Ma, kemaren aku dapet nilai A kok dari dosen hehehehe”. Jawabnya dengan bangga sambil tertawa kecil.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Yaudah kamu cepetan kelarin skripsimu ya terus abis cari kerja biar bisa mandiri terus bisa bantuin adik-adik kamu sekolah”. Kataku dengan tegas padanya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Iya Ma”. Jawab Agus pendek.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Setelah selesai bercakap-cakap dengan Agus dan bermain-main dengan adik-adiknya yang masih balita, tepat jam 9 malam karena kecapean beraktivitas seharian aku pun memutuskan untuk tidur cepat karena besok ada acara pertemuan orang tua murid kelas 3 membahas masalah Ujian Nasional. Setelah menidurkan kelima anak balitaku, aku pun masuk ke kamarku berpisah dengan Agus yang juga naik ke kamarnya yang terletak di lantai 2.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Saat tidur aku bermimpi suamiku menggerayangi tubuhku. Aku pun menikmatinya dalam tidurku yang nyenyak. Remasan dan jilatan pada tubuhku begitu terasa nikmat dan memabukkan. Aku pun sesaat terbuai oleh kenikmatan tersebut. Namun tak berapa lama kemudian aku mulai tersadar ketika ada benda tumpul hangat masuk ke dalam vaginaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“AGUS!” Ya ternyata Agus lah yang menggerayangi tubuhku tadi bahkan sekarang dia telah berhasil memasukkan penisnya ke dalam vaginaku. “Oh tidak ini tidak boleh terjadi, dia adalah anakku dan hubungan</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">incest ini jelas-jelas salah dari sisi agama dan berisiko tinggi dari sisi medis”. Kataku dalam hati. Aku pun mencoba meronta-ronta supaya penisnya yang besar itu terlepas dari vaginaku. Namun gerakan merontaku justru membuat Agus tambah keenakan dan semakin membenamkan penisnya masuk semakin dalam. Saat memohon-mohon supaya dilepaskan Agus pun mengancamku akan menceritakan perselingkuhanku dengan Pak Kardi kepada Papanya jika aku tidak mau melayaninya nafsunya malam ini.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Agus pun menyodoki vaginaku dengan brutal malam ini. Dia seperti sudah menahan nafsunya selama berhari-hari dan sedang melampiaskannya padaku habis-habisan. Sembari menyodokku dia pun juga menciumi wajahku, leherku, serta anting-anting emas cantik di kedua telingaku. Sodokan Agus pada vaginaku lama-kelamaan membuatku juga larut dalam kenikmatan terlarang ini.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Tak lama kemudian aku pun orgasme. Terakhir kali aku merasakan orgasme adalah saat masih berhubungan dengan Pak Kardi sewaktu sebelum melahirkan karena saat hingga melahirkan hingga Pak Kardi menemui ajalnya dalam kecelakaan sepeda motor bersama istrinya, aku belum pernah kembali merasakan orgasme yang nikmat seperti malam ini bersama anakku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Penis Agus semakin dalam menyodok vaginaku hingga menyentuh mulut rahimku tempat dia dikandung dulu sebelum lahir ke dunia. Karena terbuai oleh kenikmatan aku pun hanya bisa menikmatinya sambil memejamkan mata.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Tak lama kemudian Agus pun berteriak padaku bahwa dia akan segera orgasme. Aku yang sadar pun merasa ketakutan dan meminta dia untuk mencabut penisnya dan mengeluarkannya di luar. Selain takut akan resiko kehamilan, ada ketakutan lain yang lebih mengerikan jika Agus keluar di dalam. Ya biasanya anak hasil</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">incest antara aku dan Agus akan menderita kelainan genetik. Sebagai guru Biologi aku sadar akan bahaya itu dan coba memperingatkan Agus. Namun rupanya peringatanku sudah sangat terlambat. Agus pun menyemprotkan spermanya yang panas, banyak dan kental ke dalam rahimku sebanyak 10 kali semprotan. Aku yang juga telah mencapai puncak akhirnya juga keluar bersamaan dengan Agus. Setelah selesai menyemprotkan spermanya, tubuhnya pun ambruk menindih tubuh montokku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Setelah berhasil mengatur nafas aku pun angkat bicara pada Agus dengan nada marah sambil menangis melihat tingkahnya yang seperti itu. Agus pun bersikeras bahwa ini adalah hukuman buatku karena aku dulu selingkuh dengan Pak Kardi sampai punya 5 orang anak. Aku pun bilang padanya walaupun aku selingkuh tapi Pak Kardi tidak punya hubungan darah denganku sedangkan dia adalah anak kandungku sendiri yang lahir dari rahimku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Sekitar 5 menit kemudian rupanya nafsu Agus kembali bangkit. Dia kembali menyodok vaginaku. Di ronde kedua ini Agus melakukannya dengan lebih lembut. Agus juga banyak menghisap air susu yang ada di kedua payudara montokku. Melihat dia sedang menyusu padaku secara refleks naluri keibuanku pun muncul.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Kugunakam tanganku untuk mengusap-usap kepalanya sebagai bentuk kasih sayang padanya. Ya seburuk apapun perilaku Agus, dia tetaplah anak kandungku dan dia jadi seperti ini karena melihat perilakuku di masa lalu. Di ronde kedua ini aku tidak banyak memberikan perlawanan dan pasrah menerima sodokan-sodokan penis Agus pada vaginaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">30 menit kemudian Agus pun kembali menyemprotkan spermanya ke dalam rahimku. Aku pun juga kembali mencapai orgasme dengan menyemprotkan air maniku menyirami penis Agus yang ada di dalam vaginaku. Karena kecapean Agus pun kembali menindihku sambil mulutnya menjilati leherku dan menciumi anting-antingku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Setelah agak tenang, Agus pun mulai berbicara padaku. Dia menanyakan kenapa aku masih memakai anting-anting padahal aku sudah berjilbab sejak lama. Pertanyaan yang agak aneh memang jika hal itu ditanyakan oleh seorang anak laki-laki pada Ibunya, namun walau begitu aku tetap berusaha menjawab pertanyaannya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Aku pun menjawab padanya bahwa memakai jilbab merupakan kewajiban bagi seorang wanita Muslim. Sedangkan kebiasaanku tetap memakai anting-anting sampai sekarang lebih kepada fitrahku sebagai seorang wanita yang suka berhias. Toh aku memperlihatkan anting-antingku hanya kepada suami dan anak-anakku karena mereka menurut hukum agama adalah muhrimku jadi aku boleh memperlihatkan bagian tubuhku secara lebih leluasa.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Karena iseng aku pun menanyakan pada Agus apakah aku terlihat cantik jika memakai anting-anting seperti ini. Saat kutanyakan hal tersebut kulihat wajah Agus seperti gugup ingin berkata sesuatu. Tak hanya itu, penisnya pun terasa mengeras dan gerakan pantatnya kembali menyodok vaginaku. “Oh anakku rupanya bernafsu lagi padaku” kataku dalam hati. fetish_terhadap anting-anting Ibunya. Mungkin dia suka nonton film porno tentang hubungan_incest anak dan Ibu kandung dimana sang Ibu kandung merupakan wanita cantik dan seksi yang memakai anting-anting sepertiku jadi otomatis otak dan penisnya jadi terangsang melihatku berpenampilan seperti bintang film porno yang selalu jadi fantasinya. Untuk menyembunyikan rasa heranku aku mencoba bercanda dan menggodanya hingga dia tertunduk malu.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Untuk mengalihkan perhatian Agus pun kembali memintaku untuk lanjut ronde ketiga. Walaupun kelelahan namun aku pun mengiyakan ajakan Agus dan membiarkannya kembali menyodok vaginaku. Ronde ketiga ini Agus kembali menghisap ASI yang ada di payudaraku dengan lahap sambil terus menyodokku dengan keras.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Setelah bisa mengatur nafas dia pun kembali angkat bicara. Agus bilang dia sangat puas bermain denganku. Aku pun bilang bahwa aku sangat puas karena kalau mau jujur penis Agus jauh lebih besar dari milik Papanya dan masih sedikit lebih besar dan lebih keras dari milik almarhum Pak Kardi. Selanjutnya dia pun bertanya apakah aku masih bisa hamil lagi.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Kujawab padanya aku masih sangat mungkin untuk hamil namun karena sudah terlalu sering melahirkan maka aku tidak mau punya anak lagi. Tak disangka rupanya Agus ingin aku hamil dari benihnya. Dia cemburu dengan Pak Kardi yang bisa memberiku 5 orang anak. Maka dari itu dia pun memintaku untuk bersedia mengandung anaknya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Aku pun menolaknya karena di usia segini sangat beresiko untuk hamil lagi. Agus pun tidak peduli dengan penjelasanku dan dia tetap bertekad untuk menghamiliku sampai akhirnya dia tertidur karena kelelahan dalam posisi menindihku dengan penis masih tertancap di vaginaku dan mulutnya mencium anting-antingku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Setelah Agus tertidur pulas, aku pun membalikkan tubuh Agus dan membaringkannya di samping tubuhku. Kulihat penisnya yang panjang dan telah melemas masih penuh dengan lendir hasil campuran antara spermanya dan cairanku. Karena penasaran, aku pun menjilati penis Agus hingga bersih menggunakan mulutku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Kurasakan spermanya yang kental dan agak asin di mulutku. Selesai membersihkan penis Agus aku pun ke kamar mandi sebentar untuk bersih-bersih. Saat di dalam kamar mandi aku duduk di closet lalu kencing sebentar. Setelah kencing kurasakan ada cairan berwarna putih kental keluar dari vaginaku. Oh ini sperma Agus.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Kulihat spermanya begitu putih, kental, dan jumlahnya lumayan banyak. “Oh bagaimana kalau aku hamil?” kataku dalam hati. Sebagai guru Biologi berpengalaman, aku sangat paham dengan ciri-ciri sperma yang subur atau tidak seperti apa. Jika dilihat sekilas dari pandangan mata sperma Agus masuk dalam kategori subur.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">incest kemungkinan besar akan terlahir_cac_at. “Oh tidak aku tidak mau melahirkan bayi cacat” kataku sambil menangis. Aku tidak mau hamil dari benih anakku sendiri. Aku harus mencegahnya dengan cara apapun.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Setelah dari kamar mandi, aku pun langsung berbaring di samping anakku Agus yang telah tertidur pulas. Kulihat wajahnya yang tampan terlihat begitu puas setelah “menggagahi” Ibu kandungnya sendiri. Aku pun mengusap kepala Agus dan bilang “Gus, maafin Mama ya karena udah selingkuh dulu. Mama bakal nurutin apapun mau kamu tapi Gus Mama minta tolong satu hal.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Keesokan harinya sekitar jam 5 pagi aku pun terbangun. Karena pagi ini ada acara pertemuan orang tua murid di sekolahku, aku pun bangun pagi-pagi sekali. Setelah bangun aku harus mengurusi anak-anak balitaku yang rewel minta susu di pagi hari. Setelah membuatkan susu dan menyusui Nadia dan Nazwa, aku pun bergegas untuk mandi.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Setelah Agus keluar aku pun mengeringkan badan dan rambutku lalu memilih pakaian yang akan dikenakan hari ini. Aku pun memilih jilbab hitam dengan motif bunga-bunga sebagai penutup kepala, baju kemeja warna merah yang cukup ketat membentuk payudaraku serta rok panjang warna cream. Setelah berpakaian aku pun menyempatkan untuk Shalat Subuh sebentar.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Saat selesai berdandan memakai make-up dan merapikan jilbab, kulihat Agus masuk ke kamar. Kulihat penampilannya cukup tampan dengan kaos polo warna putih dan celana chino warna cream. Aku pun tersenyum dengan kedatangannya. Selanjutnya kutanyakan pada Agus bagaimana penampilanku hari ini. Dia pun memelukku dari belakang dan mencium pundakku lalu bilang bahwa aku tetap cantik baik saat full make-up ataupun dalam keadaan natural.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Saat aku akan berdiri dari meja riasku, tiba-tiba Agus menyentil anting-anting di kedua telingaku yang telah tertutup jilbab. Sontak aku pun merasa kesakitan dengan tingkahnya itu. Aku pun sedikit kesal dengan tingkahnya tersebut. Karena sudah agak siang aku pun bergegas bangun untuk sarapan. Saat akan bangun tiba-tiba Agus memelukku kembali dari belakang dan meminta maaf atas keisengannya tadi padaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Mendengar permintaan maafnya padaku karena tak ingin memperpanjang masalah aku memaafkannya dan menasihati Agus agar tidak mengulangi perbuatannya lagi. Dia pun berjanji untuk tidak mengulanginya. Setelah selesai minta maaf aku pun mengajaknya untuk sarapan karena aku sudah hampir terlambat. Tak kusangka saat diriku akan bangkit berdiri, Agus membalikkan kepalaku dan kami saling bertatapan dan berciuman mesra di pagi itu.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Pagi itu kami sarapan bersama dengan anak-anakku yang lain. Pagi itu Mbok Lastri memasak Nasi Goreng Ayam dengan telur setengah matang untuk makanan sarapan kami. Selesai makan aku pun berpamitan pada anak-anakku yang lain untuk pergi ke sekolah. Aku pun mencium dan memeluk mereka dengan erat lalu setelah itu aku dan Agus berangkat menggunakan mobil Toyota Fortuner.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Saat di dalam mobil aku dan Agus tidak begitu banyak mengobrol karena aku sibuk membalas pesan yang ada di grup WA sesama guru membahas pertemuan orang tua murid kelas 3 pagi ini di sekolah sedangkan Agus juga fokus menyetir memperhatikan jalanan. Tak terasa 30 menit kemudian kami pun sampai di dekat gerbang sekolahku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Gus nanti kamu jemput Mama agak siang aja sekitar jam 1”. Kataku padanya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Yaudah nanti Mama kasih tau aja lewat WA”. Balas Agus padaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Yaudah kalo gitu Mama turun dulu ya dah sayang”. Kataku sambil memegang knop pintu.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Ma, tunggu dulu sebentar”. Tahan Agus.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Apalagi sih sayang, Mama udah hampir telat nih”. Protesku padanya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“CUPP”. Cium Agus pada bibirku lembut.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Ih Agus, nanti keliatan sama orang dari luar”. Protesku padanya dengan wajah agak memerah.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Tenang aja Ma, ini mobil kan pake kaca film jadi gak bakal tembus pandang dari luar”. Kataku menenangkan Mama.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Yaudah kalo gitu Mama turun dulu ya, nanti sekitar jam 12 Mama WA kamu lagi”. Kataku padanya lalu turun dari mobil.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Ok Ma”. Balasnya padaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Setelah turun dari mobil aku pun berjalan ke arah pintu gerbang sekolahku dimana sudah banyak orang tua murid yang berdatangan dan memarkirkan mobil atau motornya di halaman sekolah.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">-- POV Rini Wulandari</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Tak terasa sudah lewat 3 bulan sejak peristiwa persetubuhanku dengan Agus dirumah saat dia pulang dari Surabaya. Selepas persetubuhan itu aku dan Agus pun kembali mengulanginya beberapa kali secara sembunyi-sembunyi baik di dalam rumah maupun di mobil waktu kami sedang jalan berdua. Setiap kali bercinta, sekalipun aku sudah mewanti-wanti Agus agar tidak mengeluarkan spermanya di dalam namun hal itu tidak pernah ia dengarkan dan selalu saja dia membuang spermanya di dalam vaginaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Belakangan ini aku cukup sibuk sibuk mempersiapkan latihan soal untuk murid-muridku yang akan menghadapi UN nanti. Hari-hariku di sekolah diisi dengan try out dan pendalaman materi untuk para muridku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Aku pun mulai agak jenuh dengan rutinitasku belakangan ini. Suamiku Mas Budiawan sibuk dengan urusan kantornya, sedangkan Agus sudah lebih dari sebulan dia tidak pulang ke Malang karena sibuk dengan skripsinya. Yunita anak tertuaku di Jakarta juga belum bisa pulang ke Malang karena sibuk dengan urusan kantornya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Aku pun berpikir untuk menengok Agus yang ada di Surabaya. Ya aku kangen dengan anakku yang tampan itu. Bagaimana dengan skripsinya? Kenapa sudah lebih dari sebulan ini dia tidak pulang? Apa dia sudah punya pacar di Surabaya sampai-sampai lupa dengan Mamanya yang ada di Malang? Begitu banyak pertanyaan yang menghantui pikiranku tentang Agus.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Peluang aku untuk mengunjungi Agus akhirnya terbuka di akhir pekan ini dimana waktu yang biasanya dihabiskan dengan try out di sekolah namun karena ada piknik ke Pantai Balekambang para guru di sekolahku maka try out Minggu ini diliburkan terlebih dahulu. Aku pun senang sekali dengan hal ini dan sudah menyiapkan alasan untuk izin tidak ikut piknik besok.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Bu Rini besok Sabtu ikut piknik ke Pantai Balekambang gak bareng temen-temen yang lain?” Tanya Bu Sarah guru Matematika kelas 3 SMA yang cantik berusia setahun lebih muda dariku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Wah kayaknya gak bisa Bu Sarah, soalnya saya mau nengokin anak saya si Agus lagi di Surabaya, kemaren sih dia katanya lagi agak kurang sehat gitu karena kecapean ngerjain skripsi, makanya saya mau nengokin sekalian ngecek kondisinya dia kayak gimana? Alasanku pada Bu Sarah.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Oh gitu ya, yaudah deh semoga cepat sembuh ya buat anaknya Bu Rini. Hati-hati dijaga kesehatannya”. Balas Bu Sarah sambil mengingatkanku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Iya makasih Bu Sarah, oh ya saya mau masuk kelas dulu Ya Bu mari”. Kataku pamit sambil membawa tumpukan soal-soal latihan UN di tanganku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Iya Bu Rini sama-sama”. Balas Bu Sarah kepadaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Malamnya di kamar saat aku akan tidur tiba-tiba suamiku mengajakku mengobrol.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Ma, kayaknya Papa tahun depan bakal dimutasi ke Jakarta”. Terang suamiku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Yang bener Pa?” Tanyaku meyakinkan.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Iya Ma, Papa tahun depan dipindah ke kantor Kemenkeu di Jakarta.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Dipindah ke bagian apa Pa?” Tanyaku kritis.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Ke Dirjen Pajak Ma, soalnya ada beberapa pegawai yang pensiun disitu terus Papa dimutasi untuk ngisi kekosongan pegawai disana”. Jawab Suamiku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Oh ya kira-kira tahun depannya kapan Pa?” Tanyaku lagi.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Sekitar pertengahan tahun ya menjelang tahun ajaran baru sekolah Ma”. Jawab suamiku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Oh gitu”. Jawabku pendek.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Mama kira-kira mau tetap di Malang atau mau ikut Papa ke Jakarta?” Tanya suamiku kembali.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Gimana ya Pa, Mama masih ada tugas buat ngebimbing anak-anak sampe UN nanti”. Terangku padanya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Tapi kalo Mama pindah ke Jakarta kan bisa sering ketemu sama Yunita”. Kata suamiku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Iya sih Mama juga udah lama gak ketemu sama Yunita”.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Kalo gitu Mama abis UN ngajuin pengunduran diri aja sebagai guru dari sekolah terus ikut Papa ke Jakarta”. Perintah Suamiku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Terus kalo Mama mengundurkan diri abis itu Mama mau kerja apa Pa”. Sanggahku mendebat usulan suamiku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Lha gaji Papa di Dirjen pajak kan cukup buat ngehidupin keluarga kita, jadi kalo Mama berhenti kerja buat ngurusin anak-anak kan gak masalah”. Jawab suamiku enteng.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Enak aja, Papa harus tahu ya jaman sekarang ini banyak orang berjuang habis-habisan sampe pake nyogok segala buat jadi PNS. Terus sekarang Papa dengan gampangnya nyuruh Mama berhenti? Gak mau! Kataku mendebat keras usulannya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Terus Mama mau tetap kerja jadi guru?” Tanya suamiku padaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Iya Pa, Mama mau ikut Papa ke Jakarta asalkan Mama tetap dibolehin kerja jadi guru. Kalo gak boleh biar Papa aja yang pindah sendirian ke Jakarta sana. Kataku padanya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Terus urusan pindahannya gimana?” Tanya suamiku lagi.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Masalah pindahannya biar nanti Mama yang urus sendiri di sekolah”. Jawabku padanya dengan tegas.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Yaudah kalo gitu maunya Mama Papa gak bisa maksa deh”. Jawab suamiku yang pasrah dengan pendirian kerasku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Oh ya Pa, kalo kita pindah terus rumah ini mau diapain?” Tanyaku lagi.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Ya kalo gak dikontrakin kita jual aja sekalian buat nambah biaya beli rumah baru di Jakarta”. Terang suamiku padaku. Mendengar jawabannya aku pun terdiam dan mulai tidur berbaring ke samping</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Saat sedang berbaring ke samping membelakangi suamiku. Aku pun berpikir tentang apa yang dibicarakan suamiku tadi. Rumah ini menyimpan banyak kenangan manis bersama suami dan anak-anakku sekaligus juga jadi saksi perselingkuhanku dengan Pak Kardi di masa lalu. Terlalu banyak kenangan dirumah ini ditambah juga dengan kenangan yang ada di sekolah tempatku mengajar selama lebih dari 20 tahun.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Ma, main yuk malem ini, udah lama kita gak “gituan”. Ajak suamiku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Mama capek nih Pa seharian ngajar terus periksa koreksian anak-anak”.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Ayolah Ma, sebentar aja lagian anak-anak juga udah tidur kan”.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Yaudah deh tapi sebentar aja ya Pa, abis itu Mama mau tidur ngantuk banget”. Kuturuti ajakan suamiku karena takut dosa.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Suamiku pun langsung membuka kimono tidur beserta celana dalamnya hingga telanjang bulat. Aku pun juga membuka kimono tidurku dan melemparkannya ke bawah kasur. Suamiku pun langsung menindih tubuhku dari atas lalu menciumi wajahku dan menjilati payudaraku. Walaupun permainan cumbuannya tidak begitu merangsang dan penisnya tak sebesar milik Pak Kardi dan Agus namun sebagai istri yang berbakti aku mencoba melayani suamiku sebaik mungkin.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Tak lama kemudian saat vaginaku mulai basah suamiku pun mulai memasukkan penisnya ke dalam vaginaku. Walaupun penisnya tidak begitu besar namun aku tetap berusaha menikmatinya. Suamiku pun terus menyodok vaginaku dengan lumayan cepat dan membuat birahiku naik ke ubun-ubun.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Plak Plok Plak Plok Plak Plok”. Begitulah bunyi sodokan penis suamiku pada vaginaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Oh ya terus Pa terus Mama gak tahan”. Kataku merintih-rintih.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">15 menit kemudian kurasakan orgasmeku mulai dekat. Aku pun berharap suamiku tidak mengakhiri permainannya sebelum aku keluar. Tak lama kemudian sodokan penis suamiku makin cepat dan brutal. Aku pun tahu bahwa sebentar lagi dia akan orgasme.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Ma, Papa mau keluar nih udah gak tahan OHH OHH OHH!” Jerit suamiku padaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Tahan Pa, Mama juga udah mau keluar, kita barengan ya OHH OHH OHH OHH!” Kataku menyuruhnya menahan gelombang orgasmenya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Oh Ma, Papa udah gak tahan OHH OHH OHH CROOT CROOT CROOT CROOT CROOT CROOT!” Keluarlah sperma suamiku sebanyak 6 kali semprotan menembak-nembak pintu rahimku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Ahh Mama juga keluar Pa Ahh Ahh CREETT CREETT CREETT CREETT!” Teriakku juga mencapai orgasme. Selesai bercinta, tubuh suamiku pun ambruk menimpa tubuhku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Oh Ma, Papa puas banget malem ini Oh Oh CUPP CUPP CUPP”. Katanya sambil menciumi wajahku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Iya Pa, Mama juga puas banget sama Papa”. Kataku menimpalinya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Tak lama kemudian suamiku pun bangkit dari tubuhku lalu menarik selimut untuk menutupi tubuh telanjang kami dan dia tertidur membelakangiku. Ya begitulah performa seks suamiku, terkadang dia mampu membuatku orgasme dan mencapai kepuasan. Namun terkadang sewaktu performanya sedang payah saat aku belum apa-apa dia sudah mendengus-dengus menyemprotkan spermanya ke dalam vaginaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Sebenarnya aku masih bernafsu ingin melanjutkan permainanku dengan suamiku. Namun karena kulihat dia sudah tertidur kelelahan maka aku pun memutuskan untuk tidur dengan posisi telanjang bulat tertutup dengan selimut tebal.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Keesokan harinya sewaktu jam istirahat Shalat Jum’at aku pun menelpon Agus untuk menanyakan kabarnya dan untuk memberitahukan kedatanganku besok ke tempat kosnya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Halo Assalamu’alaikum sayang, gimana kabarnya? Kok lama gak pulang ke Malang?” Tanyaku pada Agus</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Maaf Ma, aku dari kemaren sibuk banget sama penelitian makanya gak sempet pulang ke Malang”. Jawab Agus sambil meminta maaf padaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Oh ya, Besok kamu di kosan kan nak gak kemana-mana?” Tanyaku di sela-sela telepon.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Iya Ma, emangnya kenapa?” Tanya Agus padaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Mama besok Sabtu pagi mau ke kosanmu. Pengen main sekaligus belanja di Surabaya”.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Iya aku di kosan kok besok. Yaudah besok aku tunggu ya di Kosan. Dadah Mama Muuaaahhh”. Katanya mesra.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Iya Muuuaahh juga sayang. Assalamu’alaikum”. Kataku agak memelankan suaraku takut ketahuan oleh guru-guru lain.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Waalaikumsalam Ma”. Jawabnya pendek. Setelah itu komunikasi kami pun selesai.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Keesokan harinya, karena suamiku sedang ada acara di luar kota sampai Senin, jadi aku bisa bebas main dengan Agus selama 2 hari di akhir pekan ini. Sebelum berangkat aku pun Shalat Subuh lalu memompa ASI-ku lumayan banyak untuk stok sampai hari Minggu nanti lalu menyimpannya di dalam freezer. Setelah menyiapkan ASI aku pun berdandan memakai make-up dan juga jilbab.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Kali ini aku memakai model jilbab yang agak lain dari biasanya untuk sedikit mengejutkan Agus. Setelah selesai berdandan aku pun memakan roti dan minum teh hangat sebagai sarapan pagi ini. Setelah sarapan aku pun berpamitan pada anak-anak balitaku dengan alasan untuk menjenguk kakaknya yang sakit. Semula mereka merengek-rengek ingin ikut denganku, namun dengan berbagai cara aku berusaha meyakinkan mereka bahwa mereka tidak perlu ikut dan aku akan kembali pada Minggu besok.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">babysitter untuk memberikan Nadia dan Nazwa ASI yang sudah aku taruh di freezer. Setelah selesai memberitahu mereka berdua tepat jam 6 pagi aku menaiki Nissan Serena milikku menyetir sendirian meninggalkan rumah menuju kosan Agus yang ada di Surabaya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">-- POV Agus</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Sudah lebih dari sebulan ini aku tidak pulang ke Malang. Ya kesibukanku melakukan penelitian skripsi dan menjalani bimbingan dengan dosen setiap minggu membuatku sangat sibuk. Aku pun merasa sangat rindu dengan Mama.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Hari Jum’at kemaren saat aku sedang di kampus tiba-tiba Mama menelfonku dan bilang akan datang ke Surabaya menengokku besok. Aku merasa senang sekali karena selama aku ngekos di Surabaya, Mama tidak pernah sekalipun main ke tempat kosku dikarenakan kesibukannya sebagai seorang guru. Aku pun mempersilahkan Mama untuk datang ke kosanku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Sebenarnya hari Sabtu besok aku ada acara ke Bromo dengan teman-temanku. Mereka mengajakku sejak seminggu yang lalu. Aku tidak memberikan jawaban yang pasti kepada mereka karena memang aku sangat sibuk belakangan ini dengan penelitian dan jadwal bimbingan skripsi. Namun setelah Mama bilang akan datang ke Surabaya besok, maka aku pun menolak ajakan teman kuliahku dengan alasan ada Mamaku datang ke Surabaya besok.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Di malam sebelum kedatangan Mama, sebenarnya aku sudah sangat bernafsu karena sudah beberapa hari ini aku tidak mengeluarkan sperma. Namun karena Mama akan datang besok pagi, aku mencoba untuk bersabar dan menunggu sampai Mama tiba di kosanku keesokan harinya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Pagi harinya sekitar jam 8 pagi saat aku baru saja bangun tidur tiba-tiba pintu kosanku diketuk dari luar. Aku yang masih mengantuk pun bangun dan membukakan pintu. Saat membuka pintu aku pun takjub melihat Mama yang berpenampilan beda hari ini. Jika biasanya Mama selalu memakai jilbab lebar dan baju panjang, namun pagi ini Mama memakai jilbab model turban warna kuning yang hanya menutupi bagian kepala, anting-anting panjang yang menghiasi kedua telinganya, baju warna kuning yang agak ketat dan celana Aladin.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Assalamu’alaikum sayang, hei kok kamu bengong gitu ngeliatin Mama hihihihi”. Kata Mamaku tersenyum manis lalu masuk ke dalam kamarku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Waalaikumsalam, Mama tumben pake jilbab kayak gini”. Kataku takjub melihat penampilannya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Ya sekali-sekali gak apa-apa kan kalo tampil beda hihihihi”. Kata Mamaku sambil berjalan dan duduk diatas kasurku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Mama tadi berangkat jam berapa dari Malang?” Tanyaku pada Mama.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Tadi jam 6 pagi Mama udah berangkat. Oh ya kamu udah mandi belum?” Terang Mama sambil bertanya kembali pada Mama.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Belum Ma, hehehehe”.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Mandi gih cepetan, abis itu temenin Mama belanja ya”.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Iya Ma”. Kataku sambil mengambil handuk lalu masuk ke dalam kamar mandi.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Setelah mandi aku langsung ke lemari mengambil baju sementara Mama bercermin merapikan make-upnya. Pagi itu aku memakai celana tactical warna khaki, baju hitam dan jaket jeans. Setelah selesai memakai baju aku dan Mama pun keluar dari kamar kos lalu pergi ke tempat perbelanjaan menggunakan mobil Nissan Serena milik Mama.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Setelah setengah jam waktu perjalanan, akhirnya mobil kami pun tiba di Tunjungan Plaza Surabaya. Setelah memarkirkan mobil kami pun langsung masuk kesana untuk mencari belanjaan. Mama membeli banyak baju dan jilbab baru sementara aku juga dibelikan baju oleh Mama karena banyak bajuku yang telah sobek dan lusuh.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Tak lama kemudian waktu Zhuhur pun tiba. Aku dan Mama pun langsung menuju Mushola untuk shalat Dzuhur secara bergantian karena harus menjaga barang-barang belanjaan kami. Setelah shalat Zhuhur kami pun menuju restoran cepat saji Mc Donald’s untuk makan siang. Sewaktu menikmati makan siang Mama pun angkat bicara padaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Gus, Papa kemaren bilang kalo tahun depan dia bakal pindah tugas ke Jakarta”. Kata Mamaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Yang bener Ma?” Tanyaku agak kaget.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Iya sayang, Papa bilang tahun depan dia pindah jadi PNS pusat di Kemenkeu bagian Dirjen Pajak”. Terang Mamaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Terus kerjaan Mama gimana?” Tanyaku lagi.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Kemaren Mama sempet debat panjang sama Papa kamu. Dia nyaranin Mama buat berhenti kerja dan urus anak setelah pindah ke Jakarta nanti. Jelas Mama gak mau lah, tau sendiri kan sekarang banyak orang pada berebutan jadi PNS. Mama kasih syarat ke Papa kalo Mama mau ikut asalkan Mama tetap boleh ngajar di sekolah”.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Terus Mama udah bilang belum sama pihak sekolah”. Tanyaku lagi</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Ya belum sih nak, rencananya Mama mau bilang dalam waktu dekat ini”. Terang Mamaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Oh gitu”. Jawabku pendek.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Eh gimana, kamu sendiri setuju gak kalo kita pindah ke Jakarta sekalian nyusul Kak Yunita disana?” Tanya Mamaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Aku sih setuju aja Ma, tapi aku mau nyelesaiin skripsiku dulu baru pindah kesana”.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Iya Mama juga kemaren bilang sama Papa kalo tungguin kamu selesai skripsi dulu setelah itu baru kita pindah”.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Terus rumah kita di Malang mau diapain Ma kalo kita pindah?”</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Kemaren Mama diskusi sama Papa, katanya rumahnya bakalan dijual atau dikontrakin aja ke orang”.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Kalo saranku sih mendingan jangan dijual Ma rumahnya, mending dikontrakin aja ke orang”.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Mama juga maunya begitu sayang, tapi kamu tahu sendiri kan banyak memori buruk dirumah itu yang terjadi sama kita”. Kata Mamaku bimbang dan sedih</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">mengingat perselingkuhannya dengan Pak Kardi di masa lalu.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Iya sih Ma, yaudah kalo gitu baiknya aku serahin ke Mama sama Papa deh keputusan akhirnya soal rumah kita itu”. Kataku pasrah. Mama pun hanya tersenyum mendengar jawabanku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Selesai makan, aku pun bilang pada Mama ingin beli sepatu baru. Mama pun mengiyakan dan kami pun berburu sepatu siang itu. Setelah berputarnya ke beberapa toko, akhirnya aku pun mendapat sepatu yang cocok yaitu sneakers warna merah. Setelah selesai membayar kami pun langsung pulang menuju tempat kosku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Sampai di kosku sekitar jam 4 sore aku pun merebahkan diri di kasur beristirahat sejenak. Mama pun ikut berbaring di sampingku setelah melepaskan kain jilbabnya dengan menyisakan turban dan anting-antingnya. Melihat Mama rebah di sampingku, nafsuku pun bergejolak. Aku pun memeluk mamaku dan menciumi wajahnya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Yah Mama kok dilepas, aku kan udah gak tahan”. Rengekku pada Mama.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Nanti malem aja ya sayang abis kita makan malem baru nanti main”. Kata Mamaku mengusap kepalaku lembut.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Yaudah deh kalo gitu, tapi nanti janji ya Ma”.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Iya sayang, yaudah sekarang Mama mandi dulu ya terus abis itu kita pergi makan diluar”.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Iya Ma”.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Mama pun langsung mengambil handuk dan pergi mandi. 30 menit kemudian setelah Mama selesai mandi aku pun langsung masuk mandi. Selama di kamar mandi kontolku mengeras luar biasa bagaikan batu. “Sabar ya, nanti malem kamu bisa kok ngerasain memek Mama”. Kataku sambil mengelus kontolku dengan sabar.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Selesai mandi aku langsung keluar dan mengambil bajuku yang ada di lemari. Kulihat Mama sedang berdandan memakai make-up sambil berkaca di cermin yang tertempel di dinding kamarku. Sore itu Mama memakai jilbab turban berwarna merah yang hanya menutupi rambutnya, sepasang anting-anting panjang di kedua telinganya, baju kemeja warna coklat dan celana jeans panjang warna biru.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Aku pun memakai baju kaos oblong ketat warna hitam dengan celana army tactical warna hijau untuk menemani Mama malam ini. Tak lama kemudian azan Maghrib pun berkumandang.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Sayang, sholat Maghrib dulu ya, abis itu baru kita pergi”. Pinta Mamaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Iya Ma”.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Kami pun shalat Maghrib berjamaah di kamar kosku. Selesai shalat aku dan Mama pergi meninggalkan kosan untuk makan malam diluar.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Akhirnya kami sampai di restoran yang menjual steak yang cukup terkenal di Kota Surabaya. Malam itu aku dan Mama memesan steak daging sapi Rib eye ukuran besar yakni 400 gram lengkap dengan sayuran dan kentang yang banyak. Kami menghabiskan makan malam dengan cukup lahap.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Selesai makan malam, sebenarnya aku langsung ingin pulang karena sudah tidak tahan ingin menggauli Mama. Namun Mama malah mengajakku keliling kota dengan alasan agar lebih hafal dengan seluk-beluk jalanan Kota Surabaya, alhasil aku pun menuruti keinginan Mamaku untuk berkeliling kota selama satu setengah jam.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Setelah berkeliling kota selama satu jam lebih, sekitar jam setengah 10 akhirnya kami pun tiba di kosanku. Kami pun langsung keluar dari mobil dan menuju kamar kosku yang ada di lantai dua. Setelah masuk ke dalam aku langsung memeluk Mamaku erat-erat.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Udah gak tahan ya anak Mama hihihihi”. Katanya sambil tersenyum.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Aku pun tidak menghiraukan omongannya dan langsung menciumi bibirnya sambil memainkan lidahnya. Setelah puas menciuminya, kami pun saling melepaskan pakaian masing-masing hingga telanjang bulat. Namun saat Mama akan membuka jilbab turbannya aku pun melarangnya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Lho sayang kenapa?” Tanya Mamaku heran.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Aku pengen gituan Mama sambil pake turban sama anting-anting kayak gini”. Kataku sambil memegangi turban dan anting-antingnya. Mamaku pun hanya tersenyum dengan permintaanku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Aku pun membimbing Mama menuju ranjangku. Sampai di ranjang aku dan Mama pun saling mencumbu dan berciuman mesra. Kurebahkan tubuh Mama di ranjangku dan setelah berciuman mesra aku dan Mama langsung mengambil posisi 69 dimana aku menjilati memek Mama sedangkan Mama menghisap-hisap kontolku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Slurp Slurp Slurp Slurp Slurp Ahh Ahh Ahh”. Desahku menikmati jilatan Mama pada kontolku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">15 menit kemudian kontolku yang berukuran 19 cm dan berdiameter 4 cm pun telah mengeras sempurna. Kudengar Mamaku pun mendesah semakin kencang dan pada akhirnya;</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Ahh Mama keluar Gus Ahh Ahh CREETT CREETT CREETT CREETT”. Desah Mamaku sambil orgasme dan memuncratkannya ke mukaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Aku memberikan Mama waktu istirahat sebentar untuk mengatur nafasnya. 5 menit kemudian aku pun tak tahan lagi. Kuminta izin untuk memasukkan kontolku ke dalam memeknya;</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Ma, aku udah gak tahan banget nih, aku masukin ya”. Pintaku pada Mama.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Pelan-pelan sayang, punya kamu gede banget soalnya”.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Aku pun langsung mengatur posisi dan menaiki tubuhnya dari atas. Tak lupa kubuka lebar selangkangannya sambil memegang kontolku yang sudah mengeras bagai batu. Mama pun memegang kontolku dengan tangannya dan membantuku memasukkan kontolku ke dalam memeknya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“BLESS SREET BLESS SREET BLESS SREET BLESS OHH OHH OHH!” Desahku menahan nikmat ketika kontolku menyeruak masuk ke dalam memeknya yang sempit dan nikmat itu.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“OHH OHH OHH enak Ma”. Desahku ketika kontolku masuk sepenuhnya ke dalam memeknya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Aku pun mulai menyodok memek Mamaku dengan irama sedang. Selama menyodoknya aku menciumi bibir, leher, anting-anting, dan kedua payudaranya yang montok dan bersusu itu. Kunikmati setiap jengkal tubuh Mamaku dengan penuh nafsu.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“OHH OHH OHH OHH OHH”. Desahku pada Mama.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">AHH AHH AHH Sayang AHH AHH”. Desah Mama padaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">15 menit kemudian aku pun meminta Mamaku untuk ganti posisi jadi doggy style. setelah menungging aku pun menyodok Mamaku dari belakang sambil menciumi punggungnya yang mulus. “Plak Plok Plak Plok Plak Plok Plak”. Begitulah bunyi sodokan kontolku pada memek Mama. Kurang lebih 5 menit aku menyodok Mama dalam posisi seperti itu.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Setelah memberikan kesempatan pada Mama untuk beristirahat menikmati orgasmenya, sekarang aku dan Mama pun berganti posisi dengan memangku Mama sambil berhadap-hadapan. Dalam posisi ini aku bisa leluasa memainkan payudaranya yang montok. Kusodok Mama lumayan kencang hingga payudaranya bergoyang-goyang dengan keras.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">10 menit kemudian aku pun merasa akan klimaks. Karena akan keluar aku pun kembali menidurkan Mama dalam posisi misionaris dan aku kembali menindih tubuh Mama dari atas. Kuciumi tubuh Mamaku mulai wajahnya yang cantik, lalu turun ke lehernya yang mulus beserta anting-antingnya yang cantik, lalu turun menghisap-hisap payudaranya yang montok.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“OHH OHH OHH Mama cantik jilbaban pake anting-anting OHH OHH OHH!” Kataku mendesah-desah dengan keras.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“AHH AHH AHH AHH AHH iya sayang kamu suka ya AHH AHH AHH!” Timpal Mamaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“OHH OHH OHH iya Ma, aku mau Mama pake jilbab kayak gini tiap hari OHH OHH OHH!” Jawabku pada Mama.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">5 menit kemudian aku merasa spermaku akan keluar. Sperma yang telah kutabung cukup lama ini akan keluar sebentar lagi. Aku mempercepat sodokan kontolku pada memek Mama semakin cepat dan semakin dalam hingga menyentuh mulut rahimnya. Saat akan keluar aku pun memasukkan kontolku dalam-dalam hingga menyentuh mulut rahimnya dan berteriak-teriak lalu menciumi anting-antingnya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“OHH OHH OHH Mama aku keluar Ma, OHH OHH CROOT CROOT CROOT CROOT CROOT CROOT CROOT CROOT CROOT CROOT CROOT CROOT CROOT CROOT CROOT OHH OHH!” Teriakku sambil mengeluarkan sperma sebanyak 15 kali tembakan ke dalam rahimnya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“AHH AHH AHH Mama keluar sayang AHH AHH CREETT CREETT CREETT CREETT CREETT CREETT CREETT CREETT!” Teriak Mamaku yang juga telah menjemput orgasmenya. Setelah mengeluarkan cairan kami masing-masing tubuhku pun ambruk menimpa tubuh montok Mamaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Sambil mengatur nafas, aku pun mencium leher mulus Mamaku dan memainkan anting-antingnya. Setelah itu aku dan Mama pun saling berciuman mesra lalu kami memulai percakapan.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Gus tadi sperma kamu keluar banyak banget di rahim Mama, nanti Mama bisa hamil sayang”. Katanya sambil mengusap-usap kepalaku dengan lembut.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Biarin, aku mau punya anak dari Mama”. Kataku tegas.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Setelah saling bermesraan, aku pun angkat bicara pada Mama.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Ma, aku mau ngomong sesuatu sama Mama”. Kataku pada Mama</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Iya sayang ayo ngomong aja sama Mama”. Balas Mama padaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Ma, Mama tahu gak kalo dulu Mama sebenarnya diguna-guna sama Pak Kardi buat muasin hawa nafsunya”. Kataku mulai membuka rahasia.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Maksud kamu, Mama dipelet gitu sama dia?” Tanya Mamaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Iya Ma, Pak Kardi melet Mama pake ilmu nguyup pejuh”.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Apa itu ilmu nguyup pejuh sayang?”</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Itu ilmu pelet yang caranya numpahin sperma ke BH sama celana dalam korban sambil dibacain mantra-mantra tertentu supaya si korban nurut dan mau ikut apa kata pelaku”.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Tahu dari mana kamu Pak Kardi pake ilmu kayak gitu?” Tanya Mamaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Kemaren waktu Mama digituin sama Pak Kardi, aku sempat minta bantuan salah satu Ustadz yang ngerti soal ilmu hitam disini Ma. Waktu aku nanya sama Pak Ustadz perihal Mama, dia langsung nerawang pake mata batinnya terus bilang ke aku Mama dipelet sama Pak Kardi pake ilmu nguyup pejuh”.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Oh iya Mama inget, dulu Mama sering ngintipin Pak Kardi masturbasi pake BH sama celana dalam Mama”. Jawab Mamaku sambil mengingat kembali kejadian soal Pak Kardi.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Nah pas tahu kalo Mama dipelet sama Pak Kardi, lantas aku minta bantuan Ustadz itu buat ngelepasin Mama dari pengaruh ilmu pelet itu”.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Caranya gimana sayang”. Tanya Mamaku dengan Mata yang berkaca-kaca.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Setiap aku pulang dari Surabaya aku selalu bawain air yang udah dibacain doa dari Pak Ustadz terus aku campurin ke minuman Mama supaya pengaruh ilmu peletnya bisa luntur pelan-pelan, nah si Pak Ustadz itu yang bagian ngelawan ilmu pelet Pak Kardi, soalnya ilmu nguyup pejuh itu termasuk ilmu pelet tingkat tinggi”.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Terus abis itu gimana sayang hiks hiks hiks”. Kata Mamaku mulai menangis terisak-isak.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Setelah itu kan gak lama setelah Mama melahirkan Pak Kardi sama istrinya Mbok Minah kan kecelakaan Ma, nah kata Pak Ustadz itu kecelakaan yang Pak Kardi alamin itu adalah balasan dari perbuatannya karena udah ngegangguin Mama selama 4 tahun. Makanya setelah Pak Kardi meninggal Mama langsung bisa ngelupain dia dengan cepat kan”.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Iya sayang hiks hiks hiks hiks”. Kata Mamaku dengan Isak tangisnya yang makin keras.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Udah Ma gak usah nangis, yang penting kan sekarang udah gak ada yang ganggu keluarga kita”. Kataku sambil mengusap air matanya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Mama jadi ngerasa bersalah karena perbuatan Mama dulu nak huhuhuhuhu. Dulu Mama pikir kamu gituin Mama karena cuma pengen balas dendam aja, tapi setelah tahu cerita sebenarnya Mama sadar rupanya kamu bukan cuma udah nyelamatin Mama tapi kamu juga udah nyelematin kita satu keluarga dari pengaruh ilmu syirik itu hiks hiks hiks hiks!</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Itu udah jadi tugasku sebagai seorang anak buat nyelamatin Mama dari gangguan orang lain”. Jawabku padanya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Makasih ya sayang, Mama jadi utang budi sama kamu hiks hiks hiks hiks!” Kata Mamaku sambil memelukku erat-erat.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Merasakan tubuh montok Mama memelukku erat-erat membuat nafsuku bangkit kembali, aku pun mengutarakan maksudku pada Mama.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Ma, aku jadi nafsu lagi nih gara-gara Mama peluk kenceng kayak gini”.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Kamu nafsu lagi ya sayang? Yaudah deh kalo gitu sekarang terserah kamu mau apain Mama, tapi jangan kelewat keras ya mainnya soalnya Mama udah capek”.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Iya Ma, yaudah sekarang buka dong paha Mama, kontolku udah gak tahan nih mau masuk ke memek Mama”. Kataku padanya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Iya sayang sabar ya”. Kata Mamaku lalu membuka pahanya lebar-lebar supaya kontolku bisa masuk ke dalam memeknya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“BLESS SREET BLESS SREET BLESS OHH OHH OHH!” Desahku menahan nikmat ketika kontolku kembali masuk ke dalam memeknya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Di ronde kedua ini aku dan Mama melakukannya secara lebih santai. Mama begitu sabar meladeniku. Kami melakukannya dengan berbagai macam gaya mulai dari doggie style, saling pangku, miring, Women on Top dll. Mama terlihat begitu pasrah dan menikmati permainanku ronde kedua ini.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“OHH nikmat Ma nikmat OHH OHH OHH!” Kataku ketika dalam posisi miring saling berhadapan.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“AHH sayang iya enak banget AHH AHH!” Balas Mamaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Saat kembali dalam posisi misionaris tiba-tiba spermaku mendesak ingin keluar. Aku pun mempercepat sodokanku pada memeknya dan saat akan klimaks aku menyodok memek Mama dalam-dalam hingga menyentuh mulut rahimnya lalu berteriak kencang.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Mama aku keluar lagi OHH OHH OHH CROOT CROOT CROOT CROOT CROOT CROOT CROOT CROOT CROOT CROOT CROOT CROOT OHH OHH OHH!” Teriakku sambil menyemprotkan sperma sebanyak 12 kali semprotan ke dalam rahimnya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“AHH AHH AHH Mama juga keluar sayang AHH AHH CREETT CREETT CREETT CREETT CREETT CREETT CREETT CREETT!” Teriak Mama yang juga telah mencapai orgasmenya. Karena kelelahan yang teramat sangat tubuhku pun ambruk menindih tubuh montok Mamaku dalam posisi kontolku masih menancap di dalam memeknya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Ma aku puas banget sama Mama CUPP CUPP CUPP!” Kataku sambil menciumi bibir dan anting-anting di kedua telinganya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Mama juga puas banget sama sayang”. Katanya dengan wajah sayu sambil mengusap-usap kepalaku.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Kami pun saling mengatur nafas masing-masing lalu kembali melanjutkan pembicaraan.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Ma, besok-besok kalo pake jilbab yang kayak gini aja ya, yang bisa pake anting-anting”. Pintaku pada Mama sambil memegangi jilbab turbannya yang basah karena keringat dan anting-antingnya.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Aduh gimana ya sayang, Mama pake jilbab kayak gini aja karena Papa kamu lagi gak ada. Kalo Papa kamu ada Mama mana berani pake jilbab model begini. Bisa dimarahin seharian Mama sama Papa kamu”. Kata Mamaku khawatir.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Yaudah kalo gitu Mama pake jilbab kayak gini waktu main ke Surabaya aja kalo lagi jengukin aku”. Pintaku pada Mama.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Iya sayang Mama janji”. Katanya sambil mencubit hidungku dengan gemas.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Ma, aku mau tidur sambil nindih Mama kayak gini boleh gak?” Soalnya aku mau netek sama Mama”. Pintaku manja.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">“Aduh kolokan banget sih anak Mama, yaudah sekarang kamu boleh netek sama Mama tapi abis itu tidur ya soalnya Mama udah ngantuk berat ini”. Kata Mamaku lembut.</span></p><p><span style="font-family: verdana;"><br /></span></p><p><span style="font-family: verdana;">Setelah Mama membolehkan aku pun langsung menghisap-hisap kedua payudara Mamaku yang montok dan penuh dengan ASI ini. Kurasakan ASI Mama terasa manis dan lezat. “Oh pantas saja adik-adiknya tumbuh dengan sehat, ternyata karena ASI Mama begitu melimpah dan lezat seperti ini”. Setelah selesai meminum ASI di kedua payudaranya, kulihat Mamaku sudah tertidur pulas karena kelelahan akibat pertempuran dahsyat malam ini.</span></p>hantumonkihttp://www.blogger.com/profile/17642631795725605946noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1925213797991915871.post-22595866563876945192016-07-10T06:08:00.002-07:002016-07-10T06:08:47.193-07:00Pelet Tukang Bangunan<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pagi itu seperti biasa aku bangun lebih pagi dari mas Erwin, kusiapkan sarapan meski hanya beberapa lembar roti dan selai dan segelas kopi hitam hangat sebelum ia berangkat kerja. Begitu ia selesai berpakian ia pun sarapan dengan santai nya ditemani olehku. Sebelum tak lupa mas erwin mencium keningku mesra diiringi senyumnya yang hangat dan pergi pagi-pagi sekali mengejar kereta ke tempat ia bekerja.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Begitulah keseharian kami berdua. Sudah 3 tahun lamanya kami menikah. Bermodal tabungan dan sedikit bantuan orangtua kamipun bisa angkat kaki dari “Pondok Mertua Indah” dan mencicil rumah mungil di luar kota jakarta sebagai tempat tinggal kami. Sehari-hari aku bekerja di rumah sebagai ibu rumah tangga, meskipun memang ironisnya aku belum pantas menyandang predikat “ibu”. Mungkin memang belum rejeki, dan memang saatnya belum tepat bagi kami untuk memiliki keturunan. Jadi sehari-hari aku mengisi waktu luangku dengan membereskan rumah dan memasak. Komplek tempat tinggalku tergolong baru, dan banyak rumah belum terisi jadi aku banyak melakukan aktivitas apapun itu untuk mengusir kesepianku.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sudah 5 hari ini aku memiliki aktivitas baru, yaitu mengawasi pekerjaan tukang yang tengah memperluas bangunan rumahku. Kebetulan bulan lalu mas Erwin mendapat tambahan uang dari bonus akhir tahunnya. Uang tersebut lantas kami tabung dan sisanya kamu pergunakan untuk membangun kanopi penutup garasi di areal depan rumah kami. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Selamat pagi bu..” Sapa sang mandor pak Imam dengan ramah.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Oh pak Imam, silakan masuk pak” Ujarku dengan tak kalah ramah.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tepat pukul 9 pagi pak Imam dan anak buahnya memulai pekerjaannya. Pekerjaan membangun kanopi tergolong mudah dan tak memakan banyak tenaga, sehingga mampu dilakukan hanya dengan 2 orang saja. Pagi itu seperti hari-hari sebelumnya pak Imam datang bersama Feri atau biasa dipanggil Acong keponakannya untuk membantu mengerjakan kanopi kami. Pak Imam yang sudah berumur sekitar 40-an itu lebih kearah me-mandori pekerjaan anak buahnya saja yang tenaganya lebih kuat. Sedangkan Feri keponakannya itu yang kira-kira berumur sekitar pertengahan 20-an, tak jauh beda denganku, lebih banyak melakukan pekerjaan berat dibawah komando pak imam.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Silahkan pak diminum airnya” Sapaku ramah sambil membawakan nampan berisi kopi dan air putih dan menaruhnya di teras.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Oh iya makasih bu Santi..” Jawab pak imam dengan sopan sambil tersenyum sambil terus melanjutkan pekerjaannya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Berbeda dengan pak Imam, Feri tak banyak bicara. Ia lebih banyak diam dan berkonsentrasi bekerja. Bahkan pada awalnya kukira ia memiliki kelainan sangking ia tak pernah kudengar berbicara satu kali pun. Namun satu hal yang membuatku agak risih dengan feri adalah bagaimana ia kerap memperhatikanku. Seringkali ia menatapku dengan tajam, yang membuatku jadi agak salah tingkah apabila bertemu mata dengannya.. Hal itulah yang kadang membuatku tak ingin lama-lama di luar, padahal kapan lagi aku punya teman mengobrol meski hanya sebatas pak imam.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dan saat itu sama seperti hari-hari sebelumnya, kali ini pun Feri menatapku dengan seksama. Ia memandangiku lekat-lekat dari ujung rambut hingga ujung kaki sembari menggergaji rangka kanopi di teras rumah. Harus kuakui, Feri memiliki aura misterius yang membuatku penasaran. Entah karena sikapnya yang begitu pendiam, atau karena alasan lain. Bukan sekali dua kali ia memergokiku dengan cepat ketika aku tengah diam-diam memperhatikannya. Dengan cepat menoleh dan membalas tatapan mataku seakan tahu bahwa aku sedang mengamatinya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Akan tetapi ada satu hal yang mengusik rasa penasaranku. Meski selalu bekerja tanpa menggunakan baju, Feri tak pernah melepaskan Kalung hitam yang melingkar di lehernya. Kalung wasiat itu seperti terbuat dari kulit dengan bandul berbentuk persegi berwarna hitam juga yang mengingatkanku pada aksesoris yang sering dipakai di sinetron laga di televisi. Ada satu hal lagi yang membuatku janggal, yaitu ia kerap kali mengusap-usap atau memain-mainkan kalung yang terlingkar di lehernya tersebut sembari ia berbisik-bisik seperti berdzikir. Tak jarang ia memandangiku lekat-lekat sembari melakukan kebiasan anehnya tersebut yang membuatku makin risih saja.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Entah sejak kapan dimulainya, tapi akhir-akhir ini aku kerap mendapat mimpi aneh. Sebuah mimpi samar dimana aku didatangi sesosok pria tanpa busana. Aku tak dapat mengingat jelas bagaimana wajah pria tersebut kecuali badannya yang tegap berotot. Tanpa basa-basi si pria dalam mimpiku tersebut mendekapku dan mulai merengkuh tubuhku. Kemudian entah bagaimana ceritanya, si pria tersebut mulai menggauliku. Ia dengan beringas menyetubuhiku hingga akhirnya akupun terbangun di tengah-tengah mimpi aneh/buruk tersebut dengan bercucuran keringat.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Yang membuatnya makin aneh adalah aku terus mendapat mimpi tersebut terus menerus selama beberapa setelahnya. Dan seperti biasa, didalam mimpi tersebut sang pria tiba-tiba datang dan kemudian menyetubuhiku. Satu hal yang menjadi kesamaan di setiap mimpi adalah sebelum menggauliku, sosok misterius itu selalu memaksaku untuk mengoral kemaluannya, yang anehnya dalam mimpi itu selalu kulayani dengan senang hati. Meski aku tak bisa ingat bagaimana perawakan si sosok yang kerap datang di mimpiku itu, uniknya aku bisa ingat betul bagaimana bentuk kemaluan si pria itu. Aku dapat merasakan bagaimana baunya, teksturnya ketika aku mengulumnya dalam mulutku. Bahkan aku bisa mengingat rasanya di kemaluanku. Aku jadi seperti dibuat mimpi basah tiap malam, dan terbangun dengan cairan kemaluan yang menetes-netes di celana dalamku.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dan begitulah selama beberapa hari berturut-turut, aku terbangun dari mimpi buruk tersebut dengan keringat yang mengucur deras. Namun tetap saja aku tak bisa mengingat wajahnya seperti apa. Hingga pada suatu saat aku tengah duduk di teras, memperhatikan pekerjaan pak Imam dan Feri. Tanpa sadar aku tengah mengamati Feri lekat-lekat. Kuperhatikan badannya yang berotot, berkilat keringat diterpa matahari, kulitnya yang gelap namun bersih.. dan akupun tercekat ketika Feri balik memandangku, seakan mengetahui bahwa ia tengah diamati. Akupun segera masuk kedalam rumah dan menenggak air putih dengan nafas terengah-engah. Mungkinkah aku memimpikan Feri selama ini?</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Semakin hari aku semakin tak bisa melupakan mimpi-mimpiku di malam hari tersebut. Kadang aku merasa bingung menemukan diriku tengah melamun membayangkan mimpiku tersebut. Akupun tak mengerti kenapa aku jadi sering mengingat-ingat mimpi erotis itu, dan membayangkan bilaman si pria yang datang itu adalah Feri. Akupun terus berusaha untuk menghilangkan pikiran-pikiran aneh tersebut dan berusaha untuk tidak memikirkannya sama sekali dan membuangnya jauh-jauh.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Suatu ketika di minggu ke dua, aku tengah mempersiapkan kopi dan air putih bagi pak Imam dan Feri. Hari itu aku malas sekali untuk mandi pagi, dan tetap menggunakan gaun tidurku semalam yang dilapis oleh cardigan tipis sewarna dengan gaun tidurku itu. Aku terkaget ketika melihat Feri datang sendiri tanpa didampingi pak Imam.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Eng.. pak Imam kemana?” Tanyaku dengan canggung.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“........Pak Imam sakit. Istirahat dirumah.” Jawab Feri pendek. Kupikir-pikir baru kali ini aku mendengar suaranya dan bertanya langsung kepadanya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Ooh.. Saya taruh disini ya minumnya..” Ujarku pelan sembari menaruh nampan. Entah kenapa suaranya yang berat membuatku jadi sedikit ciut.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Feri tak menjawab dan langsung menaruh peralatan yang dibawanya. Dengan santai ia melepas bajunya dan menggantungnya di pagarku. Aku terdiam. Entah kali ini aku begitu berhasrat untuk memandangi badannya lama-lama. Kupandangi badannya yang mulai berkeringat mengaduk semen, berkilat-kilat. Entah bagaimana reaksi mas erwin apabila memergokiku tengah melamun memelototi pria lain seperti ini. Yang jelas saat itu aku sama sekali lupa dengan mas erwin, benar-benar lupa.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Lamunanku tersadar ketika lagi-lagi Feri memergokiku tertangkap basah memandanginya. Dengan wajah bersemu akupun segera masuk tanpa banyak bicara. Didalam rumah aku mengatur napas, aku tak habis pikir bisa berbuat sebodoh itu. Beberapa waktu berselang aku memutuskan untuk menonton tv saja. Namun lagi-lagi aku tak bisa berkonsentrasi dan pikiranku melayang membayangkan mimpi-mimpi erotis yang kualami. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sebuah ketukan pelan membuyarkan fantasiku. Akupun terlonjak duduk dari lamunanku. Kucoba untuk meredakan debaran jantungku yang sedari tadi berdegup kencang melamunkan mimpi tak senonoh tersebut. Akupun segera berjalan keluar dan membuka pintu.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Permisi bu. Hujan, saya berhenti dulu.” Ujar Feri pendek.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku seperti orang bodoh hanya berdiri didepan pintu dengan mata terbelalak dan mulut menganga. Tak menyangka Feri berada di depan pintu berdiri sedekat itu denganku.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“I-iya mas, silakan saja.” Ujarku cepat. Kulihat tubuhnya basah kuyup diguyur hujan. Ternyata aku tak menyadari turun hujan sangking asiknya melamun tadi. Akupun balik badan dan meninggalkan Feri yang berdiri mematung di teras memandangi hujan lebat yang mengguyur teras rumah. Rupanya ia tadi sempat memindahkan rangka-rangka kanopi terlebih dahulu sehingga badannya basah kuyup kehujanan. Kupikir-pikir kasihan juga kalau ia kedinginan seperti itu, bisa-bisa ia sakit juga dan malah pekerjaan rumahku jadi terbengkalai.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“.... Eng, silakan mas kalau mau bersih-bersih di kamar mandi..” Ujarku canggung sambil tertunduk membuka pintu sedikit mempersilahkannya masuk. Sementara Feri balas memandangiku sejenak, kemudian berjalan mengikutiku masuk kedalam rumah. Segera setelah memberikannya handuk akupun berlari kedalam kamar dan berdiam diri.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Duh, kenapa jadi deg-degan begini sih?!” Umpatku dalam hati. Aku terduduk di atas kasur, kemudian merebahkan diriku dengan kedua kakiku menjuntai kebawah. Aku memejamkan mata berusaha meredakan debaran jantungku. Pikiranku melayang tak terkendali, membayangkan tubuh kekar Feri yang tengah diguyur shower di dalam kamar mandiku, membayangkan bulir-bulir air jatuh ke sela-sela tubuhnya. Aku menghela napas panjang, tak mengerti dengan pikiranku sendiri.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tanpa kusadari Feri ternyata telah selesai membersihkan tubuhnya. Ia berjalan pelan keluar kamar mandi dan memandang masuk kedalam kamar. Posisi kamar mandi tersebut berseberangan dengan kamar tidurku, jadi siapapun yang keluar dari kamar mandi dapat dengan mudah melongok kedalam kamar tidurku apabila pintunya terbuka. Dan sialnya kala itu aku lupa menutup pintu kamar tidurku, sehingga Feri dapat langsung melihatku yang tengah merebahkan diri diatas kasur begitu ia keluar dari kamar mandi.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Saya sudah selesai, bu.” Ujar Feri pendek.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku terlonjak kaget dan terduduk. Suara tersebut sangat dekat. Dan benar saja, Feri berada di ambang pintu kamar tidurku. Aku terdiam mematung menunduk kebawah menghindari sorotan matanya. Entah sejak kapan ia berdiri disana. Mungkinkah sedari tadi ia memandangiku yang sedang merebahkan diri di kasur?. Yang paling mencengangkan adalah tiba-tiba dengan perlahan Feri melangkah masuk kedalam kamarku, dan merapatkan pintu dibelakangnya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku tercekat diam seribu bahasa. Otaku berusaha mencerna apa yang tengah dilakukan Feri, dan memikirkan bagaimana ia berani-beraninya punya nyali masuk kedalam kamarku. Nyaliku makin ciut tiap kali Feri melangkah mendekat, perlahan ia mempersempit jarak antara kami berdua. Badanku lemas, antara panik, takut dan terkesima. Terkesima oleh tubuh telanjangnya yang menawan yang kala itu hanya terlilit selembar handuk putih diatas lututnya. Feri memandangiku lekat-lekat tanpa kata-kata. Sementara aku makin tertunduk ketakutan dan panik diterpa sorotan matanya yang tajam.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Jantungku berdegup kencang ketika kurasakan sentuhan lembut Feri di ujung-ujung rambutku. Benarkah itu tangannya? Apa ini hanya Khayalanku belaka?. Sementara itu aku masih tak berani mendongak dan memastikannya. Entah kenapa tak terbesit untuk mengusirnya. Kenekatan Feri kala itu menciutkan nyaliku.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sementara itu jantungku tak berhenti berdetak kencang tak terkendali tiap punggung jemari mengusap lembut rambut pendek terurai ku. Diusapnya lembut dari pangkal ke ujung rambutku yang tergerai di sisi wajahku. Aku tak mampu melawan dan hanya bisa mematung. Ingin rasanya aku melawan, namun anehnya aku tak mampu. Jangankan berontak, mengangkat wajah melawan tatapannya pun aku tak sanggup.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Hingga akhirnya dengan segenap kekuatanku, aku berhasil berontak dan menepis tangannya dari wajahku. Kutampar tangannya hingga melayang, dan dengan serta merta kudorong badannya dengan kedua tanganku dengan niatan mengusirnya keluar dari kamarku.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Egghh! Keluar kamu!!”</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Namun badanku yang jauh lebih mungil darinya tentu tak membuatnya bergeming sedikitpun. Malah berbalik aku yang terjengkang kebelakang dan jatuh berlutut di lantai. Saat itulah tiba-tiba feri menggenggam pinggir handuknya, dan meloloskan handuknya turun hingga jatuh ke lantai. Posisi ku yang berlutut di hadapannya otomatis langsung berhadapan dengan bagian tubuh bawahnya, sejajar dengan pinggangnya. Kini Feri telanjang bulat di depanku tanpa sehelai benangpun kecuali kalung wasiat yang melingkar di lehernya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dan di saat itu lah semuanya menjadi makin tak terkendali. Sesaat kemudian aku kembali terdiam mematung berlutut, antara kaget dan terpana. Penis feri yang setengah keras itu tepat berhadapan satu jengkal jauhnya dari wajahku. Otakku langsung bereaksi mengusik alam bawah sadarku, mengulang lagi memori mimpi-mimpi yang kualami beberapa malam ini. Bentuk penis yang berada di depanku ini benar-benar familiar. Ya, ini adalah penis si sosok misterius yang kerap menghantui malamku. Aku memang tak pernah ingat dengan sosoknya, namun aku hapal betul dengan penis itu. Ternyata memang benar, tak lain dan tak bukan penis itu adalah penis Feri sendiri.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Seperti dirundung rasa haru dan rindu karena akhirnya bisa melihatnya langsung, kuperhatikan dengan seksama penis feri yang tepat menodong wajahku itu. Bagaimana tiap-tiap guratan di batang penisnya, kantung zakarnya, urat-urat di sekliling batagnya, kepala penisnya yang sedikit lonjong berkilat, bahkan bentuk rambut kemaluannya memang benar sangat kuhapal.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Bak tengah melihat ular kobra yang siap mematuk, kupandangi penisnya yang gagah menantang. Kuakui panjangnya mungkin hanya selisih lebih panjang 2-3CM dari milik mas erwin. Mungkin karena ukuran kepala penisnya yang berbeda dan sedikit lebih besar. Tapi yang paling kentara adalah diameternya. Meski juga barangkali hanya berselisih 2-3CM diameternya dari milik mas erwin, tapi yang jelas membuatnya jadi terlihat lebih tebal dan gendut. Aku jadi menelan ludah grogi ketika teringat bagimana rasa penis itu di mulutku dan di kemaluanku di dalam mimpiku.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dan kemudian tanpa berkata-kata, feri kembali mengelus wajahku lembut dengan tanganya. Sementara itu ia perlahan memajukan pinggangnya kian mendekat, mengecilkan jarak antara wajahku dan kemaluannya. Namun kali ini aku tak lagi panik atau berontak, aku malah merasa tenang bahkan menunggu-nunggu. Hingga akhirnya aku bisa menghirup aroma kemaluannya yang bercampur sabun merasuk kedalam hidungku. Secara naluriah aku memejamkan mata menikmati baunya yang khas. Mataku perlahan terpejam syahdu seiring feri mendekatkan penisnya. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Ach..."</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku terpekik kecil ketika pipi halusku bersinggungan dengan hangatnya kulit batang penis feri. Teksturnya yang tak rata begitu terasa di pipi kananku. Masih dengan mata terpejam kubiarkan penis feri menjelajahi wajahku. Mulai dari pipi, kemudian beralih ke hidungku hingga daguku bisa merasakan kantung zakarnya di daguku. Tangan feri yang tadinya hanya mengelus pipiku, kini beralih memegangi belakang kepalaku. Otomatis bibirku jadi mengecup pangkal kemaluan feri.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Hhhmm..."</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Feri mendengus pelan. Diarahkannya lagi kepalaku hingga kini bibirku mengecup naik ke batang kemaluannya, dan kemudian mengecup kepala penisnya lembut. Dan akupun seperti mengerti akan keinginan feri, kugerakkan bibirku mencumbui lubang urine nya yang terasa sedikit basah dan asin.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Mmhcch.. Mmmhcccup.. Cuppphmm.. Cupphhmmmmm..."</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dengan jinaknya kutimpali dengan kecupan mesra gerakan kepala penis feri yang berputar di sekeliling bibirku. Perlahan namun pasti feri menggerakan penisnya maju, membuka bibirku yang tertutup rapat. Kini tanpa harus banyak menggerakan tangannya, kepalaku secara otomatis bergerak pelan mencumbui penisnya hingga masuk sedikit demi sedikit. Bibirku kini sedikit menganga, berganti dari menciumi menjadi mengulum kecil meski baru sebatas kepala penisnya saja.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kunikmati dan kukecap mesra rasa penis feri di mulutku. Aku tak pernah mengoral penis siapapun sebelumnya, bahkan penis mas erwin sekalipun. Pengalaman oralku hanya dari mimpi mimpi yang kualami saja. Namun kini dengan giatnya aku mengisapi batang kemaluan feri kian dalam hingga kini sudah setengah batangnya masuk kedalam mulutku.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Feri pun kian bersemangat dan mulai menggerakkan pinggulnya lebih kencang. Kini aku hanya diam dan pasif saja melebarkan mulutku membiarkan kontol tebal feri mengawini mulutku. Kepalaku kini bersandar di pinggir kasur menahan sodokan penis feri keluar masuk di mulutku. Feri pun mulai agak sedikit beringas. Dipeganginya kuat-kuat kedua sisi wajahku sambil sesekali ia menjejalkan penisnya hingga ke kerongkonganku. Aku terbatuk-batuk mual akibat ulahnya, namun tetap saja aku memasrahkan diriku sepasrah-pasrahnya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Uuggghhhhh..."</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Feri pun menggeram ketika ia membenamkan penisnya dalam dalam kedalam mulutku. Barulah aku tahu besarnya beda 2-3CM tersebut. Dadaku terasa sesak, oksigen tertahan di kerongkonganku akibat penis feri yang terbenam dalam. Aku tercekik hingga tak terasa wajahku merah padam dan air mataku mengalir dari sisi sisi mataku yang masih terpejam. Terasa ujung penis feri menyentuh sisi terdalam kerongonganku.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"OHOK.. OHOK.. OHOKKK..!!!"</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku terbatuk-batuk ketika oksigen kembali masuk ke paru-paruku. Kumuntahkan sedikit lendir lengket kerongonganku hingga jatuh membasahi gaun malamku. Nampak penis feri berkilat basah oleh ludahku ketika ia mencabutnya dari dalam mulutku. Tersisa jalinan bening lendir ludahku tadi yang masih tertaut di sisi bibirku dan kepala penisnya. Rasanya lama sekali tadi ia men- deep throat ku, mungkin 30 detik, mungkin 1 menit aku tak tahu. Tapi entah bagaimana aku tak marah malahan begitu puas bisa mengoral penisnya seperti itu.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Feri dengan lembut menyeka sisa sisa ludah di bibirku. Dengan perlahan ia mambantuku berdiri yang masih agak lemas tadi. Namun kemudian dengan cepat feri mendorong tubuhku hingga aku jatuh terbaring di atas kasur. Dengan sedikit berdebar-debar aku memperhatikan feri yang masih berdiri di sisi kasur. Dengan perlahan diangkatnya kedua kakiku keatas kasur. Diusapnya lembut telapak kakiku, dan dimainkannya sebentar gelang kaki yang terikat di pergelangan kananku. Tanpa basa-basi kemudian feri mencium telapal kakiku gemas. Dikecupnya jemari kaki mungilku dan diisapnya kuat-kuat.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Emggghhh..!"</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Serta merta badanku menggeliat karena sensasi geli yang ditimbulkannya. Kemudian seperti macan yang mendekati mangsanya, feri ikut naik keatas kasur dan merangkak diatas tubuhku. Telapaknya yang kasar meraba pergelangan kakiku dan naik hingga ke lututku. Badanku kini merinding sejadi-jadinya. Apalagi kini tangannya sudah naik lagi menyusuri pahaku dan bahkan sudah tiba di tepian celana dalamku. Kontan aku merapatkan pahaku malu barangkali ia hendak melucuti celana dalamku. Namun aku dikejutkan oleh gerakannya yang sangat mendadak, ketimbang menurunkan cd ku ia malah menjambak ujung gaun tidurku dan menyingkapnya keatas.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku menggeliat kecil menahan wajahku yang merah padam ketika feri berhasil menyingkap gaunku hingga ke atas dadaku. Terpampanglah sudah kedua payudaraku di hadapannya. Aku yang memang kala itu tak mengenakan bra, kini harus merelakan kedua gunung kembarku menjadi tontonannya. Yang membuatku makin malu adalah kedua puting sususku ternyata sudah mencuat keras, tanda bahwa aku memang juga senang diperlakukan seperti itu olehnya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Feri menatapi nanar dadaku. Kuakui memang payudaraku tak terlalu besar (hanya 32B), tapi bentuknya yang bulat padat serta kedua puting susuku yang sedikit panjang berwarna kemerahan pastilah tetap membuat feri dahaga. Benar saja, tanpa banyak bicara feri segera melahap dada kiriku hingga habis.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Aaaauuhhh..!!"</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku mendesah geli sembari membungkam bibiku ketika feri menyedot payudaraku kuat-kuat. Tak hanya dilahapnya dadaku, namun juga dengan lidahnya ia menjawil-jawil puting susuku dalam mulutnya seperti hewan yang kelaparan.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Aaahmmm...sslrrrpp.. Nyaammhhh...ccttttt.."</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Hingga berdecit-decit bibirnya menetek di payudaraku. Payudaraku yang sebelahnya juga ikut dimainkannya menggunakan tangannya. Kasar memang, tapi terasa begitu nikmat menurutku. Puting susuku berganti-ganti digelitkinya, ditariknya, dipuntirnya, ditariknya kuat-kuat hingga makin memanjang, bahkan disentil-sentilnya hingga terasa agak ngilu.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Puas menetek kanan dan kiri, feri menyudahi permainannya. Tak hanya dia, akupun jadi terengah-engah dibuatnya. Setelah nafasnya terkumpul kembali, feri kini beranjak turun menciumi perut dan pusarku. Aku hanya bisa tengadah kegelian dan sesekali melirik kebawah mencari tahu perbuatannya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Aakh!!"</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kembali aku tersentak kaget ketika tangan feri mengusapi paha dalamku dan kemudian berganti mengusapi selangkanganku. Percuma saja kuapit pahaku erat-erat, karena feri pun sudah menyadari ada sesuatu di celana dalamku. Dengan bertenaga disentaknya kedua pahaku hingga terkangkang. Kembali kualihkan wajahku menahan malu kala feri menemukan noda basah memanjang di muka celana dalamku. Noda basah vertikal itu tercetak di sepanjang garis khayal bibir kemaluanku. Dengan lembut, feri mencolek noda basah tersebut yang tak pelak ikut mencolek kemaluanku dari luar.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Aungghhhh..." </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku meringis dan kembali membungkam bibirku tatkala kurasakan aliran listrik yang memecut tubuhku saat feri mencolek celana dalamku. Melihat reaksiku feri makin menggencarkan gerakan telunjukku. Kini diusap dan digosok-gosokkannya makin cepat telunjuknya, seakan memancinf cd aku agar lebih basah lagi. Aku hanya bisa menggeliat dan mendesah terbata-bata berjinjit diatas kasur akibat rasa enak yang ditimbulkannya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Badanku makin menggeliat liar ketika akhirnya telunjuk feri berhasil masuk menelusup dari sela-sela celana dalamku. Kugigit bibirku kuat-kuat ketika akhirnya kurasakan secara langsung telunjuk feri di bibir kemaluanku. Telunjuknya mengusapi bibir kemaluanku naik turun dari sudut atas hingga kebawah berulang kali. Dinikmatinya telunjuknya yang kini jadi basah berminyak oleh vaginaku. Yang membuatku makin lupa daratan yaitu ketika feri menggelitiki sudut atas bibir vaginaku. Dengan tepat ia menemukan tonjolan kecil yang tersembunyi itu dan diutak-utiknya dengan cepat. Kontan saja badanku makin menggeliat bak cacing kepanasan.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Heemmmff..heeemmmgfffff...."</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku mendesah berat ketika klentitku dirangsang oleh ujung telunjuknya. Ia tahu betul aku benar-benar menikmatinya hingga ia kini hanya berfokus memainkan klentitku saja. Badanku melayang layang keasyikan ketika feri memutuskan meloloskan cd ku, dan kemudian dengan cepat mengganti telunjuknya dengan ujung lidahnya. Lidahnya yang basah yang hangat, serta Teksturnya yang khas makin menambah keasyikan yang kurasakan.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kini berganti giliran feri yang mengoral diriku. Aku baru kali merasakan rangsangan foreplay yang begini nikmatnya, nyaris menyamai nikmat hubungan seks yang kulakukan dengan mas erwin. Mas erwin tak pernah merangsangku sedemikian binal dan kotor. Kemana saja aku selama ini? Baru kali aku begitu puas dan tak ingin sudah dipermainkan seperti ini. Feri dengan semangat mencumbu vaginaku. Bibirnya dan lidahnya men- French kiss kemaluanku tanpa ragu. Baru kali inilah kurasakan vaginaku sebecel ini. Tak hanya dari cairan pelumasku saja, tapi juga dari ludah feri yang mencumbu kemaluankPosisiku yang kini nampak seperti katak yang siap dibedah, mengangkang selebar-lebarnya membiarkan feri terus melakukan perbuatan bejatnya kepadaku. Mataku terpejam-pejam sangking begitu nikmatnya rangsangan feri. Namun tepat saat dimana tinggal sedikit lagi aku mencapai puncak kenikmatan, feri menyudahi oralnya. Entah karena lelah, atau memang ia sengaja. Yang pasti aku langsung dongkol dan merasa kesal. Ingin rasanya aku berteriak dan merengek-rengek kepadanya minta diteruskan lagi, namun aku malu. Aku hanya bisa melirik feri dengan pandangan bertanya-tanya dan sedikit melirik memohon.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Feri nampaknya memang tahu jelas aku sudah mempasrahkan diriku sepenuhnya padanya. Dengan perlahan ia mensejajarkan dirinya diatasku. Tanpa ingat malu kurengkuh leher feri dan kuciumi gemas bibirnya. Biarlah ia berpikir aku pelacur atau binal, yang penting aku ingin sekali dituntaskan birahiku saat ini juga. Feri pun untungnya diam dan hanya membalas cumbuanku tanpa berkata apa-apa. Kuciumi bibirnya mesra seakan merayunya lagi untung melanjutkan pencabulannya terhadapku. Feri ternyata diam-diam sudah mempersiapkan diri.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tanpa kusadari feri sudah mengarahkan moncong penisnya tepar di depan bibir vaginaku. Mataku membelalak berbinar ketika kurasakan kepala penisnya mencocol lembut lubang kemaluanku. Dengan berdebar-debar tak sabaran, segera kuposisikan lagi kedua kakiku mengangkang bersiap menyambut penis yang amat kurindukan itu.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Feri tak terlalu buru-buru mempenetrasi diriku, hingga aku jadi kegatalan sendiri dibuatnya. Pertama-tama feri menggesek-gesekkan batang penisnya dahulu, melumurinya dengan cairan pelumasku. Lalu dengan lembut digosoknya pula kelentitku dengan moncong penisnya, yang membuat badanku ngilu-ngilu sedap. Sembari terus kucumbui lehernya dan dagunya, kadang kala sengaja kuangkat dan kumajukan pinggulku agar cepat-cepar feri memasukkan batang jantannya meski terus meleset.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Akhirnya disaat birahiku sudah tak terbensung lagi di ubun-ubunku, saat itulah feri membidik lubang kemaluanku. Perlahan namun pasti kepala penis feri mulai terbenam masuk di rongga vaginaku. Dengan mendesah tertahan, kunikmati segenap batang feri yang berjejal masuk di lubang yang selama ini hanya boleh dimasuki oleh maa erwin.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Ooooouugghhhhhh...nggg..oohhhhhhh..."</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kurasakan bagaimana sedapnya otot dinding kemaluanku yang dipaksa merenggang lebih dari biasanya. Diameter penis feri yang mengungguli punya mas erwin memaksa vaginaku beradaptasi lagi. Meski licin dan sudah amat basah, tetap saja terasa bagaimana sesak dan sempitnya vaginaku melawan penis gendut feri. Feri dengan lihainya menarik mundur batang penisnya, kemudian menggenjot lebih dalam lagi dari sebelumnya. Terus perlahan seperti itu hingga akhirnya bermenit-menit kemudian kedua pangkal kemaluan kami bertemu. Feri menggeram puas merasakan penisnya yang terbenam dalam di rahimku. Begitu pula aku yang menemukan sensasi kenikmatan mampu menelan habis penis feri yang notabene jauh lebih dahsyat yg biasanya kurasakan.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kami berdua lalu terdiam sejenak menikmati pertautan kemaluan kami. Terasa ada chemistry diantara kami lantaran kedua kemaluan kami terasa begitu pas satu sama sama lain. Biasanya milik mas erwin tak pernah bisa se-pas ini. Namun kini penis feri menyatu dengan sempurna dengan vaginaku. Penisnya mampu meraih sudut-sudut rongga terdalam yang tak pernah dicapai mas erwin sebelumnya. Begitu pula besarnya, baru ini aku merasakan vaginaku penuh sesak dijejali penis sedemikian gendut. Meskipun agak ngilu kurasa, namun tak bisa kupungkiri aku benar-benar menyukai otot vaginaku merenggang lebar seperti ini.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Bermenit-menit kemudian kami masij saja diam saling menikmati kedutan dan remasan kemaluan satu sama lain. Kami saling berpandangan mesra sembari berciuman lembut. Hingga akhirnya feri berinisiatif menggenjot pinggulnya perlahan.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"PLOK!"</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Ouuwwwwhhh..mmsssssshhh"</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sekali tamparan cepat bunyi kemaluan kami beradu. Feri dengan sangat pelan menarik mundur penisnya keluar. Aku dapat merasakan bagaimana rongga vaginaku seakan ikut tertarik keluar kala ia mengambil ancang ancang mundur. Dan kemudian dengan cepat feri mendesak maju menghantam vaginaku hingga mentok lagi seluruhnya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ranjang pernikahanku dan mas erwin kini berderit-derit kencang. Nampak bagaimana tubuh feri yang berkilat seksi oleh keringat bergerak berirama diatasku. Dari belakang aku nampak tenggelam dibawah badan feri. Yang terlihat mungkin hanya punggung feri saja, dan juga hanya ada dua buah tangan yang mencengkram tengkuk serta mencakar punggungnya gemas. Juga sepasang kaki yang melilit pinggul feri erat-erat sembari merenggangakan dan menjinjitkan jari-jari kaki mungilnya bak seorang balerina.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Ouggh.. Ugghh.. Uuuuuhmmmm..."</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Feri menggeram ketika menyudahi genjotannya setelah temponya menurun. Aku hanya bisa terengah-engah dengan ekspresi sakau dibawah tubuh feri. Feri menoleh sekilas ke arah lemari di seberang ranjang, dan kemudian ia punseperti mendapatkan ide. Ia pun memutar tubuhku hingga aku berbaring kesamping. Kemudian diputarnya badanku dengan mudahnya (karena memang badanku jauh lebih kecil darinya) sehingga kini aku berposisi merangkak di depannya. Semua dilakukanya tanpa mencabut penisnya dari vaginaku. Lantas ia menggeser tubuhku hingga kini kami berdua berhadapan dengan cermin di pintu lemari tersebut. Kini aku berpegangan di pinggir kasur sementara feri mulai memacu lagi kuda poninya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Aaaawwwwh... Aaaaaaahhhh... Aaaaaaaaaaaaahhh...!"</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kini tanpa lagi malu-malu aku mulai berteriak sekencang-kencangnya. Aku menjerit-jerit bak orang disiksa. Tentunya aku tengah disiksa kenikmatan oleh feri saat ini. Entah kenapa dengan menghadap cermin seperti itu naluri binalku muncul perlahan. Aku seperti tak mengenal sosok wanita yang tengah asyik menjerit-jerit didalam cermin itu. Benarkah itu santi? Istri dari erwin? Akupun tak percaya bahwa itu adalah diriku. Wanita didalam cermin itu tengah asyik mengaduh dan mendesah membiarkan dirinya dinikmati oleh tukang bangunan yang hina. Ya, mungkin wanita di cermin itu juga wanita hina. Hina karena membiarkan dirinya menikmati kenikmatan terlarang dan mengkhianati suaminya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Aaaghhh terusss.. Terus mas feriiiii.. Terussssssss"</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Akupun mulai berani membuka mulut dan memanggil-manggil feri. Feri dengan beringasnya menjambak rambutku dan mencengkram pundakku dari belakang, agar hentakannya bisa lebih kuat lagi. Feri pun mencondongkan badannya dan berbisik tak kalah binal dariku.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Iyaaa mas feri.. Aaauwwwwh... Hajar terus masss hajar masss.."</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Hmmmggg..rrrr...kamu suka kan?!"</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Iya masss... Santi suka masss.. Suka banget maaaasssh.. Aaaauuggghh"</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Hmmmgghhh.. Aku kuat khan? Ugfhh.. Uffghh.. Ga kaya suami kamu loyo.. Uffghh"</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"He eh mass.. Enakk masss.. Santi seneng massss.. Auuuuhh!!</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Pilih mana.. Uffgh.. Aku apa suami.. Ufgh.. Kamu??"</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Aaaasgghh... Santi sama mas feri ajaaa... Aaahhh santi nikmatt sama aauhh.. Mas feriiiii...!"</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Mulai sekarang.. Nffhhh...kamu jadi..ssshhm..istriku aja yah.. Uufgghh..."</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Mhmhhh.. Iyah iyah mass.. Santi mau jadi istri mas fer.. Awwugh.. Mas feriii...!!"</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Gghrrrr.. Bagusss... Tak hamilin yaah?? Mau?? Uffgh.."</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Iya mas ferrihh.. Hamilin santi masshhh.. Hamilin masss.. Semprotin aauwwwhh yang.. Banyak massss.. Ighhh..aaahhhh..."</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Uggfhhg nih.. Nih... Mmmggaaaaaaaaahhh!!!!"</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Feri kemudian menghentakkan dalam-dalam penisnya dan menyemburkan benihnya kedalam rahimku. Tentu saja kusambut semburannya dengan orgasme ku yang talah kalah dahsyat. Kami berdua sama-sama kejang menikmati klimaks terindah yang pernah kami alami ini. Hingga kemudian tubuh kami berdua rubuh diatas kasur. Benih feri meleleh-leleh diantara sela kemaluanku. Kami berdua segera nyaris terlelap bahkan tak sampai ingat untuk mencabut kemaluan kami berdua. Kamipun akhirnya tertidur saling menimpah satu sama lain masih dalam keadaan seperti tadi.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kurengkuh mesra suami baruku yang mendengkur diatas tubuhku ini dan kemudian ikut terlelap bersamanya.</span>hantumonkihttp://www.blogger.com/profile/17642631795725605946noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1925213797991915871.post-19716624437484864752016-07-10T06:07:00.002-07:002016-07-12T06:37:06.044-07:00Dosa Seorang Istri<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pengalaman-pengalaman saya ini dimulai pada akhir tahun lalu, yang juga merupakan perkenalan pertama saya dengan sebuah Website cerita cerita dewasa.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sebelum kejadian-kejadian tersebut, saya adalah seorang ibu rumah tangga yang baik dan tanpa cacat (menurut saya lho). Usia saya 42 tahun. Saya memiliki 2 orang anak keduanya laki-laki. Anak saya terbesar Tony berumur 15 tahun di kelas 3 SMP, sedangkan sikecil Sandy masih berusia 4 tahun. Suami saya bekerja di suatu instansi pemerintah dan kami hidup normal dan bahagia. Saya sendiri seorang sarjana dari perguruan tinggi ternama di negara ini tetapi memilih tidak bekerja.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Saya taat beragama dan mengenakan jilbab hingga sekarang. Tetapi sejak kejadian-kejadian ini, saya merasa sebagai wanita berdosa yang tidak lagi mampu menghindari dosa bersetubuh dengan laki-laki yang bukan suami sendiri. Membayangkan kejadian-kejadian tersebut saya selalu ingin menangis tetapi pada saat yang sama saya juga didera oleh nafsu birahi membara yang tidak mampu saya atasi.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kejadiannya adalah sebagai berikut. Saat itu sore hari sekitar jam tiga dan saya baru saja bangun tidur dan Sandy masih tertidur di sebelah saya. Sedangkan suami saya masih bekerja di kantor nya. Dari dalam kamar saya dapat mendengar suara komputer yang dimainkan anak saya Tony di ruang tengah yang berbatasan langsung dengan kamar tidur saya. Kami berlangganan internet (saya sering juga browsing di internet dan mahir menggunakan komputer) dan sedangkan Tony sering sekali menggunakan komputer, tetapi saya tidak tahu persis apa yang dimainkan. Saya kira dia hanya main game saja. Pintu kamar saya agak terbuka.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Saya bermaksud untuk keluar dari kamar, tetapi ketika saya menarik pintu, apa yang terlihat membuat saya tertegun dan mengurungkan niat tersebut. Apa yang terlihat dari balik pintu membuat hati saya betul-betul terguncang. Walau agak kurang jelas, saya masih dapat melihat di layar komputer tampak sosok wanita kulit putih telanjang tanpa busana dengan posisi terlentang dan kaki terbuka dengan kemaluan yang tampak jelas. Saya menjadi kesal karena Tony yang masih anak-anak melihat hal-hal yang sangat terlarang tersebut. Tetapi yang kemudian membuat saya shock adalah setelah saya menyadari bahwa Tony sedang mengurut-urut penisnya. Dari dalam kamar saya dapat melihat resleting celana Tony terbuka dan celananya agak turun. Tony sedang duduk melihat layar sambil mengusap-usap penisnya yang tampak berdiri tegang dan kaku.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sejak dia disunat lima tahun yang lalu saya, hampir tidak pernah lagi melihat anak saya itu telanjang. Tony sudah dapat mengurus dirinya sendiri. Tinggi Tony sekitar 158 cm dan sudah hampir sama dengan tinggi saya yang sekitar 162 cm. Samar-samar saya dapat melihat rambut kemaluannya yang tampaknya masih sedikit. Saya betul-betul tercengang melihat semua ini. Kemaluannya memang tidak berukuran besar tetapi melihat demikian kakunya batang anak ini membuat saya tanpa sadar berdebar. Batang kemaluannya tampak berwarna coklat kemerahan dengan urat-urat yang menonjol kebiruan. Samar-samar saya dapat mendengar napasnya yang terengah. Tony sama sekali tidak menyadari bahwa saya sudah bangun dan melihat kelakuannya dari balik pintu.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kejadian Tony membelai-belai kemaluannya ini berlangsung terus selama lebih kurang empat-lima menit lamanya. Yang mengagetkan adalah reaksi kewanitaan tubuh saya, ternyata jantung saya terasa berdebar keras menyaksikan batang kemaluan yang demikian kaku dan berwarna semakin merah, terutama bagian kepalanya. Pandangan saya beralih-alih dari kemaluan wanita telanjang di layar komputer ke batang anak saya sendiri yang terus diusap-usapnya. Gerakan tangannya semakin cepat dan mencengkeram bagian kemaluannya dengan muka yang tampak tegang memandangi layar monitor.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kepala batang yang mengeras itu tampak diremas-remasnya. Astaga .., dari lubang di kemaluannya berleleran keluar cairan bening. Cairan kental bening tersebut diusap-usap oleh jari Tony dan dioles-oleskan ke seluruh kemaluannya. Kini ia juga menekan-nekan dan meremas kantung pelir dan dimainkannya bolanya. Kemaluan itu kini tampak basah dan berkilap. Napas Tony terdengar sangat keras tetapi tertahan-tahan. Saya merasa napsu birahi saya muncul, tubuh saya mulai gemetar dan darah mengalir di dalam tubuh dengan deras. Napas sayapun mulai tak teratur dan saya berusaha agar napas saya tak terdengar oleh Tony.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Apa yang saya lihat selanjutnya membuat saya sangat tergetar. Tubuh Tony tampak mengejang dengan kakinya agak terangkat lurus kaku, sementara tangannya mencengkeram batang kemaluan itu sekuat-kuatnya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Eeegh, heeggh .”, Tony mengerang agak keras, dan ya ampun …, yang tidak saya sangka-sangka akhirnya terjadi juga. Dari lubang di kepala batang kemaluannya terpancar cairan putih kental. Tony yang saya anggap anak kecil itu memuncratkan air mani. Cairan kental itu memuncrat beberapa kali. Sebagian jatuh ke perutnya tetapi ada juga yang ke lantai dan malah sampai ke keyboard komputer. Tangan Tony mencengkeram kontol yang memerah itu dan menariknya sekuatnya ke pangkal batang. Ohhh .., kontol itu tampak kaku, tegang, urat-urat menonjol keluar, mani muncrat keatas. Melihat air mani muncrat seperti itu segera saja saya merasakan lonjakan birahi yang luar biasa di sekujur tubuh saya. Memek saya terasa menjadi basah dan napas saya menjadi tersengal sengal</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Saya berusaha mengendalikan diri dari rangsangan birahi sebisa-bisanya, ada semacam perasaan tidak enak dan bersalah yang tumbuh menyaksikan anak saya dan terutama atas reaksi tubuh saya seperti ini. Tony masih terus mengurut-urut batang kontolnya dan air mani yang tersisa tampak mengalir sedikit-sedikit dari lubang kencing di kepala kontolnya. Tony melumuri permukaan kontolnya dengan air mani tadi dan terus menggosok-gosok kontolnya. Kini kontol itu tampak diselimuti oleh mani berwarna keputihan. Samar-samar saya dapat mencium bau mani yang bertumpahan karena jarak saya dengan Tony sebetulnya sangat dekat hanya dua meteran.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tony tampak mulai tenang dan napasnya semakin teratur. Kontol yang berleleran air mani mulai mengendur. Ia menghela napas panjang dan tampak lega terpuaskan. Kontol itu sekarang tampak terkulai kecil dan lemah berwarna kecoklatan, sangat berbeda dengan kejadian beberapa menit yang lalu. Tony kemudian berdiri dan menuju ke kamar mandi. Ia masuk ke kamar mandi dan menutup pintunya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Seolah-olah ada yang menuntun, saya berjingkat menuju komputer tanpa menimbulkan bunyi. Saya memandang lekat ke layar komputer, mengagumi tubuh wanita muda berkulit putih (orang Barat) yang telah mengundang nafsu anak saya. Tanpa sadar saya menghela napas melihat kemaluannya. Rambut jembutnya berwarna kecoklatan tampak tertata seperti pernah dicukur. Sesuatu yang tidak pernah saya lakukan pada rambut kemaluan saya dan tak pernah terpikirkan untuk melakukannya. Pandangan saya beralih ke tetesan-tetesan mani yang tampak di dekat keyboard. Saya mengusap mani tersebut dengan jari dan entah mengapa saya mencium dan menjilati jari tangan saya yang berleleran dengan mani.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Rasanya asin dan baunya terasa lekat, tetapi nafsu birahi saya terbangkit lagi. Saya tidak ingin Tony curiga. Dari layar komputer saya melihat address internetnya adalah www.27021981.blogspot.com (tidak perlu saya sebutkan) dan saya catat saja di dalam hati. Saya berjingkat masuk kamar dan membaringkan tubuh. Tak lama saya dengar Tony kembali ke komputernya dan saya kira ia sedang membersihkan sisa-sisa mani yang tadi ia muncratkan. Kemudian saya dengar ia bermain game (kedengaran dari bunyi nya). Lima belas menit kemudian saya pura-pura baru saja terbangun dan keluar dari kamar. Sikap Tony tampak agak canggung tetapi saya kira ia yakin bahwa kejadian tadi tidak saya ketahui. Saya sendiri bersikap seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sejak saat itu saya merasa ada perubahan luar biasa pada diri saya. Sebelumnya saya melakukan hubungan sex dengan suami hanyalah sebagai suatu hal yang rutin saja. Kejadian Tony melakukan onani didepan computer membuat saya menemukan sesuatu yang baru dalam hal soal sex. Sesuatu yang menggairahkan, nafsu birahi yang menggelegak, tetapi sekaligus perasaan dosa, karena ini dibangkitkan oleh kejadian yang dilakukan anak saya sendiri.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Apa yang dilakukan anak saya membuat saya shock, tetapi yang juga mengerikan adalah justru anak saya sendiri membangkitkan nafsu birahi saya yang menyala-nyala. Tony yang selalu saya anggap anak masih kecil dan tidak mungkin berhubungan dengan hal hal yang berbau sex dan porno. Selalu terbayang di mata saya wajah Tony dengan napas terengah engah dan muka tegang, kocokan tangannya, batang kontol yang berwarna kemerahan sangat tegang dengan urat yang menonjol. Air mani yang memuncrat-muncrat dari lubang kontolnya. Ya Tuhan .. , penis itu adalah milik anak saya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sejak kejadian itu saya sering terbayang penis Tony yang sedang memuncrat – muncratkan air maninya. Penis yang kaku itu tidak berukuran besar, menurut saya tidak terlalu panjang dan besar menurut usianya. Tetapi yang tidak dapat saya lupakan adalah warnanya yang kemerahan dengan urat-urat hijau kebiruan yang menonjol. Saat itu penis itu begitu tegang berdiri hampir menyentuh perutnya. Jika mengingat dan membayangkan kejadian itu, birahi saya mendidih, terasa ada cairan merembes keluar dari lubang kemaluan saya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Hal lain yang memperparah keadaan adalah, sejak hari kejadian itu, saya mulai berkenalan dengan dunia baru yang tidak pernah saya datangi sebelumnya. Saya sudah biasa browsing di Yahoo ataupun yang lain. Tetapi sejak mengenal www.27021981.blogspot.com saya mulai mengarungi dunia lain di internet. Sehari sesudah kejadian Tony onani, saya mulai membuka-buka situs. Tentu saja itu saya lakukan pada saat tidak ada orang di rumah. Pembantu saya, setelah melakukan tugas didalam rumah, biasanya selalu mendekam dikamarnya. Tony belum pulang dari sekolahnya, sedangkan Suami saya masih di kantornya. Saya hanya berdua dengan Sandy yang biasanya lebih senang bermain di kamar tidur.</span><br />
Saat itulah saya mulai mencoba-coba www.27021981.blogspot.com. Saya tidak menyangka ada suatu situs internet menyajikan cerita dan gambar pornografi yang seperti itu. Saya membuka – buka gambar wanita-wanita telanjang yang tampak tidak malu-malu memperagakan bagian kewanitaannya yang seharusnya ditutup rapat rapat. Mereka tampaknya menikmati apa yang mereka lakukan dengan mempertontonkan bagian tubuhnya yang terlarang.<br />
Pada hari itu saya mulai juga menemukan situs-situs lain yang lebih porno. Ada sekitar 3 jam saya berpindah-pindah dan mempelajari dunia sexual penuh nafsu yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya. Laki-laki dan perempuan bersetubuh dengan berbagai macam cara yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya dan yang tidak pernah saya praktekkan sebelumnya dengan suami. Ada perempuan yang menghisap penis berukuran sangat besar (kelihatannya lebih besar dari penis suami saya) hingga penis itu memuntahkan air maninya. Astaga, perempuan itu membiarkan mani itu muncrat sampai membasahi wajahnya, berleleran, dan bahkan meminumnya tanpa ada rasa jijik.<br />
Sejak saat itu setiap hari saya menjelajahi internet. Saya mempelajari semua bentuk sex yang ada di situs-situs itu. Penis orang negro yang hitam legam dan panjang agak mengerikan bagi saya, tetapi juga membangkitkan birahi saya. Membayangkan penis hitam panjang itu menembus kemaluan wanita, panas dingin saya membayangkannya. Yang betul-betul baru buat saya adalah anal-sex. Saya meraba-raba dubur saya dan berpikir apakah tidak menyakitkan. Tetapi wanita-wanita dengan lubang dubur yang menganga dan tertembus penis itu tampaknya terlihat nikmat nikmat saja.<br />
Tetapi yang paling membangkitkan birahi saya adalah persetubuhan orang Jepang. Mungkin karena mereka sama-sama orang Asia, jadi tampak lebih real dibandingkan dengan wanita kulit putih. Dan mungkin ada kesan surprise juga bagi saya, bahwa orang-orang Jepang yang tampak sopan itu dapat begitu bernafsu di dalam sex. Saya memang bukan orang keturunan Chinese, tetapi kulit saya cukup putih untuk ukuran orang Indonesia.<br />
Jadi saya melihat semacam ada kesamaan antara diri saya dengan wanita Jepang itu walau tentunya kulit saya tidak seputih mereka. Yang agak surprise adalah rambut kemaluan wanita wanita Jepang yang cenderung hitam lebat, tidak dicukur seperti kebanyakan orang kulit putih. Wanita Jepang juga memiliki kulit kemaluan, bibir-bibir memek yang berwarna gelap kecoklatan, mirip seperti kemaluan saya sendiri (Ya Allah, saya sampai menuliskan hal-hal seperti ini, ampun ya Allah).<br />
Saya juga mendapatkan suatu situs (kalau tidak salah dari www.27021981.blogspot.com) di mana wanita-wanita muda Jepang mengisap penis hingga muncrat dan air mani yang sangat banyak berleleran di mukanya yang berkulit putih. Saya selalu panas dingin melihat itu, dan tanpa sadar saya membayangkan lagi penis kecil Tony yang tegang dan memuncratkan air maninya.<br />
Kehidupan sex internet yang paling memabukkan saya adalah cerita-cerita nafsu di www.27021981.blogspot.com dan melebihi segala suguhan gambar sex yang ada. Saya sangat terangsang membaca cerita-cerita menakjubkan itu. Tidak saya sangka bahwa kehidupan sex orang-orang Indonesia dapat seliar dan juga seindah itu. Yang paling merangsang dan membuat saya agak histeris adalah cerita sex antara orang yang masih sedarah, seperti antara tante dengan keponakan, antara sepupu, saudara ipar, atau malah antara anak dan mertua. Mungkin ini karena perasaan saya terhadap Tony anak saya.<br />
Di situs lain, saya pernah membaca cerita sexual antara anak dengan ibunya. Saya sampai menangis membaca cerita itu, tetapi juga sekaligus merasakan birahi yang luar biasa. Ini tidak berarti bahwa saya berniat menyetubuhi anak saya sendiri, saya takut atas dosanya. Namun tidak dapat saya pungkiri, bahwa saya terkadang membayangkan kontol Tony yang sangat kaku itu masuk ke dalam memek saya. Saya selalu mohon ampun di tiap doa dan sembahyang, tetapi pada saat sama saya juga tak berdaya. Saya mulai membayangkan laki-laki dari keluarga dekat saya, ipar-ipar saya. Saya kira kejadian berikutnya yang akan saya ceritakan adalah takdir yang tidak dapat saya hindarkan. Saya begitu lemah dari godaan setan dan sangat menikmati apa yang saya perbuat.<br />
Kejadian itu adalah pada sore hari sekitar jam setengah empat, beberapa minggu setelah kejadian saya memergoki Tony beronani, kalau tidak salah dua atau tiga hari menjelang bulan puasa Ramadhan. Saya baru saja selesai Ashar. Sebelumnya saya baru menutup internet, membaca cerita-cerita di www.27021981.blogspot.com. Dengan shalat saya merasa agak tenang. Pada saat shalat itu akan selesai, saya mendengar ada ketukan pintu, ada tamu. Apa boleh buat, si tamu harus menunggu saya selesai.<br />
Sesudah selesai shalat saya intip dari dalam, ternyata dia adalah Budi. Ia adalah suami dari ipar (adik suami) saya. Saya sangat dekat dengan Dian, istri Budi. Saya juga mempunyai hubungan baik dengan Budi. Ia berumur kira-kira 36 tahun, berwajah tampan dengan kulit putih dan kuakui lebih tampan dari suami saya. Perawakannya tidak tinggi, hanya sekitar 164 cm, hampir sama dengan tinggi saya. Dia bekerja di instansi yang sama dengan suami saya (mungkin hasil kkn ya ?)<br />
Melihat Budi di luar saya jadi agak terburu-buru. Biasanya saya menemui orang yang bukan suami dan anak (atau wanita) selalu dengan mengenakan pakaian wanita rapi dan tertutup rapat. Karena terburu-buru dan tanpa saya sadari, saya hanya mengenakan baju tidur berkain halus warna putih sebatas lutut berlengan pendek dengan kancing-kancing di depan. Untung saya masih sempat mengenakan secarik kain selendang warna hitam untuk menutup kepala, bukan jilbab, tetapi seperti selendang tradisional yang diselempangkan di kepala hanya untuk menutup rambut. Leher saya terbuka dan telinga saya terlihat jelas. Apa boleh buat saya tidak dapat membiarkan Budi menunggu saya didepan rumah terlalu lama.<br />
Saya membuka pintu. Budi tersenyum melihat saya walaupun saya tahu dia agak heran melihat saya tidak berpakaian seperti biasanya.<br />
“Apa kabar kak Win”, sapanya, “Saya membawakan titipan pakaian dari Dian, untuk Sandy “.<br />
“Eh, ayo masuk Bud, baru dari kantor ya ?”, dan saya persilakan dia masuk.<br />
Saya lalu mengambil barang yang dibawa Budi dan meletakkannya di meja makan. Meja makan terletak di ruang tengah tidak jauh dari meja komputer. Ruang tengah berhubungan langsung tanpa pembatas dengan ruang tamu di bagian depan dan dapur di bagian kiri. Dapur dapat terlihat jelas dari ruang tamu.<br />
Sambil duduk di sofa ruang tamu, Budi mengatakan “Saya tadi ketemu kak Kamal di kantor katanya baru pulang jam enam nanti”. Kamal adalah suami saya. “Mana anak-anak, Win ?”, kata Budi lagi.<br />
“Tony sedang main ke rumah teman dari siang tadi dan katanya mungkin baru pulang agak malam” kata saya.<br />
Tiba-tiba saya menyadari bahwa kami hanya berdua saja. Terus terang, Budi dan Dian adalah kerabat yang paling saya sukai karena perangai mereka berdua yang sopan dan terbuka. Saya duduk di sofa di seberang agak ke samping dari kursi sofa yang diduduki Budi. Pada saat saya mulai duduk saya baru menyadari agak sulit untuk duduk dengan rapi dan tertutup dengan pakaian yang saya kenakan. Posisi alas duduk sofa cukup rendah sehingga pada saat duduk lutut terasa tinggi dibandingkan dengan pantat.<br />
Jadi bagian bawah paha saya agak terangkat sedikit dan agak sulit tertutup sempurna dengan pakaian seperti yang saya kenakan dan pada saat duduk ujung pakaian tertarik sedikit ke atas lutut. Budi tampak agak terkesiap melihat saya. Sekilas ia melirik ke lutut dan paha saya yang memang putih dan tidak pernah kena sinar matahari (saya selalu berpakaian muslim ke luar rumah). Saya agak malu dan canggung (saya kira Budi juga tampak agak canggung). Tetapi kami sudah bukan remaja lagi dan dapat menguasai diri.<br />
“Apa kabar Dian, Bud”, tanya saya.<br />
“Dian beberapa hari ini kurang sehat, kira-kira sudah semingguan lah”, kata Budi.<br />
“Bagaimana Tony, Win ?, apa enggak ada pelajaran yang tertinggal ?”, Budi balik bertanya.<br />
“Yah, si Tony sudah mulai oke koq dengan pelajarannya. Mudah-mudahan saja sih prestasinya terus-terusan bagus”, saya jawab.<br />
Tiba-tiba Budi bilang ” Wah, kayak-kayaknya Tony semakin getol main komputernya yah Win, kan sudah hampir SMA”. Deg perasaan saya, semua pengalaman internet jadi terbayang kembali. Terutama terbayang pada Tony saat ia beronani di depan komputernya.<br />
“Eh, kenapa kak Win, koq kaya seperti orang bingung sih ?”, Budi melihat perubahan sikap saya.<br />
“Ah, tidak apa-apa kok. Tapi si Tony memang sering sekali main komputer.” kata saya. Saya mendadak merasakan keberduaan yang mendalam di ruangan itu. Saya merasa semakin canggung dan ada perasaan berdebar. Untuk menghindar dari perasaan itu saya menawarkan minum pada Budi, “Wah lupa, kamu mau minum apa Bud ?”.<br />
“Kalau tidak merepotkan, saya minta kopi saja deh”, kata Budi. Saya tahu, Budi memang paling suka minum kopi.<br />
Saya bangkit berdiri dari sofa. Tanpa saya sengaja, paha dan kaki saya sedikit terbuka pada saat saya bangun berdiri. Walaupun sekilas, saya melihat pandangan mata Budi melirik lagi ke paha saya, dan tampak agak gugup. Apakah dia sempat melihat bagian dalam paha saya, pikir saya di dalam hati.<br />
“Tunggu sebentar ya..”, kata saya ke Budi. Sebelum membuat kopi untuk Budi, saya ke kamar tidur dulu untuk menengok Sandy. Sambil menuju ke kamar saya melirik sebentar ke arah Budi. Budi tampak tertunduk tetapi tampak ia mencuri pandang ke arah saya.<br />
Saya tersadar bahwa penampilan pakaian saya yang tidak biasanya telah menarik perhatiannya. Terutama sekali mungkin karena posisi duduk saya tadi yang sedikit menyingkap bagian bawah pakaian saya. Saya yang terbiasa berpakaian muslim tertutup rapat, ternyata dengan pakaian seperti ini, yang sebenarnya masih terbilang sopan, telah mengganggu dan menggugah (sepertinya) perhatian Budi. Menyadari ini saya merasa berdebar-debar kembali, dan tubuh saya terasa seperti dialiri perasaan hangat.<br />
Anak saya Sandy masih tertidur nyenyak dengan damainya. Tanpa sengaja saya melihat cermin lemari pakaian dan menyaksikan penampilan saya di kaca yang membuat saya terkesiap. Ternyata pakaian yang saya kenakan tidak dapat menyembunyikan pola pakaian dalam (bra dan celana dalam) yang saya kenakan. Celana dalam yang saya pakai terbuat dari bahan (agak tipis) berwarna putih sedangkan kutangnya berwarna hitam. Karena pakaian yang saya kenakan berwarna putih dan terbuat dari bahan yang agak halus maka celana dalam dan bh tadi tampak terbayang dari luar.<br />
Ya ampun ., saya tidak menyadari, dan tentunya Budi dapat melihat dengan leluasa. Saya menjadi merasa agak jengah. Tetapi entah mengapa ada perasaan lain yang muncul, saya merasa sexy dan ada perasaan puas bahwa Budi memperhatikan penampilan saya yang sudah cukup umur ini. Tubuh saya tampak masih ramping dengan kulit yang putih. Kecuali bagian perut saya tampak ada sedikit berlemak. Budi yang saya anggap sopan dan ramah itu ternyata memperhatikan tubuh dan penampilan saya yang sebetulnya sudah tidak muda lagi. Saya merasa nakal dan tiba-tiba perasaan birahi itu muncul sedikit demi sedikit. Bayang-bayang persetubuhan dan sex di internet melingkupi saya. Oh., bagaimana ini.. Aduh ., birahi ini, apa yang harus dilakukan.<br />
Saya jadi tidak bisa berpikir lurus. Saya berusaha menenangkan diri tetapi tidak berhasil. Akhirnya saya putuskan, saya akan melakukan sedikit permainan, dan kita lihat saja apa nanti yang akan terjadi. Saya merasa jatuh ke dalam takdir. Dengan dada berdebar, perasaan malu, perasaan nakal, dan tangan agak gemetar, saya membuka kancing baju saya yang paling bawah. Bagian bawah dari baju saya sekarang tersibak hingga 15 cm di atas lutut. Mungkin bukan seberapa, tetapi bagi saya sudah lebih dari cukup untuk merasakan kenakalan birahi. Satu lagi kancing baju yang paling atas saya buka sehingga bagian atas yang mulai menggunduk dari susu saya mulai terlihat. Payudara saya tidak besar, berukuran sedang-sedang saja. Sambil berdebar-debar saya keluar kamar menuju dapur.<br />
“Wah maaf ya Bud, agak lama, sekarang saya buat dulu kopinya.” kata saya. Saya dapat merasakan Budi memandang saya dengan perhatian yang lebih walaupun tetap sangat sopan. Ia tersenyum, tetapi lagi-lagi pandangannya menyambar bagian bawah tubuh saya. Saya tahu bahwa untuk setiap langkah saya, pakaian bawah saya tersibak, sehingga ia dapat melihat bagian paha saya yang mulai sangat memutih, kira-kira 20 cm di atas lutut. Saya merasa sangat sexy dan nakal, dibarengi dengan birahi. Saat itu saya tidak ingat lagi akan suami dan anak. Pikiran saya sudah mulai diselimuti oleh nafsu berahi.<br />
Saya berpikir untuk menggoda Budi. Saya membuka lemari dapur dan membungkuk untuk mengambil tempat kopi dan gula. Saya sengaja membungkukkan pinggang ke depan dengan menjaga kaki tetap lurus. Baju saya bagian belakang tertarik ke atas sekitar 20 cm di atas lipatan lutut dan celana dalam tercetak pada baju karena ketatnya. Saya dapat merasakan Budi memandangi tubuh saya terutama pantat dan paha saya. Kepuasan melanda saya yang dapat menarik perhatian Budi. Saya merasa Budi selalu melirik-lirik saya ke dapur selama saya menyiapkan kopi.<br />
Secangkir kopi yang masih panas saya bawa ke ruang tamu. Tepat di depan sofa ada meja pendek untuk meletakkan penganan kecil atau pun minuman. Saya berjongkok persis di seberang Budi untuk meletakkan kopi. Saya berjongkok dengan satu lutut di lantai sehingga posisi kaki agak terbuka. Samar-samar saya mendengar Budi mendesis. Sambil meletakkan kopi saya lirik dia, dan ternyata ia mencuri pandang ke arah paha-paha saya. Saya yakin ia dapat melihat nyaris ke pangkal paha saya yang tertutup celana dalam putih. Sambil berjongkok seperti itu saya ajak dia ngobrol.<br />
“Ayo di minum kopinya Bud, nanti keburu dingin”, kata saya.<br />
“Oh, ya, ya, terima kasih”, kata Budi sambil mengambil kopi yang memang masih panas, sambil kembali pandangannya menyambar ke arah bagian dalam paha saya.<br />
“Apa tidak berbahaya terlalu banyak minum kopi, nanti ginjalnya kena”, tanya saya untuk mengisi pembicaraan.<br />
“Memang sih, tetapi saya sudah kebiasaan”, kata Budi. Sekitar tiga menitan saya ngobrol dengan Budi membicarakan masalah kopi, sambil tetap menjaga posisi saya. Saya lihat Budi mulai gelisah dan mukanya agak pucat. Apakah ia terangsang, tanya saya dalam hati.<br />
Saya kemudian bangkit dan duduk di sofa di tempat semula saya duduk. Saya duduk dengan menyilangkan kaki dan menumpangkan paha yang satu ke atas paha yang lain. Saya melihat lagi Budi sekilas melirik ke bagian tubuh saya .<br />
“Hemmhhh ..”, saya mendengar Budi menghela napas. Bagian bawah baju saya tertarik jauh ke atas hingga setengah paha, dan saya yakin Budi dapat melihat paha saya yang terangkat (di atas paha yang lain) hingga dekat ke pantat saya.<br />
Kami terdiam beberapa saat. Secara perlahan saya merasakan memek saya mulai berdenyut. Suasana ini membuat saya mulai terangsang. Pandangan saya tanpa terasa menyaksikan sesuatu yang mengguncang dada. Saya melihat mulai ada tonjolan di celana Budi di bagian dekat pangkal paha. Dada saya berdebar-debar dan darah terasa mendesir. Saya tidak sanggup mengalihkan pandangan saya dari paha Budi. Astaga, tonjolan itu semakin nyata dan membesar hingga tercetaklah bentuk seperti batang pipa. Oh., ukuran tonjolan itu membuat saya mengejang. Saya merasa malu tetapi juga dicengkeram perasaan birahi. Muka saya terasa memerah. Saya yakin Budi pasti menyaksikan saya memandangi tonjolan kontolnya.<br />
Untuk memecahkan suasana diam saya berusaha mencari omongan. Sebelumnya saya agak menyandar pada sofa dan menurunkan kaki saya dari kaki yang lain. Sekarang saya duduk biasa dengan paha sejajar agak terbuka. Bagian bawah baju saya tertarik ke atas.<br />
“Ehhheeehh”, terdengar desah Budi. Kini ia dapat melirik dan menyaksikan dengan leluasa kedua belah paha saya hingga bagian atas. Sebagai seorang ibu yang sudah beranak, paha saya cukup berisi dengan sedikit lemak dan berwarna putih. Budi seolah tidak dapat mengalihkan pandangannya dari paha saya. Ohhhh .., saya lihat tonjolan di celananya tampak berdenyut. Saya merasakan nafsu yang menggejolak dan pumya keinginan untuk meremas tonjolan itu.<br />
“Eh .. Bud, kenapa kamu? Kamu kok kayaknya pucat lho”, astaga suara saya terdengar gemetar.<br />
“Ah.., kak Win .., enggak … apa-apa kok”, suara Budi terputus-putus, wajahnya agak tersipu, merah dan tampak pucat.<br />
“Itu kok ada tonjolan, memangnya kamu kenapa?”, kata saya sambil menggangukkan kepala ke tonjolan di celananya. Ahh, saya malu sekali waktu mengucapkan itu, tapi nafsu saya mengalahkan semua pikiran normal.<br />
“Ehh.., euuuh., oh yahh ., ini lho, penampilan kak WIN beda sekali dengan biasanya” kata Budi jujur sambil terbata-bata. Saya paksakan diri untuk mengatakan<br />
“Apa Budi tertarik . terangsang .. melihat kak Win?”.<br />
“Ahh, saya nggak bisa bohong, penampilan kak Win .. eh . tidak biasanya. Kak Win mesti sudah bisa lihat kalau saya terangsang. Kita kan sudah bukan anak kecil lagi” kata Budi.<br />
Tiba-tiba saja Budi berdiri dan duduk di sebelah saya. “Kak Win, . eh saya mohon mohon maaf, tapi saya tidak sanggup menahan perasaan. Kak Win jangan marah … ” begitu saja meluncur kata-kata itu dari Budi. Ia mengucapkan dengan sangat perasaan dan sopan. Saya terlongong-longong saja mendengar kata – katanya.<br />
“Ahh .. Bud .”, hanya itu kata yang terucap dari mulut saya. Dengan beraninya Budi mulai memegang tangan kanan saya dan mengusap-usapnya dengan lembut. Diangkatnya tangan saya dan diciumi dengan lembut. Dan yang menggairahkan saya, jari-jari tangan saya dijilat dan dihisapnya. Saya terbuai dan terangsang oleh perbuatannya. Tiba-tiba saja diletakkannya tangan saya tepat di atas kontolnya yang menonjol. Tangan saya terasa mengejang menyentuh benda yang keras dan liat tersebut. Terasa kontol Budi bergerak-gerak menggeliat akibat sentuhan dan remasan tangan saya.<br />
“Eehhmm.” Budi mendesah. Tanpa terasa saya mulai meremas-remas tonjolan itu, dan kontol batang Budi terasa semakin bergerak-gerak.<br />
“Oooh kak Win, eeehhhmmm … ohhgg, nikmaat sekali .”, Budi mengerang.<br />
“Eeehhh . jangan terlalu keras kak meremasnya, ahh .. diusap-usap saja, saya takut tidak kuat nahannya”, bisik Budi dengan suara gemetar.<br />
Budi mulai membelai kepala saya dengan kedua tangannya. “Kak Win lehernya putih sekali”, katanya lagi. Saya merasa senang mendengar ucapannya. Dibelainya rambut saya dengan lembut sambil menatap muka saya. Saya bergetar memandang tatapannya dan tidak mampu melawan pandangannya. Budi mulai menciumi pipi saya. Dikecupnya kedua mata saya mesra. Digesek-gesekkannya hidungnya ke hidung saya ke bibir saya berlama-lama bergantian. Saat itu tidak hanya birahi yang melanda saya .. tetapi juga perasaan sayang yang muncul.<br />
Ditempelkannya bibirnya ke bibir saya dan digesek-gesekkan. Rasa geli dan panas terasa menjalar merambat dari bibir saya ke seluruh tubuh dan bermuara ke daerah selangkangan. Saya benar-benar terbuai. Saya tidak lagi mengusap-usap kontolnya dari balik celana, tetapi kedua lengan saya sudah melingkari lehernya tanpa sadar. Mata saya terpejam erat-erat menikmati cumbuannya. Tiba-tiba terasa lidahnya menerobos masuk mulut saya dan dijulurkannya menyentuh ujung lidah saya. Dijilatinya lidah saya dengan lidahnya. “Eenggghh ..” Tanpa sadar saya menjulurkan lidah saya juga. Kini kami saling menjilat dan napas saya tersengal-sengal menikmati kelezatan rangsangan pada mulut saya. Air ludah saya yang mengalir dijilati oleh Budi. Seperti orang kehausan, ia menjilati lidah dan daerah bibir saya.<br />
“Aaauungghh .. ooohhhh…”, saya mulai mengerang-erang. Napas Budi juga terdengar memburu, “Heeeghh… hhnghh”, ia mulai mendesah-desah. Muka kami sekarang berlepotan ludah, bau ludah tercium tetapi sangat saya nikmati. Dikenyot-kenyotnya lidah saya kini sambil menjelajahkan lidahnya di rongga mulut saya. Saya membuka mulut saya selebar-lebarnya untuk memudahkan Budi. Sekali-kali ia menghirup cairan ludah saya. Saya tidak menyangka, laki-laki yang sehari-hari tampak sopan ini sangat menggila di dalam sex. Dijilat-jilatnya juga leher saya. Sekali-kali leher saya digigit-gigit. Ohhh .., alangkah nikmatnya, saya sangat menikmati yang ia lakukan pada saya.<br />
Tiba-tiba Budi menghentikan aktivitasnya, “Kak Win, pakaiannya saya buka yaahh”. Tanpa menunggu jawaban saya, ia mulai membuka kancing-kancing baju dari atas hingga ke bawah. Dilepaskannya baju saya. Sekarang saya tergolek bersandar di sofa hanya dengan BH dan celana dalam saja beralaskan baju yang sudah terlepas.<br />
“Indah sekali badan kak Win. Putih sekali”, katanya. Diusap-usapnya perut saya.<br />
“Ahh, kak Win sudah tua dan tidak langsing lagi kok Bud”, kata saya agak sedikit malu, karena perut saya sudah agak gemuk dan mulai membusung dengan adanya lemak-lemak. Tetapi Budi tampak tidak perduli. Diciumnya lembut perut saya dan dijilatnya sedikit pusar saya. Rasa geli dan nikmat menjalar dari pusar dan kembali bermuara di daerah kemaluan saya.<br />
Budi mengalihkan perhatiannya ke susu saya. Diusap-usapnya susu saya dari balik BH. Perasaan geli tetapi nyaman terasa pada susu saya. Tanpa diminta saya buka BH saya. Kini kedua susu saya terpampang tanpa penutup. Bayu memandangi kedua gundukan di dada saya dengan muka serius. Susu saya tidaklah besar dan kini sudah agak menggantung dengan pentil berwarna coklat muda. Kemudian ia mulai membelai-belai kedua susu saya. Merinding nikmat terasa susu saya. Semakin lama belaiannya berubah menjadi pijitan-pijitan penuh nafsu. Kenikmatan terasa menerjang kedua susu saya.<br />
Saya mengerang-erang menahan rasa nikmat ini. Kini dijilatinya pentil susu yang sebelah kanan. Tidak puas dengan itu dikenyotnya pentil tadi dalam-dalam sambil meremas-remas susu. Saya tidak dapat menahan nikmat dan tanpa terasa tubuh saya menggeliat-geliat liar. Cairan terasa merembes keluar memek saya dan membasahi celana dalam yang saya kenakan. Kini Budi berpindah ke susu dan pentil saya yang sebelah kiri dan melakukan hal yang sama. Dikenyutnya pentil saya sambil digigit-gigit, dan diremas-remasnya pula kedua susu saya. Perasaan nikmat membakar susu saya dan semakin lama rasa nikmat itu menjalar ke lubang memek saya. Memek saya terasa basah kuyup oleh cairan yang keluar. Saya mengerang-erang dan mengaduh-aduh menahan nikmat, “Oooohh Buuuud..”.<br />
Tangan Budi sekarang menjalar ke bagian celana dalam saya. “Ahhh, kak Win celananya sudah basah sekali”, kata Budi. “Enghh, iya Buud.., kak Win sudah sangat terangsang, ooohhh, nikmat sekali”, kata saya. Tepat di bagian depan memek saya, jari-jarinya membelai-belai bibir memek melalui celana dalam. Rasa geli bercampur nimat yang luar biasa menerjang memek saya. Saya tidak dapat menahan rasa nikmat ini, dan mengerang -erang, kemudian Budi menarik dan melepas celana saya. Kini saya tergeletak menyandar di sofa tanpa busana sama sekali.<br />
“Ohh, indah sekali”, kata Budi. Diusap-usapnya rambut jembut saya yang hitam lebat.<br />
“Lebat sekali kak, sangat merangsang”, kata Budi. Dibukanya kedua belah paha saya, dan didorong hingga lutut saya menempel di perut dan dada. Bibir-bibir memek saya kini terbuka lebar dan dapat saya rasakan lubang memek saya terbuka. Saya merasa ada cairan merembes keluar dari dalam lubang memek. Saya sudah sangat terangsang. Tiba-tiba saja Budi berlutut di lantai dan ohhhhh, diciumnya memek saya.<br />
“Ahh, jangan Bud, malu…, di situ kan bau”, kata saya kagok.<br />
“Bau nikmat kak”, kata Budi tidak perduli. Dijilatinya memek saya. Perasaan nikmat menyerbu daerah selangkangan saya. Saya tidak dapat berkata apa-apa lagi dan hanya menikmati yang dia lakukan. Dijilatinya kelentit saya, dan sekali-sekali dijulurkannya lidahnya masuk ke lubang memek yang sudah sangat basah itu. Ujung lidah Budi keluar masuk lubang kenikmatan saya, kemudian berpindah ke kelentit, terus berganti-ganti.<br />
Tangan Budi meremas-remas susu saya dengan bernafsu. Slerp, slerp .., bunyi lidah dan mulutnya di memek saya. Kenikmatan semakin memuncak di memek saya, dan terasa menembus masuk hingga ke perut dan otak saya. Saya tidak mampu lagi menahannya. Kedua kaki saya mengejang-ngejang, saya menjepit kepala Budi dengan tangan dan saya tarik sekuat-kuatnya ke memek saya. Saya gosok-gosokkan mukanya ke memek saya. “Oooh, Buuud, kak Win keluar, ooooohhh …, nikmat sekali, oohhhh” saya menjerit dan mengerang tanpa saya tahan lagi.<br />
Rasa nikmat yang tajam seolah menusuk-nusuk memek dan menjalar ke seluruh tubuh. Terpaan nikmat itu melanda, dan tubuh saya terasa mengejang beberapa saat. Sesudah kenikmatan itu lewat, tubuh saya terasa lemah tetapi lega dan ringan. Kaki saya terjuntai lemah. Budi sudah berdiri. Ia kini melepas seluruh bajunya. Celana panjang dipelorotkannya ke bawah dan dilepas bersama dengan celana dalamnya.<br />
Oohhhhh, tampak pemandangan yang luar biasa. Budi ternyata memiliki kontol yang besar, tidak sesuai dengan badannya yang sedang-sedang ukurannya. Kontol itu berwarna coklat kemerahan. Suami saya bertubuh lebih besar dari Budi, tetapi kontol Budi ternyata luar biasa. Astaga, ia mengocok-kocok kontol itu yang berdiri kaku dan terlihat mengkedut – kedut. Kepala kontolnya tampak basah karena cairan dari lubang kencingnya. Tanpa saya sadari, tangan saya menjulur maju dan membelai kontol itu. Ogghhh besarnya, dan alangkah kerasnya. Saya remas kepalanya, oohhhh .. Keras sekali, saya peras-peras kepalanya. Budi mengejang-ngejang dan keluar cairan bening menetes-netes dari lubang di kepala kontolnya.<br />
“Ahhhhh, jangan kak Win, saya nggak tahan, nanti saya muncrat keluar”, bisiknya sambil mengerang.<br />
“Saya mau keluarkan di dalam memek kak Win saja, boleh yahhh Kak ?”, kata Budi lagi.<br />
“Ahh, iya, Buud .., cepetan masukin ke memek kak Win, ayoohh”, kata saya. Kontol yang keras itu saya tarik dan tempelkan persis di depan lubang memek saya yang basah kuyup oleh cairan memek dan ludah Budi. Tidak sabar saya rangkul pantat Budi, saya jepit pula dengan kedua kaki saya, dan saya paksa tekan pinggulnya. Ahhhhh, lubang memek saya terasa terdesak oleh benda yang sangat besar, ohhhh dinding-dinding memek saya terasa meregang.<br />
Kenikmatan mendera memek saya kembali. Kontol itu terus masuk menembus sedalam-dalamnya. Dasar lubang memek saya sudah tercapai, tetapi kontol itu masih lebih panjang lagi. Belum pernah saya merasakan sensasi kenikmatan seperti ini. Saya hanya tergolek menikmati kebesaran kontol itu. Budi mulai meremas-remas susu saya dengan kedua tangannya. Tiba-tiba kontol itu mengenjot memek saya keluar masuk dengan cepatnya. Saya tidak mampu menahannya lagi, orgasme kembali melanda, sementara kontol itu tetap keluar masuk dipompa dengan cepat dan bertenaga oleh Budi.<br />
“Aduuuhh, Buud, nikmat sekali.., aku nggak kuat lagi ..”. Saya merengek-rengek karena nikmatnya.<br />
“Hheehhhheh, sebentar lagi saya keluaaaar kaak ..”, kata Budi. Kocokannya semakin menjadi-jadi. Tiba-tiba terasa tubuhnya menegang. “Ahhhuuuggh, saya keluar kaaaak .”, erang Budi tertahan-tahan. Kontol Budi terbernam sedalam-dalamnya. Crut .. cruutt . crutt, saya merasakan ada cairan hangat menyemprot jauh di dalam memek saya seolah tanpa henti. Budi memeluk saya erat-erat sambil menyemprotkan cairan maninya didalam memekku. Mukanya tampak menegang menahan kenikmatan. Ada sekitar satu menit ia meregang nikmat sambil memeluk saya.<br />
Sesudah itu Budi menghela napas panjang. “Saya tidak tahu apakah saya menyesal atau tidak, … tapi yang tadi sangat nikmat. Terima kasih kak Win”. Diciuminya muka saya. Saya tidak dapat berkata apa-apa. Air mata saya menetes keluar. Saya sangat menyesali yang telah terjadi, tetapi saya juga menikmatinya sangat mendalam. Saat itu saya juga merasakan penyesalan Budi. Saya tahu ia sangat menyayangi Dian istrinya. Tetapi nasi sudah menjadi bubur.<br />
Sejak kejadian itu, kami hanya pernah mengulangi berzina satu kali. Itu kami lakukan kira-kira di minggu ketiga bulan puasa, pada malam hari. Yang kedua itu kami melakukannya juga dengan menggebu-gebu. Sejak itu kami tidak pernah melakukannya lagi hingga kini. Kami masih sering bertemu, dan berpandangan penuh arti. Tetapi kami tidak pernah sungguh-sungguh untuk mencari kesempatan melakukannya. Budi sangat sibuk dan saya harus mengurusi Ilham yang masih kecil. Saya masih terus didera nafsu sex setiap hari. Saya masih terus bermain dengan internet dan menjelajahi dunia sex internet. Saya terus berusaha menekan birahi, tetapi saya merasa tidak mampu. Mungkin suatu saat saya nanti saya akan melakukannya lagi dengan Budi, dengan segala dosa yang menyertai.hantumonkihttp://www.blogger.com/profile/17642631795725605946noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1925213797991915871.post-6782374764423786512016-07-10T06:06:00.002-07:002016-07-12T06:36:33.424-07:00Gairah Lihat Istriku ML Dengan Orang Lain<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Namaku Iyan biasa dipanggil iyan, aku tinggal di tengah-tengah kota Jakarta, saat ini pekerjaanku adalah seorang IT pada beebrapa perusahaan di Jakarta, bandung dan Semarang. Usiaku saat ini 29 tahun, karena pekerjaanku sebagai wiraswasta di luar kota kota Jakarta, aku sering sekali berpergian keluar kota. Bahkan terkadang aku hanya satu atau dua hari tinggal di rumahku di daerah Rawamangun Jakarta Timur. Istriku bernama “Nur” usianya 25 tahun lulusan salah satu universitas swasta di Jakarta. Alhamdulilah aku dikarunia seorang putera yang sedang lucu-lucunya bernama “firman” dengan usia 1,5 tahun. Ditengah kesibukanku yang teramat sangat itulah aku sering kali tidak bisa memenuhi hasrat biologis istriku.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sudah hamper 3 tahun aku menikahi istriku yang selalu diliputi rasa bahagia dan lumayan berkecukupan. Hari-hari kami selalu kami jalani dengan indah, aku bersyukur sekali ternyata Tuhan sangat baik padaku, sehingga aku mendapatkan istri yang benar-benar sangat sayang dan penuh pengertian. Setiap aku ingin minta berhubungan sex dengan istriku, dia tidak menolak dan bahkan selalu memberikanku kepuasan yang tidak digambarkan dengan kata-kata. Meskipun aku sendiri juga sudah berusaha semaksimal mungkin untuk memenuhi kepuasan sexual istriku. Tiap kali berhubungan aku selalu bertanya dan berdiskusi tentang permainan sex kami, sehingga kami bisa saling memahami kekurangan kami masing-masing. Bahkan setelah itu istriku biasanya meminta berhubungan sex lagi sampai berkali-kali dalam satu malam.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sampai pada suatu hari istriku mengeluh padaku, tentang profesiku yang selalu meningalkan rumah sampai berhari-hari. Padahal istriku ingin sekali merasakan kehangatan belaianku yang hingga akhirnya sampai berhubungan sex. Tetapi mau gimana lagi, aku tetap sulit menerima keinginannya, karena itu adalah sudah menjadi resiko tanggaung jawab ku dalam profesiku ini. Aku sudah memberikan pengertian baik-baik kepada istriku, walaupun pada akhirnya istriku mengerti dengan keadaanku ini. Tetapi tetap saja aku tidak tega.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku tahu pasti kalau istriku sangat setia padaku, karena istriku adalah istri yang taat pada agama. Setiap keluar rumah dia selalu menjaga pandangannya, tak lupa dia sellau mengenakan jilbabnya ketika keluar dari rumah. Banyak temanku bilang kalau istriku itu sangat cantik, tingginya 160 cm / 152 kg, kulit putih dan wajahnya seperti maudy kusnaedi, apalagi payudaranya mnotok banget dengan ukuran 36b. aku paling suka meremas dan menghisap payudaranya, tidak ada bosan-bosannya walaupun hampIr tiap hari aku meremasnya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Hari semakin hari, bulan semakin bulan terus berlalu, aku melihat istriku adalah type wanita yang mudah sekali terangsang dan nafsunya sulit dikendalikan bila diatas ranjang. Dia selalu sekuat tenaga melepaskan hasrat sexnya jika ku pulang kerumah, tidak siang ataupun malam, hari-hariku selalu tidak lepas dari kata sex. Aku maklumi karena aku hanya pulang satu hari dalam seminggu. Ditengah kegalauanku akupun mendiskusikan masalah ini kepada istriku. Terus terang akupun sangat kewalahan melayani nafsu sex istriku yang menurut saya “sangat gila” karena aku pikir aku juga ingin sekali menghabiskan satu hari in dirumah untuk istirahat.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Setelah aku berdikusi cukup lama dengan istriku barulah aku mengambil kesimpulan bahwa dia cukup menderita dengan kepergianku. Dia selalu melampiaskan hasrat sexualnya dengan melakukan mastrubasi dengan tangannya. Aku tidak habis pikir kenapa ini bisa terjadi, kasian sekali istriku. Tapi bagaimanapun juga istriku tidak selingkuh dengan pria manapun demi kesetiannya terhdap aku.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Akhirnya aku memiliki ide yang cukup gila untuk menuruti keinginan istriku ini, ya memang ini cukup gila dan melanggar kaedah agama. Tetapi mau gimana lagi ini sudah menjadi kesimpulanku untuk mengakhiri penderitaan istriku. Aku mencoba merayu istriku agar melampiaskan sexnya kepada orang lain yang bisa memuaskan dirinya selama aku tidak berada di rumah. Awalnya istriku menolak karena alasan agama dan memang tidak pantas dirinya dijamahi orang lain selain aku. Tetapi setelah aku memberikan pengertian dengan beberapa perjanjian-perjanjian yang harus ditepati diantara kami berdua. Sampai pada akhirnya kami menyepakati ide itu, dengan catatan istriku bisa bermain sex dengan hanya satu orang laki-laki selain diriku yang aku pilih, selain itu aku memberikan peringatan kepadanya agar jangan sekali-kali memasukkan spermanya kedalam vaginanya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Setelah aku pikir-pikir aku telah memilih sosok laki-laki tampan dengan usia 20 tahun bernama Irwan, dia adalah rekan kerjaku ketika kami masih bekerja diperusahaan swasta pada beberapa tahun yang lalu, dia juga sudah punya istri dan dua orang anak, kebetulan sekali saat ini masih nganggur. Langsung saja aku mengajaknya bertemu empat mata di sebuah rumah makan. Tanpa basa basi lagi aku langsung mengajaknya bekerja mulai pukul 17:00 sampai 22:00 malam. Tugasnya hanya melayani dan memenuhi hasrat sexual istriku. Tetapi sebelumnya aku ingin sekali melihat bagaimana dia melayani istriku diatas ranjang di hadapanku.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Seminggu kemudian, setelah aku pulang dari luar kota saya dan istri saya sudah ceck in di sebuah hotel di daerah matraman Jakarta Pusat tepat pukul 17:00 BBWI. Sedangkan Anakku sudah aku titipkan ke orang tuaku, kini aku sedang menantikan kehadiran Irwan yang janjinya akan datang tepat pukul 18:00. di dalam kamar hotel tersebut, istriku kuperintahkan untuk mengenakan pakaian yang ketat dan sexy yang sengaja aku belikan dari Bandung. Jangankan irwan, aku saja yang sudah sering melihat istriku masih nafsu ketika memandang istriku berdandan seperti ini. Saat ini istriku mengenakan kaos putih ketat yang didalamnya hanya dibalut bra tipis, sedangkan bawahannya mengenakan rok bahan warna hitam yang panjangnya sampai selutut tapi belahannya hampir memamerkan seluruh pahanya yang putih dan mulus. Bibirnya dipoles dengan lisptik warna transparan dengan rambut panjang terurai rapi di atas bahunya. Sesaat aku melihat wajahnya begitu tegang manantikan kedatangan Irwan, sesekali aku menyentuh dadanya berdegap kencang tak karuan menantikan saat-saat yang menegangkan ini.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tak lama kemudian, aku mendengar suara ketukan pintu, setelah aku buka ternyata benar Irwan sudah datang. Aku persilahkan masuk dan sembari menikmati minuman dingin dan makanan kecil yang baru saja kami beli. Sebelumnya aku bertanya kepada istriku apakah istriku suka pdanya, rupanya tanpa pikir panjang dia menjawab itu adalah terserah saya, kalau saya setuju maka dia juga menuruti perintah saya. Ya pada akhirnya aku mempersilahkan Irwan mendekati istriku di ranjang yang cukup lebar dan luas ini.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Jantungku berdebar-debar melihat istriku yang kelihatnnya tampak tegang setelah disentuh oleh tangannya Irwan. Aku melihat Irwan sosok pria yang lembut, dia tidak langsung menyambar istriku dengan sentuhan-sentuhan yang mengarah pada bagian sensitifnya. Awalnya Irwan memeluk istriku yang duduk tersipu malu menghadap sebuah cermin yang terpampang di depannya. Irwan memeluk kepala istriku dengan lembut meskipun aku lihat istriku sangat kaku sekali. Aku hanya duduk di samping kanan ranjang itu, memang agak jauh karena kamar hotelnnya juga cukup besar bagi ukuran untuk 3 orang. Kelihatannya aku lihat Irwan cukup sabar memeluk istriku, sambil mencunbu istrku, dia tidak sungkan-sungkan mengucapkan kata-kata yang entah aku juga tidak mendengarnya. Berkali-kali pipinya dicium oleh Irwan, tanpa canggung-canggung Irwan juga mencoba menciumi tangan, leher, hidung dan jidatnya. Istriku hanya diam saja, pdahal kalau aku main sex dengan istriku dia selalu rajin menciumi semua daerah kapalaku sampai air liurnya membasahi permukaan wajahku.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kini Irwan mencoba mencium bibir istriku dengan lembut, kudengar dari kejauhan suara bercakan bibirnya yang saling beradu. Aku lihat istriku juga membalas ciumannya dengan sesekali menggerakan tangannya di bahu Irwan. Ketika beberapa saat ciuman, nampaknya Irwan sudah berani menggerayangi tubuh istriku, awalnya dari punggungnya sampai kini daerah payudaranya, tangan kirinya seperti sudah melekat di payudara kiri istriku. Dia mencoba meraba-raba sambil mencoba meremas-remas dengan lembut. Dapatkan cerita tukar pasangan lainya di ceritaserudewasa.info. Aku merasa sangat menggairahkan melihat adegan ini, apalagi ketika mereka berdua melakukan ciuman yang dahsyat, rasanya sudah beberapa kali mereka melakukannya. Tak lama kemudian Irwan melepaskan ciumannya dan kedua tangannya mengarah ke kedua buah payudara istriku, dua tangannya mencoba meremas-remas payudara istriku dengan berbagai macam variasi.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Istriku hanya terlihat pasrah saja, kedua tangannya ada dibelakang pinggangnya untuk menahan serangan tubuhnya. Irwan sudah tak sabar untuk membuka kaos dikenakan istriku, dia menarik kedua tangan istriku ke atas dan membukakan kaosnya, yang selanjutnya membuka kancing bra. Ouwww.. rupanya payudara istriku sudah terpampang jelas tanpa sehelai benagpun di hadapan Irwan yang nampaknya sudah bersiap-siap melahap payudara istriku.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kini istriku tidur terlentang mengikuti arahan Irwan, tanpa ragu lagi Irwan melahap payudaranya. Tak henti-hentinya mulutnya menjilat-jilat putingnya sambil meremas-remas payudaranya. Istriku hanya bisa memegang kepala Irwan dengan menahan kenikmatannya. Desahan-desahan kecil mulai terkuak dari mulutnya, ya memang istriku paling suka dijilati payudaranya, itu merupakan rangsangan yang hebat sebelum melakukan ml. ketika payudaranya terus dihisap, dijilat dan diremas-remas oleh Irwan matanya mulai melihat kea rah ku, aku nggak tau apa yang ingin dia katakan, pastinya dia saat ini mersakan rangsangan yang hebat.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Cukup lama irwan menguasai peyudara istriku, akhirnya kini irwan membuka rok istriku dengan cepat, lalu tanpa ragu lagi dia membuka celana dalam istriku. Ouww pengalaman yang sangat menraik ketika seluruh tubuh istriku terpampang jelas tanpa sehelai benangpun di hadapan Irwan. Hatiku berdebar-debar menantikan apa reaksi irwan selanjutnya. Opsss nampaknya irwan membuka lebar-lebar paha istriku, dan…………….benar-benar aku tidak menyangka dia mulai menjilati vagina istriku yang nampaknya sudah basah karena rangangan yang begitu hebat. Belum lama irwan menjilati vagina istriku, kini istriku mendesah hebat, kedua tangannya mulai mengepaal keras. Kepalanya mulai bergerak tak karuan, kulihat matanyapun sudah tak mampu melihat kejadian ini. Tetapi meskipun begit, istriku masih saja menyebut-nyebut namaku ketika mendesah hebat. Aku senang rupanya istriku bisa merasakan apa yang dia inginkan, ini adalah bukti rasa cintaku padanya. Kini aku melihat wajah irwan benar-benar tenggelam di kedua belah selangkangan istriku, karena paha istriku terus mengggelinjang tanpa arah mejepit kepala irwan yang sedang isbuk menghisap vaginanya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Setelah permainan ini, irwan bangun dari ranjangnya, lalu dia membuka semua pakainannya sampai dia benar-benar telanjang di hadapan istriku. Ku lihat penisnya cukup besar, meskipun tak jauh ukurannya dibandingkan dengan penisku. Rupanya Irwan sudah tidak sabar ingin memasukkan penisnya kedalam vaginanya. Dalam kondisi yang agak lemas, istriku menwarkan untuk menghisap penisnya, tetapi Irwan menolaknya entah alasannya apa.. Irwan kini sudah berada di depan kedua selangkangan istriku, nampak istriku hanya berposisi terlentang menghadap irwan yang sedang duduk sambil memoles-moles penisnya. Baru saja Irwan merenggangkan selangkangan istriku dan ingin memasukkan penisnya. Istriku langsung memanggilku untuk menghampirinya. Langsung saja aku menghampiri istriku itu walaupun entah apa yang dia inginkan. Kini aku duduk di sebelah kepala istriku dan aku bertanya kepada istriku “kenapa sayang?”, lalu istriku menjawab “ maafkan aku ya sayang, tapi aku tetap cinta dan sayang sama papah, aku ingin papah mengusap-usap kepalaku ketika aku dijamah mas irwan, mau khan?”. Aku hanya mengangguk-nganggukan kepalaku dan mencium keningnya. Setelah itu aku mempesilahkan irwan memasukan penisnya kedalam vagina istriku.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tak lama kemudian Irwan mencoba memasukkan penisnya ke dalam vagina istriku, sulit juga isrwan memasukkan penisnya kedalam vagina istriku. Akhirnya istriku mencoba membantu dengan tangannya untuk memasukan penisnya. Kini penisnya sudah masuk kedalam vaginanya, sudah kutebak irwan mencoba menggerakkan pantatnya dengan dorongan yang cukup pelan. Memang ini adalah strategi ml yang konvensional yang sudah biasa aku lakukan sehari-hari dengan istriku. Tetapi nampaknya istriku begitu sangat menikmati permainan ini, kulihat dia memejamkan matanya sambil menggigit bibirnya menahan rasa nikmat yang ada pada tubuhnya. Kaki istriku tepat ada di punggung irwan dengan vagina yang sudah terbuka lebar di hadapannya. Sesekali aki melihat penisnya begitu gagah keluar-masuk ke dalam vagina istriku. “papahhh…sshhhhh oouwwwwww…… ppaaahhhhhhhhhhh”, aku benar-benar terkejut mendengar rintihan istriku yang cukup keras itu, tidak biasanya istriku merintih sangat keras. Gerakan tubuhnya bergetar hebat tak beraturan, tak bosan-bosannya Irwan terus menancapkan penisnya ke liang vagina istriku, sambil meremas-remas payudara istriku. Aku hanya mengusap-usap kening istriku yang tampaknya benar-benar berada dalam kondisi orgasme. Disamping aku juga lihat Irwan menikmati permainan ini, dengan mengeluarkan desahan halus yang keluar dari mulutnya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Hampir 15 menit berlalu irwan belum juga lelah terus mendorong pantatnya ke dalam vagina istriku, aku lihat penisnya begitu kekar masuk kedalam liang kemaluan istriku. Padahal keduanya sudah dibasahi keringat disekujur tubuhnya, walaupun hotel ini menggunakan AC yang sangat dingin. Semakin lama istriku mencoba bangkit dari tidurnya dan memeluk irwan lalu menciumi bibirnya. Owwwww ini adalah making love yang sangat romantis yang pernah aku lihat seumur hidupku. Istriku kini ada di atas pangkuan irwan yang secara bergantian menggoyang-goyangkan pantatnya. Hampir setengah jam kemudian Irwan berisyarat bahwa dia ingin mengeluarkan sesuatu dari kemaluannya, cepat-cepat istriku bangun dari pangkuan irwan, ya benar saja tak lama kemudian irwan memuncratkan spermanya di atas selimut ranjang hotel ini. Lalu istriku mencoba membantu mengocok-ngocok penisnya agar spermanya bisa keluar sebanyak mungkin.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Rupanya permainan ini sudah selesai, aku Bantu istriku mengambilkan tissue untuk mengelap sperma yang masih menempel di tangannya. Irwan bergegas ke toilet untuk bersih-bersih. Terlihat senyuman hangat terpancar di wajah istriku, aku cukup bahagia istrku bisa menikmati kepuasan sexualnya meskipun bukan denganku. Aku coba membantu membersihkan cairan yang ada di lobang vaginanya dengan tissue ini. Lalu tak lama kemudian istriku meninggalkanku untuk ke toilet.</span>hantumonkihttp://www.blogger.com/profile/17642631795725605946noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1925213797991915871.post-88588027575428144352016-07-10T06:05:00.000-07:002016-07-12T06:32:09.196-07:00Hanifah Citra Istri Yang Terpedaya<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Namaku Hanifah Citra Nurkhasanah,umur 28 tahun telah bersuami namun belum dikaruniai seorang anak.Aku adalah lulusan sebuah Universitas Terkenal di Bogor). Pak Hambali adalah ketua RT di daerah tempat aku tinggal. Ia sering datang ke rumahku untuk keperluan menagih iuran daerah dan biaya air ledeng.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dia adalah seorang pria berusia sekitar 50 tahunan dan mempunyai 2 istri. Benar kata orang bahwa dia ini seorang bandot tua, buktinya ketika di rumahku kao aku lewat didepannya, seringkali matanya jelalatan melihat padaku seolah-olah matanya tembus pandang ke balik pakaianku. Padahal aku wanita yang selalu mengenakan ****** dan baju panjang sampai mata kaki.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tak pernah kelihatan oleh orang lain selain suamiku, karena hanya wajahku yang cantik dan kedua telapak tanganku ini saja yang kelihatan. Wah wah wah…..Dengan pakaian muslimahku ini saja…ia masih melotot seolah pandangannya mampu menembus ke balik ****** dan baju panjangku,apalagi kalu dia liat aku pas pakai celana pendek di dalam romah…pasti ngiler deh orangf ini,pikirku dalam hati.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Bagiku sih tidak apa-apa, aku malah senang kalau tubuhku dikagumi laki-laki, berarti ia mengagumiku sebagai sosok wanita alim yang berpakaian rapi.No problem gitulah…bukankah aku telah menutup seluruh tubuhku dan hanya wajah dan telapak tanganku saja yang bisa ia lihat? Sebagai wanita dewasa yang telah bersuami aku tahu persis bahwa di otaknya pasti diisi oleh fantasi2 jorok mengenai lekuk liku tubuhku yang tertutup rapat itu.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ah…..masa bodoh lah….yang penting aku telah menjalani kewajibanku untuk menutup aurat.Namun,terkadang aku risih juga dengan tatapan matanya yang seakan menjelajah tubuhku tadi.Inilah yang membuatku selalu berhati-hati bila melewat di depannya.Aku selalu menjulurkan ****** lebarku hingga tonjolan buah dadaku yang cukup besar ini tak terlihat olehnya.Kalau sampai tercetak payudaraku….wah bisa gawat.Aku yakin di dalam pikirannya pasti penuh hal-hal yang jorok tentangku.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Rabu,Pertengahan Januari 2004 Sekitar Jam 11.00 WIB Aku sedang di rumah sendirian. Suamiku sejak pagi tadi telah berangkat kantor.Seperti biasa,selesai mandi aku duduk-duduk di beranda belakang menikmati pemandangan alam.Aku membaca tabloid muslimah ,bacaan kesukaanku.Sambil makan makanan kecil dan minum jamu untuk menjaga stamina tubuhku.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku memakai baju panjang terusan warna krem muda,dengan ****** lebar putih bersih.Baju panjang seperti ini yang aku sukai,sebab selain menutup seluruh tubuh,pakaian ini juga nyaman dan longgar. ..Namun…karena buah</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">dadaku yang sangat besar dan montok ini menyebabkan tonjolan besar di balik ****** dan bajuku.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tiba-tiba terdengar bel berbunyi, segera kuletakkan tabloid muslimah ke meja,dan berjalan ke arah pintu. Kulihat dari jendela, ternyata Pak Hambali yang datang, pasti dia mau menagih biaya ledeng, yang dititipkan suamiku tadi.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kubukakan pagar dan kupersilakan dia ke dalam “Silakan Pak duduk dulu ya, saya ambil uangnya” senyumku dengan ramah mempersilakannya duduk di ruang tengah.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Kok sepi sekali dik, kemana yang lain ?” “Ya….beginilah Pak, kalau suami saya ke kantor,biasanya saya sendirian saja di rumah, tapi uangnya udah dititip ke saya kok, Seperti biasa matanya selalu saja menatapi tubuhku, terutama bagian dadaku yang menonjol itu. Aku juga sadar kalau dadaku sempat diintip olehnya waktu menunduk untuk menaruh segelas teh untuknya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Untunglah ****** putihku ini cukup panjang dan lebar,hingga ia tak menemukan yang apa dicarinya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Minum Pak” tawarku lalu aku kembali masuk ke dalam untuk mengambil rekening untuk pembayaran ledeng.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku sama sekali tak mengetahui kalau ternyata pak Hambali memasukkan sesuatu ke dalam gelas minumanku saat aku masuk ke dalam.Sambil membawa rekening terakhir pembayaran,aku kembali duduk di depannya dengan</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">menyilangkan kaki kananku sehingga pahaku yang jenjang dan putih itu tercetak di balik kain panjang yang kukenakan. Aku meneguk gelas yang telaH dicampuri sesuatu tadi,dan sedikitpun aku tak mengetahui bahwa itu</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">adalah obat perangsang sex tingkat tinggi.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Beberapa saat setelah aku minum,benar saja…aku merasakan geli2 dan letupan birahi yang menggoda liang memekku.Puting susuku tiba2 menjadi kencang dan runcing….gairah sexku tiba2 membuncah tingi ke awang2.Aku jadi terbayang saat2 aku bersetubuh dengan suamiku..nikmat..geli…gatal.!!ya,rasa itu seperti sangat dekat.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku resah..dudukku jadi tak tenang,sebentar2 aku menggerakkan lutut untuk menutupi gejolak birahi yang melanda. Nuansa mesum mulai terasa di ruang tamuku yang nyaman itu. Dia menanya-nanyaiku sekitar masalah anak muda, kegiatan2 pengajian, masa2 muda saat kuliah, hoby, keluarga, dan lain-lain, tapi matanya terus saja menelanjangiku. “Dik Citra jamunya apa sih,kok kelihatan cantik terus..???</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Busyet….ia memulai rayuannya. “Habis bersih2 rumah ya dik, soalnya badannya keringatan gitu terus mukanya merah lagi” katanya. “Iya nih Pak</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“,jawabku sambil mataku kurasakan meredup dan bibirkupun terasa gemetar.Aku tak kuat menahan birahi ini…Sambil bersuara lirih’aku menjawab pertanyaan2 pak Hambali.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Biasa kan Pak, wanita harus jaga badan lah, rajin minum jamu dan beres2in rumah.Cuma sekarang jadi pegel banget nih, pengen dipijat rasanya, bapak bisa bantu pijitin ga ?” godaku sambil mengurut-ngurut pahaku.Sumpah…aku cuma bercanda.Aku sengaja berseloroh begitu hanya untuk menggoda dan mengetahui sampai di mana keberaniannya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Namun astaga….rupanya aku salah duga.Ia ternyata jauh lebih berani dari yang aku duga. Tanpa diminta dia segera bangkit berdiri dan pindah ke sebelahku, waktu berdiri kuperhatikan ia lagi2 melihat ke dadaku yang menonjol dari balik ****** dan baju muslimahku, akupun tak punya daya dan kekuatan untuk menghindari tubuhnya yang kini dekat sekali ke tubuhku.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kulihat wajahnya yang memang tampan, juga kulihat penisnya ngaceng berat di balik celananya. “Mari Dik, kesinikan kakinya biar bapak pijat”. Tanganku mencoba menahannya agar ia tak menyentuh tubuhku.Namun ia nekat tak menghentikan langkahnya, ‘Dik Citra…tenang Dik…nanti Dik Citra akan merasa nyaman.”Katanya sambil tangannya memegang lengan kananku dan tangan kirinya meraih pundakku.’ Jangan Pak…malu,kataku sambil</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">mendorongnya.”Dik Citra…..ayolah Dik….ia tak mau berhenti. Pandai benar laki2 ini, ia sangat percaya diri berbuat seperti ini.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ia tahu persis rupanya,walau mulutku menolak perlakuannya, namun gerak dan irama tubuhku justru mengijinkan bahkan menginginkan lebih dari semuanya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Akhirnya aku benar2 diamuk birahi yang menggelegak, pertahananku runtuh, aku membiarkan tangannya menyentuh dan menjamah tubuhku. Aku merubah posisi dudukku menjadi menyamping dan menjulurkan kakiku ke arahnya. Dia mengusap-kakiku, menyingkapkan baju panjangku,mengelus betisku..dan ooohh…..perlakuannya sangat lembut meraba2 betis dan hingga ke atas di pangkal pahaku. Aku merengek manja…..Paaakk…..ooouuhh…nafsu telah menguasai jiwaaku.Aku tak ingat lagi bahwa lelaki yang kini menjamahku ini bukanlah suamiku. Aku tak ingat lagi, bahwa aku seorang muslimah cantik jelita yang masih memakai ****** dan baju panjangnya, kini mengijinkan tubuhnya dipegang dan diraba2 oleh laki2 lain selain suaminya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pak Hambali mulai mengurut paha…turun ke bawah hingga betisku.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Uuuhh….pijatannya benar-benar enak, telapak tangannya yang kasar itu menelusup ke dalam baju panjangku,membelai pahaku yang putih mulus membangkitkan birahiku. Akupun mendesah-desah sambil menggigit bibir bawahku. “Dik Citra….kamu wanita yang sangat cantik, alim, ber******, dan sangat sopan. Bapak jadi penasaran sekali dengan kemulusan dan keindahan tubuh dik Citra yang selalu tertutup ****** ini.” Aku sudah tak mampu lagi mendengarkan celotehannya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Yang aku rasakan hanyalah geli…gatal…nikmat…yang menuntut pemuasan. “Pijatan bapak enak ya Dik ?” tanyanya lagi. Aku terus mendesah membangkitkan nafsu Pak Hambali, desahanku kadang kusertai dengan geliat tubuh. Tanganku mencengkeram sandaran sofa menahan nikmat tak tertahankan, sambil aku menyandarkan kepalaku yang terbungkus ****** lebar warna putih ini. Dia semakin berani mengelus paha dalamku, bahkan menyentuh pangkal pahaku dan meremasnya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Enngghh…Pak !” desahku lebih kuat lagi ketika kurasakan jari- jarinya mengelusi bagian itu Tubuhku makin menggelinjang sehingga nafsu Pak Hambali pun semakin naik dan tidak terbendung lagi. Celana dalamku yang</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">berwarna pink dipelorotkannya .</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Aaww…!” aku sangat kaget sambil menutupi kemaluanku dengan telapak tanganku. Sungguh….belum pernah laki2 lain selain suamiku menyentuh tubuhku bahkan menyentuh kemaluanku.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku seorang muslimah yang ber******,taat menjaga kehormatan.Jangankan menyentuh…melihat kakiku saja tak ada yang pernah. Tapi kali ini pak Hambali …seorang laki2 yg bukan suamiku telah jauh masuik ke dalam</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">bagian2 tubuhku yang selama ini aku jaga.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Namun,melihat reaksiku dia justru makin gemas saja, ditariknya celanaku yang sudah tertarik hingga lutut itu lalu dilemparnya ke belakang, tanganku yang menutupi kemaluan juga dibukanya sehingga kemaluanku yang berambut lebat itu tampak olehnya, klistorisku yang merah merekah dan sudah becek siap dimasuki. Pak Hambali tertegun beberapa saat memandangiku yang sudah bugil bagian bawah itu.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Kamu memang sempurna Dik Citra, dari dulu bapak sering membayangkan ng*****in kamu, kamu wanita yang sangat cantik dan alim. Kamu wanita sopan, baik dan suci di balik ****** dan pakaian2 muslimahmu. Di balik ****** dan baju panjangmu,aku justru sangat penasaran dan tertantang ingin melihat dan menyingkapnya.., akhirnya hari ini kesampaian juga” rayunya. Dia mulai melepas kemejanya sehingga aku dapat melihat perutnya yang berlemak dan dadanya yang berbulu itu. Lalu dia membuka sabuk dan celananya sehingga benda dibaliknya kini dapat</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">mengacung dengan gagah dan tegak.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Wow……gede banget!”‘kataku dalam hati.Aku menatap takjub pada organ tubuh itu, begitu besar dan berurat,jauh lebih besar dan panjang dari pada milik suamiku.Aku sudah tidak sabar lagi menggenggam dan mengulumnya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pak Hambali begitu membuka pahaku lalu membenamkan kepalanya di situ sehingga selangkanganku tepat menghadap ke mukanya. “Busyet….laki2 ini bernafsu banget dengan kemaluanku.Dengan ****** lebar warna putih yang masih kukenakan,dan baju panjang muslimah yang juga masih membungkus tubuhku,laki2 ini menelusupkan wajahnya ke dalam selengkanganku.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Hhmm…wangi, pasti adik rajin merawat diri yah” godanya waktu menghirup kemaluanku yang kurawat dengan apik dengan sabun pembersih wanita. Sesaat kemudian kurasakan benda yang lunak dan basah menggelitik vaginaku, oohh…lidahnya menjilati klistorisku, terkadang menyeruak ke dalam menjilati dinding kemaluanku. Lidah tebal dan kumisnya itu terasa menggelitik bagiku, aku benar-benar merasa geli di sana sehingga mendesah</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">tak tertahan sambil meremasi rambutnya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Suamiku saja tak pernah berbuat segila ini, mencium bahkan menjilat-jilat lobang memekku. Kedua tangannya menyusup ke atas..menuju dadaku,walau masih terhalang ****** panjang dan baju muslimahku, ia kelihatan sudah</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">sangat bernafsu meremas, membelai, dan memelintir-melintir ujung buah dadaku.Secepat kilat,tangan kanannya menelusup ke balik kain ******ku di bagian dada,ya….tangannya telah meraih leherku,,,mengekluksnya…dan secepat kilat pula tangan itu berogoh masuk ke dalam baju panjangku dan menemukan buah dadaku yang sangat kenyal yang selama ini diincarnya itu. Jari-jarinya yang besar bermain dengan liar disana, memencet putingku dan</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">memelintirnya hingga benda itu terasa makin mengeras.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku naik ke wajahnya dan membungkukkan tubuhku, tangan kiriku menyingkap dan memegang ujung bawah kain panjangku,kuangkat tinggi2 hingga sampai ke pusar.Tangan kananku meraih benda kesukaanku itu, dalam genggamanku kukocok perlahan sambil menjilatinya. Kugerakkan lidahku menelusuri pelosok batang itu, buah pelirnya kuemut sejenak, lalu jilatanku naik lagi ke ujungnya dimana aku mulai membuka mulut siap menelannya. Oohh…batang itu begitu gemuk dan berdiameter lebar persis seperti tubuh pemiliknya, sehingga akupun harus membuka mulutku selebar- lebarnya agar bisa mamasukkannya. Aku mulai mengisapnya dan memijati buah pelirnya dengan tanganku.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pak Hambali mendesah-desah enak menikmati permainanku, sementara aku juga merasa geli di bawah sana, kurasakan ada gerakan memutar-mutar di dalam liang vaginaku oleh jarinya, jari-jari lain dari tangan yang sama mengelus-elus klistoris dan bibir vaginaku, bukan itu saja, lidahnya juga turut menjilati baik anus maupun vaginaku. Sungguh suatu sensasi yang hebat sekali sampai pinggulku turut bergoyang menikmatinya, juga semakin bersemangat mengulum penisnya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Selama 10 menitan kami menikmatinya sampai ada sedikit terganggu oleh berbunyinya HP Pak Hambali. Aku lepaskan penisnya dari mulutku dan menatap padanya.Kulirik kain ****** di</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">dadaku….beberapa rambut jembut kemaluan pak Hambali rontok dan menempel di ****** putihku.Aku mengambilnya…dan memperhatikannya.Wow….panjang banget bulu jembutnya Pak Hambali menyuruhku mengambil HP-nya di atas meja ruang tamu, lalu dia berkata</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Ayo dik, terusin dong karaokenya, biar bapak ngomong dulu di telepon” Aku pun tanpa ragu-ragu menelan kembali penisnya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dia bicara di HP sambil penisnya dikulum olehku, tidak tau deh bicara dengan siapa, emang gua pikirin, yang pasti aku harus berusaha tidak mengeluarkan suara-suara aneh. Tangan satunya yang tidak memegang HP terus bekerja di selangkanganku, kadang mencucuk-cucukkannya ke vagina dan anusku, kadang meremas bongkahan bontotku.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tiba-tiba dia menggeram sambil menepuk-nepuk bontotku, sepertinya menyuruhku berhenti, tapi karena sudah tanggung aku malahan makin hebat mengocok dan mengisap penis itu sampai dia susah payah menahan geraman nikmatnya karena masih harus terus melayani pembicaraan.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Akhirnya muncratlah cairan putih itu di mulutku yang langsung saya minum seperti kehausan, cairan yang menempel di penisnya juga saya jilati sampai tak bersisa. “Ngga kok…tidak apa-apa…cuma tenggorokkan saya ada masalah dikit” katanya di HP Tak lama kemudian dia pun menutup HP nya, lalu bangkit duduk dan menaikkanku ke pangkuannya, tangan kirinya dipakai menopang tubuhku, lalu dengan sigap tangannya bergerak menyelinap diantara kedua pangkal pahaku.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Jari tengah dan telunjuknya menyeruak dan mengorek-ngorek vaginaku, aku meringis ketika merasakan jari-jari itu bergerak semakin cepat mempermainkan nafsuku. Pak Hambali menurunkan ritsluiting di pounggungku, memelorotkan pakaian muslimahku dari bahu dan meloloskannya lewat lengan kananku, sehingga kini payudara kananku yang putih montok itu tersembul keluar. Dengan penuh nafsu langsung dia lumat benda itu dengan mulutnya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku menjerit kecil waktu dia menggigit putingku dan juga mengisapnya kuat-kuat, bulatan mungil itu serasa makin menegang saja. Dia membuka mulutnya lebar-lebar berusaha memasukkan seluruh payudaraku ke mulutnya, di dalam mulutnya payudaraku disedot, dikulum, dan dijilat, rasanya seperti mau dimakan saja milikku itu.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sementara selangkanganku makin basah oleh permainan jarinya, jari- jari itu menusuk makin cepat dan dalam saja. Hingga suatu saat birahiku terasa sudah di puncak, mengucurlah cairan cintaku dengan deras. Aku mengatupkan pahaku menahan rasa geli di bawahku sehingga tangannya terhimpit diantara kedua paha mulusku. Setelah dia cabut tangannya dari kemaluanku, nampak jari-jarinya sudah belepotan oleh cairan bening yang kukeluarkan. Dia</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">jilati cairanku dijarinya itu,sebagian ia lap dan bersihkan dengan kain ****** yang terjulur di dadaku ini. aku juga ikutan menjilati jarinya merasakan cairan cintaku sendiri.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kemudian dia cucukkan lagi tangannya ke kemaluanku, kali ini dia mengelus-ngelus daerah itu seperti sedang mengelapnya. Telapak tangannya yang penuh sisa-sisa cairan itu dibalurinya pada payudaraku “Sayang kalo dibuang, kan mubazir” ucapnya Kembali lidahnya menjilati payudaraku yang sudah basah itu, sedangkan aku menjilati cairan pada tangannya yang disodorkan padaku. Tanganku yang satu meraba-raba ke bawah dan meraih penisnya, terasa olehku batang itu kini sudah mengeras lagi, siap memulai aksi berikutnya. Peluh kenikmatan membasahi tubuh dan wajahku.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tanganku meraih bros di ****** bagian depan dadaku untuk melepasnya.Namun tangan pak Hambali mencegahnya sambil menggenggam tanganku. “Biarkan Dik Citra,biarkan kamu tetap mengenakan ****** dan baju panjangmu ini,Justru inilah yang membuatku sangat terangsang.Di balik ****** dan baju panjangmu ini,tersimpan sejuta misteri kenikmatan,dan hari nii aku terlah membuktikannya”. Jantungku serasa copot mendengarnya..ya aku seorang wanita ber******,telah bersuami lagi.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sekarang tengah bersetubuh dengan laki2 lain selain suamunya,Wanita macam apa aku ini,begitu hatiku berkecamuk.Namun itu hanya sekilas dan hanya beberapa detik saja,karena Pak Hambali kembali membelai-belai buah dadaku dan menciumi wajah dan bibirku.Gairah sex kembali membuatku melayang-layang tak ingat apa2 lagi,Ya…yang ku mau hanyalah *******..*******…dan ******* terus…Geli2 gatal di liang kewanitaanku</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">sungguh tak tertahankan.Ini hanya bisa dipuaskan dengan…..kemaluan pak RT ku yang besar dan tegang ini.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dia membalik tubuhku, tepat berhadapan dengannya, tangan kananya memegangi penisnya untuk diarahkan ke vaginaku. Aku membukakan kedua bibir vaginaku menyambut masuknya benda itu. Setelah kurasakan pas aku mulai menurunkan tubuhku, secara perlahan tapi pasti penis itu mulai terbenam dalam kemaluanku.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Goyanganku yang liar membuat Pak Hambali mendesah-desah keenakan, untung dia tidak ada penyakit jantung, kalau iya pasti sudah kumat. Baju muslimah yang masih menyangkut di bahu sebelah kiri diturunkannya sehingga pakaian itu menggantung di perutku dan payudara kiriku tersingkap. Nampak sekali bedanya antara yang kiri yang masih bersih dengan bagian kanan yang daritadi menjadi bulan-bulanannya sehingga sudah basah dan memerah bekas cupangan.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kedua tangannya meremas-remas kedua payudaraku, ketika melumatnya terkadang kumisnya yang kasar itu menggesek putingku menimbulkan sensasi geli yang nikmat. Lidahnya bergerak naik ke leherku dan mencupanginya sementara tangannya tetap memainkan payudaraku. Birahiku sudah benar-benar tinggi, nafasku juga sudah makin tak teratur, dia begitu lihai dalam bercinta, kurasa bukan pertama kalinya dia berselingkuh</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">seperti ini.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku merasa tidak dapat bertahan lebih lama lagi, frekuensi goyanganku kutambah, ****** yang kukenakan pun semakin kusut dan basah oleh keringat kenikmatan,lalu aku mencium bibirnya. Tubuh kami terus berpacu sambil bermain lidah dengan liarnya sampai ludah kami menetes-netes di sekitar mulut, eranganku teredam oleh ciumannya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Mengetahui aku sudah mau keluar, dia menekan- nekan bahuku ke bawah sehingga penisnya menghujam makin dalam dan vaginaku makin terasa sesak. Tubuhku bergetar hebat dan jeritanku tak tertahankan lagi terdengar dari mulutku, perasaan itu berlangsung selama beberapa saat sampai akhirnya aku terkulai lemas dalam pelukan nya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dia menurunkanku dari pangkuannya, penisnya terlihat berkilauan karena basah oleh cairan cinta. Dibaringkannya tubuhku yang sudah lemas itu di sofa, lalu dia sodorkan gelas yang berisi teh itu padaku. Setelah minum beberapa teguk, aku merasa sedikit lebih segar, paling tidak pada tenggorokkanku karena sudah kering waktu mendesah dan menjerit. ****** lebar warna putih bersih itu, dirapikannya.Dan baju panjang yang masih menggantung di perut dia lepaskan, sehingga kini aku bugil total kecuali ****** lebar yang masih kukenakan di kepala,menjulur sampai ke dada.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sebelum tenagaku benar-benar pulih, Pak Hambali sudah menindih tubuhku, aku hanya bisa pasrah saja ditindih tubuh gemuknya. Dengan lembut diamengecup keningku, membelai-belai ****** di kepalaku,ya….ia kelihatan sangat menyukai dan mengagumi wanita cantik ber****** seperti halnya diriku. Dari sana kecupannya turun ke pipi, hingga berhenti di bibir, mulut kami kembali saling berpagutan. Saat berciuman itulah, Pak Hambali menempelkan penisnya pada vaginaku, lalu mendorongnya perlahan, dan aahh.mataku yang terpejam menikmati ciuman tiba-tiba terbelakak waktu dia menghentakkan pinggulnya sehingga penis itu menusuk lebih dalam.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kenikmatan ini pun berlanjut, aku sangat menikmati gesekan-gesekan pada dinding vaginaku. Buah dadaku saling bergesekan dengan dadanya yang sedikit berbulu, kedua paha rampingku kulingkarkan pada pinggangnya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kadang tanganku mengangkai ujung ****** yang terjulur di dada…agar buah dadaku yang montok dapat bersentuhan langsung dengan tubuh pak Hambali.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku mendesah tak karuan sambil mengigiti jariku sendiri. Sementara pinggulnya dihentak-hentakkan diatasku, mulutnya tak henti-hentinya melumat atau menjilati bibirku, wajahku jadi basah bukan saja oleh keringat, tapi juga oleh liurnya. Leherku pun tak luput dari jilatannya, lalu dia angkat lengan kananku ke atas dan dia selipkan kepalanya di situ.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aahh.ternyata dia sapukan bibir dan lidahnya di ketiakku yang halus tak berbulu itu, kumis kasar itu menggelitikku sehingga desahanku bercampur dengan ketawa geli. Wajah Pak Hambali yang tampan kini tersembunyi di balik ****** lebarku yang berwarna putih,sementara lidahnya menjilat-jilat ketiakku. “Uuuhh….Pak…aakkhh…!” aku kembali mencapai orgasme, vaginaku terasa semakin banjir, namun tak ada tanda-tanda dia akan segera keluar, dia terlihat sangat menikmati mimik wajahku yang sedang orgasme.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Suara kecipak cairan terdengar jelas setiap kali dia menghujamkan penisnya, cairanku sudah meleleh kemana-mana sampai membasahi sofa, untung sofanya dari bahan kulit, jadi mudah untuk membersihkan dan menghilangkan</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">bekasnya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tanpa melepas penisnya, Pak Hambali bangkit berlutut di antara kedua pahaku dan menaikkan kedua betisku ke pundaknya. Tanpa memberiku istirahat dia meneruskan mengocok kemaluanku, aku sudah tidak kuat lagi mengerang karena leherku terasa pegal, aku cuma bisa mengap-mengap seperti ikan di luar air. Tak lama kemudian dia cabut penisnya dan menurunkan kakiku. Dia naik ke wajahku, lalu dia tempelkan penisnya yang masih tegak dan basah di bibirku.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Akupun memulai tugasku, kukulum dan kukocok dengan gencar sampai dia mengerang keras dan menjambak ****** di belakang kepalaku. Maninya menyemprot deras membasahi wajahku,bahkan banyak yang tercecer mengotori ****** putih yang kukenakan.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku membuka mulutku menerima semprotannya. Setelah semprotannya mereda pun aku masih mengocok dan mengisap penisnya seolah tidak membiarkan setetespun tersisa. Batang itu kujilati hingga bersih, benda itu mulai menyusut pelan-pelan di mulutku. Kami berpelukan dengan tubuh lemas merenungi apa yang baru saja terjadi.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sofa tempat aku berbaring tadi basah oleh keringat,begitu juga baju panjang muslimah yang tergeletak di lantai,turut basah oleh keringat dan semprotan sperma yang tercecer.****** lebar warna putih yang masih kupakai ini,tak luput dari semprotan sperma pak Hambali hingga basah dann kuyup.Cairan kenikmatan menggenang di lantai,baju muslimahku,dan ******ku.OOhhh….nikmatnya masih terasakan saat2 pak Hambali menyemprotkan cairan cintanya.Sayang tidak keluar di dalam vaginaku.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Namun karena aku lagi subur,maka aku memang yang memintanya untuk dikeluarkan di luar.Cairan kenikmatan tercecer di sana- sini,****** putihkupun ternoda,dan cairan cintaku yang menetes disana- sini bercampur dengan cairan cinta pak Hambali. Masih dalam keadaan memakai ****** namun bugil di bagian bawah, aku berjalan sempoyongan ke dapur mengambil kain lap dan segelas air putih.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Waktu aku kembali ke ruang tamu, Pak Hambali sedang mengancingkan lagi bajunya, lalu meneguk air yang tersisa di gelasnya. “Wah Dik Citra ini benar-benar hebat ya, istri-istri bapak sekarang udah ga sekuat adik lagi padahal mereka sering melayani bapak berdua sekaligus” pujinya yang hanya kutanggapi dengan senyum manis. Setelah berpakaian lagi, aku mengantarnya lagi ke pintu depan. Sebelum keluar dari pagar dia melihat kiri kanan dulu, setelah yakin tidak ada siapa-siapa dia menepuk bontotku dan berpamitan.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sambil meremas bontotku dengan kuat,ia tersenyum sambil berbisik , “Ternyata memek wanita cantik ber****** sangat enak….aku ketagihan nih!” “Dasar bandot, belum cukup punya istri dua, masih ngembat istri orang” kataku dalam hati. Namun sejujurnya aku mengakui….penisnya memang sangat besar dan panjang…inilah yang membuatku merasa sangat nikmat,jauh lebih nikmat dibanding saat bercinta dengan suamiku.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Akhirnya aku pun melepaskan ****** putihku dan mandi membersihkan tubuhku dari sperma, keringat, dan liur. Siraman air menyegarkan kembali tubuhku setelah seharian penuh bercinta dan berolah syahwat. Beberapa saat sesudah aku selesai mandi, suamiku pun pulang. Ia bilang wangi ruang tamunya enak sehingga kepenatannya agak berkurang, aku senyum-senyum saja karena ruang itu terutama sekitar “medan laga” kami tadi telah kusemprot pengharum ruangan untuk menutupi aroma bekas persenggamaan tadi.</span>hantumonkihttp://www.blogger.com/profile/17642631795725605946noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1925213797991915871.post-60136613012362282332016-07-10T06:03:00.003-07:002016-07-10T06:03:56.183-07:00Tragedi pagi hari Lebaran<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Suara takbir terdengar melantun dari speaker radio tape milik Utami. Seorang istri berumur 35 tahun tampak berwajah muram. Bagaimana tidak, disaat orang lain terutama tetangganya bersuka cita berkumpul bersama kerabatnya, mudik ke daerah masing-masing namun Utami terpaksa hanya menghabiskan lebaran tahun ini di sebuah kompleks rumah rusun tingkat 4 di kawasan Depok. Ini semua karena dirinya dan sang suami mesti melakukan pengiritan keuangan karena anak semata wayang mereka baru masuk TK. Karena gengsi, akhirnya mereka menyiapkan uang pangkal yang cukup besar dan terpaksa mengorbankan keinginan tiap tahunnya untuk pulang mudik ke kampung di Timur pulau Jawa. Apalagi, keperluan lain seperti tas dan buku-buku untuk si buah hati bersekolah nanti selain iuran bulanan sekolah yang lumayan menmbah beban pengeluaran mereka. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sambil membetulkan jilbab putihnya memadankan dengan kebaya panjang berwarna kuning, Utami menoleh pada jam dinding. "Hmm... Masih jam 7.00. Masih pagi..." gumam Utami sambil menengok ke arah pintu. Suami dan anaknya masih di masjid melaksanakan shalat Ied. Suara Takbir yang mengalun dari speaker menambah sendu suasana hati Utami.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Perutnya sudah keroncongan belum sarapan di pagi itu. Jika ingin ikuti keinginan hatinya, sudah dia habiskan ketupat, opor ayam serta lauknya yang sudah tersajikan di meja. Namun dia sudah berjanji untuk bersarapan bersama sang suami dan anaknya tersayang sepulangnya mereka dari shalat Ied. Saat itulah nanti dia berencana meminta ampun sang suami karena membeli gelang emas 5 hari sebelum lebaran tanpa sepengetahuan suaminya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Assalamualaikum..!" kedengaran suara orang memeberi salam di luar pintu.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Walaikum salam, Siapa ya?!" Jawab Utami menengok keluar.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ternyata Yudea, Deni dan Deska sedang berdiri bertiga di luar.. Mereka tetangga Utami yang tinggal di lantai bawah rusun tempat tinggalnya. Yudea paling muda baru lulus SMP (14), Deni masih SMA berusia 16 tahun dan Deska (19) sudah setahun lulus SMA, menganggur. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Selamat hari raya Idul fitri, bu Utami. Mohon maaf lahir batin," Sahut ketiga ABG itu sambil saling dorong satu sama lain.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Hm... Selamat hari raya. Masuk sana kalau gak malu," jawab Utami dengan sedikit ketus. Memang Utami tidak menyukai kedatangan ketiga anak tanggung ini. Bagaimana tidak, setiap kali dirinya naik tangga untuk naik ke lantai 4 mereka bertiga sering mengganggu, mengusilinya bahkan berbuat cabul padanya. Pernah suatu ketika mereka bertiga menghalangi Utami naik tangga. Deni sempat meremas-remas pantatnya sementara Deska memperlihatkan batang kontolnya yang sudah ngaceng. Namun Yudea tidak berbuat apa-apa, karena takut mungkin. Saat itu Utami memarahi mereka bertiga karena berani bertindak kurang ajar.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Aih, kayaknya bu Utami gak suka didatangi kami ya? Jangan gitu dong bu. Kami datang dengan ikhlas mau minta maaf" Rayu Deni dengan memakai wajah melankolis.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Sudah! jangan masang tampang memelas disini. Cepat masuk, bentar lagi suami ibu pulang." sedikit melunak kali ini Utami menghadapi tiga remaja pembuat onar itu. Ketiganya buru-buru mencari tempat duduk melahap sayur opor ketupat dan lauknya dengan bernafsu.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Bu, saya mau minta maaf soal kejadian megang pantat Ibu waktu itu. Saya enggak sengaja, sebenarnya saya ingin memukul nyamuk yang hinggap di pantat Ibu. Makanya saya pukul pantat Ibu waktu itu. Maafkan saya bu Utami" Deni bercerita dengan wajah sungguh-sungguh.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Kalau iya mau matiin nyamuk, jangan kenceng-kenceng dong mukulnya. Sakit pantat ibu waktu itu tau!. Pelan dikit aja." jawab Utami tersenyum kecil.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Saya juga mau minta maaf, bu. Saya bukan bermaksud mau mamerin burung saya depan ibu hari itu. Sebenarnya waktu itu burung saya terjepit resleting celana, maka terpaksa saya keluarkan karena merasa sakit" Deska menyusul menjelaskan kejadian saat itu.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Ya sudah, ibu maafkan. Tapi besar juga burungmu Deska. Suka onani yah?" Utami mulai nakal.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Emm... iya kadang-kadang. Pasti selalu bu Utami yang jadi bahan saya onani... heehehe...." Jawab Deska tertawa kecil.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Udah-udah jangan ngelunjak ke ibu deh, baru juga minta maaf tadi" hardik Utami serius. Anak remaja ini nggak bisa dikasih hati sedikit. Sementara Yudea sedari tadi hanya diam, mulutnya penuh dengan ketupat Matanya melotot melihat daging pantat Utami yang terbungkus kebaya panjang ketatnya. Utami bisa melihat ada tonjolan keras dibalik celana ketiga anak tanggung itu.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Eh kamu bertiga datang ke rumah ibu pagi-pagi gini mau ngapain? Gak sholat Ied?" Utami baru menyadari mereka bertiga tidak sembahyang.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Hehehee... sebenernya kami bertiga sengaja gak ikut sholat Ied soalnya, hehehe.." Deska tersenyum-senyum memandang Deni dan Yudea.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Hei...! Soalnya kenapa? Jangan mau macem-macem disini!" hardik Utami terbakar emosi.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Soalnya kami mau menyetubuhi bu Utami keroyokan di pagi lebaran! Pegangin Den!" Deska menghardik sambil menerjang tubuh Utami. Terkejut Utami dibuatnya. Dalam sekejap saja badannya sudah dipeluk erat oleh Deska sementara Deni dengan cepat memegangi kedua kakinya. Yudea membersihkan meja makan dari wadah ketupat beserta wadah opor dan lauk daging dengan menghalau semuanya jatuh ke atas lantai.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dengan meronta-ronta badan Utami berhasil dibawa ke atas meja. Deni berdiri dekat kepala Utami sambil memegang kedua tangannya. Yudea menaiki perut Utami sambil memegangi kedua paha wanita itu ke atas. Sementara Deska menyingkap ke atas kebaya bu Utami sampai pinggang lalu menarik celana dalam wanita itu terlepas dari kaki mulusnya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Lepaskan aku, bangsat! Bentar lagi suamiku pulang, habis kalian dihajar!" jerit Utami.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Deska dengan rakusnya menjilati area selangkangan berbulu tipis diantara pangkal paha Utami. Sesekali bibirnya menghisap gundukan memek Utami dengan bernafsu. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Bu Utami mencoba menendang tapi kakinya diangkat dan dipegang dengan kencang oleh Yudea. Deni memegang kedua tangan Utami dengan tangan kirinya sementara tangan kanannya mengeluarkan batang penisnya yang sudah tegang dari balik celananya. Tanpa menunggu lama, Deni mengarahkan batang penisnya ke dalam mulut Utami.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Aahhhkk..! Sepongin bu Utami! Jangan diem aja! Yeahh... Aaahhh..!!" Deni mengerang keenakan sambil memaju mundurkan kontolnya di mulut Utami. Deska semakin liar menyedot-nyedot gundukan memek Utami samapi pantat besarnya terangkat-angkat dibuatnya. Badannya mulai memanas dan terangsang.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Lendir orgasme memeknya keluar membasahi mulut Deska. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Yudea meminta Deska mengganti tugasnya memegangi kaki Utami. Mau tak mau Deska terpaksa memegang betis Utami yang diangkat tinggi sambil mulutnya tak henti menghisap kemaluan wanita itu.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Eehhmm...! eeemmmhhp...!" bu Utami mulai merasa terangsang ketika Yudea dengan kasar menarik kebaya panjangnya yang berwarna kuning sehingga beberapa kancingnya terlepas. Beha bu Utami terpampang berwarna putih di depan wajah Yudea. Tak sampai lima detik, beha itu dilepas dilempar ke belakang oleh anak lulusan SMP itu, payudara bu Utami yang berukuran 34D tersembul keluar. Dengan gemas, Yudea meremasi payudara kenyal itu hingga membekas merah. Mulut bu Utami meracau mengeluarkan desahan nafsu syahwatnya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Batang penis Deni yang menyumbat mulutnya mulai dikulumnya dengan bernafsu. Air liur bu Utami meleleh dipinggir mulutnya menimbulkan suara seperti menyedot.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"aarrghhh...! Aaahhhkk...! Ya ampun... Pelan dikit dong bu Utami! Ngilu rasanya kontolku jadinya!" Deni melenguh sambil kakinya terkangkang menahan ngilu. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sepuluh menit berada dalam posisi itu, badan bu Utami kemudian digeser ke pinggir meja. Kali ini ketiga lelaki muda itu beralih posisi. Deni berdiri pada selangkangan bu Utami sambil betisnya dikaitkan pada bahunya. Celananya telah entah kemana. Deska diatas payudara bu Utami sambil menggesek-gesekkan kepala penisnya ke mulut wanita malang itu membujuk untuk membuka mulutnya. Bu Utami agak enggan mengulum batang penis Deska karena ukurannya lebih besar dibandingkan milik Deni. Yudea berdiri di samping meja sambil meremas-remas payudara bu Utami.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Santai saja bu Utami... Buka sedikit mulutnya, ya.... Buka dikit aja..." bujuk Deska hilang kesabaran.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Anak setan! Bentar lagi suami saya pulang, mati kalian semua!" maki bu Utami walau sebenarnya nafsu syahwatnya sudah meledak-ledak. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Naik adrenalin Deni saat mendengat umpatan dari mulut bu Utami. Batang penisnya mengacung dengan keras, Deni mulai menempelkan kepala penisnya pada bibir vagina bu Utami. Bu Utami menggeser-geserkan pantatnya menghindari gerakan penis Deni yang mulai menekan vaginanya. Deni memegangi paha bu Utami mencegahnya bergerak kesana kemari. Betis bu Utami mengangkat-angkat pada bahu Deni.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Habislah! jangan pikir bu Utami bisa lepas! Wuaaarrghh...!!" Erang Deni, serentak bersamaan dengan terbenamnya batang penis mudanya ke dalam liang vagina bu Utami cukup dalam.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Aaahhhkkkk...! Abanggg Didittt... tolong Utami...! eerrghh...!" bu Utami menjerit memanggil suaminya. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Melihat mulut bu Utami terbuka lebar, Deska segera menyumbat masuk batang penisnya ke mulut wanita itu. Jeritan bu Utami segera hilang berganti dengan suara desahan tertahan. Deska mulai memaju mundurkan batang penisnya dengan kasar. Hampir tersedak bu Utami dibuatnya saat kepala penis bergesekan dengan anak tekaknya (lek-lekanna).</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Deni mulai menggenjot bagian selangkangan bu Utami dengan liar. Bergoyang-goyang meja makan yang menjadi alas tubuh bu Utami. Payudaranya berguncang-guncang menambah kegemasan Deni. Tangan Deni menepis tangan Yudea yang sedang meremasi payudara bu Utami. Digenggamnya buah dada Utami dengan kedua tangannya kuat-kuat samibl menarik-narik puting Utami yang sebesar ujung kelingkingnya dengan gemas, Deni terus menggenjotkan batang penisnya dengan ganas. Rasanya puting Utami akan lepas dibuatnya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Aagghhh.. aagghhh.. aarrghhh... Aku mau keluar nih Den...!" teriak Deska sambil terus menekan masuk batang penisnya dengan cepat pada mulut Utami.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Haaaa... semprotin di mulut perempuan itu aja bang Deska...! Pejuhin mulut kurang ajar perempuan ini!" usul Deni sementara bu Utami menggelengkan kepalanya menolak.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Buchatt! Aaaahhh... aahh... Aaarrggghhkkk..!" Deska menjerit lalu membenamkan batang penisnya dalam-dalam. Air maninya mengalir keluar memenuhi mulut Utami.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Oouugghh... uhuk... uhuk... dasar bangsat! Air manimu banyak sekali. Ibu ga keminum semuanya... sialan!" tersedak-sedak Utami mengumpat dengan mulutnya belepotan air mani Deska.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Wiihh, kering dah kantong menyan gue, bu Utami," Deska duduk kecapekan di meja. Batang penisnya masih sedikit mengacung. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Deni meraung seperti kerbau jantan disembelih, Utami tahu air mani anak itu sedang terkumpul di kantung zakarnya menunggu masuk saluran urat-urat di batang penisnya untuk berejakulasi. Bu Utami mengapit leher Deni dengan betisnya yang terangkat sambil menarik tubuh anak itu lebih merapat dengan kelaminnya. Deni mengerti keinginan bu Utami sambil agak membungkukkan badannya, selangkangan mereka semakin rapat beradu.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Ayo sini, anak setan...! lama banget tuh pejuh keluarnya..! bu Utami menarik rambut Deni lalu mengecup bibirnya. Lidahnya masuk menyelinap ke dalam mulut Deni. Deni menghisap-hisap lidah bu Utami dengan bernafsu. Sisa air mani Deska yang agak asin masuk ke kerongkongan Deni. Tangan bu Utami menyelinap masuk di selangkangan Deni lalu menggenggam kantung zakar anak itu berharap air mani Deni cepat masuk saluran penis Deni dan berejakulasi. Perlahan kemudian, urat penis Deni mengembang menyusul dengan semburan air maninya deras. Tiba-tiba dengan kasar bu Utami memencet kedua biji zakar Deni.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Aaarrgghhhh...!!! bu Utamiii... aaahhhkkkk!" Deni meraung dilanda kesakitan sekaligus nikmat. Bersamaan dengan itu air maninya meloncat-loncat tak terkendali memenuhi liang vagina wanita itu. Bu Utami tersenyum nakal. Dia tahu kalau biji zakar Deni ditekan kencang maka airmaninya pasti akan cepat keluar tak tertahankan. Biar lemas tuh anak. Deni jatuh terlentang dibawah meja. Dengkulnya berasa sangat kecapekan.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Yudea melototi kedua temannya telah terkapar puas di pagi lebaran. Bu Utami menoleh ke arah Yudea. Perlahan-lahan wanita itu turun dari meja lalu Utami menghardik garang.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"nah ini seorang lagi, kenapa kamu melotot-lotot begitu!?" </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Utami meraba-raba benjolan dibalik celana Yudea. Utami menarik nafas panjang. Benjolan di celana Yudea terlihat lebih besar dibandingkan sewajarnya. Utami segera menarik turun celana Yudea. Terbelalak mata Utami saat melihat celana dalam Yudea seperti mau sobek terdorong kuat oleh daging keras yang bersembunyi dibaliknya. Besar sekali, tidak sesuai dengan usia Yudea yang masih muda. Pantaslah Yudea tak mau membuka celananya. Malu dengan ukurannya yang luar biasa besar.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Utami merengkuh daging keras itu untuk mengukur besarnya. Puas dengan taksirannya, Utami menarik paksa celana dalam Yudea hingga mencuat penis Yudea di hadapannya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Ya Allah... Gede banget... kaya pisang raja...!" Terkejut luar biasa Utami mendapati ukuran penis Yudea. Batang penis Yudea berukuran sekitar 7 inci. Betul-betul tidak sesuai dengan usia serta tubuhnya yang kurus. Utami benar-benar terangsang. Tak pernah sebelumnya dia mendapatkan batang penis sebesar ini. Liang vaginanya terasa makin melembab. Utami langsung menarik Yudea rapat ke meja. YUdea menurut saja bagai kerbau dicucuk hidung.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Cepetan dikit ya dek, bentar lagi suami ibu pulang shalat Ied." desak Utami tak sabaran. Utami segera menungging di tepian meja makan. Yudea kelihatan masih bingung, maklumlah masih sangat muda usianya. utami semakin tidak sabar, sambil menoleh ke arah Deska yang duduk di pinggir meja, Utami memanggilnya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Hei Deska! Kamu tolongin sebentar si Yudea ini. Penakut bener!" perintah Utami tak sabaran.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Deska segera bangkit menghampiri Yudea. Sambil berdiri di belakang Yudea, Deska memegang batang kontol temannya lalu mengurut-urutnya supaya lebih menegang. Setelah yakin batang penis Yudea cukup keras, Deska mendorongkan kepala penis Yudea masuk ke dalam lubang vagina bu Utami.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Aaarrggghhh... aahhkkk...! Aduhhhh... Ya Tuhan... Sakit banget! Heeuuuu..." bu Utami menjerit kesakitan yang amat sangat.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Bibir vaginanya seperti ikut masuk ke dalam liang vaginanya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Aaaakkkkhh.. eerrgghhhh.. bu Utamiiiii.. lubang memek ibu sempit banget... aahhh...!" Yudea mengerang keenakan.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Bu Utami segera mengkontraksikan dinding vaginanya. Labianya sudah mencengkram erat di sekiliing batang penis Yudea. Dengan dibantu Deska di belakangnya, Yudea mulai menggenjot kejantanannya maju mundur. Tanganya meremas-remas daging pantat bu Utami. Ditampar-tamparnya daging pantat montok wanita itu sampai kemerah-merahan.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Yaaa.... Begitu, Yudea... Hajar terus bu Utami kaya gitu... Terus genjotin...!" Deska menyemangati Yudea.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Aaahhkk...! Eerrgghh.. T..t..tolong bentar... yah... Tadi.. siapa.. yang.. lemes.. di pinggir.. m..m..meja tadi!" bu Utami menyindir Deska sambil vaginanya menerima genjotan kasar penis Yudea dari belakang dengan gerakan memutar.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tersulut emosi Deska mendengar sindiran Utami. Dengan bantuan Yudea, dia angkat tubuh Utami ke atas meja makan. Utami menungging di atas meja dengan kain kebayanya terbuka hingga sepinggang. Yudea berdiri di belakangnya menarik baju kebayanya kebawah hingga payudara Utami bergelantungan bebas. Jilbab putih yang dipakai Utami sudah awut-awutan berantakan. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Deska naik ke atas meja lalu berbaring di bawah badan Utami. Utami terpaksa mengangkangkan pahanya agar Deska bisa memposisikan diri dibawah selangkangannya. Yudea mencabut batang penisnya terlepas dari jepitan vagina bu Utami. Gantian kini dari bawah Deska menggesekan batang penisnya ke lubang vagina wanita itu. Tangannya merangkul pinggang bu Utami lalu menekankannya ke bawah. Utami tanpa menunggu lama menjejalkan penis Deska dalam liang vaginanya hingga terbenam sekujur batang penis Deska tertelan vaginanya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Eerrgghh... mmm.. aaiissshhk.." bu Utami mengerang keenakan. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Yudea yang masih di belakang badan bu Utami melihat lubang dubur bu Utami yang yang berkontraksi seolah menantikan sodokan batang penisnya. Perlahan-lahan Yudea menggarukan batang penisnya pada lubang dubur bu Utami.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Utami yang sedang asyik menaiki badan Deska terkejut bukan main saat merasakan sesuatu yang keras berada di pintu lubang duburnya. Bu Utami segera menoleh ke belakang.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Eh.. Yudea, udah gila lu ya..!? jangan masuk lubang itu!! Dosa...!" bentak bu Utami keras.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Kamu gak usah peduliin bu Utami! kamu colok aja liang pantatnya. Enak loh! Pasti lebih ngegigit sempit!" Deska memanas-manasi sambil terus menggenjoti liang kemaluan bu Utami.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Yudea memegang pinggang bu Utami erat-erat. Bu Utami mencoba mengelak dengan menggoyang-goyangkan pantatnya namun Yudea tidak memberi kesempatan bu Utami untuk menolak. Dengan cepat YUdea mendorong liang pantat bu Utami dengan penisnya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Aaiihshhhh... Aaddduuhhhh.. Ya Tuhaannn...!" bu Utami meraung-raung seperti kesetanan. Terasa mau sobek liang duburnya dijejali paksa dengan batang penis Yudea yang sangat besar. Kali ini badan bu Utami terperangkap layaknya sandwich. Kedua lubang paling rahasianya tengah disodoki oleh dua orang anak tetangganya. Lagu 'Selamat hari Lebaran' milik GIGI yang sedang mengalun dari radio tapenya mengimbangi jeritan serta desah birahinya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Perih kesakitan slih bergantian dengan kenikmatan. Deska semakin mempercepat genjotan batang kontolnya di liang memek, sementara Yudea semakin garang menyodoki lubang anus bu Utami. Deni yang sedari tadi hanya terbaring menonton bangkit ingin menikmati tubuh bu Utami.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Deni berdiri di hadapan bu Utami sambil memegang kepala bu Utami yang masih mengenakan jilbab putih acak-acakan, Deni menjejalkan batang penisnya ke mulut wanita itu. Sambil diiringi oleh lagu bertemakan lebaran yang mengalun dari speaker radio tape, ketiga remaja tanggung bekerjasama menikmati hidangan di pagi hari lebaran, yaitu tubuh bu Utami.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tuntaslah sudah hajat ketiganya membalas penghinaan yang mereka dapatkan dari sang tetangga yang menawan, bu Utami. Kini mereka bertiga asyik menikmati kenikmatan yang ditawarkan tubuh montok bu Utami.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Eemmmpphh... mmmpppp... uuugghh..!" Bersusah payah bu Utami menerima serangan serentak dari ketiga anak lelaki itu. Deni semakin bernafsu menggenjotkan penisnya di mulut bu Utami. Air liur meleleh-leleh di ujung bibir bu Utami. Jilbab putihnya suda hampir menutupi seluruh wajahnya karena dengan brutal ditarik oleh Deni. Semrawut sudah jilbab barunya itu.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Deskapun dari bawah badan bu Utami dengan gencar memompakan batang penisnya pada vagina wanita itu. Vagina bu Utami benar-benar terasa sesak. Kepala penis Deska menyodoki dasar vaginanya hingga perutnya terasa perih.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Paling menyiksanya sekali adalah batang kontol Yudea yang begitu kasar menghentak-hentak lubang duburnya. Tidak cukup dengan itu, Yudea memutar-mutar batang penisnya hingga otot gerbang liang dubur bu Utami kembang kempis menerima sodokan kasar penis anak lelaki itu. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tak pernah terlintas dalam benak bu Utami bahwa lebaran Idul fitri tahun ini akan disambut dengan pesta seks bersama anak-anak tetangganya. Mestinya di hari lebaran ini mereka bersilaturahmi saling memaafkan, namun sebaliknya mereka mengerjai tubuhku di atas meja makan. Baru saja meminta maaf malah dilanjutkan dengan perbuatan biadab, pikir bu Utami sambil badannya masih berkelojotan digenjoti pada tiga lubang kenikmatan miliknya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Aaarrgghh... aaahhhh.. rasain nih...!" Deni meraung sambil menekan kepala bu Utami serapat mungkin. hampir terlepas jilbab di kepala bu Utami. Croott.. croottt..croott..! Air mani Deni menyembur dalam mulut bu Utami hingga ke kerongkongan. Rasanya anyir air mani Deni. Banyak makan ikan kayaknya. Deni cabut batang penisnya lalu terlentang di lantai.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Aaahhh... aahhh... Aaadddooohh... Nih semburan buceng super.. aarrrgghh!" giliran Deska hendak berejakulasi. Deska lalu mencabut penisnya lalu bangun berdiri di atas meja makan, Deska mengarahkan kepala kontolnya ke mulut bu Utami. Utami segera mngocok batang kontol pemuda itu berharap keluar lagi air maninya. Crreeeett.. Creeeeett.. Creeeett! Semburan air mani Deska membasahi pipi mulus lalu meleleh turun ke dagu bu Utami. Utami lalu mengecup kepala kontol Deska, menghisap sisa-sisa sperma yang masih ada. Terasa asin, banyak makan ajinomoto kayaknya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Yudea masih belum menunjukan tanda-tanda kecapekan sedangkan bu Utami sudah sangat tersiksa. Matanya melirik ke arah jam dinding, sudah pukul 8.30 pagi, suami dan anaknya mungkin sudah selesai shalat Ied sedang dalam perjalanan pulang. Tak dapat dibayangkannya apa reaksi mereka mendapati kejadian yang menimpanya. Suaminya pasti terkaget-kaget melihat istri kesayangannya sedang menungging di atas meja sambil anak tetangga sendiri menggenjoti dengan liar lubang dubur istrinya dengan batang kontol yang besar. Anak lelaki kesayangannya juga pasti heran jika sempat melihat ibunya mengerang-erang keras sambil seorang anak laki-laki menghentakan tititnya ke lubang pantat ibunya. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Meja makan yang dibeli suami bu Utami tahun lalu mulai reot, payudara bu Utami mengayun kesana kemari lantaran lonjakan badan pemiliknya tak terkendali. Tiba-tiba Yudea menarik keluar batang penisnya, bu Utami sempat berpikir Yudea akan berejakulasi namun dugaannya meleset. Anak lelaki itu justru memutar badan bu Utami mengangkat terlentang ke atas meja. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Baju serta kain kebaya barunya sudah teronggok kusut di pinggangnya. Jilbab putihnya masih menempel dikepalanya, tanda Islam yang sudah tercemar. Yudea menaiki atas meja mengangkang di antara pangkal paha Utami. Sambil memegangi betisnya, Yudea mendorong kaki Utami ke arah susunya hingga badan bu Utami terlipat dengan posisi lubang dubur terangkat tinggi.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Yudea kembali menjejalkan batang kontolnya yang masih menegang ke lubang pantat wanita itu. Dahi bu Utami mengernyit menahan perih untuk kedua kali, kali ini Yudea menarik batang penisnya sampai ujung sebelum mendorongnya masuk dengan kasar. Rasanya hampir putus usus bu Utami kesakitan karenanya, tangannya menggapai gapai pinggiran meja menggapai apa saja untuk digenggam menahan perih. Tiba-tiba bu Utami melihat Deni dan Deska sudah bangkit kembali berdiri di pinggiran meja, batang penis dua anak itu kembali menegang saat melihat Utami dijamah dengan liar oleh Yudea.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Utami segera menggapai batang penis Deni dan Deska. Dikocoknya dengan kencang mengimbangi rasa perih yang diperoleh dari sodokan Yudea di lubang pantatnya. Deni dan Deska mengerang keenakan diperlakukan demikian.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Aaahhh... oouhh... Selamat hari lebaran Desskaa... aahhh... Gak nyangka lebaran ini kontol kita diservis sama bu Utamiii eeeerrrghhh...!" Deni dan Deska bersalaman di atas badan bu Utami sambil bersamaan tangan bu Utami dengan ganas mengocok penis mereka.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Yudea hanya tersenyum melihat tingkah Deni dan Deska. Keringatnya menetes di atas muka bu Utami, sudah sepuluh menit lebih badan bu Utami terlipat dua, pinggangnya terasa mau copot. Batang penisnya masih ganas mengocok lubang pantat bu Utami. Kaki bu Utami hampir kaku mati rasa, tak pernah sebelumnya dia disetubuhi dalam posisi tersiksa seperti ini.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Aaahhh... aaahhhkkk.. Ya Tuhaann.... aaahhhkkk.. Eerrgghhhh...!" Yudea meraung kencang menandakan hampir berejakulasi, kantung zakarnya terasa perih dan panas menandakan air maninya sudah mendidih siap dikeluarkan.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kemudian dengan tergesa, Yudea mencabut batang penisnya dari lubang dubur Utami, anak itu naik mengangkangi payudara bu Utami. Wanita itu segera memasukan batang penis Yudea ke mulutnya lalu menghisapnya dengan bernafsu.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Eeaaarrgggghhh....! Selamat hari lebaran, Mohon maaf lahir bathin bu Utamiii... aarrrgghhh....aahhhkkk...!" bersamaan dengan ucapan selamat hari raya itu air mani Yudea menyembur memenuhi mulut bu Utami.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Ooouuughhhh... uhuk... uhuk...! uugghhhh...! banyak banget air manimu Yudea... Sebulan gak dikeluarin yah..? Ouugghh..!!" bu Utami melenguh tersedak. Air mani Yudea terasa agak manis, barangkali banyak makan cokelat.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Aaooohh.. bu Utamiii, giliran kami kali ini...! Yeeaaahhhhh..." Deni dan Deska mengerang sambil air mani mereka berlompatan terputus-putus, bu Utami segera mendekatkan batang penis mereka merapat ke mulutnya. Kedua anak itu berusaha mengarahkan semburan maninya mengarah pada mulut bu Utami namun semburan mani mereka tak terbendung berloncatan ke arah wajah bu Utami membasahi kening, hidung, bulu mata, pipi dan dagu. Habis make-up bu Utami yang terpasang cantik sebelumnya berganti dengan lendir pejuh ketiga anak tetangganya. Bu Utami tak menyangka di hari lebaran akan bersarapan dengan air mani anak-anak muda tetangganya. Bu Utami tergolek lemas di atas meja makan dengan wajah belepotan air mani Yudea, Deni dan Deska. Kain jilbab putih hampir terlepas dari kepalanya dengan warna putihnya ternodai tumpahan air mani. Baju serta kebayanya masih menempel ketat di pinggang tanpa dilepas saat disetubuhi ketiga anak laki-laki itu. Yudea, Deni dan Deska kembali memakai pakaian mereka yang berserakan.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Emmm.. Selamat hari Lebaran, bu Utami. Kami pulang dulu ya. Kalau suami udah pulang, titipkan salam kami. Bilang kami sudah kenyang dengan hidangan daging bu Utami, empuk dan gurih... Mohon maaf lahir dan bathin...!" dengan santai Yudea, Deni dan Deska meninggalkan bu Utami yang sudah tidak bertenaga untuk menjawabnya. Utami memejamkan matanya, entah apa yang akan dikatakan pada suaminya saat pulang... </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">--------------------------------------------------</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Jam di tangannya menunjukkan jam 8.50 pagi, tak sabar rasanya Didit ingin bersarapan dengan istri tersayang. Anaknya sibuk merengek ingin pulang pada ibunya. Setibanya di depan pintu tempat tinggalnya, Didit keheranan dengan suara alunan lagu lebaran dari radio tape yang distel kencang-kencang dari dalam. Pintu tempat tinggalnya terbuka lebar.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Baru saja kakinya melangkah masuk, Didit semakin heran dengan ketupat opor yang berhamburan tumpah di lantai. Karpet rumahnya dikotori lauk dan sayur yang pecah wadahnya. Akhirnya mata Didit terpaku pada tubuh istrinya yang terbaring lemas di atas meja makan dengan jilbab acak-acakan serta baju kebayanya tersingkap hingga pinggang,</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Mama... kenapa mama tiduran di atas meja?!" anaknya menggoncang-goncangkan pinggul bu Utami.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Utami! Apa yang terjadi, Sayang...? Siapa yang...?" kata-kata Didit terhenti saat melihat wajah istrinya. Mata Utami terpejam rapat, tampaknya istrinya tertidur karena kecapekan. Wajah istrinya penuh dengan cairan gumpalan lendir yang mulai kering. Didit memegang gumpalan itu dan mengetahui cairan itu air mani laki-laki. Entah milik siapa pikirnya. Yang pasti bukan hanya dari seorang laki-laki karena jumlahnya yang banyak yang masih meleleh keluar dari mulut Utami. Pasti masih banyak menggenang air mani di dalam mulut istrinya itu. Di celah vagina istrinya juga terlihat beberapa gumpalan sperma masih kental. Ada juga bekas air mani di lubang dubur Utami.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Bangsat! Depan belakang istriku disetubuhi!" bentak hati Didit. Tapi yang paling membuatnya shock terperanjat adalah senyuman pada bibir Utami... KEPUASAN!</span>hantumonkihttp://www.blogger.com/profile/17642631795725605946noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1925213797991915871.post-63187665734175045392016-07-10T05:35:00.000-07:002016-07-10T05:35:18.215-07:00Mami dan Anaknya, disetubuhi Sopir<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Novi baru aja pulang dari sekolah. Dia lagi sebal, karena tidak seorangpun yang menjemputnya. Padahal biasanya dia selalu ada yang menjemput, khususnya supir keluarganya. udah ditelpon berkali-kali, mulai dari HP mami nya, HP supirnya, telepon rumah, tetapi tidak ada yang mengangkat. Akhirnya dia putuskan untuk pulang naik taksi. Sesampainya di rumah, Novi segera masuk kedalam dan mencari supir keluarganya. Hendak didamprat.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Putri tunggal memang kadang selalu judes dan manja. Dia melihat mobil yang biasa dibawa sang supir terparkir didalam garasi. Hal itu membuat dia semakin kesal. Dia berpikir sang supir pasti ketiduran. dgn emosi dia segera menuju kekamar belakang tempat supirnya biasa beristirahat. tapi dia tidak menemukan siapapun disana. Bahkan, pembantu-pembantunya yang lain juga kok pada "menghilang". </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Setelah mencari kesana kemari tanpa hasil, Novi akhirnya sedikit reda emosinya. Dia lalu naik ke atas dan menuju kekamarnya. Setelah mengganti baju seragamnya dgn pakaian yang lebih nyaman, dia segera merebahkan tubuhnya ke ranjang. Selama beberapa waktu, diatas ranjang Novi cuman bisa balik kiri, balik kanan. uh.nampaknya dia tidak bisa tertidur. Biar udara dikamarnya cukup sejuk, ada sesuatu yang menghalanginya tertidur. Entar kenapa dia merasa ada yang mengganjal didalam hati. Kemudian dia mendengar suara pintu kamar ortunya dibuka. "Wah, mami dirumah to.", demikian pikirnya. Dia lalu meloncat turun dari ranjang dan keluar dari kamar. Novi hendak "mengajukan" keluhan karena tidak seorangpun yang menjemputnya dari sekolah. Begitu dia keluar kamar, wah.dia cuman melihat sang supir keluar dari kamar ortunya dan menuju ke tangga. Melihat ada Novi disana, supir itu nampak terkejut. dgn cepat Novi menanyakan, kenapa kok tadi dia tidak dijemput. Yudi, sang supir, sedikit gelagapan dgn pertanyaan itu. Intinya dia minta maaf karena tidak bisa menjemput karena ada sedikit keperluan. Lalu dia buru-buru pamit dan turun ke bawah. Novi bahkan tidak sempat bertanya untuk apa dia ada didalam kamar ortunya. Curiga kalo Yudi mengambil sesuatu dari dalam kamar tersebut, Novi segera menuju kesana dan masuk kedalam. Wah, ternyata didalam ada mami nya yang sedang tertidur pulas. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Novi jadi berpikir macam2. Jangan-jangan ada sesuatu antara mami nya dgn Yudi. dgn perasaan tegang, dia mengawasi isi dari kamar tersebut. Hatinya semakin gundah. Di lantai kamar nampak berserakan kaus dan rok yang biasa dipakai mami nya. Juga tergeletak sepotong bra hitam dan CD hitam. Duh. Masa sih mami nya selingkuh dgn Pak Yudi? Demikian pikirnya. Tiba-tiba mata Novi berkaca-kaca. Dia sungguh tidak menyangka, kalo mami nya sangat mungkin ada affair dgn Pak Yudi, supirnya sendiri. Bibirnya bergetar, menahan tangis yang bisa meledak kapan saja. Akhirnya, karena tidak kuat menahan perasaannya, dia segera berlari kedalam kamarnya sendiri dan menangis sejadi-jadinya. Hatinya terasa hancur. mami nya, yang selama ini selalu memberi nasehat tentang kesetiaan, tanggung-jawab dan moral ternyata gak lebih dari seorang wanita yang selingkuh terhadap papinya. Novi merasa sangat kesal dan perasaannya remuk redam. — udah beberapa hari ini Novi bersikap dingin kepada mami nya. Jika diajak bicara, Novi cuman jawab seadanya, itupun dgn nada datar. Tentu sang ibunda merasa sedih, apalagi dia tidak mengetahui alasan yang sebenarnya. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ngentot Memek Mami dan Anaknya, Sopir Menang Banyak, Cerita Sex</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Minggu demi minggu pun berlalu. tapi rasa kesal dan dendam dihati Novi masih belum juga hilang. Dia lalu bertekat ingin memergoki secara langsung saat mami nya berselingkuh dgn Pak Yudi. Akhirnya datang juga saatnya. Waktu itu, sekitar bulan November beberapa tahun yang lalu. Sepulang dari sekolah, dia lalu mengendap-endap naik kelantai atas dan berjalan menuju ke kamar ortunya. Jantung berdegub semakin kencang, mendengar suara rintihan mami nya dari dalam kamar. Novi lalu menempelkan kupingnya ke pintu kamar. Selain suara mami nya, dia juga mendengar desahan penuh nafsu dari seorang lelaki. Ya, dia mengenali suara itu. Itu suara Pak Yudi! GUBRAK ! Novi membuka pintu kamar ortunya dgn keras sampai membentuk tembok kamar bagian dalam. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dia lalu menatap tajam kearah ranjang dgn penuh emosi. Duh, katanya jantungnya serasa ingin copot, berdegub terlalu keras. Dia melihat mami nya sedang terlentang tanpa busana diranjang. Supirnya, Pak Yudi sedang asyik ngentot memek nya dari atas. Mereka masih dalam posisi berpelukan dan berciuman bibir saat Novi tiba-tiba menyeruak masuk. Ibunda Novi tentu sangat kaget tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Semua udah terlambat. tapi Pak Yudi masih terlihat tenang, serasa tidak terjadi apa-apa. Dia masih asyik ngentot tubuh mami nya Novi dgn santai, seakan memang sengaja ingin menunjukkan hal itu. Saya tidak tahu persis apa yang terjadi dgn mami nya dan Pak Yudi (karena tidak ada ceritanya). Yang pasti, setelah melihat itu, Novi segera kembali kedalam kamar, menangis dgn keras. Besok paginya, saat Novi bangun, diamelihat mami nya udah berdiri ditepi ranjang, membelai kepalanya dgn lembut. dgn perasaan muak, dia membuang muka dan segera turun dari ranjang. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sambil menangis, mami nya ingin mengajaknya berbicara tapi Novi tidak menghiraukannya. Didalam hatinya udah tidak ada lagi yang namanya respek/hormat. Yang ada hanyalah perasaan kesal, kecewa dan dendam. — "Pak Yudi, kenapa kamu affair sama mami ?", tanya Novi ketus. Saat itu, mereka sedang didalam mobil, sepulangnya Novi dari sekolah. Awalnya, Pak Yudi tidak menanggapi pertanyaan anak majikannya itu. tapi, karena terus didesak dgn nada yang ketus, akhirnya Pak Yudi menjawab juga. "Lha, mami kamu yang mau kok.", ujarnya enteng.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Bohong ! Ga mungkin mami mau sama orang kayak kamu!", sahut Novi ketus. Pak Yudi terkekeh. "Terserah Nov. Mau percaya ya udah, ga percaya ya udah. Tapi lah wong begitu kenyataannya.", ujar Yudi.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Coba kamu pikir lah Nov. Mana berani saya menggoda mami kamu kalo dia nggak kasih tanda dulu." "Maksudmu?", tanya Novi lagi, masih dgn nada ketus.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Ya mami kamu yang mau sama saya. Saya cuman melayani kemauan ibu saja. Soalnya mami kamu kan ada kebutuhan, sedang bapak ngga bisa kasih.", ujar Yudi. "Awalnya mami kamu bilang cuman mau ‘pegang2? saja. ya saya sih nurut aja sama mami kamu. Ga tahunya kita maen beneran. Eh, Trus mami kamu ketagihan ama saya.", ujarnya lagi, sambil tertawa ringan. "Mungkin saya ini menarik dimata mami mu." Yudi memang cukup ganteng. Usianya masih muda, sekitar 23 tahun. Badannya cukup tegap dan berkulit gelap, mungkin karena dulu dia pernah sebagai pekerja kasar seperti kuli bangunan / kuli angkut barang di pasar induk (berjemur). Novi terdiam. Papinya memang jarang pulang dirumah. Suara bising lalu-lintas samar-samar masih terdengar. gak lama kemudian, mereka sampai dirumah. Novi segera masuk kedalam rumah, sedang Yudi membuka bagasi mobil dan mengambil barang-barang bawaan Novi dari sekolah tadi. Cukup banyak barangnya, soalnya semuanya itu adalah untuk keperluan bazaar di sekolah. Setelah meletakkan tumpukan barang-barang tersebut digarasi, Yudi menunggu Novi diruang tamu bawah, menunggu kepastian mau disimpan dimana peralatan masak tersebut. Setelah ditunggu selama beberapa menit, nampaknya tidak ada tanda-tanda Novi turun dari atas. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">gak sabar menunggu, dia lalu beranjak dari kursi dan naik keatas menuju ke kamarnya Novi. Setelah pamit dan masuk kedalam kamar, Yudi melihat Novi sedang duduk termenung ditepi ranjang. Dia masih memakai seragam sekolahnya. Kondisi mental Novi saat itu sedang hancur. Dia tidak tahu lagi tentang panutan hidup. Yudi lalu ikutan duduk disampingnya. Entah kenapa tiba-tiba ada keinginan dari dirinya untuk menikmati Novi juga. Dia lalu mengajak Novi bercakap-cakap. Perlahan tapi pasti, Yudi merasa "pertahahan" Novi semakin mengendor. Dia udah bisa bercanda, walau masih dalam takaran yang minim. Saya tidak tahu bagaimana ceritanya, yang pasti kemudian Yudi udah berhasil menciumi Novi. Tangannya pun bergerilya, meremasi payudara gadis cantik ini. Yudi lalu pelan-pelan membuka kancing kemeja seragam sekolah Novi. gak ada reaksi penolakan. Yudi semakin bersemangat. Setelah berhasil melepas kemejanya, dia lalu memeluk Novi dan menciuminya dgn penuh nafsu. Novi cuman diam saja sambil memejamkan mata, membiarkan tubuhnya dijamah oleh supirnya ini. gak puas sampai disini, Yudi lalu melepas bra putih yang dipakai oleh Novi. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Setelah itu, dia segera menyedot puting payudara Novi dgn penuh nafsu. Bagi Novi, ini adalah pertama kalinya seorang lelaki menyentuh tubuhnya. Dia belum pernah pacaran. Beberapa menit kemudian, yang bisa diceritakan adalah Novi udah dalam keadaan bugil. Yudi juga demikian. Segera direbahkannya Novi keranjang dan Yudi pun mulai mempraktekkan keahliannya. Dijilat dan disedotnya memek Novi yang masih perawan itu dgn penuh gairah. Novi cuman mengerang kecil, menahan rasa nikmat untuk pertama kalinya. Setelah Yudi merasakan memek Novi udah siap, dia lalu melepas celana dalamnya dan menyembulah senjata andalannya. Ukurannya yang cukup besar membuat Novi terbelalak. "Tenang saja. mami kamu menyukai kontol ku ini lho. Aku jamin kamu juga bakal suka.", ujar yudi enteng, menyeringai. Dia lalu menggesek-gesekkan kontol nya yang kokoh itu pas dibelahan memek Novi yang semakin basah. Novi melenguh. Dia baru pertama kali ini melihat kontol seorang lelaki dan lagi kontol tersebut sekarang sedang digesekkan ke alat vitalnya. Karena udah tidak sabar ingin ngentot Novi, Yudi lalu memposisikan kontol nya pas didepan lubang memek tersebut dan mendorongnya. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Novi tersentar kedepan, dia merasakan sakit dimemek nya. Yudi lalu mencoba untuk menusuknya sekali lagi tapi gagal. "Kamu masih perasan ya Nov?", tanya Yudi penuh harap. Novi menganggukdgn lemah. Kita bisa melihat sebuah senyum penuh kemenangan merias wajah Yudi. "Sip Nov. Nanti sakit bentar aja kok, abis itu pasti minta lagi. Hahaha", tawa Yudi. Dia lalu dgn segera menusukkan kontol nya kedalam memek Novi yang masih sempit itu. Novi berteriak kesakitan saat alat kelamin Yudi yang kokoh itu mulai masuk dan membelah memek nya. Erangan kesakitan Novi malah menambah nafsu supirnya itu. Lalu dgn sodokan penuh tenaga, Yudi memasukkan seluruh kontol nya kedalam memek gadis amoy ini. "Oh.", erangan penuh nikmat dari Yudi diiringi oleh teriakan kesakitan oleh Novi. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Meleleh-lah air mata gadis cantik ini. Hatinya semakin kacau. Dia tidak menyangka bisa berbuat sampai sejauh ini. Dia tidak menyangka bahwa lelaki pertamanya, lelaki yang merenggut keperawanannya adalah supirnya sendiri. Yudi dgn ganas mengkocok kontol nya didalam memek Novi. Dia merasa di "surga" dunia, ngentot seorang gadis cantik yang masih perawan. Diciumnya bibir Novi dgn penuh gairah. Novi cuman diam sambil mengerutkan dahi menahan sakit dimemek nya. tapi setelah beberapa waktu kemudian, perlahan-lahan Novi merasakan ada yang aneh. Rasa sakitnya berangsur-angsur menghilang dan dia merasakan sebuah sensasi kenikmatan sex yang semakin lama semakin kuat. Yudi terus ngentot gadis ini dgn penuh gairah. "Uh.kamu sexy sekali Nov. Sama putihnya kayak mami kamu.uh.tapi lebih enak.", ujar Yudi. Novi cuman diam saja. Dia semakin menikmati dirinya ngentot dgn kasar oleh supirnya ini. Menit demi menit berlalu. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tiba-tiba Novi merasakan ada denyutan yang menggelora dari dalam tubuhnya. Dia tidak tahu apa itu, tetapi gelora itu semakin lama semakin kuat. Erangan sensual semakin terdengar keras keluar dari mulutnya. Yudi keliatannya mengerti. Dia semakin kerasa mengkocok kontol nya didalam memek Novi sambil kedua tangannya meremas dgn gemas payudara Novi yang putih itu. "Oh.oh.mas.ah.", desah Novi, semakin sering. Akhirnya, dgn sebuah sentakan kebelakang, memek Novi mencengkeram dgn keras kontol gede Yudi yang sedang berada didalam. Novi memeluk Yudi dgn erat sambil menyambut datangnya orgasme dia yang pertama. Beberapa detik kemudian, gelora kenikmatan sex itupun menurun. Mata Novi masih terpejam, merasakan nikmatnya orgasme yang baru saja dia dapatkan. Yudi tidak tinggal diam. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dia lalu ngentot memek Novi dgn kontol gede nya keras dan cepat. hingga kerasnya, sampai toket Novi bergoyang kedepan dan kebelakang mengikuti irama gerakan sang supir itu. Sensasi sex yang hebat itu membuat Yudi Tanpa menunggu terlalu lama, dia lalu mencabut kontol nya dan mengkocoknya. Dia lalu mengerang dgn penuh nikmat sambil menyemprotkan peju nya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Selama beberapa detik dia menikmati sensasi sex tersebut. Setelah selesai, dia pun merebahkan dirinya keranjang. Nafasnya masih tersengal-sengal. Novi diam saja sambil menoleh ke samping, memandangi supirnya. — "Enak kan non? Makanya mami kamu sampe ketagihan.", ujar yudi sambil senyum. Novi diam saja sambil membersihkan ceceran sperma disekujur tubuhnya, diwarnai oleh merahnya darah yang keluar dari memek nya. Yudi lalu mengenakan pakaiannya dan keluar dari kamar, meninggalkan Novi sendiri didalam sambil menangis, menyesal atas apa yang udah terjadi. Sejak saat itu, Yudi semakin betah bekerja di keluarganya Novi. Dia dapat dgn mudah mendapatkan sex gratis. Dari mami nya Novi, dia mendapat uang sebagai balas jasanya. Sedangkan dgn Novi, dia bisa mendapatkan seks kapanpun dgn seorang gadis muda yang cantik. Sampai suatu saat, Novi akhirnya hamil. Rekan-rekan dapat membayangkan betapa murkanya sang ayah dan ibunya. Sidang keluarga segera digelar dan terbongkar bahwa Yudi adalah sang ayah dari bayi yang dikandung didalam rahim Novi. Walau Yudi bersedia bertanggung-jawab, tapi orang tua Novi tidak bisa menerimanya. Karena kesal tidak mendapat restu menikah dgn Novi, Yudi akhirnya membongkar juga skandal dgn sang ibunda. Tambah nggak karuan deh.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"> </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Orang tua Novi akhirnya bercerai. Karena sebenarnya pihak yang kaya adalah dari mami nya Novi, ayah Novi diberi pembagian harta gono-gini dan keluar dari rumah. Yudi dipecat dgn tidak hormat dari pekerjaannya. Cerita paling santer yang saya dengar adalah Novi dibawa ke luar negeri untuk menggugurkan kandungannya. Setelah itu, dia melanjutkan studi SMU-nya yang tertinggal di luar negeri juga. Terakhir saya ketemu dgn Novi beberapa hari yang lalu. Wajahnya nampak segar. Tubuhnya sedikit gemuk, tapi justru menambah keseksiannya. Hehehe. Dia sekarang udah bekerja di sebuah perusahaan asing di LN. Dia berkata bahwa pengalaman buruknya adalah sebuah pelajaran. Dia berharap tidak ada seorang gadis pun didunia ini yang melakukan kesalahan setolol itu. Hm.baguslah. Let’s hope !!</span>hantumonkihttp://www.blogger.com/profile/17642631795725605946noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1925213797991915871.post-10820629891185942512016-07-10T05:25:00.004-07:002016-07-10T06:01:29.852-07:00Istri Threesome dg ABG<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Namaku Tita, kali ini aku kembali menceritakan kisah sex-ku. Kejadian ini terjadi sekitar 2 tahun lalu, usiaku saat itu 33 tahun. Aku bisa dikatakan maniak klo masalah sex, suamiku gak bisa memuaskan nafsuku. Aku kehilangan keperawanan pada usia 17 tahun.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku memiliki tinggi badan 160 cm ditunjang berat badan sekitar 48 kg, kulitku berwarna kuning langsat. Rambut lurus milikku yang berwarna hitam dengan panjang sebahu menghiasi wajahku yang manis, awet muda dan tentunya seperti wanita muda. Kulit mulus dan putih, wajah lumayan cantik. Ukuran toket ku juga cukup besar, pantat yang montok dan pinggang ramping. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kejadian yang aku alami adalah sebuah kejadian yang nggak disengaja, tetapi membawa kenikmatan yang luar biasa. Saat itu hari Jumat, aku baru pulang dari kantor sekitar jam setengah 6 sore. Aku pulang sendirian dengan menaiki mobil omprengan menuju rumahku. Udara yang dingin dan awan yang mendung saat itu, membuat aku kuatir akan turun hujan deras. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">sebab jalur terakhir yang dilewati omprengan tersebut masih cukup jauh dari rumahku, aku turun di jalan dan mengambil jalan pintas untuk sampai ke jalan raya, kemudian naik angkot dari situ. Tapi sebelum sampai jalan raya, tiba-tiba hal aku kuatirkan terjadi, hujan turun sangat deras. “Aduh! Mana aku nggak bawa payung lagi…” keluhku. sebab bukan daerah pertokoan, maka aku nggak menemukan adanya tempat yang bisa digunakan untuk berteduh. Aku sempat bingung, sebab aku hanya menggunakan tas kerjaku yang bisa untuk menutup bagian kepalaku saja. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Akhirnya di saat aku mencari-cari tempat berlindung dari hujan, aku melihat bangunan rumah yang sudah cukup tua, tapi bisa aku gunakan untuk berteduh, Aku berlari kecil kerumahitu,sesampainya disitu aku berteduh di depan terasnya. Hari itu aku memakai pakaian kemeja putih dan rok yang pendeknya sedikit di atas lutut berwarna hitam. Kemeja putihku yang nggak sempat terlindung dari guyuran hujan menjadi basah, braku terlihat sedikit tembus. Untung saja braku berwarna putih, jadi nggak terlalu kontras dengan kemejaku. Namun tetap saja aku terlihat cukup sexy dengan pakaianku ini. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku baru memperhatikan kalau nggak ada orang di daerah itu. Padahal daerah perumahan ini biasanya cukup ramai oleh orang yang lalu lalang. “Mungkin sebab hujan deras orang jadi malas keluar…” pikirku. Sambil menunggu hujan reda, aku mengisi waktu dengan browsing internet lewat HP-ku. Sedang enak-enaknya melihat status teman-temanku di Facebook, tiba-tiba dari dlm rumah yang aku gunakan untuk berteduh, muncul seorang anak yang aku taksir umurnya masih sekitar 17-18 tahun. Penampilannya lusuh dan nggak terurus, seperti anak jalanan. Anak itu tersenyum ramah kemudian menyapaku “Kehujanan ya bu…?” “Iya nih Dik, mana makin deras saja hujannya…” jawabku sambil membalas senyumannya. “Masuk aja ke dlm rumah bu…” dengan sopan anak itu mempersilahkan aku masuk. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku sempat segan untuk mengikuti ajakannya, tapi setelah aku pikir-pikir udara diluar sangat dingin dan hujannya juga semakin bertambah besar. Lagipula, aku juga nggak sempat berpikir yang aneh-aneh tentang anak ini. Akhirnya aku masuk juga mengikuti anak itu. Sesampainya di dalam, rumah itu ternyata kotor sekali dan sudah nggak terawat, nggak jauh berbeda dari penampakan luarnya. Di dalamnya juga nggak ada perabotan sama sekali, sekilas yang aku lihat hanya ada tumpukan baju-baju kotor, botol-botol bekas dan gitar kecil yang bergeletakan begitu saja di bawah. Ternyata anak itu nggak sendirian, aku melihat ada satu anak lagi yang sedang tidur-tiduran beralaskan lembaran-lembaran kardus bekas. Melihat kedatanganku anak tadi langsung terbangun. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Anak itu juga aku taksir usianya nggak jauh berbeda dengan yang pertama tadi. Aku memperkenalkan diri ke mereka, kemudian aku tanya nama kedua anak tersebut. Anak yang mengajakku masuk mengaku bernama Tono dan yang sedang tidur-tiduran tadi bernama Dodo. Kemudian Tono mempersilahkanku duduk lesehan beralaskan lembaran-lembaran kardus yang tadi digunakan Dodo untuk tidur-tiduran. sebab aku melihat kelakuan mereka berdua sopan dan ramah, aku mulai merasa nyaman untuk ikut bergabung dengan mereka. Aku membuka sepatu kerjaku, menaruh tasku dan ikut duduk bersama kedua anak itu di atas kardus. Aku mengajak mereka berdua mengobrol, dari obrolan itu akhirnya aku tau, kalau rumah ini sudah lama kosong ditinggal penghuninya. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dan seperti dugaanku sebelumnya, keduanya adalah anak- anak jalanan. Sebelumnya, mereka tinggal berpindah-pindah, mulai dari emperan toko sampai kolong jembatan. Sehingga ketika menemukan ada rumah kosong, mereka memanfaatkannya untuk tempat tinggal. “Pantas saja mereka bisa tinggal di dlm rumah ini seenaknya” kataku dlm hati. Mereka juga nggak tinggal bersama dengan keluarganya, sebab mereka nggak pernah tau siapa keluarga mereka. Walaupun seharusnya mereka sudah duduk di bangku SMP, namun keduanya mengaku nggak pernah merasakan bangku sekolah sejak kecil. sebab menurut mereka, untuk mencari uang makan saja sudah sangat sulit. Mereka memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan cara mengamen di jalanan dan angkutan umum, walaupun terkadang mereka juga nggak jarang untuk mengemis. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Mereka juga bertanya kepadaku mulai dari dimana aku tinggal, tempat aku bekerja, sampai apakah sudah punya pacar atau belum. Setelah aku perhatikan, Tono yang berambut keriting, memiliki muka bopengan khas anak jalanan, badannya yang kurus dipadu dengan kulitnya yang hitam legam sebab terjemur sinar matahari, tinggi badannya sama dengan aku, mungkin sekitar 160 cm. Sedangkan si Dodo, nggak lebih tinggi dari temannya, tingginya sekitar 165 cm, kepalanya botak seperti tuyul, kulit hitam, wajahnya lebih buruk dari Tono dan ditambah lagi giginya yang tonggos. Selagi asyik mengobrol dengan mereka, aku sesekali menangkap mata Tono dan Dodo berusaha mencuri-curi melihat ke arah pahaku maupun dadaku. Mungkin sebab kemejaku yang tembus dan rokku yang sedikit terangkat sebab duduk lesehan. Tapi aku berpikir anak umur segitu memang sedang penasaran dengan lawan jenisnya. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Apalagi anak jaman sekarang yang lebih cepat dewasa. Aku kemudian jadi teringat pengalaman sex ku waktu ngentot dengan adik kandung ku, makanya aku juga jadi agak horny dan berpikiran aneh-aneh. Aku tiba-tiba nyeletuk “Hayo, kalian lagi pada lihat-lihat apa? Masih pada kecil udah lihat-lihat kayak gitu…” Mereka tersipu dan tertunduk malu. Mereka diam, nggak berani menjawab pertanyaanku. “Emang kalian udah pada ngerti? Kok udah berani lihat-lihat ke tubuh Ibu sih?” lanjutku. “Udah ngerti dong bu! Soalnya Ibu Tita tuh orangnya manis, ditambah lagi bajunya tembus… kontol saya jadi ngaceng neh…” jawab Tono dengan kata-katanya yang kasar tapi polos. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku juga bisa maklum sebab dia anak jalanan, jadi pasti omongannya memang kasar seperti itu. Tapi gila juga, ini anak masih kecil, tapi udah berani-beraninya ngomong kayak gitu ke wanita yang lebih dewasa. Tapi justru hal itu yang semakin menambah keisenganku. Terus aku meledek lagi ke mereka “Ibu gak percaya kalo itu-nya kalian udah bisa berdiri. Kan kalian berdua masih kecil…?” Mungkin karena merasa tertantang dan nggak terima dibilang seperti itu, tiba-tiba Tono berdiri di depanku lalu berkata “Kita taruhan aja ya bu. Kalo ternyata omongan Ibu yang benar, alias punya kita belum bisa berdiri, kita janji gak akan lihat-lihat tubuh Ibu lagi. Tapi kalo ternyata kontol kita bisa berdiri, Ibu mau ngasih apa…?” Gila juga anak ini membuat aku jadi benar-benar bingung mau jawab apa. Akhirnya aku bilang “Gak tau ah. Ibu bingung nih…! Terserah kalian aja deh mau minta apa kalau kalian menang taruhan…” Lalu Tono berbisik-bisik kepada Dodo. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sepertinya mereka sedang membicarakan sesuatu yang nggak baik, sebab aku melihat Tono dan Dodo berdiskusi sambil tertawa tertahan. Setelah selesai berdiskusi, akhirnya Tono berkata “Ibu Tita mau tau kontol kita bisa ngaceng apa nggak kan? Berarti Ibu harus lihat kontol kita berdua. Nah, kalo kita yang menang gimana kalo sebagai taruhannya kita juga gantian melihat memek nya Ibu?” “Dasar bocah cabul!!!” umpatku dlm hati. Terus terang aku kaget dengan permintaan mereka, aku nggak menyangka kalau Tono akan bicara seperti itu. Tapi karena sudah telanjur bilang terserah sama mereka, makanya aku dengan nada malas-malasan bilang iya saja. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Lalu Tono yang masih berdiri didepanku mulai memelorotkan celana pendek dan juga celana dalamnya. Dan hal yang tadinya aku ragukan ternyata benar-benar terjadi. kontol Tono ternyata sudah mengacung tegak dan besar berurat! sebesar pergelangan tangan ku kurang lebih.. Berarti aku hanya tinggal berharap kalau kontol Dodo nggak akan berdiri. Melihat Tono sudah membuka celananya, Dodo pun pelan-pelan juga mulai membuka celana pendeknya yang dekil, beserta celana dalamnya. Aku benar-benar merasa deg-degan, apalagi saat aku melihat kontol Dodo justru lebih besar, gemuk, tegak dan lebih menantang dibanding punya Tono. Aku taksir panjang kedua kontol mereka sekitar 17-20 cm, tidak sesuai dengan anak seusianya, aku kaget juga.. tapi tetap saja aku kalah taruhan. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sekarang tubuh mereka berdua hanya ditutupi oleh baju yang sudah lusuh dan kotor. Aku sangat berharap mereka nggak jadi menagih ‘janji’ taruhanku. Tapi ternyata kenyataan berkata lain. “Sekarang giliran kita yang lihat memek nya Ibu Tita. sebab ibu kalah taruhan, dan harus nepatin janji ke kami…” sambil tersenyum nakal Tono mengatakannya kepadaku. Aku nggak bisa berkata apa-apa lagi selain bilang “Ya udah deh Ibu mengaku kalah. Sekarang kalian boleh lihat punya ibu deh. Tapi kalian buka rok ibu sendiri ya…?” “Ibu Tita tiduran aja, biar kita lebih enak ngeliat memek ibu…” Dodo pun ikut ambil suara. Mungkin sebab aku juga sudah terangsang, makanya aku menurut saja. Aku berbaring di lembaran-lembaran kardus yang sudah lusuh itu. Tono mulai memegang ujung rokku dan pelan- pelan menyingkapnya ke atas sampai batas pinggang. Aku benar-benar merasa malu sekaligus terangsang sebab kejadian ini. Aku memilih memejamkan kedua mataku saja, nggak lama kemudian aku merasakan ada tangan yang menarik celana dalamku ke bawah sampai batas mata kakiku. Di tengah-tengah aku sedang memejamkan mata, aku mendengar salah satu dari mereka berbisik ke yang lain “memek ibu Tita bentuknya bagus…! Masih rapet, botak lagi… Beda banget sama memek cewek yang sering kita liat di majalah bekas ya!?” “Sialan! Masa memek ku dibandingkan dengan milik cewek di majalah murahan sih..!” aku menggumam kesal. Aku yang penasaran dengan yang mereka lakukan, memberanikan diri untuk membuka mata. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sungguh kejadian yang sangat membuatku deg-degan. Aku melihat kedua anak itu sedang melihat memek ku dari jarak yang sangat dekat. Aku sangat malu, bagaimana tidak, memek ku yang licin tanpa bulu sedang dilihat oleh dua orang anak, dimana mereka masih di bawah umur. Namun mungkin hal itu yang membuatnya menjadi sensasi tersendiri. Aku kembali memejamkan mataku, tapi nggak berapa lama aku terpejam, aku merasakan ada tangan yang menyentuh bibir memek ku, aku kaget dan terlonjak. Aku membuka mataku dan berteriak “Eh! Apa- apaan kamu Do!! Kan Ibu bilang perjanjiannya kalian cuma ngeliat aja! Gak lebih kan…?” kataku dengan nada tinggi karena marah. “Tolong dong Ibu Tita, kita pengen banget ngerasain megang-megang memek . Dikit aja kok! kita kali ini janji deh cuma megang aja. Boleh ya Bu…?” kata Dodo dengan nada memohon. “Ngeliatin memek ibu Tita bikin kita tambah konak sih…” timpal Tono. Entah kenapa saat itu aku hanya bisa berkata “Ya udah. Tapi beneran ya cuma megang doang? Sebentar aja dan jangan minta macam-macam lagi…” Mendengar jawabanku, wajah mereka langsung terlihat senang. Tanpa berkata apa-apa lagi, mereka langsung berebut untuk menyentuh memek ku, jari-jari mereka yang kasar dan kotor mengelus-ngelus bibir memek ku. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku mulai merasa terangsang, kakiku yang awalnya hanya lurus saja, pelan-pelan semakin aku lebarkan. Sekarang kakiku sudah dlm posisi mengangkang, sehingga tangan-tangan mereka berdua dapat lebih leluasa. Sungguh pemandangan yang mengusik birahi, seorang wanita kantoran berparas manis dan imut, berkulit bersih, sedang dikerjai oleh dua orang anak jalanan yang berpenampilan kumal. “Gitu dong bu, mulai nikmatin yah? Asyik kan…!” ejek Tono. “Dijamin deh kita berdua pasti muasin Ibu Tita…” Dodo ikut menambahkan sambil terus mengelus-elus memek ku. “Sial! Sekarang aku benar-benar terangsang!” aku mengumpat diriku dlm hati yang mulai menerima rangsangan-rangsangan yang di berikan kedua anak ini. “memek Ibu Tita masih rapet banget…!! Dodo pasti betah banget maenan memek ibu seharian…” puji Dodo yang nggak aku tanggapi. Entah jari siapa yang mulai menempel mengikuti jalur belahan memek ku dan gak lagi hanya sekedar menyentuh-nyentuh ataupun menggesek-gesek bibir memek ku. Jari-jari mereka itu sesekali didesak-desakan masuk, sekaligus berulang kali mencari klitorisku dan memainkan jarinya disana. Cukup lama dirangsang oleh kedua anak jalanan itu, memek ku mulai terasa basah. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Secara nggak sadar, aku mulai mengeluarkan lenguhan- lenguhan nikmat. Aku benar-benar sudah nggak ingin menghentikan perbuatan mereka, dan mereka sepertinya tau kalau aku sudah terangsang berat sehingga mereka semakin berbuat berani. “Ouuhh.. Aaah.. Aaaahh…” aku merintih saat jari- jari mereka bermain semakin liar di dlm memek ku. “Ibu Tita tadi gak mau, tapi begitu udah dipegang-pegang memek nya malah keenakan…” ujar Tono bernada meledek. Dodo sepertinya nggak mau lagi berebut dengan Tono untuk menjamah memek ku. Sekarang Dodo mulai memindahkan tangannya untuk menelusup kebalik kemejaku yang masih dlm keadaan tertutup. Aku memek ik pelan saat tangan Dodo menemukan gundukan kembar di dadaku. Rangsangan di tubuhku semakin menjadi-jadi. “Ahhh… kalian nakaaal bangett siiihhhh…” aku mendesah semakin kencang. Tangan Dodo kemudian mulai membuka satu- persatu kancing kemejaku. Dan setelah semuanya terbuka dia menariknya ke atas. Tanpa aku sadari, akupun membantu dengan sedikit mengangkat punggungku dan meluruskan tanganku keatas sampai kemejaku lepas. Kemudian Dodo melanjutkan dengan melepas Bra-ku sebelum melemparnya entah kemana. “Wuih, teteknya mantep banget! Biar kecil tapi kenceng…!” sahut Dodo sambil meremas toket ku dengan gemas. Kini aku hanya tinggal memakai rok, yang sudah tersingkap dipinggangku. Sementara Tono masih sibuk memainkan jari-jarinya di memek ku. Kadang ia memainkan klitorisku, memek ku pun makin basah olehnya. Di saat bersamaan, Dodo mulai memilin-milin putingku, dirangsang seperti itu aku benar-benar sudah terangsang hebat. “Enak gak bu teteknya diisep kayak gini…? Mmmhhh…. Mmmmhh…” tanya Dodo sambil terus menyusu di dadaku. “Aaah i.. iya-a… e-e-enaaakk.. bangeeeettt..” kataku tersengal-sengal. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">memek dan toket ku sekarang sedang dipermainkan secara bersamaan oleh anak-anak kecil, tapi aku nggak berdaya sebab nafsuku yang memuncak sehingga aku nggak mampu menolak perbuatan mereka. Dodo fokus meremas-remas toket ku, nggak hanya diremas-remas tapi juga memuntir-muntir putingku. Dengan leluasa Tono menggesek-gesek bagian tubuh yang paling rahasia milikku itu. Hampir 5 menit kini liang memek ku sudah becek dan menimbulkan bunyi kecipak sebab gerakan jari-jari Tono yang semakin terbiasa. “Aaahh.. jangan dilepas…” jeritku saat tangan Tono mengangkat tangannya dari memek ku yang sudah basah itu dan bergerak mengelus-elus paha dan meremas pantatku. Lalu dengan jarinya, Tono menggerayangi lagi bibir memek ku yang sudah terasa becek itu dan menggesek dengan cepat. Aku melenguh penuh nikmat sambil meregangkan badanku, lalu tersentak hebat saat jari itu menusuk masuk dan menemukan klitorisku. Sambil menggigit bibir dan memejamkan mata, aku berusaha menahan orgasmeku. Aku nggak pernah mengira bahwa diriku dapat dibuat hampir klimaks oleh seorang anak kecil. Jari Tono bergerak semakin cepat menggesek-gesek bibir luar memek ku dan kadang-kadang menekan-nekan klitorisku. Kini Tono mulai memasukan jarinya untuk membelah memek ku. Jarinya mulai menusuk masuk, aku reflek mendesah ketika jemarinya ia desak masuk. Aku menatap lirih pada Tono, aku hanya bisa pasrah saat Tono mendesakkan jemarinya lagi ke dlm memek ku. Aku dapat merasakan bagaimana jari kecilnya itu seolah sebuah kontol yang masuk dlm memek ku, sedikit demi sedikit jari tengahnya itu masuk lebih dlm lagi, aku hanya bisa mengigit bibirku lebih keras lagi, sementara desahan-desahan pelan masih saja keluar dari mulutku. “Emmm…Enak Ton… Uhhh” kataku membisik. Basahnya memek ku oleh cairan cinta membuat Tono kian mudah mengerjaiku, jarinya tertambat di dlm sebelum mulai bergerak naik turun. Seolah ada kontol yang sedang ngentot memek aku, kakiku menjadi begitu lemas, jarinya begitu cepat merangsangku. Sampai akhirnya akupun nggak kuat lagi untuk menahan rangsangan terus- menerus dan sepertinya aku sudah akan mencapai orgasme. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tubuhku mengejang kuat dan tanganku mencengkeram ujung kardus. “Enak ya bu diginiin??” tanya Tono. “Aagghhhhhh tonn…!! Ssssshhhh… Enaaaakk bangeeettt… Ougghhh… Teruusss Ton… Jangan berhentiii…. tonnn…!! Aaahhh…. Ibu keluaarrr Ton…” aku meneriakkan namanya saat hampir mencapai orgasme. Pantatku sampai terangkat ke atas ketika akhirnya aku meraih orgasmeku. Aku merasa lemas, keringat bercucuran di tubuhku padahal saat itu udara cukup dingin. “Ibu Tita kok cepet banget keluarnya sih…!? memek nya jadi becek gini…” ejek Tono saat aku mencapai orgasmeku. “Din… Aaah… Habisnya kamu… Hebaaat banget…. Aaaah… ibu gak bisa naha-an lama- a…” jawabku sambil terengah-engah. “Dod, gue udah ngebuat ibu Tita ngecrot dong…!! Hahahahaha” tawa nakal Tono menggema di seluruh ruangan. Mungkin karena lelah memainkan memek ku, Tono menghentikan gesekan tangannya. Tapi Dodo yang nggak mau kalah dengan temannya bukannya berhenti, dia malah mulai mengganti tangannya dengan bibirnya, dia menunduk, mendekatkan mukanya ke toket ku, dan sejurus kemudian puting sebelah kananku sudah dilumatnya. Sedangkan toket ku yang kiri diremas-remas dengan oleh tangannya yang hitam. Pelan-pelan libidoku mulai bangkit lagi akibat rangsangan dari Dodo pada toket ku. Putingku kini sudah mancung dan mengeras. Tangan Dodo terus meremas-remas toket ku, tampaknya ia begitu menyukai bentuk toket ku itu yang termasuk besar ukurannya. Ia menghisap toket ku bergantian, kanan dan kiri. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dodo menjilati seluruh permukaannya sambil masih terus meremas-remas puting toket ku. “Ouh… Do. teruuus… jilaaatin putiiniinngg ibu ouhhhh” desahku sambil mengigit bibirku menahan gejolak didadaku. Aku terkejut sesaat, ketika kurasakan tangan Tono mulai mengelus-elus kedua pahaku. Dengan leluasa Tono menjelajahi setiap jengkal pahaku yang mulus itu tanpa penolakan, kulit pahaku yang lembut terasa hangat dlm usapan tangan kasar Tono. sebab belaian-belaian yang dilakukannya ini membuat aku semakin menggelinjang sebab birahiku sudah mulai muncul lagi. “Wah pahanya ibu Tita mulus banget deh…” Tono mulai memuji kemulusan pahaku. Sementara Dodo masih sibuk mengulum dan meremas putingku Tono secara tiba-tiba berkata padaku “ibu Tita sekarang saatnya Tono nyicipin memek ibu yah…” Tanpa aku sempat menjawab, Tono mulai menjilati memek ku dengan lidahnya. Aroma khas dari memek ku membuat Tono semakin bernafsu menjilatinya. memek ku pasti begitu harum sebab aku rawat dengan baik, Tono pun semakin bernafsu karenanya. Tubuhku yang berpeluh keringat sama sekali nggak berbau, malah aroma wangi semakin kuat tercium oleh Tono dan Dodo seakan-akan keringatku wangi. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Semakin berkeringat, tubuhku semakin wangi menggoda, nafsu mereka semakin meloncat tinggi sehingga Dodo pun mencumbui dan menjilati toket dan memek ku. “Ibuuuu, enaaakk banget rasaaa… Slurrrpp… memek nyaa…. Slurrpp… Slurrrpp…” puji Tono sambil terus menjilati memek ku. Sementara itu Dodo masih terlihat asyik menjilati dan mengisap puting susuku. Sambil meremas toket ku dengan keras, sesekali Dodo juga menggigit dan menarik puting susuku dengan giginya, sehingga aku merasa kesakitan sekaligus nikmat. Namun ketika Dodo mendengar Tono menikmati sekali menjilat memek ku, Dodo pun nggak mau ketinggalan untuk merasakan cairan cinta yang terus menerus keluar dari memek ku. Dodo kemudian ikut ambil bagian untuk menjilati memek ku. Sekarang lidah mereka berdua menempel di pinggiran memek ku, seolah berlomba merangsangku. Sambil terus menjilati memek ku, tangan mereka mengelus-elus kedua pahaku, mereka terus berusaha merangsangku lebih dan lebih lagi. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku semakin dibuat gak berdaya dengan kenikmatan yang mereka berikan, rasanya seluruh klitorisku ditekan-tekan dengan rasa nikmat yang berbeda dari sentuhan jemari. Lidah mereka yang menyelusur mulai dari pahaku hingga kebibir memek membuat tubuhku kian sensitif terbakar kenikmatan birahi yang gak tertahan, aku mendesah-desah nikmat. “Sedaaap banget ya Ton! Mana wangi lagi! memek Ibu Tita emang nikmaaat..” kata Dodo kepada Tono sambil melanjutkan mengecup dan menjilati bibir memek ku. “Huehehe bener kan Do? Enak banget kan rasanya…!? memek ibu Tita sampe banjir kayak gini. Ternyata ibu juga napsu yah!? Tono suka banget sama memek ibu… Hhhhmhh. Sslluurrpp… cairannya juga manis!” Tono mengakhiri kata-katanya dengan menghirup lendir memek ku. Sesaat kemudian, aku melihat Tono melepas celana dalamku yang masih ada di ujung kakiku, kemudian menurunkan rokku hingga aku sekarang sudah bugil tanpa sehelai benangpun. Setelah selesai, Tono menyuruh agar Dodo menyingkir dari memek ku. “Minggir dulu sana, gue pengen ngentot nih…! Kita kasih liat ke ibu Tita biar masih ABG kita bisa bikin dia lebih puas daripada ngentot sama suaminya!” kata Tono. Dodo pun menuruti saja apa yang dikatakan oleh Tono. Tono mengambil posisi duduk dengan kedua lututnya tepat ditengah-tengah kedua pahaku yang mengangkang. Dia memegang kontol besarnya dan menempelkannya di bibir memek ku. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dia mulai menggesekan kontol besar beruratnya di bibir memek ku yang mungil ini, aku melenguh lagi dan aku seperti tersadar saat aku rasakan Tono mulai berusaha mendorong kontol nya masuk ke dlm memek ku. “Ibu Tita mau kan nikmatin kontol Tono?” tanya Tono yang sekarang sudah dikuasai hawa nafsu. “Jangan dimasukin Ton… ibu gak mau!” kataku bernada memohon. “Tono udah gak tahan pengen ngentotin ibu Tita…” kata Tono yang tetap memaksa memasukkan kontol gedenya ke dlm memek ku yang sempit. Tapi walaupun mulutku berusaha mencegah, tapi tubuhku nggak berusaha menghindar saat Tono kembali berusaha mendorongnya. Akhirnya bagian kepala kontol Tono berhasil menyeruak ke dlm memek ku dan itu sudah terasa sangat nikmat. “Pelan-pelan ya. Auughh… Aaahhh…” aku mendesah. Tono kembali mendorongnya sampai kontol nya cuma bisa masuk setengahnya. “Enaaakk banget Ton…. gede banget,, memek ibu sempit ton,,,Ayo Ton… teruuuusss Ton….” pintaku yang semakin merasa nikmat. “Ibu sudah gak tahaaaan lagi! Masukiiinn semuaaaaannyyaa… Aaaahh…” aku mulai nggak tahan dengan rangsangan yang datang. Mendengar aku yang sudah terangsang berat, dia mendorong sekuat tenaga sampai akhirnya kontol besarnya berhasil masuk semua ke dlm memek ku. Badan Tono semakin menegang dan mengejang keras disertai lolongan ketika kontol nya berhasil menembus ke dlm liang memek ku yang masih sempit tersebut. Setelah berhasil menanamkan seluruh batang kontol nya yang sebesar lengan ku itu di dlm lubang memek ku, Tono mulai menggenjotnya mulai dengan irama perlahan- lahan hingga cepat. “Uuhhh Aaaanjing..!!!! Enaaak beneeer ngentot sama ibu Tita Aaahhh…” Kata Tono bersemangat. Lendir pun mulai mengalir dari sela-sela memek ku yang sedang disusupi kontol anak itu. Rintihanku pun semakin teratur dan berirama mengikuti irama gerakan Tono. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pelan- pelan Tono mulai mengeluarkan kontol nya sampai ujung, kemudian mendorongnya lagi. Lama-lama aku semakin merasa nikmat. Dan sekarang aku merasakan nikmat yang teramat sangat, ketika kontol Tono terus keluar masuk di memek ku. “Gimana rasanya dientot sama Tono bu? Enak kan? Gak usah pura-pura gak mau lah…!” tanya Tono melecehkan aku. Namun dilecehkan seperti itu bukan membuat aku marah, tapi malah membuat aku semakin terangsang. “Aaaahhh… Aaaahh… entot yang keras Ton… nikmaaat bangeeet!! Ouughhh…Enaaakk…” aku mendesah nikmat. “Gimana rasanya ngentot sama ibu Tita Ton?” tanya Dodo, yang dari tadi hanya melongo saja, dengan nada penasaran. “Nikmaaaat banget Do…! Sempit…!!! Enaaakk!! jawab Tono saat tengah mengentot ku. “Toonnn Aaaahhh… Aaahh!” desahku pasrah. “Aduh enak banget Do… Bener-bener bikin ketagihan nih…! Kapan lagi bisa ngentot cewek kantoraan…!” lanjut Tono yang sepertinya sengaja membuat Dodo iri. Saat itu aku sudah nggak perduli lagi dengan siapa dan dimana aku disetubuhi. Aku sudah pasrah dan sudah nggak merasa seperti wanita baik-baik. Kedua anak ini memang sudah merendahkan derajatku. “Aaaah, memek ibu Tita emang enak!! Sempit dan seret banget… Aaahh ibuuuuuuuu…” desah Tono semakin kencang. Sementara aku melihat Dodo malah asyik menonton kami. Tono semakin cepat mengocok kontol nya di memek ku. Dia menekan kontol nya semakin dlm dan semakin cepat. Tapi saat kukira Dodo hanya ingin menonton saja, ternyata ia nggak mau ketinggalan, kontol nya menggantung tegak di hadapanku. kontol Dodo membuatku terbelalak, kontol itu sudah begitu tegak dan lebih panjang dari ketika pertama kali aku melihatnya, meski tetap saja nggak terlalu panjang dan tebal. “Ibu Tita, kocokin kontol Dodo dong…” Dodo memintaku mengocok kontol nya. Aku yang sudah terangsang mengikuti saja apa mau Dodo. Sementara aku sedang mengocok- ngocokan kontol nya dlm dekapan tanganku yang halus, ternyata toket ku masih menjadi mainan Dodo. toket ku diremasnya berulang- ulang sambil memainkan putingnya, menarik- narik semaunya membuatku merintih sakit bercampur nikmat diantara kontol Dodo. nggak lama kemudian Dodo mengarahkan kepalaku ke arah kontol nya dan berkata “Cukup ibu pake tangannya. Sekarang sepongin kontol Dodo ya bu…” Ternyata nggak cukup puas dengan hanya dikocok oleh tanganku, Dodo menyuruhku untuk menghisap kontol nya. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kemudian aku membuka mulutku, dengan bantuan tanganku aku menarik kontol Dodo dan mulai menjilatinya dari bagian kepala hingga buah zakarnya. Aku terus melanjutkan dengan mengecup kembali kepala kontol nya dan memakai ujung lidahku untuk menggelikitiknya. Kemudian lidahku turun menjalari permukaan benda itu, sesekali kugesekkan pada wajahku yang halus, kubuat kontol nya basah oleh liurku. Bibirku lalu turun lagi ke pangkalnya yang belum ditumbuhi bulu-bulu sama sekali, buah zakarnya kujilati dan yang lainnya kupijat dlm genggaman tanganku. “Cepat dong Mbak isepin kontol Dodo. Jangan cuman dijilat-jilat aja…” perintah Dodo kepadaku. Dodo kemudian memintaku untuk menghisap kontol nya yang sudah basah dengan air liurku, aku mulai memasukkan kontol nya itu ke mulutku. Kuemut perlahan dan terus memijati buah zakarnya. cerita-dewasa-terpanas.blogspot.com Sesekali pula ia menarik kontol nya dari mulutku, dan memintaku menggunakan lidahku lagi untuk membelai seluruh batang kontol nya. Sesekali aku menghisap biji peler nya yang membuat Dodo melayang nikmat, sebelum kembali harus menikmati kontol itu dlm mulutku. Akhirnya kontol Dodo aku kulum walau gak sampai semua kontol masuk ke mulut ku sebab ukurannya yang terlalu panjang, gak sesuai dengan mulutku yang mungil. Aku terus menghisap kontol itu dengan nikmat dan lidahku yang basah dan panas itu terus menjilati dengan cepat. “Uuuugghhh ibu jago bangeeeet ngisepnya…!” teriak Dodo menikmati setiap hisapan dan jilatanku pada kontol nya. Kulihat ekspresi Dodo meringis dan merem-melek waktu kontol nya kumain-mainkan di dlm mulutku, dan dia lalu memaju mundurkan kontol besarnya seakan sedang ngentot mulut mu sebagai pengganti memek ku. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kujilati memutar kepala kontol nya sehingga memberinya kehangatan sekaligus sensasi luar biasa. Semakin ku emut benda itu semakin keras. Aku memasukkan mulutku lebih dlm lagi sampai kepala kontol nya menyentuh langit-langit tenggorokanku. “Sluurrp…Suka gak Do… ibu isepin…Sluurrpp… kayak gini…? Sluurrrppp…” tanyaku sambil terus menghisap kontol nya. “Oughhh enak banget bu…” Dodo mengomentari apa yang kulakukan dengan kontol nya. Dodo tampak semakin menikmati, ia terus menyodok-nyodokan kontol nya, aku berusaha menggunakan tanganku menahan pinggulnya namun aku gak berdaya, Dodo masih terus berusaha masukin kontol nya ngentot mulut mungilku. Di saat aku sedang sibuk nyepong kontol Dodo, tiba-tiba Tono yang lagi ngewe memek ku berkata “Aaaahh ibuuuuuuu, aku mao keluaaar…” Aku yang kaget melepas kulumanku pada Dodo dan berteriak “Jangan keluar di dalem Ton…!! keluarinnya di luar ajaaa… ibuu gaak mau .” aku berusaha membujuk Tono di tengah kenikmatan yang melanda kita berdua. Namun belum sempat aku menyelesaikan kata-kata, aku merasakan ada peju yang menyemprot sangat banyak di dlm dinding memek dan dirahimku. “Aaaagggghhhhhhhhhh… Enaaak bangeeeet Buuuuu…!!” Tono melenguh panjang. Berkali-kali Tono memuncratkan spermanya memenuhi cekungan liang memek ku. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ia membiarkan batang kontol jumbo nya tertancap dlm memek ku beberapa saat sambil meresapi sisa orgasme hingga tuntas. Sebelum akhirnya dia lemas dan kontol nya tercabut dari memek ku. Tono kini terbaring di sampingku karena kelelahan akibat pergumulan tadi. Melihat Tono yang sudah terkapar, aku melanjutkan mengulum kontol Dodo dengan posisi duduk. Sapuan lidah dan hisapanku membuat Dodo semakin terbang ke awang-awang dan makin mempercepat gerakan pinggulnya yang tepat berada di depan wajahku. Sesekali aku tersedak sebab Dodo ngentot mulutku. “Aaah sedooot terus bu!” ceracaunya menikmati hisapan kontol nya di mulutku. Setelah beberapa lama kuhisap, benda itu mulai berdenyut-denyut, sepertinya mau keluar. Aku semakin gencar memaju-mundurkan kepalaku mengemut benda itu. Dodo semakin merintih keenakan dibuatnya, tanpa disadarinya pinggulnya juga bergerak maju-mundur semakin cepat di mulutku. “Aahh.. sssshhhh.. hhmmh… Dodo keluaaarr Buuu…!!” desahnya dengan tubuh menggeliat. Anak itu mendesah dan menumpahkan peju nya di rongga mulutku. Aku yang merasakan semburan dahsyat di mulutku tersentak dan kaget, cairan itu begitu banyak dan kental, serta berbau nggak sedap. Aku sebenarnya ingin menarik mulutku dari kontol Dodo dan memuntahkan spermanya. Namun pegangan tangan Dodo pada kepalaku keras sekali, sehingga dengan terpaksa aku menelan sebagian besar cairan putih kental itu. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kulirikan mataku ke atas melihat Dodo merintih sambil mendongak ke atas. “Oohh Enaaak ibu Telen terus peju Dodo Buuuuu Iyaaahh Enaaaak!” Dodo melenguh keenakan sambil mengeluarkan isi kontol nya sampai benda itu menyusut di mulutku. nggak jauh berbeda dengan kondisi Tono, Dodo pun ambruk dlm posisi duduk. Wajahnya terlihat lelah tapi puas, badannya juga sudah bermandikan keringat. Sementara aku yang cukup lelah melayani dua anak ini, beristirahat sejenak dan mengambil posisi tidur di sebelah Tono. Namun sebab aku belum merasakan orgasme lagi masih merasa ‘gantung’. Aku menunggu inisiatif Dodo melanjutkan pekerjaan Tono untuk ngentot aku lagi, tapi Dodo ternyata malah diam saja. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Mungkin ia masih dlm kondisi lemas karena spermanya keluar sangat banyak di mulutku. Aku yang dilanda birahi tinggi jadi nggak sabar. Aku bangun dari tidurku, dan mencium bibir Dodo dengan penuh nafsu hingga bibirnya basah. Tanpa diperintah, lidah Dodo menari-nari di bibirku. Lidah itu kemudian menjulur ke dlm mulutku. Aku yang nggak perduli dengan bau mulut Dodo yang nggak sedap, malah membuka mulutku dengan lebar dan membalas mengisap lidah Dodo dengan penuh gairah. Dodo merangkul leherku dan mulutnya benar-benar beradu dengan mulut milikku. Air liur kita saling bertukar. Aku menelan liur Dodo sementara Dodo menelan liurku penuh selera. kita saling berpagutan dlm posisi duduk selama kurang lebih 10 menit. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Merasa sudah cukup untuk membangkitkan gairah Dodo kembali, aku dorong dodo yang dlm posisi duduk sampai Dodo terjatuh dlm posisi terlentang. Aku duduk di atas paha Dodo, dan memegang kontol besarnya yang masih dlm keadaan tegang kemudian mengarahkan ke memek ku yang masih belepotan sperma Tono dan bercampur dengan cairan pelumas memek ku. Jadi aku sekarang sedang berada dlm posisi ‘Woman On Top’. Aku mulai mendorong pantat ku ke bawah setelah ujung kontol Dodo tepat di mulut memek ku. “Aahhhhhh Dodooo…” aku mulai mendesah. kontol nya Dodo agak susah masuk, sebab walaupun badannya lebih pendek dari Tono, tapi kontol nya ternyata masih lebih besar dari punya Tono. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kemudian Dodo membantu dengan mendorong pantatnya sendiri ke atas, dan akhirnya kontol Dodo masuk seluruhnya ke memek ku. Aku mulai naik turun diatas tubuh Dodo, dan tangan Dodo pun secara naluriah mulai meremas lagi toket ku yang bergoyang- goyang sebab hentakan tubuhku. “Aaahhh Dooo.. Ibu ngerasaaa enakk bangeeeettt… Aaaahh….” aku nggak tahan untuk nggak mendesah. Sampai sekitar 15 menit di dlm posisi itu, aku melihat dodo sudah mulai mempercepat dorongan pantatnya ke atas. lalu tanpa diduga Tono mendorong tubuh ku hingga berpelukan dengan dodo dan kemudian dengan kontol besarnya Tono mecoba memasukan kontol gedenya ke dalam bool ku yang sempir dan jarang di entot anal seks, paling dengan adik ku atau teman ku, karena suami ku jarang entot bool ku, dan akhirnya kontol Tono berhasil masuk walau agak sakit karena besarnya,,, dan beberapa saat kedua kontol itu diam saja dalam memek dan bool ku, kemudian keduanya menggenjot memek dan bool ku bersamaan, sangat cepat hingga kepala ku terangkat dan mata ku terpejam dibuatnya, saat kedua kontol itu memompa kedua lobang ku bersamaan,,, "ahhh nikmat sekali... kontol kaliannnnn "... akhirnya Tono udah ngecrot duluan pejunya penuhin bool ku... lalu kontol nya ditarik keluar dari bool ku, dan kini tinggal kontol Dodo dalam memek mungil ku yang semakin memerah karena gesekan kontol nya... dan Sepertinya Dodo sudah akan mencapai orgasme untuk kedua kalinya. Akupun nggak mau kalah, aku bergerak semakin cepat biar dapat mencapai orgasme bersamaan. “Ibuuuuuuu…. ahhhhhhhhhh Dodo mauuu keluaaaaar laagiiii buuuu…” Dodo setengah berteriak. “Tahaaan seeebentar lagi Doo…! Ibu juga bentaaarr lagi keluaaarrr…. Aaghhh….” aku makin merasa nikmat. gak lama kemudian, akhirnya tubuh Dodo pun mengejang keras. Dan akhirnya “croooott croottt.. ” lagi-lagi rahimku ditembak banyak sperma tapi kali ini milik Dodo. Akupun merasakan orgasme untuk yang kedua kalinya . </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Badanku lemas dan jatuh di atas tubuh Dodo, dengan kontol nya masih di dlm memek ku. Aku melirik ke samping, ternyata Tono tertidur pulas karena lelah. “Dasar anak-anak! Udah keenakan tinggal tidur deh…” bathinku. Setelah agak kuat aku bangun dari atas tubuh Dodo. Aku mengambil tasku dan meraih tissue basah dari dalamnya. Aku membersihkan memek dan pahaku yang sudah banjir dengan sperma kedua anak itu dengan tissue itu. Aku mengambil dan memakai kembali celana dlm dan rokku yang berserakan, kemudian aku meraih bra dan kemejaku yang sudah lumayan kering. Setelah berpakaian lengkap aku pun berpamitan. “Dodo, ibu Tita pulang dulu ya. Tolong sampaikan ke Tono nanti…” sebab Tono masih tertidur pulas, maka aku hanya berpamitan dengan Dodo. Dodo mengiyakan dengan wajah kecewa. </span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Mungkin dia merasa nggak akan pernah mengalami situasi seperti ini lagi. Tapi siapa yang akan pernah tau? Namun satu hal yang pasti, baik bagi Dodo maupun Tono, mereka nggak akan pernah bisa melupakan pengalaman yang didapatnya dariku. Pengalaman itu pasti akan menjadi kesan tersendiri dlm kehidupan mereka berdua. “Makasih ya ibu Tita udah ngebolehin kita berdua nyicipin badan ibu yang nikmat… hehehe…” kata Dodo dengan kurang ajar. Aku hanya menjawab dengan anggukan kepala saja. Ada rasa sesal, benci sekaligus kepuasan tersendiri di dlm diriku. Kemudian aku bergegas berjalan ke luar rumah, ternyata hujan masih belum reda, walaupun hanya tinggal gerimis kecil saja. Namun aku harus memberanikan diri untuk pulang, kalau nggak pasti nanti kedua anak itu minta yang aneh-aneh lagi. Kemudian aku setengah berlari menuju ke arah jalan raya sambil menutupi kepalaku dengan tas.</span>hantumonkihttp://www.blogger.com/profile/17642631795725605946noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1925213797991915871.post-30405435973075596772016-07-10T05:25:00.003-07:002016-07-10T05:35:56.490-07:00Rahasia ku ....<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Namaku Gaby. Aku adalah istri dari seorang pegawai rendahan bernama Mas Hendra. Pernikahan kami sudah berjalan selama dua tahun, namun kami masih belum dikaruniai momongan. Itu bukan karena kami sengaja menundanya, melainkan karena Mas Hendra mengalami disfungsi ereksi. Meski demikian, kami menjalani hidup dengan bahagia di sebuah rumah kontrakan sederhana. Sebenarnya aku dan Mas Hendra sering bercinta, tapi sepertinya sperma Mas Hendra tidak sampai masuk ke rahimku sehingga aku sulit hamil. Saat penisnya baru masuk setengahnya, ia sudah keluar duluan. Meskipun aku bukan orang kaya yang jarang melakukan perawatan di salon-salon yang mahal, tapi kata orang aku adalah perempuan yang cantik dan seksi dengan senyum yang manis. Kadang aku pun merasa demikian. Rambutku panjang, lurus, dan lebat. Kulit tubuhku putih dan mulus. Dadaku membusung, dan pahaku padat berisi. Namun, entah kenapa tubuhku yang kata orang sempurna ini tidak mampu membuat Mas Hendra bergairah. Untuk masalah ini, aku harus benar-benar bersabar, sebab gairah seksualku terbilang tinggi. Mas Hendra tidak sanggup mengimbangiku. Meski demikian, aku tetap sayang dan mencintai Mas Hendra apa adanya. Ada satu hal yang membuat kebahagiaan kami terusik. Di belakang rumah kami tinggal seorang preman yang suka bersikap semaunya, termasuk kepada kami. Namanya Cakra, tapi orang-orang biasanya memanggilnya Ceker. Usianya mungkin dua tahun di bawahku. Dia belum menikah, dan tinggal bersama neneknya yang sudah tua. Orangtuanya entah ke mana. Mas Hendra sangat takut kepada Ceker. Pernah dulu saat kami sedang jalan berdua, kami berpapasan dengan Ceker. Mas Hendra mencoba bersikap sopan kepadanya. Namun, Ceker malah membentaknya dan bersikap kasar. Dia mengeplak kepala Mas Hendra di depan mataku. Ceker meminta uang (memalak) kami. Mas Hendra buru-buru menyerahkan uang 50 ribu yang ada di kantongnya. Beruntung Ceker segera pergi. Sejak saat itu Ceker sering bersikap semena-mena terhadap Mas Hendra. Sudah terhitung lagi Cakra memalaknya. Mas Hendra tidak berani melawan. Tubuh Cakra begitu kekar, dan Mas Hendra merasa tidak akan menang melawannya. Kabarnya dulu Cakra bekerja di pedalaman Kalimantan selama beberapa tahun. Mungkin itulah yang membuat tubuhnya kekar dan berisi. ****</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pada suatu pagi, Cakra lagi-lagi berbuat ulah. Saat itu hari libur. Aku dan Mas Hendra sedang asyik bersantai di rumah. Tiba-tiba Cakra masuk, lalu memaksaku untuk ikut dengannya menghadiri acara pernikahan temannya. Katanya ia tidak mau pergi sendiri.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Mas Hendra dan aku mencoba menolaknya dengan halus, tapi Cakra malah berkata dengan kasar, bahkan hampir memukul Mas Hendra. Akhirnya aku buru-buru menyanggupinya sebelum Mas Hendra terluka. Aku pun segera masuk ke kamar untuk berganti pakaian.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ah, sial. Pakaianku banyak yang masih belum kering. Yang tersisa di lemari hanya baju batik terusan tanpa lengan dengan bagian bawah tidak sampai mencapai lutut. Jika tanganku terangkat sedikit, maka ketiakku langsung terlihat. Ah, aku malu, sebab ada bulu-bulu halus di ketiakku. Aku belum sempat mencukurnya lagi. Tapi tidak ada pilihan lain, aku terpaksa memakai baju seksi tersebut.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku sempat melihat Cakra terperangah melihatku keluar kamar. Mungkin ia terpesona dengan keseksian dan kecantikanku. Belahan dadaku juga terlihat sedikit.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Mas Hendra melepas kepergianku sambil mengecup keningku. Ia meminta maaf karena tidak bisa berbuat apa-apa. Aku mengatakan tidak masalah, sebab hanya pergi sebentar. Aku berusaha menghiburnya supaya dia tidak terlalu merasa bersalah. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku membonceng motor RX King milik Cakra dengan posisi mengangkang. Tadinya aku ingin duduk dengan posisi menyamping, tapi hal itu tidak mungkin dilakukan, sebab bentuk jok motornya terlalu menyulitkan.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Berkali-kali aku berusaha menutupi paha mulusku yang tersingkap karena rokku terangkat. Tapi percuma saja. Akhirnya aku terpaksa membiarkan para pria hidung belang di jalan melihat pahaku yang putih dan padat itu.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sebagian jalanan yang kami lewati begitu buruk. Aku terpaksa berpegangan pada bahu Cakra supaya tidak terjatuh. Luar biasa, bahunya terasa kokoh sekali. Benar-benar bahu seorang pria sejati. Tapi aku segera menepis kekaguman itu setelah mengingat bahwa Cakra adalah preman yang sering mengganggu kehidupanku dan suamiku.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">****</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku dan Mas Cakra tidak berlama-lama berada di acara pernikahan. Setelah bersalam-salaman dan menikmati hidangan yang ada, kami langsung pulang. Baru setengah jalan, tiba-tiba Cakra berhenti, lalu menelepon seseorang.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Ndes, kamu di mana? Aku pinjem kontrakanmu, ya? Kuncinya di tempat biasa, kan?” ujar Cakra dengan temannya di ujung telepon sana. Setelah itu, ia menutup telepon, lalu melanjutkan perjalanan. Di sebuah persimpangan, ia membelokkan sepeda motor ke arah lain.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Kita mau ke mana, Mas?” tanyaku dengan jantung berdebar-debar.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Sudah, ikut aja! Nggak usah banyak tanya!” bentak Cakra. Aku langsung terdiam karena takut.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Setelah beberapa lama, kami tiba di rumah sederhana. Kanan-kirinya hanya ada kebun jagung. Cakra mengambil kunci di bawah keset, lalu membuka pintunya. Ia menarik tanganku dan menyuruhku masuk ke dalam. Aku sempat memberontak. Tapi, Cakra terlalu kuat sehingga ia bisa menarikku ke dalam.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Rumah itu ternyata hanya sebuah kamar berukuran 5x4 m yang dilengkapi dengan kamar mandi. Di kamar itu ada sebuah kasur tanpa tempat tidur. Aku duduk di situ dengan takut-takut. Setelah menutup pintu, tiba-tiba Cakra membuka bajunya. Sesaat aku terpesona melihat dadanya yang begitu bidang dan perutnya yang kotak-kotak. Cakra memelukku hingga aku terjatuh ke kasur, lalu berbisik, “Gaby, ayo layani aku. Jangan teriak!”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku tersentak dan berusaha memberontak. Pikiran negatifku terbukti, ia hendak memperkosaku! Tapi, aku tidak berani teriak.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Cakra berusaha menciumku, tapi aku menolaknya dengan menggeleng-gelengkan kepala. Pada sebuah kesempatan, ia berhasil melumat bibirku. Tangannya juga meraba-raba dadaku. Ia melakukannya dengan tegas khas lelaki yang kuat. Sesekali ia juga melakukannya dengan lembut. Aku benar-benar dibuat belingsatan. Aku mati-matian berusaha menahan nafsu yang mulai melandaku….. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tapi, aku tidak bisa menipu diri sendiri. Entah kenapa lama-lama aku mulai membalas ciuman Cakra yang menggairahkan itu. Bahkan ketika Cakra memelorotkan baju batik yang kupakai, aku tidak menolaknya sama sekali!</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Cakra mengangkat kedua tanganku, lalu ciumannya mengarah ke ketiakku. Ia melepas BH-ku hingga kedua buah dadaku yang padat dan kencang itu tersingkap. Sejenak ia terperangah, mungkin kagum dengan buah dadaku yang indah itu. Kemudian, ia meremas-remasnya sambil tetap menjilati ketiakku. Sesekali tangannya juga meraba-raba puting susuku dengan lembut. Oh, rasanya nikmat sekali. Aku menggigigit bibir bawahku karena keenakan.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dalam hati, aku merasa bersalah sekali. Aku membiarkan seseorang menyentuh tubuhku, menikmati dadaku. Padahal, selama ini yang bisa melakukannya hanya Mas Hendra, suamiku. Tapi, aku membela diri bahwa aku tidak punya pilihan lain. Jika memberontak, bisa saja Cakra membunuhku di tempat yang sepi itu.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Nafsu semakin menguasaiku. Aku meremas-remas kepala Cakra sambil mendesah-desah. Dia terus melumat dadaku.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ciuman Cakra terus turun hingga mencapai perutku. Aku mengerang keenakan. Tangannya yang kokoh itu mencoba melepaskan celana dalam warna pink yang kupakai. Bukannya menolaknya, aku malah mengangkat tubuhku supaya celana dalamku mudah dilepas.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kini aku benar-benar telanjang bulat. Cakra menjauh sedikit, lalu memandangi tubuhku. Ia tampak terpesona. Aku salah tingkah dan berusaha menutupi dada dan kemaluanku sebisaku.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tiba-tiba, Cakra mendekat, lalu membuka kedua pahaku. Lantas ia mengamati vaginaku yang ditumbuhi bulu-bulu yang agak lebat itu. Rupanya vaginaku sudah sangat basah. Aku merasa malu sekali. Cakra adalah orang pertama yang melihat kemaluanku selain suamiku sendiri.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Mendadak kepala Cakra masuk ke pangkal pahaku, lalu mencium dan menjilati vaginaku. Aku menjerit kecil. Baru kali ini aku dioral. Bahkan Mas Hendra pun belum pernah melakukannya sama sekali.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku serasa terbang di awang-awang. Rasanya sungguh nikmat! Cakra sepertinya tahu di mana titik-titik sensitif seorang wanita. Saat itu aku benar-benar tidak mempedulikan statusku lagi sebagai istri Mas Hendra. Aku di bawa ke langit ketujuh oleh Cakra.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku mengencangkan kedua pahaku hingga kepala Cakra jadi agak terjepit. Meski demikian, hal itu tidak menganggu aktivitasnya. Ia tetap mengoralku, sementara tangannya meremas-remas dadaku.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku tidak bisa membayangkan, apa yang terjadi jika Mas Hendra melihatku dalam kondisi seperti ini. Apakah ia akan diam saja atau melawan Cakra? Ah, aku tidak bisa mengira-ngiranya. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Beberapa lama kemudian, Cakra berhenti mengoralku. Ia melepas celana panjang dan celana dalamnya dengan cepat. Astaga, penis Cakra besar sekali! Tegak dan benar-benar terlihat kokoh, sangat serasi dengan tubuhnya yang kekar itu.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Cakra membangunkanku, lalu memaksaku untuk mengoralnya. Aku pun menuruti kemauannya dengan setengah terpaksa. Lagi-lagi ini adalah pengalaman pertamaku.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku mencium penis Cakra dengan canggung, lalu mulai mengoralnya. Rasanya asin. Cakra sepertinya suka sekali dengan caraku mengoralnya. Tangannya meremas kepalaku, dan sesekali menyingkirkan rambutku yang panjang itu dari mukaku.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tiba-tiba saja aku merasa hina. Aku adalah seorang istri baik-baik, tapi sekarang malah mengoral seorang preman.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Lama-lama aku menikmati aktivitas itu. Sesekali aku melihat ke atas, menatap wajah Cakra yang tampak keenakan. Ia melenguh sambil memejamkan matanya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tidak lama kemudian, Cakra menarik penisnya dari mulutku, lalu melumat bibirku. Aku membalas ciumannya itu dengan penuh gairah. Lidahku dan lidahnya saling terpagut.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku tidak tahu apa yang terjadi denganku, semuanya berjalan begitu saja. Tanganku secara spontan merangkul kedua lehernya. Siapapun yang melihat kami pasti sepakat bahwa adegan itu bukan merupakan sebuah pemerkosaan.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Cakra menidurkanku, lalu membuka kedua pahaku yang sintal dan padat berisi itu. Vaginaku pun terbuka lebar. Bulu-bulu hitamnya tampak kontras dengan pahaku yang putih. Aku sudah benar-benar pasrah. Ia menjilati leher dan ketiakku, lalu perlahan-lahan mulai memasukkan penisnya ke vaginaku.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Jangan… jangan… jangan….” Aku menyerocos dan mendesah sambil menggigit-gigit bibir. Vaginaku terasa gatal sekali. Di satu sisi aku ingin segera menikmati penis besar Cakra, tapi di sisi lain aku tidak ingin ada penis lain yang masuk ke vaginaku selain milik Mas Hendra.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Aaaaaaah….” Aku menjerit kecil saat penis Cakra berhasil masuk ke liang kenikmatanku. Aku mendongakkan kepalaku ke atas dan membusungkan dadaku. Nikmatnya sungguh tidak terkatakan! Selanjutnya Cakra mulai menyetubuhiku.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku mendesah-desah dengan penuh gairah saat Cakra menggenjotku. Tubuhnya bersimbah peluh. Begitu pula dengan tubuhku. Aku meraba-raba dadanya yang bidang dan gagah itu.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Setelah beberapa lama, kami pun berganti posisi. Dia menyuruhku nungging, lalu mulai menggenjotku dari belakang. Tangannya mencengkeram kedua pinggangku. Aaah, Cakra benar-benar pintar bercinta. Desahanku pun semakin keras saja. Aku tidak peduli bila sampai ada orang yang mendengarnya. Tubuhku meliuk-liuk tak beraturan.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Setelah beberapa lama, kami berpindah posisi lagi. Kali ini aku kembali berada di bawah, sementara Cakra menggenjotku dari atas sambil mengamati wajahku yang terlihat memerah karena keenakan.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku merasa malu sekali dipandangi dalam keadaan seperti itu. Supaya ia berhenti memandangiku, aku memeluk lehernya hingga ia mendekat. Lantas kami pun berciuman dengan hangat.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku hampir keluar, dan Cakra masih terus menggenjotku.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Lebih cepat lagi, Mas… lebih cepat lagi….” Ujarku, lirih. “Tolong nanti dikeluarin di luar, Mas.” lanjutku lagi.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tak disangka, Cakra malah memperlambat genjotannya. Hal ini membuatku belingsatan.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Ayo Mas, dicepetin lagi….” aku menatap Cakra dengan pandangan sayu sambil memohon kepadanya. Aku benar-benar merendahkan harga diriku sendiri.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Aku mau ngeluarin di dalem. Boleh, kan? Aku mau menghamili kamu,” kata Cakra sambil menyeringai.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku tersentak kaget. Ucapannya benar-benar kurang ajar. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Jangan, Mas! Aku mohon, keluarin di luar aja,” ucapku, sambil berusaha menggoyang-goyangkan pinggulku sendiri, sebab genjotan Cakra menjadi sangat lambat.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Cakra diam saja, lalu benar-benar menghentikan genjotannya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Mas, ayo mas… plis….” aku benar-benar memohon kepadanya supaya dia melanjutkan genjotannya. Seperti ada sesuatu yang mau meledak di dalam vaginaku, tapi tertahan sehingga membuatku gelisah.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Cakra masih diam. Aku sudah tidak tahan lagi, lalu berkata dengan lirih dan pasrah kepadanya, “Ya udah Mas, keluarin di dalem.”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Apanya? Ngomong yang jelas!” seru Cakra.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Keluarin di dalem aja supaya aku hamil! Mas Cakra boleh menghamiliku! Ayo Mas, hamili aku!” aku setengah berteriak.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku kaget mendengar ucapanku sendiri. Rupanya aku benar-benar sudah dikuasai nafsu sehingga mengucapkan kata-kata yang tidak senonoh itu.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Cakra tersenyum penuh kemenangan, lalu kembali menggenjotku. Aku mendesah-desah tak karuan. Tanganku menggapai-gapai benda apa pun yang bisa kugenggam.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Sedikit lagi… sedikit lagi… ayoo….” aku terus menyerocos. Aku mulai mendekati puncak kenikmatan. Belum pernah aku merasakan proses yang demikian hebat itu, sebab selama ini Mas Hendra tidak mampu mengimbangiku.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sepertinya Cakra juga mau keluar. Ia memelukku dari atas, lalu melumat bibirku. Aku membalas ciumannya dengan panas. Aku pun memeluk punggungnya dengan erat. Dadaku menempel dengan erat di dadanya yang kekar. Cakra semakin mempercepat genjotannya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Desahanku semakin keras, tapi tidak terdengar jelas karena bibirku sedang dilumat oleh Cakra. Beberapa detik kemudian….</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“AAAaaahhhh!!!” aku menjerit sambil membusungkan dada. Tubuhku melengkung ke atas. Pangkal pahaku bergetar hebat. Jari-jari tanganku mencengkeram punggung Cakra dengan kuat. Aku merasakan kenikmatan yang luar biasa. Kenikmatan yang belum pernah aku rasakan. Aku benar-benar terbang ke puncak kenikmatan dunia.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tubuh Cakra juga terasa bergetar. Rupanya kami orgasme bersama-bersama. Sperma milik preman itu memancar dengan kuat dan membanjiri liang kehormatanku. Aku telah membiarkan cairan lelakinya masuk ke dalam vaginaku.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kami sama-sama diam, mungkin masih menghayati sisa-sisa kenikmatan yang ada. Napas kami terengah-engah. Tiba-tiba aku ingat bahwa aku sudah terlalu lama pergi. Mas Hendra pasti mencariku. Aku pun segera bangkit dari kasur, membawa semua pakaianku ke kamar mandi, lalu membersihkan diri.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku keluar dari kamar mandi setelah selesai berpakaian. Setelah itu gentian Cakra yang membersihkan diri di kamar mandi. Setelah semuanya beres, kami bergegas pulang. Dalam perjalanan, aku hanya diam, sebab masih terpesona dengan kenikmatan luar biasa yang baru saja aku rasakan.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">****</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Gaby, makasih, ya,” ujar Cakra sambil menyeringai saat menurunkanku di depan rumahku. Aku tidak menjawab apa-apa. Aku benar-benar malu. Setelah itu ia langsung pergi dengan RX King-nya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Di halaman rumah, Mas Hendra menyambutku dengan riang.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Kok lama sayang?” tanya Mas Hendra.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Iya Mas, tadi Mas Cakra ngobrol lama sama teman-temannya,” jawabku, berbohong. Mas Hendra tersenyum lembut, lalu menyuruhku masuk. Katanya dia sudah menyiapkan teh hangat untukku. Aku terharu, lalu buru-buru masuk ke rumah dan pamit mau mandi. Aku tidak mau melihat Mas Hendra melihatku menitikkan air mata.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Mas Hendra, seandainya kamu tahu.... Istrimu tercinta ini baru saja disetubuhi Cakra. Di dalam rahim istrimu ini ada benih-benih preman yang selama ini sering memalakmu. Maafkan aku, Mas....” aku membatin sambil berusaha menahan tangis.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">****</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pagi itu aku sedang sibuk di dapur mempersiapkan makanan, ketika sedang membasuh sayuran tiba-tiba kurasakan remasan pada pantatku.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">”Eeehh...Mas, pagi-pagi udah genit ya” seruku sedikit kaget</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Mas Hendra tertawa dan mendekap tubuhku dari belakang, tangannya meraba buah dadaku dengan lembut.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Iiihhh...jangan ah...aku kan lagi kerja nih!” kataku menepis tangannya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Hahaha...ayo dong say, kan masih cukup waktu, masih sempat kok sebelum ngantor nih.” Mas Hendra menggesekkan selangkangannya yang sudah menegang pada pantatku menggodaku</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Dasar, baru bangun juga udah omes gitu” candaku sambil tertawa.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku pun pasrah meletakkan selada yang sedang kucuci pada wadah untuk menikmati perlakuannya padaku. Tangan Mas Hendra menaikkan rokku dan merabai pahaku naik hingga ke vaginaku yang masih tertutup celana dalam. Mau tidak mau, aku pun mulai hanyut karena sentuhan erotisnya, kurasakan vaginaku mulai basah.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Mas Hendra mengecup telingaku dan berkata, ”Punya istri secantik dirimu, siapa yang akan pernah bosan!” sambil mencium pipiku</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ketika aku menengokkan wajahku, ia langsung melumat bibirku lembut. Aku mengeluarkan lidahku membalas lidahnya yang menjilati bibirku, kulingkarkan tanganku ke lehernya. Karena sudah terbakar nafsu, aku pun tak perlu waktu lebih lama untuk mengimbanginya. Sebentar saja kami sudah beradu lidah dengan liarnya, tanganku yang satu menjulur ke belakang bawah meraba selangakannya yang sudah mengeras. Tangan Mas Hendra dengan cekatan mempreteli kancing gaun tidurku, payudaraku langsung menyembul keluar karena tidak memakai bra. Dengan gemas ia memilin dan meremas puting payudaraku, sambil tangan kanannya merogoh masuk ke dalam celana dalamku. Aku sendiri tidak bersikap pasif seperti patung, tanganku meraih resleting celana Mas Hendra dan menurunkannya, celana panjang yang dikenakannya agak gombrong sehingga tidak sulit bagiku meraih penisnya dari balik celana dalam.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Bentar...bentar say...” ia berhenti sejenak meremas payudaraku untuk membuka gesper dan kaitan celananya, “ntar kalo kejepit kan berabe”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku tertawa dengan tingkahnya itu, “hihihi...sendirinya yang pengen cepet-cepet, bangun-bangun udah minta gituan”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Celananya pun melorot ke lantai dan ia turunkan celana dalamnya hingga lutut. Tangaku meraih batang penisnya yang sudah menegang dan mulai kukocok perlahan, naik turun dengan begitu lembut. Ia juga meneruskan remasannya pada payudaraku dan mulutnya mengecupi lembut pundak dan leherku. Tangannya yang satunya mengobok-obok di balik celana dalamku.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Ssshhh...say...” desahku lirih sambil memejamkan mata menikmati sentuhan jarinya pada bibir vaginaku, kurenggangkan pahaku agar tangannya lebih leluasa merambahi wilayah kewanitaanku. Kurasakan jarinya mulai masuk ke dalam, satu jari, lalu disusul satu jari lagi, uuhhh...nikmatnya, aku menyukai gayanya yang lembut ditambah lagi gelora cinta di antara kami berdua.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Wah, cepet banget basahnya say” kata Mas Hendra sambil tersenyum menatap wajahku yang sudah memerah sayu dari samping belakang.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Makanya cepetan dong, ntar telat nyalahin gua lagi!” kataku tak sabar.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Mas Hendra langsung mendudukkan tubuhku di tepi meja dapur, tapi bukannya langsung to the point, ia malah mengarahkan mulutnya ke arah payudaraku yang membusung tegak. HAP! Mulutnya pun mencaplok yang kanan. Disedotnya putingku yang sudah menegang kuat-kuat, lidahnya menari lincah di atas sana.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Mas...aahhh....eeemmhhh” aku mendesah dan meremasi rambutnya, sensasi geli ini sungguh membuaiku, tapi aku menyukainya. Kubiarkan Mas Hendra terus menyusu dari payudaraku </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tak lama, mulutnya pindah ke yang kiri. Hhhmmm...kali ini hisapannya terasa lebih kuat. Sambil menjilat, beberapa kali giginya ikut bermain dengan menggigit perlahan putingku yang kini semakin mengeras saja.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Owhh, sssshh!” aku hanya bisa mendesis menerima semua perlakuan itu. “Sekarang dong say...tusuk memekku.” bisikku lirih. “aku sudah kepengen banget nih!”. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Of course say” kata Mas Hendra menganggukkan kepala. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ditariknya celana dalamku hingga lepas sehingga vaginaku kini mekangkang ke arahnya. Tangannya masih saja menggerayangi tubuhku, terutama sepasang gunung kembarku yang merupakan anggota tubuhku yang ia sukai. Ia terus memijit dan meremas-remasnya penuh nafsu. Sambil bibir kami tetap berpagutan aku merasakan penis suamiku itu berada tepat gerbang vaginaku, ia menggesek-gesekkan benda itu ke bibir vaginaku yang sudah becek dengan penuh perasaan. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Ayo cepet, sekarang Mas!” rengekku memelas.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Mengerti akan hasratku yang tak bisa ditahan lagi, dengan perlahan Mas Hendra pun mulai mengarahkan kepala penisnya ke arah vaginaku. Digesek-gesekkannya ujung batang penis itu di luar bibir kemaluan Lucia. Ia berusaha melumasi seluruh batang penisnya dengan cairan vaginaku yang berleleran di sana sebagai pelumas. Setelah dirasa cukup licin Mas Hendra pun siap menusukku.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">”Okay say, kumasukin sekarang ya!” bisiknya sambil mengecupku dengan lembut. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kurasakan kepala penis Mas Hendra melesak masuk dan dijepit oleh dinding vaginaku yang berdenyut-denyut. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Ooohhh yaaahh Mas” erangku mengiringi proses penetrasi. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Rasanya begitu hangat, kenyal, namun keras saat batang penis suamiku memenuhi liang senggamaku. Sambil tetap meremas-remas payudara kiriku, Mas Hendra mendorong batang penisnya hingga benda itu menancap seluruhnya. Kedua alat kelamin kami pun akhirnya menyatu dan saling mengisi satu sama lain. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Uhh,” aku mendesah pelan sambil memejamkan matanya rapat-rapat. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Walau sudah terbiasa dengan ukuran penis Mas Hendra, namun tetap saja, ada sedikit rasa nyeri yang timbul. Namun aku berusaha mengabaikannya, rasa nyeri itu akan segera berubah menjadi rasa nikmat kalau Mas Hendra sudah menggenjotku. Ia menggeser-geser posisi tubuhnya, berusaha mencari posisi yang paling nikmat dalam persetubuhan kami pagi itu. Perlahan, batang penisnya mulai ia gerakkan maju-mundur. Denyut-denyut kejantanan Mas Hendra dapat kurasakan sehingga membuat organ kewanitaanku semakin membanjir, sebagian cairan kewanitaanku bahkan mulai meleleh membasahi bibir meja dari bahan marmer ini saking banjirnya. Tak peduli dengan semua itu, Mas Hendra terus menggerakkan pinggulnya maju mundur, bahkan ia terlihat begitu menikmatinya. Malah semakin lama, tusukannya menjadi kian cepat dan dalam hingga terdengar bunyi berdecak akibat tumbukan alat kelamin kami ditambah beceknya vaginaku. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Enak gak sayang?” tanya Mas Hendra sambil terus menggenjot vaginaku. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Saking enaknya, aku hanya bisa menggigit bibir bawahnya. Aku tersenyum mendesis sambil berusaha menganggukkan kepala. Aku hanya bisa melenguh keenakan saat gelombang kenikmatan itu perlahan datang, membuat jantungnya berdetak semakin cepat dan nafasnya menderu tak kalah berat. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Shhhh, aku mau keluar, Sayang. Ayo, tusuk memekku lebih dalam.” desahku menyemangati suamiku. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tanpa harus disuruh lagi, Mas Hendra semakin mempercepat sodokan penisnya. Begitu cepatnya hingga tubuhku jadi terhentak-hentak karenanya. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Aaahhh...aahhhh...terusss...mas terusss...enak gitu!!” mulutku makin menceracau tak karuan. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">‘Trang!’ panci yang akan kupakai untuk merebus sayuran yang sudah kuisi air sepertiganya itu tersenggol olehku hingga jatuh dan airnya pun tumpah membasahi lantai. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Shhh... oughh... dikit lagi! Sshh... arghhh iya terus!” aku terus mengerang tanpa mempedulikan panci yang terjatuh itu. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dinding vaginaku semakin berkedut-kedut hingga akhirnya cairan kental membanjir dari dalam sana. Mas Hendra mengimbangi dengan semakin mempercepat goyangannya, dan tak lama kemudian... </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Uuuhhh...gggrrhh” ia melenguh dengan mata membelakak, penisnya ia tekan sedalam mungkin ke vaginaku. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sesaat kemudian cairan hangat menyemprot beberapa kali dari ujung batang penisnya mengisi vaginaku. Akhirnya pagi ini aku berhasil merengkuh kenikmatan bersama pria yang kucintai. Kinerja Mas Hendra dalam hubungan seksual memang naik turun, kadang ia mudah lelah sehingga keluar duluan di saat aku belum puas, dan ini yang sering terjadi, tapi di kala kondisinya prima kami mampu meraih kepuasan maksimal seperti pagi ini. Sebagai istri aku mengerti tenaga dan pikirannya banyak tercurah di kantor sehingga kadang stress dan tentunya berpengaruh pada performanya, namun sebagai wanita aku pun menginginkan kepuasan dalam bercinta dan jujur saja seringkali aku kecewa kalau Mas Hendra ejakulasi duluan dan meninggalkanku dalam kondisi nanggung. Terus terang aku meraih kepuasan lebih ketika bercinta dengan Cakra tempo hari lalu. Ooohhh...tidak, mengapa aku berpikir begitu? Preman itu memaksaku kenapa aku sampai berpikir seperti itu, sungguh dilema bagiku. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Ahhh...aku sayang banget sama kamu!” ucapnya sambil mengecup bibirku, penisnya masih menancap di vaginaku dengan semprotan makin lemah, benda itu juga mulai menyusut di antara himpitan dinding vaginaku. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Sama Mas, aku juga!” jawabku lalu balas memberikan ciuman ringan di bibirnya. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Setelah merasa lebih segar kami pun mulai berbenah diri. Aku mengancingkan kembali gaun tidurku dan memakai celana dalamku lagi, demikian juga Mas Hendra. Kami menikmati sarapan sambil mengobrol ringan. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Sampai nanti yah sayang!” Mas Hendra mendekapku dan mengecup dahiku setelah menyelesaikan makannya. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku mengantar kepergiannya hingga ke gerbang rumah kami. Setelah sosoknya tidak terlihat lagi aku pun kembali ke dalam. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br /></span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sudah empat hari sejak “perkosaan” itu terjadi. Selama itu pula Cakra tidak terlihat di rumahnya yang berada tepat di belakang rumahku, hanya dipisahkan oleh pekarangan tak bertuan sejauh 20 meter. Kabarnya ia sedang berada di luar kota. Ada yang bilang bahwa ia merupakan anggota penjahat bajing loncat. Karena itulah ia sering pergi ke luar kota untuk “bertugas”.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Entah kenapa aku merasa seperti ada yang kurang selama 4 hari itu. Apakah aku berharap bisa bertemu dengan Cakra? Ah, aku buru-buru menepis anggapan itu. Cakra adalah preman, dan ia telah memperkosaku. Sungguh aneh bila aku merindukannya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tapi, harus kuakui bahwa jauh di dalam lubuk hatiku yang paling dalam, aku sangat mengharapkan kenikmatan yang dulu kudapat saat disetubuhi Cakra.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku tidak bisa mendapatkannya dari Mas Hendra. Karena itulah aku sering masturbasi di kamar mandi, membayangkan kokohnya dada Cakra yang bidang, perutnya yang sixpack, dan penisnya yang keras. Membayangkan diriku disetubuhi lagi olehnya. Ah....</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pada hari kelima di sore hari, aku sedang sibuk menyapu rumah. Mas Hendra belum pulang kerja. Katanya dia pulang malam karena harus menyelesaikan pekerjaan di kantor. Tiba-tiba, ponselku berbunyi. Sebuah nomor asing tertera di layar ponselku.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Halo...,” aku menyapa seseorang di ujung telepon sana.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Gaby, ini aku, Cakra,” ujarnya, singkat. Seketika jantungku langsung berdebar-debar.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Iya mas, ada apa?” tanyaku, agak gemetar.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Nanti malam jam satu, datanglah ke rumahku lewat belakang. Datanglah tanpa pakaian. Saat aku melihatmu keluar dari pintu belakang rumahmu, kamu harus sudah telanjang. Awas kalau kamu nggak mau. Aku akan membunuh suamimu!” ancam Cakra, lalu langsung menutup teleponnya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku ternganga. Aku harus berjalan menyeberang pekarangan belakang rumah sejauh 20 meter malam-malam tanpa pakaian satu pun? Cakra benar-benar gila!</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku benar-benar takut dengan ancaman Cakra. Ia punya banyak teman sesama penjahat yang sewaktu-waktu bisa menyakiti Mas Hendra. Aku tidak mau terjadi. Mau tak mau aku harus menuruti kemauan Cakra.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku berdebar-debar saat membayangkan diri pergi ke rumah Cakra malam-malam tanpa pakaian sehelai pun. Bagaimana jika ada yang melihatku?</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kenapa Cakra menyuruhku datang ke rumahnya tanpa pakaian? Apa yang hendak ia lakukan kepadaku? Saat sedang merenung itu, tiba-tiba aku sadar bahwa vaginaku sudah basah....</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"> Selepas petang, aku melamun sendirian di ruang tamu. Aku bimbang. Aku berencana untuk memenuhi keinginan busuk Cakra, demi keselamatan Mas Hendra. Tapi, aku juga belum siap.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku tidak rela Cakra menyetubuhiku lagi. Lagipula aku juga tidak berani pergi ke rumahnya malam-malam tanpa pakaian. Itu adalah hal gila yang sungguh tidak layak dilakukan oleh perempuan baik-baik sepertiku.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku coba meminta kepada Cakra untuk membatalkan niatnya itu. Barangkali ia masih punya hati untuk mendengar permintaanku. Segera aku raih ponselku, lalu meneleponnya. Setelah beberapa kali terdengar nada sambung, teleponku diangkat.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Halo,” kata Cakra di ujung telepon sana.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Halo Mas Cakra, ini aku, Gaby,” ucapku, dengan nada agak gemetar. “Mas, aku tidak bisa menuruti kemauan Mas Cakra. Tapi aku mohon dengan sangat, Mas, jangan celakakan Mas Hendra....”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Ketentuanku sudah jelas! Kalau kamu nggak mau, tanggung sendiri akibatnya!” bentak Cakra. Seketika rasa takut mendera hatiku.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Aku mohon, Mas. Aku nggak bisa melakukan hal itu. Tolong, Mas...,” aku mulai terisak.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Masa bodoh! Besok pagi saat Hendra berangkat kerja, aku dan teman-temanku akan menculiknya! Kamu siap-siap saja mendengar kabar duka tentang Hendra,” kata Cakra, tajam.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku menutup mulutku, tidak sanggup membayangkan hal-hal buruk yang bakalan menimpa Mas Hendra jika aku tidak mau memenuhi keinginan Cakra. Tubuhku lemas. Pikiranku pun kacau.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tiba-tiba, Cakra menutup teleponnya. Aku panik, lalu segera meneleponnya lagi.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Mas... Mas... baiklah, nanti malam aku akan datang ke rumah Mas Cakra. Tapi tolong, izinkan aku memakai pakaian. Kali ini tolong kabulkan permintaanku, Mas. Aku akan melakukan apa pun yang Mas Cakra mau. Apa pun. Tapi aku mohon biarkan aku memakai pakaian saat ke rumah Mas Cakra nanti,” aku berucap dengan hati-hati supaya Cakra tidak kehilangan kesabaran.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Kemauanku sudah jelas. Nggak bisa ditawar lagi,” Cakra berkata dengan singkat, lalu menutup teleponnya. Aku langsung terduduk lemas. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">****</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Mas Hendra baru pulang pada jam 9 malam. Ia kelihatan sangat lelah. Aku merasa kasihan sekali. Ia telah bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan kami, dan tentu saja menabung. Kami bermimpi untuk membeli rumah sehingga tidak perlu mengontrak lagi.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Mas, langsung mandi, ya. Aku akan memanaskan makanan, lalu kita makan bersama-sama,” kataku kepada Mas Hendra.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Lho, kamu belum makan?”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Belum, Mas. Aku sengaja menunggu Mas Hendra,” ujarku, lembut. Mas Hendra tersenyum, lalu bergegas ke kamar mandi.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Mas Hendra terlihat lebih segar setelah mandi. Kami pun segera makan malam. Mas Hendra makan dengan lahap. Rupanya ia benar-benar kelaparan. Tenaganya terkuras untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaannya yang menumpuk. Setelah makan, kami langsung masuk ke kamar.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Sayang, aku capek banget. Aku tidur duluan, ya,” ujar Mas Hendra, lantas memejamkan matanya. Aku tersenyum, lalu mengecup keningnya. Tidak berapa lama kemudian, ia tampak tertidur dengan pulas, sementara aku masih terjaga karena gelisah.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sebenarnya aku bersyukur Mas Hendra pulang dalam keadaan lelah. Kalau sudah begitu, biasanya ia akan tidur sampai pagi tanpa terbangun sama sekali. Jadi sepertinya nanti aku bisa pergi ke rumah Cakra dengan tenang....</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku mencoba tidur, dan sudah memasang alarm pukul setengah satu dini hari. Lumayan jika aku bisa tidur selama satu atau dua jam. Tapi, mataku tidak kunjung terpejam. Aku terlalu gelisah. Aku sudah coba membaca buku, tapi tetap saja rasa rasa kantuk tidak kunjung datang. Hingga akhirnya tanpa terasa waktu yang ditentukan telah tiba. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Jam dinding di kamarku sudah menunjukkan pukul satu kurang lima belas menit.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku beranjak dari tempat tidur dengan perlahan, lalu keluar kamar. Sesaat sebelum menutup pintu, aku memandang Mas Hendra yang sedang tidur nyenyak.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Mas, maafkan aku...,”ujarku, lirih, nyaris terisak. Untuk berjaga-jaga, aku mengunci pintu kamar dari luar.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku berpindah ke kamar tidur tamu, berdiri di depan cermin besar di sana. Aku mulai melucuti dasterku hingga tinggal mengenakan pakaian dalam saja. Aku merapikan rambutku, lalu menjepitnya dengan jepitan rambut. Saat lenganku terangkat, tampak ketiakku yang halus dan mulus. Tadi siang aku memang baru saja mencukurnya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku melepas BH-ku perlahan hingga tersingkaplah dadaku yang bulat dan indah. Kemudian aku melepas celana dalam.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku memandang tubuhku dari depan cermin. Daerah kewanitaanku tampak memesona dengan bulu-bulu hitam yang tercukur rapi, kontras dengan pahaku yang putih dan berisi. Dalam hati, aku kagum pada tubuhku sendiri, begitu sintal dan mulus. Padahal, aku tidak pernah melakukan perawatan tubuh secara khusus. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku segera menuju pintu belakang. Tak kusangka, rupanya Cakra sudah menunggu di pintu belakang rumahnya sambil merokok. Aku memandang sekeliling dengan berdebar-debar, takut ada orang yang melihatku.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Setelah menarik napas, aku langsung melangkah menuju rumah Cakra. Ya, tanpa pakaian sehelaipun! Benar-benar telanjang!</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku berjalan dengan napas memburu. Aku sangat takut bila sampai ketahuan orang. Aku langsung menghampiri Cakra. Ia tampak terpukau sejenak, melihat tubuhku dari atas ke bawah dengan pandangan penuh kekaguman. Aku merasa risih, lalu memaksa masuk ke dalam rumahnya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Cakra membawaku ke kamarnya. Aku langsung duduk di tempat tidurnya sambil berusaha menutupi dada dan kemaluanku, sementara ia keluar sebentar untuk menutup pintu belakang. Setelah masuk kamar, ia langsung mengunci pintunya, lalu membuka kausnya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Lagi-lagi aku terpesona dengan dadanya yang bidang dan perutnya yang sixpack, tubuh yang menjadi objek khayalanku saat aku bermasturbasi beberapa hari yang lalu.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Gaby, terima kasih sudah datang,” ujarnya sambil terkekeh. Aku hanya membuang mukaku, sembari menanti apa yang akan terjadi selanjutnya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Cakra menghampiriku, lalu berusaha menciumku. “Ayo Gaby, layaniku aku lagi,” ujarnya. Kata-katanya benar-benar kurang ajar, seolah-olah aku adalah pelacur yang bisa dinikmatinya kapan saja.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku berusaha menghindar. Namun, upayaku kalah oleh tangan Cakra yang kekar. Ia berhasil menarik wajahku, lalu mencium bibirku dengan penuh nafsu. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku gelagapan menerima ciumannya. Lidahnya bermain-main di dalam mulutku, sementara tangannya meremas-remas dadaku. Aku benci mengakuinya, tapi gairahku perlahan mulai bangkit. Tanpa aku sadari, aku membalas ciuman Cakra tidak kalah panasnya. Kami berciuman selama beberapa saat.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kemudian, Cakra menurunkan ciumannya ke arah leherku, lantas turun lagi hingga dadaku. Ia menjilat-jilat payudaraku, dan sesekali mencupangnya. Aku hanya bisa pasrah menerima cumbuan yang begitu nikmat itu. Gairahku semakin terbakar saat Cakra mengangkat tanganku, lalu melumat ketiakku.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Ssshhh... ssshhh...,” aku melenguh keenakan.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Cakra berhenti sejenak, lalu mengambil tali di samping tempat tidur. Sepertinya ia sudah menyiapkan tali tersebut.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Mau buat apa, Mas?” tanyaku dengan napas tertahan, takut Cakra akan bertindak macam-macam.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Sudah, kamu diam saja. Sini tanganmu!” bentak Cakra. Aku tidak berkata apa-apa lagi, lalu menyerahkan kedua tanganku kepadanya, pasrah. Dia mengikat tanganku dengan erat, lalu mengangkatnya dan mengikatnya ke tiang tempat tidur. Kini tubuhku telentang dengan kedua tangan terangkat dan terikat.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Cakra terkekeh, lalu mulai menjilati dan mencupang dadaku. Aku mendesah-desah tak karuan. Kemudian, Cakra membuka pahaku. Tanpa banyak kata, ia langsung menjilat vaginaku. Aku semakin belingsatan. Aku menahan gairah dengan merapatkan pahaku hingga kepala Cakra tertekan.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Cakra memainkan lidahnya di liang vaginaku pintarnya. Desahanku semakin keras. Namun, aku berusaha menahannya ketika teringat bahwa di rumah itu juga ada nenek Cakra. Aku tidak mau dia tiba-tiba terbangun, lalu melihatku sedang digauli oleh Cakra di rumahnya. Mau taruh di mana mukaku?</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kenikmatan yang aku rasakan semakin hebat seiring dengan jilatan Cakra yang semakin cepat. Lidahnya benar-benar lincah. Aku dibuatnya melayang. Tubuhku menggeliat-geliat, namun tanganku tidak bisa apa-apa karena terikat kuat.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Setelah puas mengoralku, Cakra melepaskan ikatanku. Ia membuka celananya dengan cepat, lalu menyodorkan penisnya yang sudah tegak itu ke mukaku.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku tidak kuasa menolaknya, lalu langsung mengulumnya dengan perlahan. Penis Cakra berbau anyir, namun entah kenapa bau tersebut malah semakin meningkatkan nafsuku.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kini sudah tidak ada lagi Gaby sang istri setia. Yang ada hanya Gaby yang sedang diperbudak nafsunya sendiri.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Cakra melenguh keenakan sambil memejamkan matanya. Ia tampak begitu menghayati kulumanku. Ia meremas-remas kepalaku, menimbulkan sensasi tersendiri dalam diriku. Aku pun semakin semangat mengoral penis Cakra yang semakin lama semakin keras itu.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Penis Cakra membuatku terkagum-kagum. Sangat keras, tegak, dan perkasa. Aaah, aku ingin kembali merasakan penis yang luar biasa itu....</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Seolah-olah bisa membaca pikiranku, Cakra menghentikan kulumanku, lalu merebahkanku. Aku memandangnya dengan pandangan sayu karena nafsu. Dadaku turun naik seiring dengan napasku yang memburu. Cakra menaikkan kedua kakiku, lalu menggesek-gesekkan penisnya di vaginaku.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Aaah... Aaah...,” aku hanya bisa mendesah, menahan rasa gatal yang luar biasa di vaginaku.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Mas... jangan, Mas...” ujarku, lirih. Tanganku menahan perut Cakra yang kotak-kotak itu, bermaksud mencegahnya. Meskipun aku sangat menginginkan penis Cakra, namun rupanya sebagian diriku masih ingat bahwa aku adalah istri orang. Istri Mas Hendra, pria baik hati dan pekerja keras.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Cakra tidak peduli dengan upayaku yang sia-sia itu. Pelan-pelan ia mulai memasukkan penisnya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Jangan, Mas... Ooouuuuuh...,” aku melenguh panjang saat penis Cakra masuk dengan leluasa ke dalam liang kenikmatanku yang sudah basah itu. Lantas Cakra mulai menyetubuhiku. Ia menggenjotku hingga ranjang yang menjadi saksi kenikmatan kami berdua berderit-derit.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Bagaimana rasanya, Gaby... enak, kan... enak, kan...,” ujar Cakra sambil menyeringai. Sungguh sebuah pertanyaan yang kurang ajar. Namun, aku benar-benar telah dikuasai nafsu. Aku malah menjawab, “Iya, Mas... terus, Mas... terus....”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Desahanku sepertinya membuat nafsu Cakra semakin memuncak. Ia memegang kepalaku, lalu melumat bibirku dengan ganasnya, sambil tetap menggenjot dengan kuat.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Setelah beberapa lama, dia berhenti menggenjot, lalu menyuruhku menungging. Aku menuruti kemauannya dengan pasrah.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Cakra meremas belahan pantatku yang padat itu. Sepertinya ia sangat gemas. Ia menjilat-jilatnya, dan bahkan menggigit-gigitnya. Ia tidak peduli meskipun aku mengaduh kesakitan. Ia tetap memainkan bongkahan pantatku itu dengan kasar.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Setelah puas, Cakra lantas memasukkan penisnya. Mataku langsung terpejam merasakan sensasi saat penis Cakra yang keras itu masuk ke vaginaku. Cakra mulai menggenjot lagi sambil mencengkeram belahan pantatku dengan kuatnya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Plok... plok... plok...,” begitu suara yang muncul saat paha Cakra beradu dengan pantatku. Oooh, nikmat sekali rasanya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Terus, Mas... setubuhiku aku... perlakukan aku semaumu... terus, Mas...,” aku mulai meracau tak jelas. Tanganku memegang tiang tempat tidur dengan erat. Aku benar-benar telah diperbudak oleh nafsu. Vaginaku pasti sudah basah sekali.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Saat penghuni rumah yang lain tertidur lelap, aku dan Cakra memadu kasih dengan panasnya. Seorang istri yang cantik namun tak berdaya, digauli oleh seorang preman bertubuh kekar. Preman itu telah memberiku kenikmatan yang tidak aku dapatkan dari suami yang sangat aku cintai.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tidak lama kemudian, Cakra berhenti menggenjot. Ia berpindah posisi ke bawahku. Rupanya ia menginginkan posisi woman on top. Aku secara spontan naik ke atas tubuhnya, lalu mengarahkan vaginaku ke penis Cakra. Perlahan-lahan kuturunkan tubuhku hingga penis Cakra melesak masuk memenuhi rongga senggamaku. Aku menggigit bibir sambil mendesah.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pada posisi itu, Cakra tidak menggenjot sama sekali. Terpaksa aku menaik-turunkan tubuhku untuk mendapatkan kenikmatan kembali. Kali ini aku yang bergerak aktif. Tanganku meraba-raba dada Cakra yang bidang.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku menggoyang-goyangkan pinggul dengan mata terpejam sambil mengahayati rasa nikmat yang mendera tubuhku. Saat aku membuka mata, aku lihat Cakra sedang memandangiku sambil terkekeh.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tangannya berada di belakang, menyangka kepalanya dengan santai. Aku merasa malu sekali. Aku seperti seorang pelacur binal yang sedang mendaki puncak kenikmatan bersama seorang berandal.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tiba-tiba, Cakra merengkuh tubuhku, lalu melumat bibirku. Salah satu tangannya memainkan dadaku yang putih dan padat itu dengan kasar. Aku membalas ciumannya dengan tidak kalah ganas pula.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku mengisap-isap lidah Cakra, lalu menelan ludahnya yang masuk ke dalam mulutku. Sementara itu, Cakra menggenjotku dalam gerakan yang cepat.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Oouh... ouhh... aku mau keluar, Mas,” kataku di sela-sela ciuman panas yang kami lakukan. Cakra membalas ucapanku dengan mempercepat gerakannya. Vaginaku terasa seperti mau meledak.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tubuhku menegang kuat. Kedua tanganku memeluk Cakra dengan erat, seolah tidak mau lepas. Aku sudah benar-benar lupa bahwa dia adalah preman yang kerap berlaku kasar kepada suamiku.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tidak lama kemudian....</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“AAAaaaaaah...,” aku menjerit tertahan. Kepalaku mendongak ke atas, dan mataku sayu. Aku serasa terbang ke awang-awang. Waktu seolah-olah berhenti. Aku telah mencapai orgasme dalam posisi woman on top. Aku telah meraih kenikmatan yang luar biasa!</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Cakra terlihat memperlambat genjotannya. Sepertinya ia memberiku kesempatan untuk menikmati orgasme tersebut. Setelah beberapa detik, aku langsung mencium bibir Cakra dan memeluknya dengan erat, seperti berterima kasih kepadanya karena telah memberiku kenikmatan yang sulit digambarkan dengan kata-kata.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Cakra hendak menuntaskan semuanya. Ia kembali menggenjot dengan cepat sambil mencengkeram pantatku. Napasnya terasa memburu. Kali ini aku membantunya dengan memainkan kedua putingnya dan mengulum telinganya. Aku melakukannya secara spontan. Aku benar-benar sudah seperti seorang pelacur.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Leher Cakra terlihat tegang, dan kemudian... “Aaaaaah... Aahh....” ia telah mencapai orgasmenya. Aku merasakan spermanya menyembur di dalam vaginaku. Untuk kedua kalinya, rahimku terisi oleh cairan kelelakiannya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Setelah itu kami terdiam, tetap dalam posisi semula. Napas kami tersengal-sengal. Peluh menghiasi tubuhku dan tubuh Cakra. Aku merasa lemas sekali, juga mengantuk. Kalau saja itu adalah rumahku, maka aku akan langsung tertidur. Tapi, aku harus pulang.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku segera beranjak dari tempat tidur, melepas penis Cakra dari vaginaku.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Mas, aku pamit pulang. Keburu pagi,” ujarku sambil merapikan rambut.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Cakra masih terbaring lemas di ranjang. Ia hanya menyahut singkat. “Ya, pulanglah. Terima kasih untuk malam ini.”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Rupanya preman begundal ini bisa juga berterima kasih,” batinku, heran. Aku teringat, dulu ia juga pernah berterima kasih kepadaku saat menurunkanku di depan rumah setelah aku melayaninya. Sepertinya ia merasa puas sekali hingga bisa berucap terima kasih seperti itu.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku segera keluar dari kamarnya, menuju pintu belakang. Setelah celingak-celinguk dan memastikan tidak ada orang di sekitar sana, aku langsung melangkah dengan cepat menuju rumah, tentu saja masih dalam keadaan telanjang. Namun, sekarang kondisiku lebih kacau. Rambut acak-acakan, tubuh berkeringat, dan vagina terasa lengket.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Setelah tiba di dalam rumah, aku bergegas mengunci pintu, lalu membersihkan diri sekenanya di kamar mandi. Aku sangat lelah dan mengantuk. Seusai mengenakan pakaian, aku masuk ke dalam kamar. Aku lihat Mas Hendra masih tertidur dengan pulas. Ia tidak tahu kejadian apa yang baru saja dialami oleh istrinya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku merapikan selimut yang tersingkap dari tubuh Mas Hendra, lalu mengecup kening suamiku itu. Lagi-lagi aku sedih saat teringat bahwa aku mau saja melayani nafsu bejat Cakra, dan bahkan turut menikmatinya. Aku benar-benar merasa bersalah.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Mas Hendra, mohon maafkan aku...,” ucapku dalam hati. Tak terasa, air mataku mengalir. Meskipun sedih, namun tubuhku terasa nyaman dan lega setelah meraih puncak kenikmatan bersama Cakra tadi. Tidak lama kemudian, aku pun tertidur saking lelahnya. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tak terasa, seminggu sudah sejak peristiwa gila itu terjadi. Sudah seminggu ini pula Cakra tidak terlihat di rumahnya. Mungkin ia sedang “bertugas” bersama teman-temannya, membajak truk-truk yang melewati daerah kekuasaan mereka.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Peristiwa malam itu benar-benar membuatku geleng-geleng kepala. Aku hampir tidak percaya telah melakukannya, meninggalkan suamiku pada tengah malam buta, lalu berjalan ke rumah Cakra dalam keadaan telanjang bulat.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kejadian itu masih saja terbayang-bayang. Sensasinya begitu luar biasa. Oooh... mengingatnya membuatku bergairah. Jantungku berdebar-debar.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Harus aku akui, nafsu seksku rasanya semakin meningkat saja. Namun, sayang seribu sayang, Mas Hendra tidak bisa mengimbanginya. Aku sudah sering memancing-mancingnya, tapi ia seperti tidak paham sama sekali. Akhirnya aku pun memilih untuk bermasturbasi demi memuaskan hasratku yang semakin tinggi ini.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sensasi yang aku rasakan ketika berjalan ke rumah Cakra tanpa sehelai benang pun sungguh tak terlupakan. Kadang aku ingin mengulang lagi sensasi itu.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Seperti yang aku lakukan dua hari yang lalu. Saat itu aku sudah tidak kuat lagi menahan nafsuku. Setelah suamiku tidur, aku berjalan kaki ke sawah di dekat rumah dengan mengenakan daster dan membawa senter.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sesampainya di sana, aku nekat melepaskan seluruh pakaianku. Kemudian aku bermasturbasi di sana, duduk di pinggir sungai di bawah langit malam yang begitu cerah. Aku meremas-remas payudaraku sendiri serta menggesek-gesekkan vaginaku. Ah, rasanya nikmat sekali.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sensasi bertelanjang bulat di ruang terbuka meningkatkan gairahku. Saat itu tidak tebersit sedikitpun dalam pikiranku bahwa bisa saja ada orang yang melewati sawah itu. Aku sudah tidak peduli. Yang aku cari hanyalah kenikmatan.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Seiring gairah yang semakin meninggi, aku membaringkan tubuhku di tanah sambil terus memainkan vaginaku. Tentu saja tubuhku menjadi kotor, namun aku tidak peduli. Aku terus bermasturbasi, sambil membayangkan diri diperkosa oleh Cakra....</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku melenguh menahan kenikmatan yang semakin lama semakin naik ke ubun-ubun. Suara desahanku berpadu dengan suara gemericik sungai. Lama-kelamaan vaginaku seperti mau meledak.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku berusaha menahannya sekuat mungkin. Kedua belahan pahaku merapat, menekan tanganku yang sedang memainkan vaginaku. Aku tahan... aku tahan... aku tahan... hingga akhirnya...</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Oooohhh.... tiba-tiba saja sejumlah air bening memancar kuat dari vaginaku.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku mendesah panjang. Mataku terpejam. Tangan kananku meremas daun-daun yang berserakan di tanah. Tubuhku bergetar hebat. Aku benar-benar terbang ke awang-awang. Aaah, rasanya sungguh tiada tara. Baru kali ini aku bermasturbasi sampai “muncrat” seperti itu.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Malam itu aku berhasil mencapai puncak kenikmatan yang begitu luar biasa, sendirian tanpa pasangan. Kemudian aku segera memakai kembali pakaianku. Sekadarnya saja tanpa celana dalam, sebab tubuhku kotor terkena debu. Sesampai di rumah, aku pun segera mandi, lalu tidur nyenyak sekali. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">****</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pagi ini entah kenapa gairahku meningkat lagi. Padahal aku harus segera berangkat ke pasar dan berbelanja. Tiba-tiba, sebuah ide gila tebersit di kepalaku, yakni pergi ke pasar dengan pakaian yang minim tanpa mengenakan celana dalam. Aku kaget sendiri kenapa bisa sampai mendapatkan ide seperti itu.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tentu saja aku tidak mau melakukannya. Pagi-pagi seperti ini banyak juga tetanggaku yang datang ke pasar, dan aku tidak mau mereka melihatku tampil seksi di tempat umum.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Meskipun aku sudah mati-matian menolak ide gila itu, tapi entah kenapa aku tidak bisa berhenti memikirkannya. Aku seperti menantang diri sendiri untuk melakukannya. Aku benar-benar dibuat frustasi. Hingga akhirnya aku pun memutuskan untuk mengikuti kata hatiku. Memutuskan untuk melakukan hal gila tersebut.... </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">****</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku berkaca di kamar. Aku terlihat begitu seksi, hanya memakai baju terusan mini yang biasa aku pakai untuk tidur. Baju itu memperlihatkan pundak dan sedikit belahan dadaku. Panjang roknya satu jengkal di atas lututku sehingga pahaku yang padat dan putih mulus itu bisa terlihat jelas. Aku merasa semakin seksi saat setelah mengikat rambut panjangku ke atas hingga tengkukku yang bersih dan mulus tersingkap.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku memutuskan untuk pergi ke pasar yang agak jauh supaya tidak bertemu dengan tetanggaku. Butuh waktu setengah menuju ke sana. Aku harus ke terminal dahulu dengan angkot, lalu naik bus besar sampai di depan pasar yang aku maksud. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku berangkat dari rumah dengan memakai jaket untuk menutupi bagian atasku. Bagaimanapun aku harus tetap berpakaian dengan sopan saat masih berada di sekitar rumahku. Syukurlah perjalanan cukup lancar. Hingga tidak terasa sampailah aku di tempat tujuan, sebuah pasar tradisional yang cukup besar.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Setelah turun dari bus, aku langsung menuju toilet dengan langkah cepat. Jantungku berdebar-debar. Di dalam toilet, aku mengatur napasku sejenak. Aku berusaha meyakinkan diriku bahwa aku siap untuk melakukan hal ini.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku mulai melepas jaket sambil menarik napas. Kemudian aku melepas BH-ku perlahan-lahan. Samar-samar puting susuku tampak dari balik baju. Kemudian aku pun menanggalkan celana dalamku. Kini tubuh sintalku hanya terbungkus selembar baju terusan yang relatif mini. Sementara jaket, BH, dan celana dalam segera aku masukkan ke dalam tas. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sesaat aku sempat ragu, apakah aku akan tetap meneruskan rencanaku ini, berkeliling pasar tradisional dengan hanya memakain baju seksi tanpa celana dalam. Tapi aku berpikir, semuanya sudah terjadi sampai sejauh ini. Jika dibatalkan, maka pasti aku akan menyesal.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku membuka pintu toilet dengan hati mantap, kemudian menuju kotak pembayaran kebersihan yang dijaga oleh seorang lelaki muda. Ia sedang membaca koran. Setelah aku memasukkan uang ke dalam kotak, aku mengucapkan terima kasih kepada lelaki tersebut.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ia mendongakkan kepalanya untuk membalas ucapanku itu. Aku lihat ia terperangah saat melihatku yang tampak begitu seksi. Entah apa reaksi apa yang bakal ditunjukkannya bila ia tahu bahwa aku tidak mengenakan pakaian dalam sama sekali.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku mulai berkeliling. Dadaku berdesir merasakan sensasi yang luar biasa ini. Pertama-tama aku menghampiri lapak buah yang dijaga oleh seorang pria paruh baya. Aku pura-pura melihat-lihat buah yang ada di sana, padahal sebenarnya hendak memperlihatkan keseksian tubuhku kepada pria tersebut.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku sengaja memeriksa buah pisang yang menggantung di atas dengan mengangkat lenganku. Ketiakku yang mulus pun terlihat jelas. Tak hanya itu, payudaraku juga tampak lebih menantang. Baju terusan yang aku pakai juga terangkat (bagian roknya) sehingga pahaku yang putih mulus itu tersingkap.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sekilas aku melirik kepada si pedagang buah. Ada sensasi yang luar biasa ketika melihat pedagang buah itu terpaku melihatku, menikmati setiap lekuk tubuhku dengan matanya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Saat melakukan hal tersebut, jantungku benar-benar berdegup kencang. Malah tanganku agak gemetar. Mungkin saking gugupnya. Atau mungkin saking bergairahnya. Dalam hati aku mengutuk Cakra yang telah membuatku menjadi perempuan yang punya pikiran aneh-aneh seperti ini.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Puas melihat-lihat aneka buah di lapak tersebut —lebih tepatnya puas memamerkan keindahan tubuhku kepada si pedagang buah, lantas aku beranjak dari situ. Aku berjalan menyusuri pasar.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dengan baju yang relatif mini dan seksi seperti itu, aku pun menjadi pusat perhatian para lelaki di sana. Ada yang terang-terangan memandangku, ada pula yang malu-malu. Sesekali memandangku, lalu beberapa detik kemudian berpaling ke arah lain.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dalam hati aku bertanya-tanya, apakah mereka tahu bahwa aku tidak memakai BH dan celana dalam? Memikirkan hal itu, tubuhku terasa dialiri listrik. Gairahku meninggi. Sepertinya vaginaku mulai basah....</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Selama di pasar, aku tidak hanya berjalan-jalan saja, tapi juga berbelanja beberapa kebutuhan, seperti beras, telur, sayur-sayuran, dan beberapa mi instan. Setelah tidak ada lagi yang ingin kubeli, aku pun memutuskan untuk pulang.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Bila saat awal datang tadi aku hanya membawa tas kecil, maka kini aku harus membawa sebuah plastik besar berisi barang belanjaan.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sebelum pergi dari pasar, sebenarnya aku berencana pergi ke toilet lagi untuk memakai BH dan celana dalamku kembali, sekaligus memakai jaket yang aku simpan di dalam tas. Tapi, lagi-lagi sebuah ide gila terbetik di benakku, yakni pulang ke rumah tetap dalam keadaan seperti itu —tidak memakai jaket, dan tidak memakai BH serta celana dalam!</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Entah apa yang terjadi dengan diriku ini. Tidak henti-hentinya aku menantang diri sendiri untuk melakukan hal-hal yang tidak semestinya dilakukan oleh seorang perempuan baik-baik. Yang lebih tidak aku mengerti lagi, aku mau melakukan ide konyol itu!</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Akhirnya aku pun tidak jadi pergi ke toilet. Aku langsung menuju ke halte bus depan pasar. Aku menunggu selama beberapa lama, sebab bus jurusanku tidak kunjung datang.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Saat itu angin berembus kencang. Aku berusaha keras menahan rokku yang agak lebar itu supaya tidak beterbangan ke mana-mana. Bagaimanapun aku tidak mau orang-orang tahu bahwa aku tidak memakai celana dalam.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Namun sekeras apa pun aku menahan rok, tetap saja aku tidak bisa mengalahkan angin. Terpaksa aku merelakan sebagian paha mulusku yang tersingkap dipandangi oleh beberapa pedagang asongan dan pedagang koran yang sedang berada di sekitar situ.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Beruntung bus yang aku tunggu segera datang. Jadi, aku bisa menyelamatkan diri dari pandangan mesum para pedagang asongan itu. Namun, lagi-lagi masalah menghampiriku. Bus itu penuh sekali. Aku harus berpikir cepat, mau tetap naik bus tersebut atau menunggu bus lagi.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kernet bus terburu-buru mengajakku masuk, sebab bus jurusan lain di belakangnya juga sudah menunggu untuk mengambil penumpang di halte. Akhirnya tanpa berpikir lagi aku langsung masuk ke dalam bus tersebut.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Di dalam bus, aku harus berdiri dan berdesakan dengan orang lain yang kebanyakan pria. Tangan kananku berpegangan pada bagian atap bus supaya tidak terjatuh, sementara tangan kiriku memegang kantong belanjaan. Kedua tanganku sama-sama sibuk.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Berhubung tubuhku tidak terlalu tinggi, maka aku harus mengangkat tanganku tinggi-tinggi supaya bisa menggapai pegangan di atap bus. Kontan saja ketiakku terpapar dengan jelas. Untung saja akhir-akhir ini aku merawatnya sehingga terlihat bersih, putih, dan mulus. Jadi, aku tidak terlalu malu.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Meskipun demikian, tetap saja aku merasa risih. Para lelaki di bus itu melirik-lirikku. Bahkan seorang bapak separuh baya yang tepat berada di sebelah kananku, entah kenapa seperti sengaja mengarahkan mukanya ke lenganku yang terangkat, sambil memandang ketiakku, dan sesekali mengintip belahan dadaku dari atas.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Mungkinkah dia tahu bahwa aku tidak memakai BH? Bisa jadi, sebab puting susuku terlihat samar dan menonjol dari balik baju terusanku.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ingin rasanya aku menurunkan lengan. Tapi, itu tidak mungkin, sebab nanti aku bisa terjatuh. Yah, tidak ada lagi yang bisa aku lakukan. Terpaksa aku biarkan bapak kurang ajar itu memandangi tubuhku.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Setelah beberapa menit perjalanan, tiba-tiba aku merasa ada sebuah tonjolan keras yang menekah pantatku. Aku benar-benar kaget. Aku melirik ke belakang, dan di sana ada seorang pemuda berwajah kasar. Tonjolan itu menggesek-gesek pantatku. Astaga, tampaknya itu adalah penis si pemuda tersebut!</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku bingung dan tak tahu harus berbuat apa untuk menghindari pelecehan tersebut. Bapak di sebelah kananku masih terus memandangi ketiakku, dan sesekali mengintip ke belahan dadaku. Bahkan kini aksinya semakin berani, yakni mencium-cium lenganku. Sementara pemuda di belakangku tak henti-hentinya menggesek-gesekkan penisnya ke belahan pantatku.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku sadar bahwa aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain pasrah dan menerima perlakuan itu. Ya sudah, aku biarkan saja kedua orang itu berbuat semau mereka. Dalam hati aku terus berdoa supaya aku segera sampai.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kejadian berikutnya benar-benar membuatku tersentak. Pemuda di belakangku menyusup ke balik rok, lantas meraba-raba pahaku! Bukannya marah, aku malah semakin bergairah. Aku benar-benar mengutuk diriku sendiri yang mau saja diraba-raba seperti itu oleh orang yang tidak dikenal.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Gawatnya, tangan si pemuda semakin lama semakin naik ke atas. Oh, tidak. Apa yang aku takutkan terjadi. Tangan si pemuda telah sampai di bagian tubuhku yang paling sensitif. Aku mendengar suara sentakan dari mulut si pemuda. Sepertinya ia kaget saat mengetahui aku tidak memakai celana dalam.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku rasakan bulu-bulu kemaluanku ditarik-tarik oleh si pemuda. Ia juga mencium-cium tengkukku. Aku hanya bisa menggigit-gigit bibirku. Vaginaku semakin basah.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku melenguh pelan saat si pemuda memainkan vaginaku. Aku berharap para penumpang di sekitarku tidak mendengarnya, meskipun itu agak mustahil. Aku merapatkan pahaku, menahan gairah yang mulai mendekapku. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Semakin lama gesekan-gesekan penis si pemuda di pantatku semakin cepat. Begitu pula dengan tangannya yang memainkan vaginaku, gerakannya lebih cepat daripada sebelumnya. Hal ini membuatku belingsatan. Aku berusaha menunduk, menyembunyikan kepalaku agar orang-orang tidak melihat wajahku yang memerah karena menahan gairah.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pemuda itu pintar sekali memainkan vaginaku. Ia tahu titik-titik sensitif di liang kehormatanku itu. Aku semakin menundukkan kepala. Dalam keadaan seperti itu, bapak separuh baya di sebelahku malah semakin bertindak kurang ajar. Ia berani meraba-raba dadaku dan melingkarkan jari-jarinya di putingku. Aku semakin tidak karuan menerima serangan-serangan itu.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Lagi-lagi aku merasakannya lagi. Seperti ada sesuatu yang mau meledak dari vaginaku. Rasanya seperti ingin pipis, tapi yang ini sangat nikmat. Aku berusaha menahannya sekuat tenaga. Tapi permainan tangan si pemuda dan rabaan si bapak menggagalkan upayaku itu.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Susah payah aku menahan diri, tapi akhirnya menyerah juga. Aku telah sampai di puncak kenikmatan. Sejumlah cairan bening tumpah dari vaginaku, membasahi tangan si pemuda. Aku memekik tertahan. Aku berharap suara mesin bus yang berisik itu bisa mengaburkan suara pekikanku.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Oooh... begitu nikmat rasanya “keluar” dalam keadaan berdiri seperti itu. Aku mempererat peganganku pada bagian atas bus supaya tidak ambruk, sebab aku agak lunglai.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Si pemuda masih menggesek-gesekkan penisnya. Dan tidak lama kemudian ia berhenti sambil menekan penisnya. Aku merasakan kedutan-kedutan pada penis yang keras itu. Rupanya ia telah “keluar”.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sementara itu, si bapak masih saja meraba-raba dadaku. Beruntung aku sudah hampir tiba di halte tujuan. Aku pun segera meminta kernet menghentikan bus. Aku cepat-cepat turun, sambil menundukkan wajah karena malu. Aku khawatir para penumpang tahu bahwa aku baru saja digarap oleh si bapak dan pemuda.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Setelah turun dari bus, aku buru-buru memakai jaket. Aku tidak mau tampil seksi di daerah rumahku, takut ketahuan para tetangga. Tidak lama kemudian, angkot yang aku tunggu datang, dan aku segera menaikinya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku termenung di dalam angkot, memikirkan hal yang baru saja terjadi pada pagi itu. Setengah diriku mengutuk diriku sendiri karena mau saja dilecehkan oleh orang yang tidak dikenal. Tapi, setengah diriku yang lain merasa sangat puas karena aku berhasil melakukan tantangan yang aku buat sendiri, serta mendapatkan kepuasan atas pelecehan itu.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ah, aku benar-benar bingung.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sesampainya di rumah, aku segera mandi, lalu masak, mengolah bahan-bahan yang aku beli di pasar tadi. Memasak untuk orang yang aku sayangi, suamiku Mas Hendra.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Ya, saat ini dialah orang yang aku cintai, meskipun mungkin aku telah mengkhianatinya.... </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">****</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Malam ini Mas Hendra pulang sekitar jam tujuh malam. Aku sudah memasak makanan yang istimewa untuknya, makanan kesukaannya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Omong-omong, sudah 7 hari ini kami tidak bersetubuh, dan aku rasa hal ini tidak baik untuk tubuh dan jiwa Mas Hendra.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Selama ini aku meyakini bahwa seks merupakan sarana ampuh untuk menyeimbangkan hidup, menghilangkan stres, dan menenangkan pikiran. Aku yakin Mas Hendra sedang sangat membutuhkan seks. Karena itulah malam ini aku ingin memanjakankannya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Saat menunggu kepulangan Mas Hendra, aku memakai lingerie yang sudah lama sekali tidak aku pakai. Lingerie ini membuatku terlihat sangat seksi. Bagian dadanya longgar, dan bagian roknya sangat pendek. Jika aku membungkuk, maka dadaku akan terlihat jelas. Kalau dilihat dari belakang, maka celana dalamku akan tampak, sebab roknya terangkat.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku harap lingerie ini bisa memancing gairah Mas Hendra. Malam ini aku akan berusaha memuaskannya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Saat sedang melamun itu, tiba-tiba aku mendengar suara Mas Hendra mengucapkan salam dan mengetuk pintu. Aha, dia sudah pulang!</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku berdebar-debar membayangkan tanggapan Mas Hendra saat melihatku berpenampilan seperti ini. Dengan hati riang, aku pun segera membuka pintu. Aku tersenyum lebar kepadanya. Namun, senyum lebarku langsung berhenti seketika saat melihat Cakra berada di belakang Mas Hendra. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku lihat Mas Hendra dan Cakra sama-sama terperangah saat memandangku dengan pakaian yang sangat seksi. Menyadari ada Cakra −orang yang tidak berhak melihatku dalam keadaan seperti itu, aku buru-buru berlindung di balik pintu. Tapi, sepertinya semuanya sudah terlambat.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Cakra nyengir, lalu langsung masuk ke dalam rumah, dan duduk di ruang tamu. Aku memandang Mas Hendra, meminta penjelasan atas semua ini.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Sayang, tadi aku berpapasan sama Mas Cakra,” kata Mas Hendra, mulai menjelaskan. “Katanya ia mau ke warung makan untuk makan malam. Aku menawarinya makan di rumah kita. Tentunya masakanmu lebih enak daripada masakan di warung makan,” lanjut Mas Hendra, sambil tersenyum lembut tanpa dosa.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dalam hati aku mengutuk keras perbuatan Mas Hendra itu. Untuk apa ia mengundang bajingan seperti Cakra untuk makan malam? Kalau Mas Hendra tahu bahwa istrinya ini sudah pernah disetubuhi dan “dibuahi” oleh preman itu, pasti ia tidak akan sudi mengundangnya!</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Namun, memang begitulah Mas Hendra. Kalau sudah takut dengan seseorang, ia akan bersikap baik kepada orang itu, bahkan terkadang berlebihan. Ia tidak berani membalas setiap tekanan, pelecehan, dan kekerasan dari orang yang ia takuti. Sebaliknya, ia malah menunjukkan sikap yang baik kepadanya. Entah karena ia memang baik atau karena tidak berdaya menghadapinya....</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku benar-benar kecewa, sebab sepertinya rencanaku untuk memanjakan Mas Hendra gagal total. Ya sudah, aku ikuti saja kondisi itu.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Kalau begitu Mas Hendra dan Mas Cakra langsung ke meja makan saja, ya,” ujarku, berusaha lembut meskipun sedang kecewa berat. “Aku sudah menyiapkan semua makanan di meja. Kalian makan duluan saja, aku mau ke kamar dulu.”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Ngapain kamu ke kamar? Ayo kita makan bareng-bareng!” ujar Cakra sambil memandangiku. Aku merasa risih dipandangi seperti itu.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Iya Mas, aku ikut makan kok. Tapi, aku mau ganti baju dulu sebentar,” kataku sambil menahan malu. Aku perhatikan Mas Hendra diam saja.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Sudah, nggak perlu ganti! Ayo makan, aku sudah lapar!” seru Cakra, lantas menggamit lenganku dan menarikku menuju meja makan.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Ta... tapi, Mas...,” aku tidak sanggup melanjutkan ucapanku, tidak tahu harus berkata apa. Akhirnya terpaksa aku mengikuti tarikan Cakra, sementara Mas Hendra mengikuti dari belakang.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku memakan makanan di meja makan dengan canggung dalam diam. Maklumlah, saat itu aku sedang memakai lingerie yang sangat seksi, padahal ada orang lain di situ, yakni Cakra. Bagaimanapun aku tetap memikirkan perasaan Mas Hendra. Aku tidak mau ia sakit hati. Dalam hati aku memaki-maki kenapa kejadiannya bisa seperti ini.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Mas Hendra dan Cakra mengobrol-obrol. Cara berbicara Mas Hendra kepada Cakra seperti seorang pelayan saja. Sepertinya ia benar-benar tidak ingin mengecewakan atau membuat Cakra tersinggung, mungkin karena takut. Aku buru-buru menghabiskan makananku yang porsinya hanya sedikit itu. Kalau makan malam sudah selesai, aku harap Cakra segera pulang.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Aaaah... kenyang... enak sekali masakanku, Gab,” puji Cakra. Aku hanya tersenyum kaku. “Badanku pegal-pegal, nih. Tolong pijitin aku ya, Gab. Ayo pindah ke kamarmu.”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Bagai mendengar suara petir di siang bolong, permintaan Cakra benar-benar membuatku tersentak. Berani-beraninya ia memintaku untuk memijatnya di kamarku dan Mas Hendra. Baru saja aku hendak menolak, tapi Cakra memelototiku. Aku pun merunduk, takut.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Hendra, pergilah ke pos ronda, gantikan aku ronda sebentar sampai aku selesai dipijit,” perintah Cakra. “Nanti kalau sudah selesai, aku akan langsung ke pos ronda. Tapi ingat, sebelum aku datang, kamu nggak boleh pulang!” serunya dengan nada tinggi.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku lihat Mas Hendra seperti hendak menyampaikan sesuatu, tapi tidak jadi. Akhirnya ia hanya berucap, “Baik Mas Cakra, aku pergi sekarang,” ia pun melangkah ke pintu.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Tunggu Mas Hendra!” aku berseru. “Ganti baju dulu, Mas! Mas Hendra masih pakai baju kantor!”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Nggak apa-apa, Sayang. Nggak masalah. Ya sudah, aku pergi dulu, ya,” ujarnya sambil tersenyum lembut. Aku langsung lemas seketika. Aku tidak sanggup membayangkan apa yang akan terjadi berikutnya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Selepas Mas Hendra pergi, Cakra menutup dan mengunci pintu, lalu menutup korden.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Ayo Gaby...,” ujar Cakra sambil tersenyum lebar, lantas berjalan menuju kamarku dan Mas Hendra. Seperti dihipnotis, aku pun mengikuti langkahnya dari belakang dengan takut-takut....</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"> Setelah melepas kaus, Cakra berbaring di tempat tidur. Ia memintaku untuk naik ke atas tubuhnya dan memijatnya. Aku sempat menolak. Aku lebih memilih memijat punggungnya saja. Namun, ia terus mengancam sehingga akhirnya aku terpaksa melakukannya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku naik ke atas tubuh Cakra sambil berusaha menahan rokku agar tidak terlalu tersingkap. Tapi hal itu sia-sia saja, sebab rok lingerieku terlalu pendek sehingga pahaku yang mulus tetap tersingkap.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku memijat dada Cakra dengan lembut dan perlahan. Posisi itu membuatku sedikit membungkuk sehingga belahan buah dadaku terlihat jelas oleh Cakra. Rambutku yang panjang menutupi sebagian mukaku sehingga diriku terlihat sangat binal.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Cakra tampak begitu menikmati pijatanku. Lama-kelamaan tangannya mulai nakal. Jari-jarinya bermain-main di sekitar pahaku, mengelus-elusnya. Bahkan kemudian salah satu tangannya meremas-remas dadaku. Aku sudah mencoba menepis tangannya. Namun percuma saja, sebab tenaga Cakra terlalu kuat, tidak sebanding denganku.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Perlahan-lahan aku mulai terangsang oleh remasan dan rabaan Cakra di bagian-bagian sensitif tubuhku. Aku sudah tidak konsentrasi lagi memijatnya. Aku menggigit-gigit bibirku, menahan rasa merinding yang menyelimuti tubuhku.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tiba-tiba Cakra menarik kepalaku, lalu mencium bibirku. Kali itu aku tidak menolaknya sama sekali, dan bahkan langsung membalas ciumannya. Rupanya gairahku sudah terpancing. Lidahku dan lidah Cakra saling terpagut. Kami berciuman dengan panas. Cakra meremas-remas buah dadaku, dan tanpa sadar jari-jariku juga memainkan puting dada Cakra.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dalam satu kali kesempatan, Cakra membalikkan tubuhku dengan tenaganya yang besar itu. Kini posisiku di bawah, sementara ia di atas. Cakra mengangkat tanganku tinggi-tinggi dan memegangnya dengan erat. Kedua ketiakku yang putih dan mulus itu pun tersingkap jelas.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sore sebelumnya aku sengaja mencukur bulu ketiakku untuk memancing gairah Mas Hendra. Tapi aku tidak menyangka bahwa malam itu Cakralah yang akan menikmati kesintalan tubuhku, bukan Mas Hendra.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Cakra mengendus-endus ketiakku, dan kemudian mulai menjilatinya. Aaaaah... aku menggeliat-geliat kegelian. Cakra menarik tanganku secara menyilang ke punggungku, lalu menekannya. Aku merasa kesakitan, namun tidak bisa apa-apa. Mungkin Cakra melakukannya supaya bisa mendapat akses yang bebas untuk menikmati ketiakku.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Benar saja, setelah itu Cakra pun menjilat ketiakku dengan ganas dan sedikit kasar.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Oooh... Ahhh....” aku mendesah-desah. Entah kenapa rangsangan Cakra di ketiakku terasa begitu nikmat. Awalnya aku merasa risih dan malu, namun lama-kelamaan aku malah menikmatinya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Setelah puas, Cakra membebaskan tanganku. Ia mendudukkanku, dan kemudian melepas lingerieku. Aku duduk dengan malu-malu di hadapannya, hanya mengenakan BH kecil dan celana dalam mini. Dengan satu gerakan cepat, Cakra melepas penutup dadaku.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Cakra kemudian melumat buah dadaku. Kedua tangannya sibuk meraba-raba bagian tubuhku lainnya. Aku hanya bisa pasrah, membiarkannya menikmati setiap lekuk tubuhku. Dalam hati aku berdoa semoga Mas Hendra tidak datang dan melihatku dalam keadaan seperti itu.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Setelah puas bergerilya di bagian dadaku, ciuman Cakra turun ke arah perut. Kemudian ia melepas celana dalamku dengan kasar, lantas membuangnya ke sudut kamar. Ia mengangkat kakiku, dan kemudian menjilat-jilat jempol kakiku. Jilatannya itu berpindah ke betis, paha, dan akhirnya berlabuh di vaginaku.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Oooouuuh... aaaaah....” aku mendesah kuat saat bibir Cakra mulai melumat bibir vaginaku. Aku meringis sambil melihat aktivitas Cakra. Mulutnya sesekali menarik-narik bulu-bulu kemaluanku. Tubuhku menggeliat-geliat menahan geli. Perlahan-lahan cairan kewanitaanku meleleh, keluar dari dalam vaginaku yang terus dirangsang oleh Cakra.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Cukup lama juga Cakra memainkan kemaluanku. Kemudian, ia membalikkan tubuhku dan memaksaku untuk menungging. Ia mengeluarkan penisnya dengan cepat, lalu menempelkannya ke bongkahan pantatku. Penisnya terasa begitu keras.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Apa mungkin ia mau penetrasi sekarang?” aku membatin, bingung. Aku merasa heran, sebab biasanya Cakra akan memintaku untuk mengoralnya terlebih dahulu sebelum kemudian lanjut penetrasi. Tapi entah kenapa kali ini ia tidak memintanya. Mungkin ia sudah tidak sabar.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dugaanku benar. Cakra menempatkan penisnya di pintu masuk liang kenikmatanku, dan kemudian mendorongnya dengan cepat. Aku tersentak kaget. Rupanya Cakra benar-benar sudah tidak tahan.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sepertinya malam itu ia sedang sangat bergairah. Aku sangat bersyukur, sebab itu berarti permainan ini akan cepat selesai. Aku tidak berani berlama-lama, sebab ada Mas Hendra yang sedang menunggu di pos kamling sana.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Cakra mulai menggenjot dengan cepat. Penisnya yang sangat keras itu mengaduk-aduk lubang kehormatanku. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Aiiiih... Oooh...,” aku mendesah-desah. Vaginaku terasa sangat gatal. Cakra sesekali menampar-nampar pantatku. Benar-benar kurang ajar. Ia telah memperlakukanku seperti pelacur. Tapi aku juga tidak bisa menyangkal bahwa ia telah memberikanku kenikmatan yang sungguh tidak terkatakan.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Semakin lama genjotan Cakra semakin cepat. Aku sempat menduga bahwa ia mau keluar. Sebuah hal yang cukup aneh, sebab kami baru bermain dalam satu posisi. Tapi Cakra sudah mulai mendesah, dan biasanya hal itu menandakan bahwa ia mau keluar.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Genjotan Cakra membuat vaginaku terasa mau meledak, dan itu tandanya aku juga hampir meraih puncak. Benar saja, tidak lama kemudian tubuhku menegang. Pantatku terangkat, dan dadaku turun menyentuh permukaan kasur. Tanganku berusaha menggapai-gapai apa saja yang bisa aku raih. Namun aku hanya meraih seprai, dan kemudian menarik-nariknya dengan belingsatan.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tubuhku semakin menegang... terus menegang... semakin menegang... hingga akhirnya....</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“OOOUUUUHHHH.... AAAAAHhhhh....”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku menjerit tertahan, berusaha agar suaraku tidak terlalu kencang sehingga tidak terdengar sampai keluar kamar. Aku telah mencapai puncak! Cakra melepaskan penisnya sejenak dan membiarkan cairan kewanitaanku menyemprot ke mana-mana. Aaaah... rasanya nikmat sekali. Aku benar-benar melayang. Kesadaranku seperti hilang saat berhasil meraih puncak kenikmatan itu.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Cakra kembali memasukkan penisnya ke vaginaku yang basah kuyup itu. Ia menggenjot dengan sangat cepat. Di akhir genjotannya, ia menyentakkan penisnya dalam-dalam ke vaginaku. Aku tahu bahwa ia telah keluar. Aku merasakan krucil.netan-krucil.netan spermanya membanjiri liangku yang paling berharga itu.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aah, lagi-lagi aku membiarkan dirinya membuahiku dengan seenak hatinya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kami berdua kemudian sama-sama terjerambab di atas kasur, lemas. Kami sama-sama diam. Kesadaranku seperti belum pulih benar. Aku masih tenggelam dalam kenikmatan yang aku raih tadi.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Beberapa menit kemudian, Cakra beranjak dari tempat tidur, lalu berpakaian. Setelah meremas-remas payudaraku dengan kurang ajarnya, dia pun pergi begitu saja. Aku memandang kepergiannya dengan kesal.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku merasa sangat lelah dan rasanya ingin langsung tidur. Tapi kemudian aku segera sadar bahwa mungkin sebentar lagi Mas Hendra akan pulang. Maka aku pun bergegas bersih-bersih dan mengganti seprai. Aku tidak mau Mas Hendra mendapatiku berbaring tak berdaya dalam keadaan telanjang bulat karena baru saja disetubuhi. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">****</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Siang itu begitu cerah. Aku baru saja selesai mandi sehingga suasana terasa begitu menyegarkan. Aku hanya mengenakan daster tipis dengan bawahan di atas lutut supaya terasa adem. Aku tidak khawatir mengenakan pakaian seksi seperti itu, sebab toh aku sedang di rumah sendirian. Mas Hendra seperti biasanya sedang bekerja.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku menyalakan televisi untuk bersantai-santai. Belum ada satu menit aku duduk di depan televisi, tiba-tiba saja terdengar ketukan pintu.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Siapa yang bertamu siang-siang begini?” batinku, heran. Aku berpikir mungkin itu adalah Cakra. Jantungku pun langsung berdebar kencang.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Apa dia mau minta jatah lagi? Bukankah tadi malam sudah?”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku segera mengenakan kaus untuk menutupi bagian atas tubuhku, dan kemudian berjalan ke depan. Sebelum membuka pintu, aku menyempatkan diri untuk mengintip lewat jendela.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Lho, Alfian?” aku membatin. Di depan rumahku ada seorang remaja yang tampak culun dan pendiam. Dia adalah Alfian, tetanggaku yang rumahnya tidak jauh dari rumah kontrakanku. Aku pun segera membuka pintu.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Selamat siang, Kak,” sapa Alfian sambil tersenyum.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Selamat siang, Alfian,” balasku, ramah. “Mau cari Mas Hendra, ya? Wah, kebetulan Mas Hendra lagi kerja,” jelasku. Tumben sekali Alfian bertamu ke rumah. Hal ini membuatku heran. Aku pun menebak bahwa ia sedang mencari Mas Hendra.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“A... aku nggak lagi cari Mas Hendra, Kak. Aku ada perlu sama Kak Gaby,” ujar Alfian dengan muka tertunduk. Ia terlihat gugup, dan seperti tidak berani menatapku. Ia memang terkenal sebagai anak yang pendiam dan pemalu.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Sama Kakak?”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Iya, Kak. Boleh aku masuk?”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Oh iya, silakan,” ujarku. Aku pun segera mempersilakan Alfian masuk.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Mau minum apa, Alfian?” tanyaku, ramah.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Oh, nggak usah, Kak. Nggak usah repot-repot. Aku cuma mau menyampaikan sesuatu.”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku termangu, dan kemudian duduk di hadapan Alfian di ruang tamu.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Ada perlu apa, ya? Kok sepertinya serius banget.”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Begini, Kak Gaby. Lusa aku mau pindah ke Kalimantan. Ayah dan ibuku mau transmigrasi ke sana, dan aku ikut. Kebetulan aku baru saja lulus SMA.”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Oh ya? Waaah... jauh banget ya pindahnya.”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Iya, Kak. Nah, sebelum pindah, aku mau minta tolong sesuatu ke Kak Gaby, untuk terakhir kalinya. Sebutlah ini sebagai tanda perpisahan.”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Haha... ada-ada aja kamu,” aku tertawa geli. “Memangnya mau minta tolong apa? Selama aku bisa bantu, pasti aku bantu.”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Begini, Kak. Tapi Kakak jangan marah, ya?” </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Ah, kamu bikin penasaran aja. Memangnya apa, sih?”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Mmm.... anu, Kak.... Terus terang, aku ngefans banget sama Kak Gaby. Setiap kali Kakak lagi ngobrol-ngobrol sama tetangga, aku selalu memperhatikan Kak Gaby.”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku semakin merasa geli. Ini benar-benar konyol. Jangan-jangan ABG ini mau menyatakan cinta kepadaku. Aku hanya tersenyum simpul membayangkan hal itu.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Nah... Selama ini kan aku sering nonton film porno, Kak. Aku jadi penasaran. Aku pengeeeennnn banget nyoba jilat buah dada dan kemaluan perempuan, kayak di film-film itu. Kalau boleh, aku pengen nyoba hal itu ke Kakak.”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Bagai disambar geledek, seketika emosiku tersulut. Aku tidak menyangka cowok sepolos Alfian bisa mengatakan hal tidak senonoh seperti itu.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Heh, Alfian! Jaga omongan kamu!” aku berdiri dengan penuh emosi. “Berani-beraninya kamu ngomong kayak gitu ke aku! Memangnya kamu kira aku ini pelacur?”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“A... aku mohon maaf, Kak. Aku suka banget sama Kak Gaby, tapi selama ini aku cuma bisa membayangkan Kakak. Lusa aku udah mau pindah, jadi apa salahnya Kakak bantuin aku.”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Kamu benar-benar kurang ajar! Bisa-bisanya kamu berpikir aku mau menyanggupi permintaan kotormu itu!! Sekarang lebih baik kamu pulang!!”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Ta... tapi... Mas Cakra aja bisa, kenapa aku nggak? Lagi pula aku cuma minta sekali ini aja.”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Lagi-lagi aku seperti tersambar geledek. “Apa maksud kamu?”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Ini, Kak.” ujar Alfian seraya menyerahkan handphonenya. Ada sebuah video di layar. Aku pun langsung menyetelnya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“A... apaaaa??” hampir saja handphone itu lepas dari genggamanku. Di video itu tampak diriku yang sedang telanjang bulat, sedang jalan dengan cepat dari rumahku menuju rumah Cakra. Ah, tiba-tiba aku merasa pusing.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku tak menyangka bahwa ternyata ada yang memergokiku saat sedang ke rumah Cakra malam-malam. Dan orang itu adalah Alfian. Tubuhku pun lemas seketika.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Aku mohon, Kak. Aku benar-benar tergila-gila sama Kak Gaby. Selama ini aku sering masturbasi sambil membayangkan Kak Gaby. Terlebih sejak aku melihat Kak Gaby telanjang bulat, aku semakin sering masturbasi. Kak, aku sayang sama Kakak. Dan sebelum aku pindah, aku pengen banget nyoba yang kayak di film-film itu. Aku mohon, cuma sekali ini aja.”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Nggak! Lebih baik sekarang kamu pergi dari sini sebelum aku teriak!”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Ya udah, Kak. Aku pergi. Tapi maaf, jangan salahkan aku kalau video itu tersebar,” ujar Alfian, sambil beranjak dari kursi.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku ternganga. Rupanya Alfian hendak menjadikan video itu sebagai senjata untuk mengancamku.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Alfian, tunggu!”secara spontan aku mencegah kepergian Alfian. Aku takut sekali jika video itu tersebar. Bagaimana kalau nanti Mas Hendra tahu? Oh, aku tidak bisa membayangkannya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Ada apa, Kak?”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Tolong hapus video itu, Alfian,” ujarku dengan memelas. “Jangan disebarkan. Aku mohon....” </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Aku pasti akan hapus video ini, Kak. Tapi aku juga minta Kakak bantuin aku. Supaya aku nggak penasaran lagi, dan bisa tinggal di Kalimantan dengan tenang. Aku udah lama memimpikan Kak Gaby. Aku suka Kak Gaby.”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Terima kasih karena kamu sudah menyukaiku. Tapi, aku nggak bisa melakukan itu, Alfian. Aku ini istri orang.”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Tapi kenapa kalau sama Mas Cakra mau? Padahal aku juga nggak minta macam-macam. Cuma mau yang tadi aku bilang.”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku diam, tidak tahu harus berkata apa lagi. Aku hanya bisa menggigit bibir bawahku, panik.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Ya sudah, Kak. Aku pulang dulu, ya.” Alfian berbalik, hendak keluar rumah. Aku pun buru-buru menarik tangannya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Tunggu... tunggu... tolong jangan pergi,” ujarku, sambil menahan tangis. “Oke Alfian, oke! Aku turuti kemauan kamu.”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Kakak serius?”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Iya. Tapi tolong sebelumnya hapus dulu video tadi.”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Nggak, Kak. Aku baru akan menghapusnya setelah Kakak menepati janji Kakak.”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku menahan geram. “Oke! Tapi kamu harus janji, kamu hanya boleh menjilat dada dan kemaluan Kakak.”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Setuju, Kak. Aku janji,” ujar Alfian dengan muka berbinar. “Jadi kapan kita bisa mulai?”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Ayo ikut aku,” ujarku. Aku mengunci pintu rumah, menutup gorden jendela, lalu berjalan dengan lunglai menuju kamarku dan Mas Hendra. Alfian mengikuti dari belakang. Sesampainya di kamar, aku menyuruh Alfian duduk di ranjang.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku mengunci pintu kamar, dan kemudian melepas kausku. Daster seksi yang aku kenakan membuat buah dadaku begitu menantang.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku naik ke ranjang, lalu berbaring di sana. Dengan tangan gemetar, aku mulai melepas tali daster di pundakku dengan perlahan, namun tetap menahan daster agar tetap menutup buah dadaku. Jantungku berdebar-debar membayangkan apa yang akan Alfian lakukan terhadapku sebentar lagi.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Ini, silakan dimulai. Tapi ingat kesepakatan kita tadi,” ujarku sambil memandang Alfian lekat-lekat.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Iya, Kak.”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Perlahan Alfian naik ke atas tubuhku. Aku memejamkan mata ketika tangan Alfian mulai menurunkan dasterku yang talinya sudah tidak terkait di pundakku itu. Kulit dadaku merasakan hangatnya tangan Alfian yang terasa gemetar. Sepertinya ia gugup. Dan kami sama-sama gugup.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Perlahan-lahan buah dadaku pun mulai tersingkap. Aku membuka mata sedikit, dan aku melihat mata Alfian tampak berbinar-binar.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Ooohhh... akhirnya mimpiku terwujud....” ujar Alfian, setengah berbisik. “Terima kasih banyak Kak Gaby. Aku sayang Kakak....”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Setelah mengucapkan itu, Alfian langsung melumat dadaku seperti orang kesetanan. Ia mencupang kedua bukit kembarku dengan kasar.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Pelan-pelan, Alfian. Pelan-pelan....” aku mencoba mengingatkan, sebab aku merasa risih jika ia tidak bisa mengendalikan diri seperti itu.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Oh iya, Kak. Maaf.... Baru pertama kali ini aku melihat buah dada perempuan dewasa secara langsung, dan baru kali ini pula aku bisa menciumnya. Apalagi ini milik Kak Gaby, orang yang selalu aku hadir dalam mimpiku.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku agak tersipu mendengar omongan Alfian. Aku tidak menyangka bahwa bocah itu benar-benar menyukaiku.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tidak lama kemudian, lidah Alfian mulai memainkan puting susuku. Lidahnya melingkar-lingkar dengan lincah. Permainannya begitu luar biasa. Entah dari mana ia mempelajari kemampuan itu. Mungkin dari film-film porno yang sering ia tonton. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tanpa sadar, aku memegang kepala Alfian sambil mendesah-desah. Aku rasakan kedua puting susuku mulai mengeras. Oh tidak, rupanya aku mulai terangsang. Ini yang aku takutkan sedari tadi.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Eggh...,” aku mengerang saat Alfian perlahan-lahan menggigit-gigit puting susuku. Ini enak sekali. Aku tak menyangka bocah itu pandai memberikan rangsangan. Bisa dibilang kemampuannya tidak kalah dibanding Cakra.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tubuhku menggeliat-geliat menahan hasrat yang semakin lama semakin naik. “Oooh..., kamu hebat Alfian,” batinku.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku mengintip aktivitas Alfian. Ia masih terus semangat melumat dadaku. Aku perhatikan payudaraku yang putih, kenyal, dan menantang itu memerah. Aku biarkan diriku dicupang oleh Alfian. Aku pasrah saja supaya video itu bisa dihapus sehingga masalah ini bisa segera beres.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Beberapa lama kemudian, Alfian menghentikan aktivitasnya. Ia menarik dasterku dengan tangkas, dan kemudian menurunkannya. Rupanya ia sudah ingin menikmati bagian bawahku. Aku sama sekali tidak melawan ketika ia melepas dasterku. Bahkan ketika ia menurunkan celana dalamku, aku menaikkan sedikit pantatku untuk memudahkannya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kini aku sudah telanjang bulat, berbaring di hadapan Alfian. Aku menutup buah dadaku dengan tangan kanan, dan merapatkan kedua belah pahaku sambil menutupi kemaluanku dengan tangan kiri. Aku memandang Alfian, menantikan apa yang akan ia lakukan berikutnya terhadap tubuhku. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Oooh... Kak Gaby,” desah Alfian sambil menggosok-gosok sesuatu yang menonjol di balik celananya. Kemudian ia mengelus-elus pahaku sejenak, lalu membukanya perlahan-lahan.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kini vaginaku pun terpampang dengan jelas di hadapannya. Bulu-bulu kemaluan yang tercukur rapi tampak kontras dengan kedua pahaku yang putih, mulus, dan padat itu. Rupanya vaginaku sudah agak basah. Aku merasa malu kepada bocah itu sehingga kedua pipiku memerah.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Kak Gaby... aku hampir nggak percaya bisa dapet kesempatan ini. Ya ampun, vagina Kak Gaby indah banget... Ooh... sebentar lagi apa yang aku impi-impikan akhirnya tercapai....”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Alfian mendekatkan wajahnya ke selangkanganku. Aku memperhatikan aktivitasnya dengan saksama. Ketika bibirnya mulai menyentuh bibir kemaluanku, aku langsung mendesah.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Oouuh....”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Bocah itu menyedot-nyedot cairan kemaluanku, lalu menelannya. Ia juga memainkan lidahnya, menjelajahi vaginaku dengan leluasa. Tubuhku menggeliat-geliat menahan gairah yang mulai menguasaiku.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Aaaaah... Alfian sayang... terus... pelan-pelan....” tanpa sadar aku memanggil Alfian dengan panggilan sayang. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Permainan Alfian semakin ganas. Lidahnya mengaduk-aduk liang senggamaku tanpa ampun. Desahanku pun semakin keras. Vaginaku seperti mau meledak. Aku merapatkan kedua pahaku hingga kepala Alfian terjepit. Kedua tanganku meremas-remas buah dadaku sendiri. Kepalaku bergerak-gerak tidak karuan. Dadaku membusung. Napasku terengah-engah. Aiiiihhh....</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tiba-tiba, Alfian menghentikan aktivitasnya, lalu bangkit dari tempat tidur. Tangan kirinya terlihat sibuk menggosok-gosokkan penisnya yang masih berada di dalam celana.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Ooh, aku udah nggak kuat lagi, Kak. Aku udah mau keluar. Aku pinjam kamar mandinya, Kak. Ada di mana?” tanya Alfian sambil meringis.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Itu, keluar dari kamar ini, terus belok kanan. Kamu mau masturbasi?”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Iya, Kak. Sebentar, ya,” ujar Alfian, lalu buru-buru pergi menuju pintu.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku tercenung. Bocah itu begitu polos, dan setahuku ia merupakan anak yang baik. Lusa ia akan pindah ke Kalimantan, dan mungkin kami berdua tidak akan pernah bertemu lagi. Kemudian terlintas sebuah pikiran gila dalam kepalaku, bagaimana jika aku memberi “hadiah” kepadanya? Hitung-hitung sebagai ucapan terima kasih karena dia telah menyukaiku. Juga sebagai tanda perpisahan.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Yang aku maksud hadiah di sini tentu saja bukan membolehkannya menyetubuhiku. Bagaimanapun aku tidak mau, sebab aku merasa masih sebagai seorang perempuan terhormat. Aku rasa mengoralnya sudah cukup membuat dia puas dan bahagia. Dan aku juga tidak mengalami kerugian apa-apa.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Alfian, tunggu,” aku berseru kepada Alfian yang masih berusaha membuka kunci pintu kamar. Pintu itu memang agak bermasalah. Hanya aku dan Mas Hendra yang bisa membukanya dengan lancar.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Iya, Kak? Aduh, tolong bukain pintunya, dong, Kak,” ujar Alfian dengan muka memelas. Sepertinya ia sudah benar-benar tidak tahan.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Itu memang agak rusak. Ya udah, keluarin di sini aja. Sini Kakak bantu,” tawarku.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Ma... maksud Kakak?"</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku beranjak dari kasur, kemudian menghampiri Alfian. Bocah itu hanya bisa ternganga melihatku berjalan ke arahnya dalam keadaan telanjang bulat.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Alfian, Kakak akan bantu. Tapi ini hanya sekali aja. Setelah ini kamu harus menghapus video itu, lalu pulang dan jangan kembali lagi ke sini,” ujarku dengan nada tegas.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“I... iya, Kak.... Aku janji...,” jawab Alfian, terlihat begitu gugup.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Kalau begitu sekarang lepas celanamu,”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tanpa perlu disuruh dua kali, Alfian buru-buru melepaskan celana panjang dan celana dalamnya. Mataku langsung tertuju pada penisnya yang ramping, panjang, keras, dan tegak. Kemaluan tersebut dihiasi oleh bulu-bulu yang belum terlalu lebat.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku berlutut di depan Alfian. Perlahan-lahan kusentuh penisnya yang basah itu, dan kemudian kumainkan dengan lidahku.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Uuuh... Kak...,” Alfian mengerang. Tangannya meremas-remas kepalaku sambil merem melek. Ia terlihat begitu keenakan. Aku pun semakin semangat untuk mengoralnya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Penis Alfian memang tidak terlalu besar, tapi benar-benar keras. Mungkin karena baru pertama kali ini ia mendapat rangsangan seperti itu sehingga ereksinya bisa benar-benar maksimal.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku mengulum penis Alfian dengan tekun. Entah kenapa aku begitu menyukai wangi penisnya. Aromanya membuatku semakin terangsang.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku melirik ke arah cermin di sampingku. Astaga, aku melihat sebuah pemandangan yang begitu menggetarkan. Aku terlihat begitu rendah. Di cermin itu, aku yang sintal dan dan cantik jelita sedang berlutut dalam keadaan telanjang bulat di depan remaja berwajah ndeso, mengulum penisnya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Oooh... maafkan aku, Mas Hendra. Aku tidak tahu kenapa aku sampai melakukan hal yang sangat rendah ini....”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tiba-tiba, cengkeraman Alfian di kepalaku semakin kencang. Aku juga merasakan penis Alfian semakin keras.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Aduuuuh... aku mau keluar, Kak! Aku mau keluar! Ouuuuh....”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Mendengar itu, aku semakin mempercepat kulumanku. Tidak lama kemudian....</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Aaaaaaah.... Oooooh.... Kakaaaaak....” Alfian melolong. Tubuhnya bergetar hebat. Kepalanya mendongak ke atas. Matanya memejam, dan mulutnya menganga. Sepertinya ia telah mendapatkan kenikmatan yang begitu luar biasa.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku juga merasakan penis Alfian berdenyut-denyut. krucil.netan spermanya langsung mengisi mulutku. Entah kenapa aku sama sekali tidak mual. Aku membiarkan penis Alfian berada di dalam mulutku selama beberapa detik, sampai ia selesai menumpahkan semua spermanya.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Aduuuh... Kak Gaby, maaf... Aku... aku tadi udah nggak kuat. Aku nggak bermaksud ngeluarin di mulut Kak Gaby,” ujar Alfian, seraya buru-buru melepas penisnya dari dalam mulutku.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku menggeleng sebagai syarat bahwa aku tidak apa-apa. Aku langsung mengambil tisu, lalu menumpahkan semua sperma di dalam mulutku ke dalam tisu itu hingga benar-benar bersih.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Kak Gaby, aku minta maaf...,” ujar Alfian, prihatin melihatku dalam kondisi seperti itu.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Nggak apa-apa, Alfian,” ujarku, lembut. “Kini semuanya sudah selesai. Sekarang tolong tepati janji kamu.”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Iya, Kak,” jawab Alfian. Lantas ia mengambil hpnya, lalu menghapus videoku di depanku. Kemudian, aku pun segera mengenakan dasterku lagi.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Sekarang kamu pulanglah. Aku mau bersih-bersih. Oh iya, tolong jangan kembali ke sini lagi. Tepati janji kamu,” ucapku dengan nada tegas.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Alfian menatapku sambil tersenyum lembut. “Iya, Kak. Aku pasti menepati janjiku. Aku benar-benar berterima kasih sama Kak Gaby. Ini semua benar-benar lebih dari harapanku. Terima kasih ya, Kak. Aku pamit dulu,” Alfian memelukku dengan erat.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku membalas pelukannya sambil mengelus-elus punggungnya, layaknya seorang kakak yang sedang menenangkan adiknya. Kemudian Alfian pun pulang dengan keadaan puas sekali.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Berhubung aku belum terpuaskan, maka aku pun langsung bermasturbasi di kamar mandi. Membayangkan sedang disetubuhi pria yang selama ini selalu memuaskanku, Cakra.... </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">****</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku mulai terbiasa menjalani hidup yang aneh ini. Aku berstatus sebagai istri Mas Hendra, namun aku harus selalu siap sedia jika Cakra sedang minta dilayani. Ia benar-benar seperti pengantin baru. Dalam seminggu, ia bisa minta jatah sebanyak 6 kali. Dan dalam satu kali kesempatan, kami bisa bersetubuh hingga tiga ronde.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Biasanya kami melakukannya malam-malam, selepas Mas Hendra tidur. Cakra sudah tidak pernah memintaku berjalan dalam keadaan telanjang bulat ke rumahnya. Tapi, malah aku yang sering melakukannya sendiri, khususnya ketika aku sedang sangat bergairah.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kadang-kadang juga Cakra datang siang-siang ke rumahku, lalu menyetubuhiku di mana saja, seperti di ruang tamu, ruang keluarga, kamar tidur, dan dapur. Bahkan suatu kali pernah, ia memaksaku melayaninya di samping Mas Hendra yang sedang tidur! Untunglah Mas Hendra tidak sampai terbangun karena aku sempat memasukkan obat tidur ke dalam minumannya menjelang ia tidur.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pada suatu malam, aku sedang asyik menonton televisi. Sudah dua hari ini Cakra tidak datang ke rumah atau minta jatah. Sepertinya ia sedang “bertugas” di luar kota, merampok truk-truk yang melintas di jalan raya. Untunglah gairahku sedang tidak terlalu tinggi. Kalau tidak, pasti aku akan bingung dan gelisah, sebab tidak ada yang memuaskanku, mengingat sampai sekarang Mas Hendra sama sekali tidak berdaya di ranjang.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Tok... tok... tok...,” terdengar ketukan pintu yang sepertinya diketuk dengan terburu-buru. “Sayaaang... bukain pintunya, dongg!”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Oh, itu suara Mas Hendra. “Iya, Mas! Tunggu sebentar!”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Buruan!” Aku dapat kabar baik, nih!” seru Mas Hendra, sementara aku sedang mengambil kunci pintu di dalam kamar.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Kabar baik apa sih, Mas?” tanyaku ketika sudah membuka pintu. “Kok kayaknya seneng banget.”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Mas Hendra hanya cengar-cengir mendengar pertanyaanku. Setelah menutup pintu, kemudian ia mulai bercerita.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Aku naik jabatan, Sayang!” seru Mas Hendra. Aku sumringah mendengar kabar baik itu.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Oh ya?” tanyaku, dengan wajah nyaris tidak percaya. “Wah, berarti gaji Mas Hendra naik, dong! Asyiiikk...!!”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Iya, Sayang! Dan berita baiknya lagi, aku akan bertugas di kantor pusat. Dan itu berarti kita akan pindah dari sini! Lusa kita sudah harus pindah, sebab Senin aku sudah mulai bekerja di sana. Kamu pasti senang, kan?”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Perlahan-lahan senyumku memudar. Seharusnya aku senang, sebab itu berarti aku bisa lepas dari cengkeraman Cakra. Dia tidak bisa lagi seenaknya memaksaku untuk melayaninya. Ya, seharusnya aku senang.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tapi, entah kenapa sebagian diriku seperti tidak rela. Entah kenapa aku seperti tidak sanggup membayangkan hidup tanpa Cakra. Apakah aku telah jatuh cinta kepada preman keparat itu?</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Sayang? Kamu kenapa?” ucapan Mas Hendra membuyarkan lamunanku.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Oh, nggak apa-apa, Mas. Jadi lusa kita pindah?”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Iya, Sayang! Yeaah... kita akan memulai hidup baru di sana!” seru Mas Hendra, girang. “Aku sudah telepon jasa angkutan untuk memindahkan barang-barang kita. Lusa mereka akan datang, dan kemudian kita langsung pindah.”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku termangu. Untunglah Mas Hendra tidak terlalu memperhatikan perubahan raut mukaku. Ia langsung pergi dari ruang tamu untuk mandi. Ia berjalan sambil bersiul-siul senang.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Malam itu aku tidak bisa tidur. Aku gelisah. Aku bingung harus bagaimana. Di satu sisi aku ingin pindah bersama Mas Hendra. Tapi, di sisi lain aku tidak ingin jauh-jauh dari Cakra. Aahh... aku benci sekali dengan kenyataan ini. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">****</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Truk yang akan mengangkut barang-barang kami sudah datang. Sebelumnya kami sudah mengepak semua barang berukuran kecil ke dalam kardus. Para kuli angkut pun satu per satu sudah mulai memindahkan barang-barang dari dalam rumah ke atas truk.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku duduk di sudut ruangan sambil menatap aktvitas mereka dengan gelisah. Aku bingung. Aku benar-benar tidak ingin pindah dari sini. Tapi bagaimana cara melakukannya? Aku begitu panik dan sangat kalut. Dan kemudian aku pun mulai terisak....</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Lho, sayang... kamu kenapa?” tanya Mas Hendra saat melihatku menangis. Ia langsung menghampiriku dan membelai-belai rambutku. Aku pun langsung memeluknya dengan erat. Tangisanku semakin keras.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Kamu kenapa, Sayang? Apa ada yang mengganggu pikiranmu?”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku hanya menangis tanpa berkata apa-apa. Pelukan dari Mas Hendra sedikit menenangkanku. Perlahan-lahan pikiranku pun mulai tenang.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Sayang...,” ujar Mas Hendra, lembut. “Ceritalah kalau ada masalah... nanti sama-sama kita cari solusinya....”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Mendengar kata-kata Mas Hendra yang begitu teduh, aku pun mulai berani membuka mulut. “Mas... aku... aku minta maaf....”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Lho, minta maaf kenapa?”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Aku nggak bisa pindah dari sini, Mas.... Aku pengen tetap di sini....” ujarku. Air mataku pun semakin tumpah, sebab dengan berkata seperti itu, berarti aku lebih memilih menjadi budak pelampiasan Cakra.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Lho... lho... kenapa?” Mas Hendra melepaskan pelukannya. “Bukankah dulu kamu pernah bilang pengen pindah dari sini?”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Iya, Mas... tapi itu dulu.... Sekarang aku benar-benar nggak pengen pindah... tolong aku, Mas....”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Tapi....” Mas Hendra tidak meneruskan ucapannya. Ia terlihat sangat terkejut.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Tolong, Mas...,” aku kembali terisak.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Tapi aku nggak mungkin membatalkan kepindahanku ke kantor baru, Sayang....”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Mungkin Mas Hendra saja yang pindah, sementara aku tetap di sini. Nanti Mas Hendra bisa pulang ke sini seminggu atau dua minggu sekali...,” aku memberi ide.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Mas Hendra menjauh dariku, dan kemudian terduduk lemas sambil memijat-mijat keningnya. Aku jadi kasihan kepadanya. Aku segera mendekatinya, dan kemudian memeluknya sambil terisak. Kami berpelukan seperti itu dalam waktu yang cukup lama.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Akhirnya Mas Hendra mulai bicara. Ia meminta alasan yang logis kenapa aku tidak ingin pindah. Aku hanya bilang bahwa aku sudah sangat betah di kampung itu. Aku tidak mungkin memberitahukan alasan yang sebenarnya kepada Mas Hendra, sebab hal itu bisa sangat menghancurkan hatinya....</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Mas Hendra sulit menerima alasanku, namun ia tidak sampai hati memaksaku untuk ikut pindah. Pada akhirnya hatinya pun luluh. Ia menyetujui ideku, bahwa hanya dia saja yang pindah, sementara aku tetap di sini. Ia pun langsung meminta para kuli angkut untuk menurunkan kembali barang-barang yang sudah diangkut.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Mas Hendra harus membayar sekian rupiah sebagai konsekuensi karena membatalkan pengangkutan barang. Namun, ia membayarnya dengan ikhlas demi istri tercintanya ini.... </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">****</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Setahun sudah aku tinggal berjauhan dengan Mas Hendra. Pada awal-awal kepindahannya, suamiku itu pulang seminggu sekali. Namun demi menghemat pengeluaran, ia pulang dua minggu sekali, dan kami sudah menyepakati hal ini.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Cakra semakin sering datang ke rumah sejak Mas Hendra pindah. Bahkan hampir setiap hari ia tidur di rumahku, tentunya saat Mas Hendra sedang tidak ada.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kami benar-benar seperti sepasang suami istri. Kami tidur berdua dalam satu kamar. Bercinta dengan panas dari malam sampai pagi. Ketika aku bangun, aku mendapati Cakra sedang tertidur pulas di sampingku sambil memelukku. Kami sama-sama telanjang. Setelah bersih-bersih, aku membuatkannya sarapan, dan kemudian kami sarapan bersama-sama. Ia ibarat suami keduaku.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku tidak menyangka bahwa ternyata hubunganku dengan Cakra bakalan seperti ini. Padahal, dulu aku teramat membencinya. Tapi kini dialah orang yang selalu memberiku kehangatan. Memuaskan hasrat seksualku yang tinggi ini.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku pun kini menjadi perempuan yang binal. Aku selalu memakai pakaian yang seksi. Tidak hanya di rumah, tapi juga di luar rumah. Saat pergi ke pasar, sering kali aku hanya mengenakan daster pendek satu tali. Pakaian itu memperlihatkan lekuk-lekuk tubuhku dengan jelas, seperti belahan dada, ketiak, dan kedua pahaku. Bahkan sesekali aku nekat tidak mengenakan pakaian dalam.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tidak ada satu pun tetangga yang memprotes atau menggangguku. Mungkin karena mereka takut dengan Cakra. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">****</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Saat menyetubuhiku, Cakra selalu menumpahkan spermanya ke dalam rahimku. Aku selalu memintanya untuk mengeluarkannya di luar, tapi ia tidak pernah mau. Hal yang aku takutkan pada akhirnya terjadi. Aku hamil, dan usia kandunganku sudah satu bulan.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Beruntung satu bulan sebelumnya aku juga bercinta dengan Mas Hendra. Jadi begitu mengetahui aku hamil, Mas Hendra senang bukan kepalang.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Benarkah??? Aaaaah!! Akhirnya aku akan menjadi seorang, Ayah!” jerit Mas Hendra ketika aku mengabarkan kehamilanku lewat telepon. “Sayang, kamu nggak boleh beraktivitas terlalu banyak. Setelah ini aku akan menambah uang kiriman untuk beli susu kehamilan. Kamu harus banyak-banyak minum susu supaya pertumbuhan janin anak kita berlangsung dengan baik.” </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kasihan Mas Hendra. Ia percaya bahwa anak dalam kandunganku ini adalah anaknya. Padahal, saat kami bercinta malam itu, spermanya tidak sampai masuk ke liang kenikamatanku, sebab penisnya tidak bisa berdiri.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Malamnya, aku menanti kedatangan Cakra. Sudah seminggu lebih ini ia belum pulang. Nomor hpnya juga tidak aktif. Aku merasa kangen. Aku gelisah menanti kepulangannya. Meskipun sedang hamil, namun gairahku tetap tinggi. Setiap malam aku memakai lingerie yang sangat seksi. Jadi kalau Cakra pulang, kami bisa langsung bercinta.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Setiap hari pula aku mencukur bulu ketiakku, menjaganya selalu bersih dan mulus. Khusus untuk Cakra, sebab ia sangat menyukai bagian tubuhku yang satu itu.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Mas Cakra, kamu ke mana?” aku bertanya dengan masgyul. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Pada malam kesepuluh, Cakra masih belum pulang juga. Keesokan harinya, sebuah ambulans datang ke depan rumah Cakra. Astaga, ternyata ambulans itu membawa jenazah Cakra! Dari para tetangga, aku mendengar kabar bahwa Cakra terjatuh dari truk saat hendak merampok hingga tewas seketika. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Astaga... Mas Cakra....”</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Aku tidak ikut melayat atau menguburkan jenazah Cakra. Aku hanya menangis di rumah. Menangisi kepergian Cakra. Ayah dari anak yang ada dalam rahimku ini. </span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">****</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kepergian Cakra benar-benar membuatku terguncang. Aku pun sadar bahwa selama ini aku telah berbuat sesuatu yang sangat tidak patut. Selanjutnya aku memutuskan untuk bertobat. Aku berjanji untuk lebih mengendalikan nafsuku. Aku berjanji tidak akan membiarkan seorang pria pun yang menikmati tubuhku lagi selain suamiku. Jika suatu hari nanti aku tidak bisa menahan hasratku, maka aku lebih memilih untuk bermasturbasi.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Beberapa hari setelah kepergian Cakra, aku menelepon Mas Hendra.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">“Mas, sekarang kan aku lagi hamil. Bagaimana kalau aku pindah saja ke sana?” tanyaku. “Jadi nanti kita bisa sama-sama menjaga calon anak kita.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Mas Hendra senang bukan kepalang mendengar ideku itu. Langsung saja ia mengurus kepindahanku. Dan dalam waktu beberapa hari saja, aku sudah resmi pindah. Kami tinggal di sebuah rumah sederhana yang baru saja dibeli Mas Hendra dengan cara mencicil.</span></div>
<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Kini aku pun memulai hidup baru. Di tempat yang baru, dan dengan semangat yang baru pula. Namun aku harus menjalaninya dengan menyimpan sebuah rahasia besar. Rahasia yang sama sekali tidak boleh diketahui oleh suamiku tercinta, Mas Hendra. </span></div>
hantumonkihttp://www.blogger.com/profile/17642631795725605946noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1925213797991915871.post-48986506273116420992015-03-23T00:13:00.003-07:002015-03-23T00:13:55.286-07:00Tante Desi<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Sudah 5 tahun tante desi menikah namun belum juga di karuniai anak. Berbagai cara telah di dicoba agar bisa mempunyai anak. namun tidak membuahkan hasil juga. Satu cara yang belum dicoba adalah pergi ke dukun karena tante desi orangnya sangat beragama sehingga dia tidak mau pergi ke dukun. Ia juga tidak mau mengadopsi anak karena ia yakin ia dan suaminya tidak mandul dan bisa mempunyai anak.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Tante Desi umurnya sekitar 28 Tahun, dia menikah dengan om aldi pada usia 23 dan sekarang aku berusia 21 tahun. Tante desi orangnya cantik, putih, body sangat merangsang walau dia menggunakan pakaian berkedung longgar namun seluk tubuhnya dan buah dada yang besar sangat jelas terlihat dari pakaian longgarnya tersebut. Buah dadanya saya tafsir berukuran 36B. Melihat body tante saya ini, saya sangat terangsang dan ingin sekali bisa menggauli tubuh tanteku ini. Akal busuk saya pun keluar yaitu memprokasi tante dan om agar mau ke dukun kenalan saya yang sebenarnya dukun palsu. Dukun itu adalah teman yang saya, saya suruh dia pura-pura menjadi seorang dukun untuk memberikan masukan kepada om dan tante untuk melakukan hal agar mereka mempunyai keturunan.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Karena desakan dari ke dua belah keluarga besar om dan tante akhirnya tante mau juga pergi ke dukun yang telah aku persiapkan itu. Samapi di sana saya menunggu di luar, hanya tante dan om saja yang masuk ke rumah si dukun. Sampai di rumah tersebut si Om dan tante langsung memngemukakan tujuan mereka datang ke si dukun bahwa ingin mempunyai seorang anak. Singkat cerita si dukun memberikan masukan kepada mereka dengan pua-pura melakukan ritual yang isi masukan tersebut adalah tante harus bersetubuh dengan salah satu keponakan mereka yang hari lahirnya adalah selasa kliwon. Ini adalah rencaku untuk bisa menyetubuhi tanteku karena dari semua keponakan dia yang lahir selasa kliwon hanya aku saja, jadi sudah dapat di pastikan tante akan bisa aku setubuhi. Aku tidak peduli apa nanti tante bisa hamil atau tidak yang penting aku bisa mewujudkan cita-citaku dari dulu yaitu menyetubuhi tante ku yang cantik dan seksi itu. Aku berpesan kepada si dukun agar ia bisa mendesak tanteku agar jika mau punya anak agar mau bersetubuh dengan keponakannya yang lahirnya adalah selasa kliwon.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Om dan tante terkejut mendengar itu, merekan tidak bisa melakukan hal tersebut karena dosa. tapi dengan kecerdikan si dukun atau teman aku tersebut akhirnya tante dan om luluh dan akan menjalankan perintah sesuai perintah si dukun. Singkat cerita mereka pulang dan saat ku tanya apa masukan dari dukun dia cuma jawab pokoknya manjur dengan muka wajah yang datar. Setelah pulang dari tempat si dukun tante dan om mulai di tanya sama kedua belah keluar namun jawabnya sama seperti pertanyaan ku tadi. Walau begitu aku sangat bahagia karena dari sms teman aku bahwa om dan tante setuju untuk melaksanakan perintah dia, jadi obsesiku bersetubuh dengan tante akan terwujud juga. Sore itu juga tante dan om berkunjung ke rumah-rumah ponakan untuk menanyakan hari kelahiran mereka. Semua ponakan telah ditanya kecuali aku tidak ada yang kelahirannya selasa kliwon. tante dan Om mulai putus asa dan berfikir dukun itu mengada-ada karena ponakan mereka tidak ada yang kelahirannya hari selasa kliwon. Di tengah kebuntuan tersebut aku berkunjung ke rumah dia dengan alasan mau mengambil dompet aku yang tetinggal di dapur rumah mereka. Padahal tujuan sebenarnya adalah agar tante dan om sadar bahwa aku keponakan mereka juga dan belum ditanyai hari kelahiranku. Dan benar sampai disana aku ditanya hari kelahiranku, saat aku jawab hari itu adalah selasa kliwon mereka sangat terkejut dan saling memandang, pasti mereka berfikir ternyata keponakannya tersebut adalah saya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Singkat cerita mereka mencritakan apa yang di suruhkan dukun tadi siang yaitu mengharuskan tante bersetubuh dengan ponakannya sampai hamil. Mendengar cerita mereka aku pura-pura kaget, padahal dala hati aku sangat senang sekali. Dengan mengiba om dan tante memohon aku untuk mau menjalankan perintah tersebut. Aku pun mengiyakan mau untuk menyetubuhi tante. Mereka berpesan kepada aku agar tidak menceritakan ini semua kepada siapapun. Dan untuk alasan agar aku bisa menyetubuhi tante setiap saat maka aku di suruh tinggal dirumah mereka, aku pun menyetubuhi tanteku malam itu juga. Om pun merelakan tante untuk aku setubuhi dan pindah kamar sampai aku menghamili tanteku dan aku pun akan menggantikan posisi om ku sebagi suami tante untuk menyetubuhi tanteku semauku dan kapan pun aku mau.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Dengan kecanggungan aku mulai merasang tante, tante pun juga canggung. Mula-mula aku peluk dia dan aku cium dia. Setelah itu aku remas payudaranya, sungguh besar dan kenyal. Otomatis pula kontol aku sudah tegang dan keras sekali ingin sekali segera merasakan vagina tante. Kecanggungan tante sudah mulai hilang akupun juga begitu. Aku mulai lucuti pakaian tante dan pakaian ku juga sehingga aku dan tante sudah telanjang buat. Tante kaget dengan kontol aku yang besar dan panjang, dia sedikit malu ketika aku menatap tubuh bugilnya. Tapi aku segera meremas lagi payudaranya dan sangat terasa mengeras tanpa sehelai pakaian. Setelah puas meremas aku jilati payudara dan turun kebawah ke vaginanya. Vagina telah basah sekali akibat rangsangku tersebut. "oh..... Oh....", desah tanteku sangat aku memainkan klirotisnya dengan lidahku. Karena aku sudah tidak tahan maka aku segera lebarkan pahanya dan aku arahkan kontolku ke vaginanya. Aku tekan pelan kontolku masuk kelobang vagina yang sempit, hangat dan nikmat tersebut. masuk lah semua kontol dan mulai aku goyang keluar masuk ke vaginanya. Tante mengimbangi gerakan naik turun pantatku. Desahan kami berdua mulai terdengar agak keras dan pastinya om akan mendengar desahan kami. 1,5 jam kami bersetubuh dengan berbagai gaya akhirnya aku tidak bisa membendung spermaku untuk membasahi vagina tante dan tante sudah tidak tehitung lagi berapa kali dia orgasme.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Oh ... Tante enak sekali punya tante!", ucapku sembari tetap menggoyang keluar masuk kontol ku ke vaginanya dan terus menahan agar spermaku tidak buru-uru keluar.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Oh... agung, kontol kamu juga enak banget,, panjang dan besar", ucap tanteku.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Tante aku mau keluar nih"</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">"Keluarin sayang, buahi tante dengan spermamu dan bikin hamil tantemu ini"</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Semakin cepat aku menggoyang dan aku tekan dalam-dalam ke vagina dia dan cret cret cret cret cret cret 6 kali semburan spermaku memenuhi vagina tante, tante pun mendapatkan orgasme lagi bersamaan dengan klimaksnya aku. Tante memeluku kuat-kuat dan menekan pantatnya agar vaginya dan kontolku semakin dalam menyatunya agar sperma tidak ada yang meleleh keluar. Setelah beristirhat kami melanjutkan ke ronde berikutnya dan berstubuh dengan berbagai gaya. Malam itu kami bersetubuh 3 kali. Dan tidur karena kelelahan. Paginya kami bangun kesiangan karena letih akibat bersetubuh dan kami tidak mendapati om karena dia sudah berangkat kerja dan akupun tidak kuliah karena sudah kesiangannya. Kami pun akhirnya bersetuh lagi seharian itu. Sehingga kami berdua tidak memakai pakai selama di rumah. Saat om pulang dari kerja sedang memergoki kami bersetubuh di ruang tamu, tante awalnya canggung, namun karena sudah terbakar nafsu akhirnya tidak memperdulikan kehadiran si om. Bgitulah setiap hari kami melakukan bersetubuh dengan bebas di rumah.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">3 Bulan kami sudah bersetubuh namun tante belum hamil juga. Sehingga om dan tante pun mulai berfikir apakah cara ini benar atau salah, namun disisi lain tante pasti sudah ketagihan dengan kontol aku yang panjang dan besar ini. Dan aku berbicara kepada mereka dengan berbagai alasan mungkin tante tidak hamil-hamil karena tante dibuahi tidak murni dari satu sperma yaitu selain bersetubuh dengan aku tante masih juga melayani om jika om menginginkannya. karena itu aku mohon kepada om agar merelakan tante hanya bersetubuh dengan aku saja agar cepat hamil. Dengan berat hati akhirnya om setuju. Dan tante pun seutuhnya hanya aku yang akan menyetubuhinya. Dan 3 bulan berikutnya tante positif hamil. Om dan tante sangat senang, aku pun juga begitu karena aku memang pejantan tangguh. Keluarga besar juga sangat senang mendengar berita kehamilan tante. Namun setelah itu om menyuruh aku dan tante tidak bersetubuh lagi, engan berat hati aku dan tante tidak bersetubuh lagi, namun aku yakin tante masih menginginkanku. Aku pun tidak tinggal lagi dirumh om dan tante. 2 Minggu tidak bersetubuh dengan tante membuat aku pusing. Sampai terdengar kabar tante masuk ke RS, dokter mendiaknosa ada kelainan pada kandungan tante dan harus di gugurkan, kelainan ini di karena caa bersetubuh yang salah atau apa kurang athu. Tapi hal ini bisa jadi alasan aku untuk bisa meniduri tante lagi hingga hamil dan melahirkan tanpa om sekali saja menyetubuhi tante.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Singkat cerita om merasa bersalah karena terlalu bernafsu menytubuhi tante dan dia merelakan aku dan tante bersetubuh sampai hamil dan melahirkan. Aku dan tante pun bersetubuh layaknya suamai istri hingga hamil. Untuk menyalurkan hsarat om, tante setuju untuk punya pembantu yang bisa ditiduri, jadi setiap malam om menyetubuhi pembantu dan istrinya aku yang setubuhi. 9 Bulan kemudian tante melahirkan anak perempuan yang cantik seperti ibunya. Keluar sangat senang dengan kehadiran putri kecil tersebut. Dan keluarga ingin tante secepatnya memberi adik laki-laki buat putri kecil tersebut dan aku sangat senag karena akan bebas menyetubuhi tanteku. Om ku jg tetap menyetubuhi pembantu yang juga kadang aku setubuhi juga.</span>hantumonkihttp://www.blogger.com/profile/17642631795725605946noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1925213797991915871.post-69306054811223152632014-12-11T20:07:00.002-08:002014-12-11T20:07:44.318-08:00Suami baruku, Mertuaku<div style="text-align: justify;">
<span style="font-size: small;"><span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;"> Baru-baru ini aku mendapat sebuah email dari seorang teman wanita yang menceritakan jika ia sangat tertarik untuk dapat melakukan hubungan seks dengan ayah mertuanya. Namun untuk dapat mewujudkan ketertarikan itu, ada beberapa hambatan yang sampai saat ini, temanku itu belum dapat menemukan solusinya. Selain memikirkan akan adanya dosa, ada satu hal lagi yang mengganjal di hati teman wanitaku. Ia merasa begitu bersalah karena hal itu akan menyakiti dan mengkhianati dua orang yang ia cintai, suami dan ibu mertuanya. Hmmm… Okelah, hal itu bisa dijadikan hal yang masuk akal mengapa sampai detik ini ia masih tersiksa dengan imajinasi dan keinginan ‘aneh’nya itu. Tapi…Jika menurut pandanganku, bercinta dengan ayah mertua bukanlah sebuah hal yang patut dipermasalahkan. Tak ada salahnya menantu dan mertua untuk melakukan seks. Selama mereka melakukannya tanpa ada tekanan, paksaan ataupun hal yang dapat saling merugikan antara keduanya. Terserah kalian akan berpikir seperti apa tentangku, yang jelas aku nyaman melakukan hal ini.<br />Setuju atau tidak, hal itu kembali kepada tujuan, hati, dan pemikiran kalian semua. Bagiku, selama kami (menantu dan mertua) tak mengganggu kepentingan orang lain, hubungan percintaan ini syah-syah saja. Seperti hal yang telah aku lakukan selama ini.<br /><br />***<br /><br />Namaku Farrah Eka, usiaku baru saja menginjak 26 tahun. Aku telah menikah dengan mas Budi (nama suamiku) selama lebih dari 5 tahun. Pernikahan kami dapat terbilang langgeng, tentram tanpa adanya gangguan ataupun masalah yang berarti. Begitupun dengan hubungan birahi kami, semua berjalan lancar seperti pasangan-pasangan lainnya. Bertahun-tahun aku dan suamiku memiliki kehidupan seks yang bagus, dan dia benar-benar bisa memuaskan nafsu birahiku. Berbagai macam literature kami baca dan pelajari guna mendapatkan ide serta masukan baru guna mempererat tali birahi kami. Mulai dari koran, majalah, novel stensilan, hingga internet, mengisi keseharian kami berdua. Khusus untuk literature terakhir, internet, yang mana diera seperti sekarang ini, informasi apa saja bisa didapatkan di internet. Terlebih informasi yang berbau akan hal-hal yang bertema seksual, dapat dengan mudah diperoleh darinya. Hampir tiap malam, kami selalu mencari referensi dari berbagai macam situs porno, namun entah siapa yang memulai terlebih dahulu, akhir-akhir ini, aku dan suamiku lebih suka membaca ataupun menonton situs porno yang bertemakan “perselingkuhan’ atau “seorang istri yang ingin bercinta dengan lelaki lain” Jujur, aku dan suamiku sangatlah terangsang setelah membaca ataupun menonton situs porno jenis itu. Yang jika diteruskan dengan acara bercinta, kami bisa berulang kali mencapai kepuasan birahi. Dan setelahnya, kami mulai berbicara mengenai apa yang bakal didapat jika hal-hal itu bisa benar-benar diwujudkan dalam kehidupan pribadi kami. Pembicaraan tentang bercinta dengan lelaki lain ini selalu saja suamiku lontarkan setiap saat, sehingga secara tak langsung, ‘ide aneh’ ini menjadi salah satu penyebab tumbuhnya imajinasi liarku. Imajinasi untuk benar-benar bisa bercinta dengan lelaki lain selain lelaki yang aku nikahi ini.<br /><br />***<br /><br /><br />Hingga detik ini aku dan suamiku masih tinggal dengan orangtuanya, Pak Bakri dan Bu Murni. Pak Bakri, 52 tahun, adalah seorang pegawai negeri biasa. Sedangkan Bu Murni, bekerja sebagai pengusaha rumah makan. Pak Bakri, yang walau telah mencapai usia setengah abad, adalah seseorang yang rajin dan ceria. Ia mempunyai banyak sekali bahan banyolan yang selalu bisa membuat siapa saja yang berada di dekatnya untuk tertawa. Pak Bakri, memiliki postur tubuh standar dengan tinggi 165 cm, berambut cepak yang sudah dihiasi uban, berkulit sawo matang, berwajah tegas yang selalu dihiasi oleh senyuman. Membuatnya selalu terlihat lebih muda. Pak Bakri, itulah lelaki yang selalu masuk ke dalam imajinasi liarku. Seperti yang telah aku jelaskan tadi, jika aku dan suamiku sedang berbincang mesum, sosok ayah mertuaku itulah yang selalu aku bayangkan untuk bisa meniduriku. Awalnya aku selalu mencoba untuk mengalihkan segala pikiran mesumku dari beliau, tapi apa daya, aku sama sekali tak bisa. Bahkan terkadang, ketika aku dan suamiku sedang heboh-hebohnya bercinta, aku sengaja memejamkan mata dan membayangkan jika orang yang menyetubuhiku saat itu adalah Pak Bakri, ayah kandung suamiku. Dan dari membayangkan hal itu saja, mampu membuatku orgasme berkali-kali. Aku tak pernah mengatakan hal ini kepada mas Budi, sehingga apa yang aku rasakan setiap kali bercinta dengannya, adalah merupakan rahasiaku sendiri.<br /> “Astaga, apakah yang aku lakukan ini salah…?”<br />“Bagaimana cara menghilangkan pikiran mesumku tentang ayah mertuaku…?”<br />“Apakah aku adalah seorang menantu yang mesum...?”<br /><br />***<br /><br />Aku yakin jika hingga detik ini, pak Bakri masih aktif melakukan hubungan seksual dengan bu Mirna, meskipun aku belum pernah sama sekali melihat atau mendengar aktifitas bercinta mereka. Hingga pada akhirnya, aku putuskan untuk memulai bermain api dengan ayah mertuaku. Aku memutuskan untuk merayunya dengan cara apapun. Dengan postur tubuh 160 cm, kulit kuning langsat, berambut hitam lurus sepanjang punggung, payudara 36D, dan pantat yang membulat, aku yakin jika asetku ini dapat menaklukan ayah mertuaku. Untuk menunjang ide mesum ini, ketika aku berada dirumah, aku sengaja untuk mengenakan daster pendek berbahan katun tipis dengan bukaan leher yang lebar guna memperlihatkan kemontokan daging payudaraku. Terkadang aku juga sering mengenakan celana pendek plus tanktop guna memperlihatkan lekuk pinggang dan perut rampingku. Aku sadar, jika didalam rumah yang aku tempati ini masih ada ibu mertua dan suamiku, sehingga untuk melakukan niatan mesum kepada ayahku ini, aku harus lebih berhati-hati. Sangat berhati-hati. Secara rutin, dikarenakan jarak antara rumah tempat kami tinggal dan lokasi kerja suamiku cukup jauh, Mas Budi selalu meninggalkan rumah sekitar pukul 7.30 pagi di setiap harinya. Ibu bertuaku, berangkat setelah suamiku beranjak ke kantor, sekitar 15-20 menit kemudian. Dan, ayah mertuaku dikarenakan kantor tempatnya bekerja cukup dekat, ia selalu berangkat pukul 10 kurang 15 menit. Melihat jam kerja orang-orang yang tinggal di rumah ini, aku memiliki waktu di pagi hari sekitar 2 jam-an untuk dapat melakukan rencana penaklukan kepada ayah mertuaku. Terlebih karena aku tak bekerja, aku memiliki waktu yang cukup leluasa untuk menggoda ayag mertuaku sebelum beliau berangkat kerja. Biasanya, setelah suami dan ibu mertuaku berangkat kerja, aku yang semula menggunakan daster panjang, langsung mengganti pakaianku dengan daster jelek berukuran mini.<br />“Adek malas jika harus beraktifitas dengan mengenakan daster bagus mas…” alasan yang selalu aku lontarkan kepada mas Budi setiap kali ia merasa bertanya padaku. “Terlebih… di rumah sudah nggak ada siapa-siapa lagi…” tambahku.<br />“Tapi khan masih ada bapak dek…”<br />“Ya ampun mas…. Memangnya kenapa? Toh adek sudah menganggap bapak mas sebagai ayah adek sendiri…”<br /><br />Seumur pernikahanku, mas Budi tak pernah menang jika berdebat tentang pakaian denganku. Ia selalu memaklumi semua alasanku. Padahal, jika ia tahu maksudku yang sebenarnya, mungkin ia tak akan pernah membiarkan istri tercintanya ini memamerkan aurat tubuhnya dengan leluasa. Ada banyak cara yang bisa aku lakukan untuk dapat menarik perhatian ayah mertuaku. Seperti ketika aku menyapu, aku lebih sering membungkuk untuk membersihkan kolong furniture, tujuannya tak lain adalah, supaya aku bisa memperlihatkan gelantungan daging payudaraku ketika aku menunduk. Ketika mengepel lantai, aku lebih sering berjongkok guna memperlihatkan pada dalam dan CD miniku. Ketika aku mencuci bajupun, aku sangat sering untuk membasahi atasan dasterku guna memperlihatkan lekuk bentuk payudaraku, dan ketika aku menjemur baju, aku sengaja memilih lokasi yang terkena banyak sinar matahari, guna memamerkan siluet indah tubuhku. Semua aku lakukan demi satu tujuan, mendapat perhatian dari ayah mertuaku. Setiap kali aku melakukan pekerjaan rumah (dengan cara seksi tentunya), seringkali aku lihat ayah mertuaku secara malu-malu mengintip. Namun begitu aku memandang ke arahnya, ia buru-buru mengalihkan pandangannya sambil tersenyum simpul. Melihat senyum ayah mertuaku, entah kenapa selalu yang selalu membuatku mabuk kepayang. Dan melihat senyum simpulnya, aku semakin yakin jika selama ini beliau menikmati pameran aurat yang aku lakukan selama ini. Karena setelah aku tak lagi melihat ke arahnya, aku tahu jika ia buru-buru menatap tajam ke arah tubuh seksiku ini. Dengan cara ini, aku mendapat banyak sekali kesenangan. Dan anehnya, hanya dengan melihat senyum dan lirikan mata ayah mertuaku ketika beliau menatap tajam kearahku, vaginaku bisa saja langsung membecek basah. Dan ujung-ujungnya, aku bisa merasakan orgasme hebat dengan cara bermasturbasi dengan hanya membayangkan ayah mertuaku.<br />“Aku harus melakukan sesuatu yang jauh lebih binal lagi… Aku harus bisa membuatnya tertarik padaku... Aku harus mendapatkan kehangatan tubuh ayah mertuaku… Aku harus bisa membawanya masuk ke dalam dekapanku dan aku harus bisa membuat beliau meniduriku…”<br />Perlahan tapi pasti, aku menyadari jika ada sedikit perubahan dari sikap dan perhatian pak Bakri padaku. Lirikan mata yang semula hanya mencuri-curi pandang kea rah tubuh seksiku, sekarang sudah berani menatap dengan tajam. Senyum yang semula hanya tergurat tipis di wajahnya, sekarang sudah lebih sering terlihat lagi. Sepertinya, pak Bakri mencoba untuk bisa ‘berkomunikasi’ dengan cara yang lebih intim lagi kepadaku. Bahkan tak jarang, ayah suamiku itu dengan sengaja menepuk atau mengusap tubuhku selagi ia berbicara denganku. Sengaja membuat chemistry yang ada diantara kami berdua menjadi lebih dekat. Hingga suatu hari, aku memutuskan untuk menunjukkan hal yang lebih kepada ayah mertuaku. Hal yang membuat ayah mertuaku tahu apa tujuanku kepadanya selama ini. Dengan cara memamerkan ketelanjangan tubuhku.<br /><br />***<br /><br />Rumah kami adalah rumah petak dengan 2 kamar tidur yang saling berdampingan. Disebelah kamar tidur, terdapat ruang tengah ber-TV, yang diletakkan tepat di depan kamar tidurku. Di ruang tengah terdapat sofa yang menghadap kamar tidurku, dan jika ada seseorang yang menonton TV disitu, dia bisa saja melihat melihat semua kegiatan yang terjadi di dalam kamar melalui pintu kamar tidurku. Inilah kunci utama yang bisa membuat rencana mesumku berhasil. Hari itu, di suatu pagi yang cerah, setelah mas Budi dan bu Murni berangkat kerja, pak Bakri sedang menonton acara kegemarannya di TV. Mengetahui jika ayah mertuaku sedang asyik-asyiknya menonton TV, aku segaja lewat di hadapannya dan segera masuk ke dalam kamar tidurku. Aku biarkan pintu kamar tidurku sedikit terbuka, berharap ayah mertuaku bisa melihat aktifitasku di dalam kamar. Setelah berada di dalam kamar, aku kembali mondar-mandir didalam kamar, dengan tujuan supaya ayah mertuaku tahu kesibukanku di dalam kamar. Dan setelah ayah mertuaku sadar akan kesibukanku, inilah waktunya aku melakukan pertunjukan perdanaku. Pada awalnya, dengan posisi tubuh yang membelakangi pintu kamar tidurku yang masih sedikit terbuka, aku sengaja membuka daster pendekku yang basah karena air sisa cucian. Kuangkat perlahan ujung bawah daster basah itu dan kuangkat naik ke atas kepalaku. Semua aku lakukan dengan gerakan lamabat dan sedikit menggoyang-goyangkan pinggangku. Dan setelah daster basah itu melewati kepalaku, aku tak langsung meletakkan daster itu ke tempat cucian kotor yang ada di sudut kamar, melainkan berdiam diri sejenak sambil memamerkan belakang tubuhku yang hanya tinggal mengenakan CD dan bra.<br />“Pak Bakri… Silakan lihat tubuh setengah telanjang menantumu ini pak…” kataku dalam hari. Beberapa kali, aku kembali mondar-madir di dalam kamar, dengan tujuan supaya ayah mertuaku bisa melihat keseksian tubuhku.<br />Aku tahu pasti, jika saat itu ayah mertuaku sudah tak lagi konsentrasi dengan acara yang ada di TV. Karena kulihat dari ekor mataku, pak Bakri berulang kali menatap tajam kearah pintu kamar tidurku yang tak tertutup itu. Dan aku pasti, beliau sangat memperhatikan semua gerak gerikku di dalam kamar ini. ASTAGA….seluruh tubuhku gemetar dengan penuh kegembiraan. Detak jantungku berdebar dengan kencang, mukaku terasa memanas dan seluruh bulu kudukku seketika merinding. YUP, itu adalah tanda kegembiraan dan gairah seksualku yang mulai meninggi. Setelah beberapa kali mondar-mandir di dalam kamar dengan hanya mengenakan bra dan CD saja, aku pikir, sekaranglah saatnya aku melucuti semua pakaian dan mempertontonkan ketelanjangan tubuhku yang sebenarnya kepada ayah mertuaku. Jika tadi aku melepas daster basahku dengan posisi tubuh membelakangi pak Bakri, sekarang aku berbuat yang sebaliknya. Aku ingin memperlihatkan keseksian tubuhku dari arah depan. Kembali aku memposisikan tempat berdiriku di depan pintu kamar tidurku yang terbuka. Kutekuk kedua tanganku kebelakang punggungku guna membuka klip bra, dan membiarkan mangkok pakaian dalamku jatuh bebas ke lantai.<br />“Pak Bakri…. Lihatlah payudara menantumu ini….” batinku lagi seiring menelungkupkan payudaraku dengan kedua tanganku. Bra-ku meluncur jatuh dengan cepat, dan payudaraku pun ikut-ikutan terbebas, melompat dengan indahnya ke arah pusar.<br />Aku melakukan semua hal itu dengan gaya lambat, supaya pak Bakri bisa menikmati ketelanjangan tubuh menantu putrinya ini dengan lebih seksama.<br /> Jantungku berdetak semakin cepat, dan wajahku terasa makin memanas. Mendadak, aku merasa hembusan angin dari AC yang ada dikamar tidurku begitu dingin. Karena merasa kedinginan bercampur horny, bulu kudukku kembali berdiri, putung payudaraku mencuat, dan yang pasti vaginaku makin basah. Dari sudut mataku, aku sedikit melirik ke arah ruang tengah untuk memperhatikan ayah mertuaku.<br />“Dia tidak lagi menonton TV…. Dia lebih mengawasi diriku yang sedang ada di kamar ini…” batinku.<br />Dengan berpura-pura tak menyadari tatapan tajam pak Bakri, ayah mertuaku, beberapa kali aku melepas tangkupan tangan pada payudaraku, membiarkan payudaraku bergoyang kesana kemari sambil berdiri menghadap kearahnya ayah mertuaku. KREEK KLETEK<br />“Hhhhhh… leganya….” Ucapku pelan sembari berlagak melakukan kebiasaan.<br />Dengan sengaja, aku memelintirkan pinggangku ke kanan dan kekiri guna melepas pegal. Padahal tujuannya sudah jelas, aku ingin membiarkan pak Bakri melihat daging payudaraku terlempar kekanan dan kekiri seiring putaran tubuhku. Puas memperlihatkan gerakan payudaraku, aku lalu membungkukkan punggungku untuk mengambil daster dan bra-ku yang ada ditelapak kakiku. Saat aku membungkuk, aku tahu jika gumpalan daging yang ada di dadaku itu lagi-lagi bergoyang dan bergelayutan jatuh karena gravitasi. Dan seiring aku berjongkok, kembali aku melihat ayah mertuaku yang hanya terbengong-bengong menatap ketelanjangan tubuh indahku. Kulempar daster dan bra kotorku ke dalam keranjang cuci yang ada di sudut kamar, dan kemudian aku mulai menurunkan CDku.<br /> “Pak Bakri…. Inilah sajian utama dari menantu liarmu ini…” kataku dalam hati sambil mulai menyelipkan kedua ibu jariku ke karet celana.<br />CD ini menempel erat di pinggang dan pantatku, dan aku harus menggoyangkan pantatku guna bisa melepas celana ini dengan cepat. Sekilas, aku merasa seperti sedang berdansa ketika menyambut ketelanjanganku. Dan melihat ayah mertuaku yang masih tak percaya akan apa yang dilihat oleh kedua bola matanya, aku sengaja memutar tubuhku dan membungkukkan punggungku lagi. Kali ini aku memposisikan tubuhku dengan pantat yang menghadap kearah ruang tengah. Tujuanku hanyalah supaya ayah mertuaku bisa melihat betapa becek dan basahnya vaginaku saati ini.<br />“YA TUHAAANNN…. Apa yang sedang aku lakukan..?” tanyaku dalam hati,<br /><br />Mendadak aku mendengar langkah kaki. Dan seiring dengan suara itu, tiba-tiba aku merasa sangat bergairah. Aku berbaring di tempat tidur dengan keadaan tubuh telanjang, berharap ayah mertuaku mendekat dan memasuki kamar tidurku. Dan entah darimana, aku tiba-tiba berinisiatif untuk segera meraba selangkangan, menyentil clitoris dan membenamkan kedua jemari lentikku dalam-dalam kelubang kewanitaanku. Segera saja, aku mulai bermasturbasi. Karena birahiku yang sudah begitu tinggi, aku seolah tak peduli jika saat itu ada lelaki lain yang sedang melihat ketelanjangan diriku. Aku benar-benar tak mampu menahan lagi rasa gatal yang menggelitik vaginaku. Aku ingin sesegera mungkin menggaruk dan memuaskan keinginan birahiku. Dan segera saja, kedua jemariku mulai membawa kenikmatan seiring kocokan tajamnya pada vaginaku. Hingga akhirnya, ada semburan panas yang menyeruak ganas pada rongga rahim, dinding vagina dan bibir kewanitaanku.<br />“OOOooooouuuugggghhhh….” Aku orgasme. Vaginaku mengejang. Memijit, meremas dan menghisap kedua jariku dengan kuat. Ini adalah orgasme masturbasi terkuat yang pernah aku rasakan.<br />Mendadak pandanganku gelap, otot-ototku melemas, dan pikiranku terasa bebas. Nafsuku menghilang dan tubuhku terasa begitu ringan. LEGA sejenak, setelah mengatur nafas sehabis orgasme, aku tiba-tiba sadar, jika aku baru saja melakukan masturbasi di hadapan pak Bakri, ayah mertuaku. Kuberanjak dari tempat tidur dan segera mengambil handuk di yang menggantung di balik pintu kamar tidurku. Kulilitkan handuk itu di tubuhku dan mengintip kearah ruang tengah. Dengan jantung yang masih berdebar-debar, aku memberanikan diri untuk mengintip keluar dari kamar tidurku berharap pak Bakri masih ada disitu. Namun harapanku ternyata sia-sia, karena ruang tengah tempat ayah mertuaku tadi berada sekarang kosong. Yang ada hanyalah suara TV yang masih menyiarkan acaranya.<br />“Kemana pak Bakri berada?”<br />Entah mendapat pemikiran darimana, aku tiba-tiba ingin memeriksa area kamar mandi dekat dapur. Dan ternyata benar, ayah mertuaku berada di dalam kamar mandi itu.<br />“Sedang apa ya kira-kira ayah mertuaku di dalam kamar mandi…? Apakah ia sedang onani…?” tanyaku dalam hati.<br /><br />Dengan hati-hati aku mendekat kearah pintu kamar mandi dan menempelkan telingaku ke pintu. Aku bisa mendengarnya terengah-engah dan kemudian, aku terkejut saat dia mengatakan…..<br />“Ohh... Fara… kenapa kamu menggodaku nduk…?” ucap ayah mertuaku sambil mendesah-desah keenakan.<br />“Pak Bakri pasti sedang onani….” Ujarku dalam hati. “Iiya… Pasti pak Bakri sedang mengocok penis besarnya…”<br />Mendadak, rasa penasaran pada diriku muncul seiring dugaan-dugaan yang ada pada otakku. Mendadak aku ingin melihat, seperti apa bentuk batang kejantanan pak Bakri ini. Mendadak aku ingin tahu, seperti apa penis yang kelak bakal mengaduk-aduk liang senggamaku.<br />“Lubang kunci…” Ucap otakku yang dengan cepat memerintahkan mataku untuk mengintip kedalam kamar mandi. Dan segera saja, aku berjongkok dan mulai memeriksa keadaan yang sedang terjadi di dalam sana.<br />“WOOOOWWWWWW……” pekikku kegirangan.<br />Melihat ada yang ada di dalam kamar mandi, aku merasa begitu senang. Sesenang ketika seorang wanita menemukan barang idaman ketika obral besar, akupun merasa seperti itu ketika mengetahui seperti apa barang kebanggaan ayah mertuaku. Benar-benar jauh lebih menakjubkan daripada yang selama ini aku bayangkan.<br />“Ya Tuhan…. Penis pak Bakri begitu besar… Jauh lebih besar daripada penis mas Budi…” girangku sambil terus menatap segala aktifitas yang terjadi di dalam kamar mandi.<br />Dengan brutal, pak Bakri mengocok batang penis besarnya. Beliau mencekik dan menarik-narik daging yang ada di selangkangannya seolah besok tak ada kesempatan untuk dapat beronani lagi. Kepala penisnya sangat besar dan berwarna sangat merah, batang penisnya hitam dengan urat-urat yang menonjol disekujur batangnya.<br />“Fara… Kau membuatku begitu bernafsu… Andai saja kamu bukan menantuku… Pasti sudah aku lumat tetek montokmu… Pasti sudah aku nikmati tubuh seksimu nduk… Shhhh….” Desah pak Bakri dari dalam kamar mandi.<br />“Fara… jika saja kamu bukan istri anakku… Sudah aku hajar memek becekmu ndukk… Kusodok dengan kontol besarku… Aku pengen menidurimu kamu ndukkk… Aku pengen ngentotin kamu nduuukkkk..... Ooouugghh….Ssshhhh….”<br />“OH MY GOD…<br />“Apa yang telah aku lakukan…?”<br />“Aku telah membuat ayah mertuaku ini terangsang secara seksual… “<br />“Aku telah menyebabkan ayah suamiku ini bermasturbasi dengan membayangkanku.”<br /> Mendadak aku merasa begitu bersalah.<br />“Seharusnya… Aku tak pantas berbuat seperti ini… Aku adalah istri dari anak kandungnya… Aku adalah wanita yang seharusnya tak memamerkan tubuhku kepada orang lain… Aku juga seharusnya tak sepatutnya bermasturbasi dengan membayangkan ayah mertuaku…”<br />Namun di satu sisi aku merasa sangat terangsang. Mendengar desahan ayah mertuaku yang sedang bermasturbasi dengan membayangkan diriku, aku menjadi benar-benar tersanjung. Nafsuku kembali muncul, sehingga aku kembali bergegas ke kamar tidurku dan langsung berbaring di atasnya. Jemari tanganku kembali menyelinap masuk ke dalam celah sempit vaginaku yang masih basah dan aku mulai mengocoknya sambil membayangkan penis ayah mertuaku mengaduk-aduk vagina sempitku. Aku tutup mata dan mulai mendesah-desah. Masturbasi keduaku pun mulai mendekat, dan tak beberapa lama, aku kembali merasakan nikmat pada pangkal kakiku. Merasakan orgasme yang dahsyat itu membuat tubuhku menggeliat-geliat, hingga pada akhirnya aku merasa lemas, ngantuk dan tertidur pulas dengan pintu kamar yang masih terbuka lebar. Biarkan saja pintu kamar tidurku itu menjadi saksi bisu tentang kemesuman yang bakal terjadi di rumah ini. Tak lama, aku mengantuk dan aku tertidur dalam kondisi terlentang tanpa selembar pakaian pun<br /><br />***<br /><br />Sore itu, aku sedang menunggu kepulangan mas Budi, suamiku, dan aku benar-benar tak sabar untuk dapat segera bercinta dengannya. Begitu ia pulang, tanpa basa-basi, aku segera mencium dan mengajaknya masuk ke kamar tidur. Kami berdua langsung bercinta habis-habisan. Berulang kali aku memejamkan mata setiap kali mas Budi menusukkan batang penisnya ke vaginaku. Sambil tersenyum-senyum aku membayangkan jika penis yang menusukku adalah penis Pak Bakri, penis besar ayah mertuaku. Dengan membayangkan sosok ayah mertuaku, aku merasakan jika ia benar-benar nyata. Aku sama sekali lupa jika saat itu, lelaki yang meniduriku adalah suamiku sendiri.<br />“Kamu keliatannya sange banget dek malam ini…” Tanya suamiku keheranan.<br /> Sebuah kalimat yang amat teramat susah buat aku jawab. Apa jadinya aku jika menjawab pertanyaan suamiku “Iya mas… adek sange karena tadi siang adek masturbasi di depan bapak…”<br />Aku hanya bisa mendesah-desah sambil memintanya untuk semakin mempercepat tusukannya. Hingga sebuah gelombang orgasme datang menggulung tubuhku untuk tenggelam bersamanya.<br />“Maaasss…. Terus mas… adek mau keluar… maaasssss….” Jeritku sambil terus meminta suamiku supaya semakin mempercepat sodokan penisnya.<br />Seumur hidupku, aku hampir sama sekali tak pernah merasakan kenikmatan orgasme sedahsyat itu.<br />“Baru membayangkannya saja, aku sudah orgasme sedahsyat ini…” Aku jadi merinding sendiri, membayangkan bagaimana nikmatnya jika persetubuhan yang aku lakukan saat ini adalah persetubuhan dengan ayah mertuaku.<br />“Aku mau keluar dek…” pekik suamiku yang ternyata belum orgasme.<br /> Karena keasyikan menikmati lamunan dengan ayah mertuaku, aku benar-benar lupa, jika dalam persetubuhan ini, masih ada seseorang yang belum mendapatkan puncak kepuasannya. Suamiku dengan susah payah mendaki gunung kenikmatan seorang diri.<br />“Oooouuuugghhtt… terus mas… terus…” desahku pura-pura.<br />“Aku keluarin di dalam ya dek….?”<br />“Iya mas… keluarin di memek adek aja…” jawabku sekenanya.<br />Entah apa yang terjadi dengan diriku saat ini. Setelah aku orgasme karena membayangkan persetubuhan dengan penis besar pak Bakri, aku menjadi sama sekali kurang tertarik lagi untuk melakukan persetubuhan dengan suamiku. Yang walau aku cukup menikmatinya, aku menjadi kurang bernafsu akan penis kecil suamiku. Hingga akhirnya, kami berdua sama-sama kelelahan dan ketiduran dalam kondisi tubuh bergelimang keringat.<br /><br />***<br /><br />Pagi telah tiba, dan kesibukan aktifitas sudah kembali seperti hari-hari biasanya. Namun ada satu hal yang sedikit beda dari hari-hari sebelumnya. Yaitu, aku yang sekarang merasa agak malu ketika menghadapi pak Bakri. Tahu jika beliau melihatku kearahku saja, aku sudah merasa belingsatan. Dadaku mendadak berdetak lebih cepat dan nafasku mendadak sesak, seperti orang yang terkena sakit asma. Cara pandang pak Bakri kali ini benar-benar beda dari biasanya, agak aneh. Aku merasa, aku harus menghidar darinya untuk beberapa saat ini. Namun, tak selamanya aku bisa menghidar dari ayah mertuaku, mengingat jika selama ini aku masih tinggal bersama di rumah ini. karena setelah mas Budi dan bu Murni pergi bekerja, mau tak mau, kamipun berduaan lagi di dalam rumah. Waktu itu pak Bakri menonton TV dan aku harus melakukan pekerjaan rumah tangga. Pagi itu, entah kenapa, aku merasa suasana yang terjadi diantara kami begitu canggung. Ini tak boleh terjadi, aku harus bisa memecahkan suasana yang dingin ini.<br /> “Pak… Bapak mau saya buatkan teh…?” tanyaku sopan.<br />“Hmmm… boleh deh nduk….” Jawab ayah mertuaku.<br /> Mendengar jawaban pak Bakri, aku segera kedapur dan membuatkannya segelas teh. Dan setelah minuman teh itu jadi, aku segera menyajikannya padanya. Entah karena takut, sungkan, penasaran atau sudah gila, mendadak, niat isengku muncul lagi. Tiba-tiba aku ingin memamerkan tubuhku lagi kepada pak Bakri. Dan sebuah ide terbersit dikepalaku.Jika biasanya aku membuat teh, di dapur, kali ini aku ingin membuatkan teh untuk beliau tepat didepan mukanya. Segera saja aku siapkan secangkir air panas, teh celup, gula dan sendok kecil yang aku susun diatas nampan. Setelah itu, aku menuju ruang tengah untuk membuatkan secangkir teh untuk ayah mertuaku.<br />“Pak ini tehnya…” ucapku sambil meletakkan secangkir air panas itu di hadapannya. Aku sengaja memilih posisi berdiri di depan TV, sehingga mau tak mau, pak Bakri melihat diriku.<br />“Tehnya dicelup dulu ya pak….” Ucapku lagi sambil mencelupkan kantong teh ke dalam cangkir yang berisi air panas itu.<br />Dikarenakan posisi meja ruang tengah yang cukup rendah, aku harus membungkuk guna bisa agak nyaman mencelupkan kantong teh ke dalam cangkir. Sekaligus memamerkan daging payudaraku yang tersembunyi di dalam dasterku dari celah leher daster. Aku tahu jika celah leher daster yang rendah ini dapat memberikan penampakan payudaraku dengan begitu jelas, oleh karenanya aku sengaja berlama-lama berdiri dalam posisi membungkuk seperti ini.<br /><br />“Gulanya berapa sendok ya pak…? Saya lupa…” tanyaku lirih, sambil melirik genit kearah pak Bakri.<br />“Sa… satu sendok….” Ucapnya terbata-bata. Pak Bakri mendadak mengalihkan pandangan kearah TV ketika aku bertanya. Padahal aku tahu, jika sedari tadi,beliau sedang asyik-asyiknya menatap goyangan payudara menantunya.<br /> Kembali aku tinggal di posisi membungkuk seperti itu selama lebih dari waktu yang dibutuhkan, dan sekilas aku melihat mata ayah mertuaku kembali menatap paudaraku yang masih menggelantung di dalam dasterku. Dan kejadian lucu terjadi. Saat ayah mertuaku mengangkat cangkir teh, tangannya gemetar dan napasnya menjadi lebih cepat.<br />“Kenapa pak….?” Tanyaku pelan.<br />“Ennggaa… Enggak kenapa-napa kok…” jawabnya sambil cepat-cepat menyeruput teh yang masih mengepulkan asal putih.<br />“Wuha,,, fuuuhhh…fuhhh… ternyata tehnya masih panas nduk…” tambahnya lagi.<br />“Hati-hati pak…” saranku sambil tersenyum.<br /> Melihat pak Bakri yang kikuk seperti itu, aku menjadi merasa yakin, jika saat ini, pikirannya sudah mulai teracuni kembali oleh imajinasi liarnya tentang diriku. Karena ketika melihat kearah sarung yang selalu ia kenakan ketika dirumah, aku melihat ada sebuah benda yang mencuat dari tengah selangkangannya.<br /> “ASTAGA… pak Bakri sama sekali tak mengenakan CD di dalam sarungnya…” kagetku dalam hati.<br /> Tiba-tiba aku merasa sangat canggung dan aku segera pamit lalu bergegas ke kamarku. Setelah beberapa saat, aku mendengar ayah mertuaku beranjak dari ruang tengah dan pergi dengan buru-buru kearah kamar tidurnya.<br /> “Dia pasti sedang sange-sangenya…” ujarku dalam hati.<br /> Melihatnya gelisah karena nafsu, semangatku untuk mendapatkan cinta ayah mertuaku pun semakin menjadi-jadi. Karena, segera saja sebuah ide, kembali muncul dalam pikiran jorokku.<br /> “Aku ingin pak Bakri mengintipku ketika aku mandi…” itu ide cemerlangku hari ini.<br /> Cepat-cepat, aku segera ke dalam kamar, mengambil handuk dan segera berjalan ke arah kamar mandi yang ada di dekat dapur. Dan ketika aku lewat di depan kamar tidur ayah mertuaku, dengan sengaja aku mengetuk pintu kamarnya.<br /> “Pak… saya mau mandi dulu…kalo butuh apa-apa tinggal bilang saja... “ kataku pelan dari balik pintu kamar tidur ayah mertuaku.<br /> Entah keberanian darimana, aku berkata seperti itu. Karena perbuatan barusan sama sekali tak pernah aku lakukan selama ini. Rumah kami, hanyalah rumah kecil yang hanya memiliki dua kamar mandi. Satu kamar mandi utama yang ada di dalam kamar tidur pak Bakri, dan satu kamar mandi umum yang ada di dekat dapur. Kamar mandi di rumah ini, semua menggunakan pintu yang memiliki gagang kenop pintu model kuno. Gagang kenop yang memiliki lubang kunci di bagian bawahnya.<br /><br />Biasanya, aku menggantungkan salah satu pakaian di gagang kenop pintu tersebut guna mencegah orang lain mengintip. Namun kali ini, aku sengaja tak meletakkan apapun pada gagang kenop pintu itu supaya pak Bakri bisa mengintip tubuh telanjangku ketika mandi dari luar. Supaya beliau tahu jika aku sudah berada di dalam kamar mandi, aku dengan sengaja sedikit membanting pintu kamar mandi. Cepat-cepat aku melepas semua pakaian yang ada di tubuhku dan bersiap-siap untuk melakukan pameran tubuh telanjangku padanya. Sementara aku melucuti semua pakaian, berulang kali aku melirik ke arah lubang kunci yang ada di pintu kamar mandi, untuk memastikan apakah pak Bakri sedang menonton. Penantian ini membuat tubuhku menjadi panas dingin. Putting payudaraku langsung mengeras dan lendir vaginaku mulai merembes. Nafsu birahiku pun mulai datang, tubuhku mulai merinding dan detak jantungku mulai berdetak dengan kencang. Kucubit putting payudaraku dan kuremas daging 36Dku keras-keras. Aku mengerang keras keenakan merasakan sensasi geli yang mendadak timbul seiring remasan tanganku ke payudaraku. Tak tinggal diam, dengan tangan kananku, aku meraba vaginaku yang sudah benar-benar basah. Menggelitik klitorisku dan mulai memasukkan jari tengahku kedalam celah kenikmatanku. Kali ini aku tak langsung mandi, melainkan bermain-main dengan aurat tubuhku terlebih dahulu. Sampai beberapa saat kemudian, dari bawah pintu kamar mandi, aku melihat ada bayangan mondar-mandir di depan pintu kamar mandi. Hingga pada akhirnya, bayangan itu sekarang tak bergerak, berada tepat di depan pintu kamar mandi. Aku kembali melihat ke arah lubang kunci dan, YUP...aku bisa memastikan jika pak Bakri sedang mengawasiku dari situ. Dan aku tahu apa artinya, inilah saatnya pertunjukanku dimulai. Dengan punggung yang menghadap ke arah lubang kunci, aku sengaja melebarkan kedua kakiku. Hal pertama yang akan aku pamerkan kali ini adalah, pantat bulatku. Pantat indah yang cukup lebar, yang selalu membuat banyak lelaki melirik ketika aku berjalan, dan aku bangga karenanya. Kulebarkan kedua kakiku, membuat pipi pantatku terlihat menonjol. Perlahan, sambil menyenandungkan sebuah lagu, aku geleng-gelengkan bongkahan pantatku dan kemudian aku meraba serta meremas daging bulat yang ada di balakang tubuhku ini. Dari bayangan yang ada di bawah pintu kamar mandi, aku tahu jika pak Bakri saat ini masih mengintip. Dan hal itu membuatku semakin bernafsu. Aku lalu membungkuk dan membuka celah pantatku lebih lebar lagi. Aku sengaja menarik pipi pantatku kekanan dan kekiri, guna mempertontonkan celah kenikmatanku yang sudah benar-benar membecek. Merasa pertunjukkan tubuh telanjangku sudah terlalu lama, aku memutuskan untuk segera mandi.<br /><br />Aku guyurkan air dingin melaui shower yang menggantung di atas kepala, dan mengusap kulit putih mulusku. Aku mengambil sabun dan mulai kululurkan ke sekujur tubuhku. Dari posisi yang memunggungi lubang kunci, sekarang aku memutar tubuh ke samping dan mulai menggosokkan sabun pada payudaraku. Aku sengaja menggosok payudara dengan posisi menunduk, supaya pak Bakri bisa melihat, betapa indahnya daging yang menggelantung di dapan dadaku ini. Setelah itu, aku kembali memutar tubuhku dan bersandar pada dinding kamar mandi. Kali ini posisiku berdiri, tepat berhadap-hadapan dengan arah lubang kunci.<br />“Ooouuugghh….Ssshhh…..” desahku ketika aku berulang kali mengusap dan meremas payudaraku sembari mandi.<br /> Dengan kedua tangan, aku tangkap daging besar payudaraku dan mulai memijit mereka bersama-sama. Putting merah mudaku yang mengeras pun seolah tak mau ketinggalan, mereka sepertinya ingin dipertontonkan juga. Aku pilin kedua putting payudaraku dan kembali mendesah…<br />“Ooouuughh.. Pak Bakri… kenapa kau selalu menggodaku…? Daging besar yang menonjol di selangkanganmu… Mendadak membuatku terangsang…” bisikku lirih sambil terus menilin putting payudaraku.<br />“Pasti kontolmu jauh lebih besar daripada kontol mas Budi… pasti bu Marni selalu ketagihan merasakan sodokan kontol panjangmu…” desahku lagi sembari mulai menyentil-nyentil daging klitorisku.<br />“Ouuugghhh… Pak Bakri… andai kau adalah suamiku… aku akan selalu memintamu untuk meniduriku setiap saat… Entotin aku pak Bakri… ENOTin menantumu ini…”<br />Melakukan adegan menggairahkan seperti ini, aku merasa tubuhku menjadi begitu panas. Dengan satu tangan, aku dorong payudaraku ke atas dan mencoba untuk menghisap salah satu putingku. Tanpa kesusahan, lidahku mulai menyentuh puting dan menggoda mereka dengan menggerak-gerakkan lidahku. Aku lalu membalikkan tubuhku kembali, membelakangi lubang kunci dan memamerkan kebulatan pantatku. Lagi-lagi, aku membungkukkan tubuhku dan melebarkan kakiku jauh-jauh. Aku ingin memperlihatkan kepada pak Bakri, sebecek apa vaginaku saat ini. Jari yang semula hanya mengais-ngais klitorisku, sekarang sudah mulai mengobok-obok dengan gencarnya. Tidak hanya satu jari, melainkan 2 jari. Keluar masuk, keluar masuk, keluar dan masuk dengan lincahnya.<br /> “Oooouughh… pak Bakri… entotin menantumu ini…” ucapku lagi dengan nada yang agak lebih keras.<br />Entah darimana aku mendapat ide untuk melontarkan kalimat-kalimat mesum itu, yang jelas, aku semakin terangsang dan bersemangat ketika melakukannya. Walau aku tak tahu apakah kalimat-kalimat mesum barusan bisa terdengar oleh pak Bakri yang sedang mengintip dari lubang kunci, tapi aku yakin jika beliau mampu melihat nafsu gerak tubuh telanjangku. Saat ini, ayah mertuaku pasti sangat menginginkanku dan pastinya, aku juga sangat menginginkan dirinya. Kutusukkan jari tanganku lebih dalam lagi, dan kukencangkan desahan eranganku.<br /><br />Dari gerak-gerik bayangan yang ada di balik pintu, aku bisa tahu jika saat ini, ayah mertuaku sangat terangsang. Dan dengan membayangkan yang ia lakukan dibalik pintu, membuatku semakin bersemangat untuk mempertontonkan adegan mesumku kepada beliau.<br />“Masa bodoh pak Bakri akan menganggapku seperti apa… Yang jelas… Aku sama sekali tidak rugi untuk mempertontonkan kemesumanku padanya…” batinku.<br />Merasa sedikit capek karena melakukan masturbasi sambil berdiri, aku memutuskan untuk berbaring di lantai kamar mandi dengan vagina yang mengarah frontal ke lubang kunci. Kulebarkan kaki jenjangku dan kuberikan pandangan organ intimku yang sedang aku hajar dengan jemariku pada pak Bakri. Aku angkat salah satu kakiku ke udara dan berusaha membuat posisi yang lebih menantang. Dan dalam posisi itu aku mendorong jari-jemariku lebih gencar lagi, dan berusaha menunjukkan pada ayah mertuaku jika aku adalah wanita yang benar-benar cabul. Hingga beberapa saat kemudian, aku merasakan kehangatan yang muncul dari dalam rahimku. Aku akan orgasme…<br /> “Ooohhhh… oooohhh… ohhhhsss…. Pak Bakri…. Aku mau keluar pakk… menantumu akan keluar….” Teriakku lantang. Kali ini, tanpa rasa malu sedikitpun aku sengaja meneriakkan namanya.<br /> Tubuhku bergetar tak karuan, sensasi gelijang kenikmatan itu membuat tubuhku mendadak lemas tak berdaya. Empotan daging vaginaku terasa begitu kencang, mengigit jemari tanganku yang masih menggosok dan mengobel lirih celah kenikmatanku.<br /> “Ooohhh.. pak Bakri…” teriakku lagi.<br /> Nafasku terasa begitu pendek, aku terengah-engah sambil sejenak istirahat, menggeletakkan badanku di dinginnya lantai kamar mandi. Orgasme kali ini terasa begitu dahsyat, begitu nikmat. Untuk beberapa saat, aku coba mengatur nafas, dan sedikit melirik ke arah lubang kunci di pintu kamar mandiku. Ayah mertuaku masih setia mengintipku dari situ. Namun, tunggu sebentar. Ketika aku melihat celah yang ada di bawah pintu kamar mandi, sepertinya aku menemukan ada sedikit hal yang janggal. Aku melihat, ada tetesan lendir kental berwarna bening yang menetes turun dari balik pintu kamar mandi. Dan setelah sedikit aku perhatikan, ternyata lendir itu adalah.<br /> “AASSSSTTAAAGAAA…”<br /> Aku bisa memastikan jika lendir kental itu adalah sperma. Pak Bakri pasti beronani dari balik pintu kamar mandi. Ayah mertuaku pasti sangat terangsang dan membayangkan kenikmatan yang ia peroleh jika bersetubuh denganku. Mendadak, aku ingin sekali menyentuh tetesan sperma yang menetes di balik pintu kamar mandiku. Aku ingin mengendus aroma sperma dari lelaki yang selalu aku bayangkan. Aku ingin merasakan bagaimana rasa dan teksturnya ketika sperma itu berada di dalam mulutku. Aku ingin merasakannya. Tiba-tiba, aku memutuskan untuk menangkap basah ayah mertuaku. Aku ingin dia tahu jika sedari awal aku sadar akan kehadirannya di luar kamar mandi. Jadi aku sengaja mengambil keran shower, dan menyemprotkannya keras-keras ke arah lubang kunci kamar mandi. Dan benar, sepertinya semburan air dari keran shower itu mengenai tubuhnya. Karena beberapa saat kemudian, aku melihat bayangan yang ada di balik pintu kamar mandi ini bergerak mundur dan terdengar suara pantat terduduk mirip suara orang terjengkang. Lalu dengan buru-buru, aku selesaikan mandiku yang tertunda, membungkus tubuh basahku dengan handuk dan langsung membuka pintu untuk keluar.<br /><br />Seterbukanya pintu kamar mandi, aku tak melihat pak Bakri disitu.<br />“Cepat sekali perginya bapak tua itu…” batinku dalam hati.<br />Alih-alih mendapati ayah mertuaku di balik pintu, aku malah mendapati aroma aneh yang sangat aku kenal. Aroma lendir lelaki yang berasal dari pintu kamar mandi. Dari luar pintu kamar mandi, aku dapat melihat dengan jelas. Tetesan lendir kental berwarna keputihan yang masih terlihat begitu segar. Aku berjongkok dan memperhatikan dengan seksama gumpalan lendir itu. Dan dengan ujung jari telunjukku, aku usap lendir yang menempel lengket di pintu kamar mandi itu. Kuendus pelan ujung jariku, dan mencoba meresapi aroma aneh itu.<br />“Ini pasti sperma pak Bakri....”<br />“Pak Bakri pasti baru saja masturbasi disini....”<br />“Dan Pak Bakri pasti membayangkan diriku ketika ia bermasturbasi...”<br />Aneh, tiba-tiba aku merasa tersanjung. Aku merasa bangga akan diriku. Kembali aku cium lendir kental yang ada di ujung jemariku, kuhirup dalam-dalam sperma ayah mertuaku dan lalu, menjilatnya.<br />“Rasanya asin....” Seumur hidupku, aku baru tahu jika rasa sperma adalah asin.<br />Karena masih merasa penasaran, aku kembali mengusap lendir yang masih menempel di pintu kamar mandi dan lalu memasukkan ujung jari yang berlumuran sperma ayah mertuaku itu ke dalam mulutku. Seolah kesetanan, berulang kali aku mengusap dan menjilat lendir ayah mertuaku, hingga hampir semua lendir itu bersih dari pintu kamar mandi.<br />“Aku merasa kurang puas... aku butuh sperma lelaki idamanku...” ucapku dalam hati sambil buru-buru meninggalkan kamar mandi.<br />Kembali, aku melihat ke sekeliling kamar mandi dan dapur, namun aku tak juga menemukan sosok ayah mertuaku.Ternyata,setelah aku akan berjalan menuju kamar tidurku, aku mendapati pak Bakri sedang duduk di ruang tengah sambil mengelap leher bajunya yang basah. Aneh, kenapa setelah aku puas bermasturbasi dengan membayangkan ayah mertuaku, aku selalu merasa kikuk dan canggung? Seolah ada perasaan bersalah setiap kali aku harus memandang ataupun bertegur sapa dengannya? Tapi, jangan panggil namaku Fara jika aku harus mengalah pada situasi kikuk seperti ini.<br />“Kerah baju bapak kenapa? Kok basah gitu…?” Tanyaku dengan berani sambil berjalan mendekat kearahnya.<br />Pak Bakri tampak terkejut mendengar pertanyaanku, tapi kemudian ia tersenyum ke arahku sambil berkata "I..iya tadi kecipratan air..."<br />"Air apa…? Kok bisa kecipratan air…?”<br />“Tadi habis kena semprot seseorang dari kamar mandi….” Jawabnya santai sambil menatap tubuhku yang masih basah kuyup karena air mandi.<br />“ Loh…Memangnya bapak tadi ada di dekat kamar mandi?”<br />“Nggak juga sih…. “<br />“Lah terus kok bisa basah pak…?”<br />“Iya.. Tadi bapak butuh sesuatu dan bapak ingin memanggil kamu… Tapi karena kamu masih mandi, bapak tungguin aja… Tapi kok setelah bapak tunggu-tunggu, kamu nggak selesai-selesai mandinya… ”<br />“Iya pak… saya sedang menggosok badan… biar bersih pak… maklum abis berkeringat…”<br />“Pantesan lama… tapi tadi kok tadi sepertinya kamu merintih-rintih di dalam kamar mandi, apa kamu kesakitan…? Apa kamu terjatuh…?”<br /><br />DEG… ternyata desahan nafasku tadi, dapat terdengar oleh beliau, dan mendadak, mukaku langsung terasa panas.<br />“Ohh enggak pak… itu saya sedaaang…“ aku tak tahu harus menjawab apa. Tiba-tiba otakku tak dapat aku gunakan untuk memikirkan jawabannya.<br />“Nggak apa-apa kok… Bapak sudah tahu… Lagian bapak juga sudah puas…”<br />“Puas…puas kenapa pak?”<br />Pak Bakri tak menjawab pertanyaanku, ia hanya tersenyum sambil meneruskan membersihkan cipratan air yang membasahi leher bajunya.<br />“Yaudah… kamu buruan pake baju gih… handuknya khan masih basah, ntar kalo nggak buru-buru ganti, kamu bisa masuk angin loh…” ucapnya santai sembari kembali menatapku sambil tersenyum.<br />Untuk pertama kalinya, aku dapat melihat secara langsung kearah mata ayah mertuaku. Dan dari perhatiannya, aku merasa jika dadaku seolah mau meledak karena gembira. Mendengar perhatiannya barusan, aku merasa seperti baru saja ditembak oleh panah asmara. Senang, bangga, bingung, malu, semua emosi bercampur menjadi satu. Sejenak, kami berdua saling bertatapan pandang. Kami sama-sama malu, dan kami sama-sama mau. <br />“Saya ganti baju dulu ya pak...” ucapku pamit dan memutar tubuhku ke arah kamar tidurku.<br />Namun, ketika aku mulai melangkahkan kakiku, tiba-tiba pak Bakri langsung memegang ujung bawah handuk mandiku dan menariknya dengan paksa.<br />“Oouuuww.... bapak... jangan ditarik, ntar handuk saya lepas....” ucapku genit.<br />Alih-alih menjawab pertanyaanku, pak Bakri hanya tersenyum simpul. “Toh aku sudah melihat isinya...” ucapnya singkat. “Dan itu yang membuatku susah melupakanmu nduk....”<br />Mendengar kalimatnya barusan, aku kembali terbang ke awang-awang, saking senangnya.<br />“Kamu cantik nduk....” kata ayah mertuaku “Dan akan lebih cantik lagi jika kau mendekat kesini tanpa selembar pakaian pun...” tambahnya lagi, sambil kembali menarik handuk mandiku dengan cepat.<br />ASTAGA....handuk kecil yang menutup tubuhku langsung terlepas, dan seketika aku kembali telanjang. Telanjang di depan mata ayah mertuaku. Telanjang di depan mata ayah suamiku. Telanjang di depan mata lelaki lain.<br />“Nggak usah malu nduk.... bapak tahu kok jika kita saling menginginkan hal ini terjadi...” ucap pak Bakri dengan nada pelan. Melihat ketelanjanganku, beliau hanya tersenyum tenang dan memintaku mendekat ke arahnya duduk. Dengan tubuh telanjang bulat, aku berjalan menuju ayah mertuaku berada.<br /><br />“Tunjukan kenakalanmu nduk...” pinta ayah mertuaku “Bapak tahu, jika sebenarnya kamu adalah wanita yang sangat nakal... Wanita nakal yang sangat bapak inginkan...”<br />Malu tapi mau, sungkan tapi pengen, itulah perasaan yang aku alami ketika mendengar kalimat permintaan dari ayah mertuaku. Namun, PERSETAN, aku sudah sangat terangsang, aku sudah tak peduli dengan image seorang istri setia. Yang jelas, saat ini, aku ingin segera ditiduri pak Bakri, ayah mertuaku. Aku ingin mengarungi kenikmatan birahi bersama ayah suamiku. Aku ingin memiliki suami ibu mertuaku seorang diri. Terlebih lagi, ketika aku melihat ayah mertuaku kembali mengelus-elus tonjolan sarung yang ada di depan selangkangan beliau yang sudah menjulang tinggi, aku langsung membayangkan batang kejantanannya.<br />“Belum juga beberapa waktu tadi penis itu baru saja orgasme namun sekarang sudah mengacung tinggi lagi….” Heranku<br />“Pasti penis pak Bakri bukan penis biasa….”<br />“Pasti penis itu mampu menggaruk kegatalan liang vaginaku….”<br />“Pasti penis itu dapat selalu memuaskankan dahaga birahiku….”<br />Merasa nafsuku yang sudah berada di ubun-ubun, sedikit demi sedikit aku mulai menghilangkan rasa malu dan sungkan yang ada di dalam diriku. Sedikit demi sedikit, aku mulai memberanikan diri lagi untuk memamerkan tubuh telanjangku di depan ayah mertuaku. Dan sedikit demi sedikit, aku mulai memerintahkan alam bawah sadarku supaya membuatku merasa menjadi pelacur pribadinya.<br />“Sini nduk... duduk di samping bapak...” pinta pak Bakri sambil melambaikan tangannya kearahku.<br />Aku mengangguk dan mulai berjalan mendekat. Sambil berjalan pelan, kutangkap pipi pantatku dan mulai kuremas gemas. Kugoyangkan pinggulku dengan genit sembari berjalan mendekat. ASTAGA...melakukan gerakan-gerakan erotis secara langsung di hadapan ayah mertuaku, aku seolah merasakan sensasi birahi yang sangat menggebu. Rasanya begitu indah, begitu menantang, dan begitu menggairahkan. Aku sebenarnya tahu, jika apa yang sedang kulakukan saat ini adalah sebuah perbuatan dosa, sebuah dosa yang akan membawa kenikmatan bagi diriku, dan ayah mertuaku. Dan ketika aku sudah mendekat ke arah tempat pak Bakri duduk, aku tak langsung duduk disampingnya, melainkan memutar tubuhku dan membelakanginya. Aku tiba-tiba ingin menunjukkan organ terpenting dari tubuh wanita kepada ayah mertuaku. Aku ingin menunjukkan celah kenikmatanku yang sudah sangat membasah kepada beliau. Aku ingin pak Bakri menangkap dan menusuk vaginaku dengan penis besarnya dari belakang lalu menumpahkan sperma panasnya di dalam rahimku.<br /> “Jembut kamu lucu nduk… hitam dan tebal sekali…” puji pak Bakri “Sibakkan pantatmu lagi donk… bapak pengen lihat liang memekmu…” pintanya lagi.<br /> Seolah mendapat hypnotis, entah kenapa aku menarik lebar-lebar pipi pantatku ke samping.<br /> “Woooww…. Memek kamu sudah benar-benar basah ya nduk…?” Tanya pak Bakri sambil memiringkan kepalanya, berusaha melihat liang kewanitaannku dengan lebih jelas lagi.<br />“I…iya pak…. Sudah sangat basah….”<br />“Kamu benar-benar wanita nakal nduk…”<br />“Tapi bapak suka khan…?”<br /><br />Kembali, aku raba dan remas pantat bulatku tepat di depan ayah mertuaku duduk, berusaha menggodanya sambil terus menggoyang-goyangkan pinggulku. Dengan jelas, aku berlagak seperti seorang pelacur yang sedang memberikan undangan gratis kepada lelaki lain untuk dapat meniduriku. Yang yang pasti, saat ini aku benar-benar ingin mendapatkan entotan dari ayah mertuaku.<br />“Entotin aku pak... entotin menantu binalmu ini....” ucapku membatin sembari bergoyang erotis. Aku seperti cacing yang kepanasan.<br />Sekarang, karena nafsuku sudah tak tertahankan lagi, aku menjadi buta akan rasa malu ataupun sungkan. Sekarang, aku berani untuk mengulum puting payudaraku, aku berani untuk menyentil klitorisku, dan aku berani untuk mengobel liang vaginaku. Sekarang, aku melakukan masturbasi di depan mata ayah mertuaku.<br />“Oooggghh... ooouugghhhh... sshhhh....” desahku pelan sambil menggelinjang-gelinjang keenakan. Kutusuk vagina basahku dengan jemari-jemari tanganku, kukobel klitorisku, dan kupilin-pilin putting payudaraku berulang-ulang. Semakin lama semakin enak, enak dan enak. Hingga pada akhirnya, gelombang hangat itu kembali aku rasakan.<br />“Ooouuuugggggghhhhhhh…. Paaaakkk… Fara keluar….” Desahku spontan.<br />Tubuhku menggigil merasakan gelombang orgasme yang segera aku rasakan ini. Orgasme special yang aku dapatkan hanya dari bermasturbasi di hadapan lelaki yang bukan suamiku. Orgasme special yang aku peroleh hanya karena mendapat tatapan mata lelaki lain. Orgasme special yang aku rasakan hanya karena imajinasiku dengan pak Bakri, ayah mertuaku. Gelijang nikmat, tak mampu aku tahan lagi. Otot tubuhku mengejang, lututku melemas, dan pandangan mataku mengabur. Aku tak sanggup lagi berdiri dihadapan ayah mertuaku, aku harus menyandarkan tubuhku. Dengan sisa-sisa tenaga dan vagina yang masih berdenyut hebat, aku bergegas ke kamar tidurku dan merebahkan tubuhku disana. Aku berbaring dengan kondisi tubuh telanjang dan mencoba mengatur nafas. Sambil merasakan denyut-denyut kenikmatan di vaginaku yang tak kunjung berhenti. Perlahan, aku merasa tubuhku menjadi terasa begitu ringan, seringan kapas. Saking ringannya, hingga terasa melayang ke udara.<br /><br />***<br />Terlelap. Aku tertidur. Aku tak tahu, sudah berapa lama aku tertidur seperti ini. Kubuka mataku perlahan, kutatap pintu kamar tidurku yang masih terbuka lebar. Aku tidur dalam posisi miring, meringkuk dengan posisi udang. Yang jelas, ketika aku terbangun, aku merasa ada sesosok lelaki yang juga ikut tidur di belakang tubuhku.<br />‘Ooooohh.... TUHAN....!!! Apakah dia pak Bakri...?” batinku mempertanyakan sosok lelaki yang ada di belakang tubuh telanjangku.<br />Kuhirup nafas dalam-dalam dan mencoba mengendus aroma lelaki yang tidur dikamar ini. Dan dari aroma khas ini aku yakin jika,<br />“Astaga.... dia benar-benar ayah mertuaku...”<br />Entah karena gengsi atau malu, yang jelas aku tak berani menunjukkan kepada pak Bakri jika saat itu aku sudah benar-benar terjaga. Jadi satu hal yang bisa aku lakukan saat itu adalah, hanyalah berpura-pura tidur. Tiba-tiba, sebuah tangan menyentuh pantatku. Sentuhan itu sangat ringan seolah-olah dia juga takut jika aku akan terbangun. Dari sentuhan perlahan berubah menjadi rabaan, dan dari rabaan perlahan berubah menjadi remasan. Pelan tapi pasti, ayah mertuaku mulai mempermainkan tubuh telanjangku. Awalnya pak Bakri hanya mengusap pantat, mengelus paha, meraba pinggang hingga pada akhirnya, tangan mesum ayah mertuaku mulai meremas-remas daging bulat pantatku. Mendapat perlakuan tak senonoh dari lelaki yang sering aku bayangkan, gairahku mulai merasuk dan aku merasakan sesuatu yang mulai menghangat di celah kewanitaanku.<br />Lendir vaginaku seolah tak pernah ada habisnya, ia akan selalu keluar setiap kali aku merasakan gelombang birahi sekecil apapun. Dengan terus berpura-pura tidur, secara inisiatif aku mencoba untuk membalas godaan ayah mertuaku dan menggerakkan tubuhku seolah merasa agak terbangun. Bukannya aku membuka mata dan menegur ketidak sopanan ayah mertuaku yang saat itu sedang meraba-raba tubuhku, aku malah berpura-pura tidur lagi. Namun bedanya, aku mulai berani mendorong pinggulku ke belakang, sengaja menyajikan pantat bulatku ketangan ayah mertua kesayanganku itu. Tahu alam bawah sadarku merespon tangan mesum ayah mertuaku, tak beberapa lama, aku mendengar gemerisik pakaian dan yang aku tahu, kasur tempat tidurku sedikit berguncang. Aku yakin jika saat itu pak Bakri sedang melepas semua pakaian yang menempel di tubuhnya. Dan setelah telanjang bulat, kembali ia memposisikan tubuhnya searah denganku serta meletakkan tangan mesumnya di pantatku sambil berbisik pelan,<br /> "Ohhhh Fara! Mengapa kamu menggoda bapak seperti ini nduk? Mengapa kamu tidak meminta bapak secara langsung….Apakah kamu ingin jika bapak yang mengambil langkah pertama..?” ucap ayah mertuaku lirih.<br />“Kalo memang itu yang kamu mau, OK nduk…. Ok… Bapak disini sekarang!... Bapak sudah siap melayani semua kebinalanmu…” tambahnya sambil terus mengusap dan meremas pantat bulatku.<br /><br />Mendapat perlakuan mesum seperti itu, aku sudah pasti tak akan mampu menahan birahiku. Nafasku mulai memburu dan detak jantungku berdetak semakin cepat.<br />“Fara…! Fara Sayang…! Ya Tuhan… Tubuhmu begitu indah nduk… Tubuhmu begitu menggoda… Jika seandainya Budi bukan anakku, bapak rela nduk memperebutkan dirimu dengannya…. Bapak rela nduk menukar hidup bapak demi bisa mendapatkan kenikmatan dari tubuhmu… Bapak rela…”<br />WOW…mendengar kalimat dari ayah mertuaku, apa yang bisa aku katakan untuk ini? Aku merasa benar-benar tersanjung. Aku merasa benar-benar senang. Namun karena saat itu aku masih dalam kondisi berpura-pura tertidur, aku merasa tidak berani bangun. Tiba-tiba, tangan mesum ayah mertuaku yang semula meremas-remas bongkahan pantat bulatku pindah, naik kearah pinggang, lengan dan akhirnya berhenti di samping payudaraku.<br />“Oooohhhh….” Rasanya begitu berbeda.<br />Pak Bakri kemudian meraba pelan daging payudara sebelah kananku. Dan dengan perlahan, beliau mulai meraba, mengusap dan meremasnya.<br />“Ohhh Tuhaaannn….!” Merasakan perlakuan mesum ayah mertuaku, aku seperti merasa berada dipenjara. Aku bisa merasakan nikmat sentuhannya tetapi tidak bisa bereaksi lebih banyak.<br />ANEH melihat tubuhku yang masih terdiam, Ayah mertuaku semakin berani melakukan aksi mesumnya. Beliau dengan sengaja memajukan tubuh telanjangnya dan menempelkannya ke tubuh telanjangku dari belakang. ASTAGA aku bisa merasakan, batang panas yang sangat panjang menempel diantara celah pantatku. Batang yang aku tahu pasti sedang berusaha menunjukkan kebesaran dan kekokohannya pada diriku.Pasti ayah mertuaku saat ini sudah sangat terangsang. Terbukti dari batang penisnya yang sudah terasa begitu keras mendorong daging pantatku.<br /> “Batang berkedut pak Bakri mertuaku sudah ada di dekat celah kenikmatanku….”<br />“Sepertinya batang berurat ayah mertuaku sudah siap untuk menjajah lubang kewanitaanku…”<br />“Sebentar lagi, batang panjang ayah suamiku pasti bakal memuaskan vagina milik istri anaknya…”<br /> Tiba-tiba aku merasa serba salah. Di satu sisi, aku yang masih berpura-pura tidur dan sama sekali tak berani membuka mata, namun disisi lainnya, aku sangat mengingikan untuk dapat menanggapi semua kemesuman ayah mertuaku.<br /> “Fara…. Tubuhmu seksi sekali nduk… Bapak benar-benar tak bisa menahan nafsu…” bisik lirih ayah mertuaku ke telinga kananku “Bapak benar-benar ingin menikmatin tubuh indahmu ini…” tambahnya lagi.<br /> Aku tetap terdiam. Tetap berpura-pura tidur. Tiba-tiba, aku merasakan tangan mesum ayah mertuaku menulungkupkan jemarinya dipayudara kananku. Meraba, meremas dan memilin putting payudaraku dengan gemas. Garusan dan usapan kulit tangan kasarnya di kulit payudaraku, membuat bulu kudukku merinding.<br />“Ooouuuhhhh….” Desah nafasku tertahan. Remasan tangan ayah mertuaku terasa begitu nikmat. Walau Mas Budi, suamiku sering sekali meremas dan memilin putingku, tapi entah kenapa rasanya sangat berbeda dengan apa yang dilakukan oleh ayah kandungnya ini. Pak Bakri, ayah mertuaku, terus meremas payudaraku dengan perlahan.<br /><br />“Tetekmu benar-benar besar nduk… Sampai tak muat tanganku meremas daging bulatmu ini…” ucap ayah mertuaku sambil sesekali mengecup lengan dan bahuku.<br />Perlahan, remasan tangan ayah mertuaku dipayudara kananku semakin kuat. Sepertinya ia sengaja ingin membuatku terbangun. Namun. Entah kenapa, walau sudah jelas beliau mengajakku untuk melakukan perzinahan, aku masih benar-benar malu dan takut. Walau aku masih berbohong dengan berpura-pura tidur, tubuhku seolah mengkhianatiku. Wajahku mulai bersemu merah, nafasku mulai menderu, payudaraku mulai mengeras, puttingku mulai mencuat, dan vaginaku semakin membasah. Semua karena perlakuan mesum ayah mertuaku. Pak Bakri masih terus merangsang tubuh diamku. Berulang kali beliau meremas dan memilin payudaraku demi mendapat respon dariku. Hingga tiba-tiba tangan mesum beliau berpindah dari payudaraku dan meraba vaginaku.<br />“Wooow… sepertinya sudah ada yang sange nih… “ Tanya ayah mertuaku perlahan sambil mulai memilin-milin rambut kemaluanku sembari menggelitik klitorisku yang sudah mengeras.” Nduk… Ternyata kamu sudah siap dientot ya…?” tambahnya lagi.<br />Aku tak menjawab pertanyaannya. Aku hanya bisa terus berpura-pura tidur. Padahal, jika ayah mertuaku tahu yang sebenarnya, aku sudah benar-benar sangat menginginkan tawaran beliau.<br />“Iya pak… iya… aku sudah benar-benar sange… aku sudah sangat ingin ditusuk oleh kontol besarmu… entot aku pak…” pintaku dalam hati. Kuhembuskan nafas panjang dan terus berpura-pura tidur.<br />Melihat responku, tiba-tiba ayah mertuaku menusukkan salah satu jemarinya ke dalam celah vaginaku.<br />“Hhhhssssshhhh Ooouuuhhh….” Teriakku tertahan dan secara reflek aku memundurkan pinggulku.<br />Akibatnya, pantatku menabrak penis pak Bakri yang sudah berkedut hebat. Di depan vaginaku ada jemari tebal yang mulai mengocok vaginaku, dan di belakang pantatku ada batang raksasa ayah mertuaku yang sudah siap menusuk. Maju kena, mundur kena. Malu, sungkan, geli, merinding, pengen, semua emosi bercampur menjadi satu. Emosi yang pada akhirnya hanya menyimpulkan satu kata. NIKMAT.<br />“Kamu sudah siap nduk…?” Tanya ayah mertuaku lagi. “Kamu terus tidur saja nduk…biar bapak yang bakal memuaskanmu….”<br />“OOhhh… jangan goda aku lagi pak… aku sudah nggak tahan lagi… Buruan pak… Buruan ENTOTIN menantumu binalmu ini….” pintaku dalam hati sambil kembali menarik nafas panjang.<br />“Hmmm… Okelah nduk… bapak anggap kamu juga ingin segera merasakan kenikmatan bersama-sama… Siap-siap nduk… Bapak bakal memuaskan birahimu….”<br />Seolah mampu membaca kata hatiku, pak Bakri segera menyelipkan telapak kaki kanannya di antara kedua kakiku, dan dengan perlahan ia mulai mengangkat betis kaki kananku keatas. Mencoba untuk membuka celah vaginaku lebar-lebar. Dan setelah betisku terangkat, ia segera memajukan pahanya dengan tujuan mengunci paha dan kakiku supaya tetap membuka. Cara yang unik sekali.<br /><br />PLEKK…<br />“Panas sekali…” kurasakan penis besar pak Bakri yang tiba-tiba menempel pada mulut vaginaku.<br />“Memek kamu benar-benar hangat nduk…. Gemuk…” bisiknya pelan sembari mulai memajukan pinggulnya.<br /> Dan dengan tangan kanannya yang masih mengobel celah vaginaku, tanpa kesulitan beliau menempelkan batang penisnya yang sudah mengeras panjang pada pembukaan celah vaginaku.<br /> “Pasti memek kamu sempit sekali ya nduk…?” ucap pak Bakri yang mulai memajukan batang penisnya.<br />“Inilah saatnya…. Inilah kenikmatan yang aku tunggu-tunggu sejak lama…”<br />“Ayo tusuk pak… tusuk memek anak menantumu… setubuhi istri anakmu…”<br />Kumundurkan lagi pantatku guna menyambut batang kejantanan ayah mertuaku. Kubuka kakiku lebar-lebar dan bersiap-siap merasakan kenikmatan darinya. Dan karena saat itu vaginaku sudah benar-benar membanjir basah karena cairan kenikmatanku, dengan sekali dorong, penis raksasa ayah mertuaku itu dapat menguak liang tubuhku. LOOOOHHHH…ternyata pak Bakri tak segera melesakkan kepala penisnya ke dalam celah kewanitaanku. Beliau malah sengaja menggoda birahiku dengan cara menggesek-gesekkan batang penisnya di mulut vaginaku. Maju mundur, maju mundur, maju dan mundur. Berulang kali pak Bakri menggaruk lubang kenikmatanku dari luar.<br /> “Ssshh….Enak nduk…?” desah pak Bakri pelan sambil terus memaju mundurkan pinggangnya. “Luar memeknya aja sudah legit gini… apalagi lubangnya ya nduk…pasti menggigit sekali…” tambahnya.<br /> Tiba-tiba, pak Bakri menggenggam telapak tanganku dan membawanya turun ke selangkanganku. Di tempelkannya tanganku pada selangkanganku dan meminta jemari lentikku untuk mengurut kepala penisnya setiap kali kepala penis itu muncul dari gundukan vaginaku. Dan dari situ, aku bisa tahu jika pak Bakri memiliki penis yang istimewa. Merasakan ada suatu keanehan dibawah sana, aku yang masih berpura-pura tidur, mencoba untuk melirik kearah selangkanganku.<br /> “Astagaaaa… ternyata penis pak Bakri benar-benar panjang…” kagumku yang melihat batang hitam milik ayah mertuaku berulang kali nongol dan tenggelam di balik tonjolan daging gemuk vaginaku. Walau sudah melewati tubuh bawahku, aku masih bisa melihat kepala dan sedikit batang penis pak Bakri.<br />Penis yang ada di bawah selangkanganku itu terlihat begitu mengkilap karena terbasuh oleh lendir vaginaku. Dan karena gesekan-gesekan batang berurat millik ayah mertuaku itu, aku merasa vaginaku menjadi semakin gatal.<br />“Ooouuugghhh pakk… Jangan siksa aku seperti ini pakk… aku sudah nggak tahan lagi…” ucapku dalam hati.<br /><br />Berulang kali, pak Bakri menggodaku. Memaju mundurkan pinggul dan batang penisnya. Namun alih-alih mendapat kenikmatan akan sodokan batang berurat miliknya, aku hanya merasa gatal karena gesekan batang penisnya di mulut vaginaku.<br />“Aku harus bisa memasukkan penis itu ke dalam vaginaku…” Aku sudah kehabisan akal, tak tahu harus berbuat apa. Hingga tiba-tiba terbersit sebuah ide.<br />Untuk beberapa saat, pak Bakri masih saja menggodaku, menggesek-gesekkan batang penisnya diluar mulut vaginaku. Membiarkan jemari tanganku mengurut kepala penisnya dari depan vaginaku setiap kali ia mendorong dan menarik batang penisnya.<br />“Lendir kamu banyak sekali ndukk.. “ bisik pak Bakri sembari menarik penisnya mundur ”Bapak suka memek yang becek seperti ini… bapak suka…” tambahnya lagi ketika akan memajukan penisnya.<br />“Inilah saatnya….” Girangku. “Ayo sodok pak… buruin majuin batang tititmu keras-keras…”<br />“Aku harus gunakan jemari tanganku yang masih berada di depan selangkanganku..”<br />Ketika pak Bakri memundurkan pinggangnya, aku sengaja mengarahkan kepala penis pak Bakri ke dalam mulut vaginaku. Dan benar seperti prediksiku, ketika beliau memajukan penis dan pinggulnya, jemari tanganku yang menahan penis itu supaya maju kedepan, secara otomatis membelokkannya kearah mulut vaginaku. HEEEEEGGGGGG….nafasku mendadak tersekat, jantungku mendadak terhenti dan kesadaranku mendadak memudar.<br /> “SAAAAKKKKIIIITTTTTTT…….” Hanya satu kata itulah yang bisa aku rasakan ketika batang penis berukuran besar milik ayah mertuaku secara paksa menerobos rongga kenikmatanku. Secara reflek, karena menerima tusukan tajam dari penis pak Bakri, tubuhku menggeliat maju kedepan. Berusaha menjauh dari hujaman batang penis ayah mertuaku.<br /> “Wwwoooooaaaaa…..” pekik pak Bakri keenakan ketika tiba-tiba merasakan batang penis yang didorongnya maju ternyata berbelok keatas dan masuk ke dalam vaginaku.” Enak banget nduuukkkk….”<br /> “GILAAA….” Desahku dalam hati “Sakit sekali…!!!”<br /> Aku tak pernah tahu, jika sakit yang aku rasakan bakal seperti ini. Walau saat itu vaginaku sudah berlumuran lendir pelicin dan sudah siap menerima penetrasi sebuah penis, aku tak pernah tahu jika sakitnya akan benar-benar pedih. Sepertinya vaginaku yang sebelum-sebelumnya hanya menerima sodokan penis kecil milik mas Budi, belum terbiasa untuk dapat menerima batang super besar milik pak Bakri. Dan aku tahu, jika aku ingin cepat mendapat kenikmatan perzinahan ini, aku harus sesegera mungkin beradaptasi dengan ukuran dari penghuni baru vaginaku.<br /> “aku harus mampu menahan rasa sakit ini…” keluhku dalam hati. Mencoba untuk tak menghiraukan rasa pedih di vaginaku.<br /><br />“Memek kamu benar-benar basah nduk…” kata ayah mertuaku dengan nada keenakan. “LEGIT….”<br /> Berulang kali, pak Bakri mencium tengkuk dan pundakku dari arah belakang. Mencoba untuk memperlancar jajahan batang penisnya yang sudah setengahnya terbenam di dalam celah kenikmatanku. Dengan sedikit tekanan, Pak Bakri kemudian mulai menggerakkan pinggulnya maju dan menusukkan batang panjangnya ke dalam vaginaku. Karena aku sudah benar-benar merasa terangsang, rasa sakit itu perlahan menghilang dan berubah menjadi rasa geli nikmat. Sekuat tenaga aku mencoba merenggangkan otot-otot vaginaku, membiarkan batang nikmat ini menggaruk kegatalan yang ada di dalam rongga kewanitaanku. Hingga setelah beberapa saat, tak ada lagi hambatan yang dirasa ketika batang penis ayah mertuaku menusuk celah kenikmatanku. Mulai dapat meluncur dengan cukup mudah.<br /> “Enak sekali memek kamu nduk.... jauh lebih enak daripada memek istriku yang sudah kendor...” puji ayah mertuaku sambil menyentil-nyentil daging klitorisku. “Dan satu lagi yang kusuka dari memekmu nduk... Lendirmu benar-benar banjir...”<br /> Ada sedikit kebanggaan dan keanehan yang kurasa dari ucapan ayah mertuaku barusan. Bangga, karena pujian yang dilontarkan ayah mertuaku akan kenikmatan dari jepitan vaginaku. Dan aneh, karena ayah mertuaku berbeda dengan banyak lelaki lain yang menyukai vagina keset, ternyata ayah mertuaku lebih suka vaginaku yang berlendir.<br />“Ya Tuhan, perzinahan ini terasa sangat nikmat...” ucapku dalam hati.<br />”Ayo pak... setubuhi aku... tiduri menantumu... hamili istri anakmu...” pintaku dalam hati sambil terus menyuguhkan pinggulku ke arah belakang.<br />Perlahan tapi pasti, gelombang orgasmeku mulai datang.<br />“Gila nduk… lendir memekmu sepertinya tak ada habisnya…” ucap pak Bakri yang kali ini tangannya menggempur klitorisku dengan gemas.<br />“Memekmu wangi dan rasa asinnya bikin ketagihan….” Berulang kali, ayah mertuaku mengobok vagina basahku, membasuh jemari tangannya dengan lendir pelumasku, lalu mengisap bersih-bersih dengan mulutnya. “Beda sekali dengan ibunya Budi…. Memeknya sepet… bikin sakit kontolku aja…”<br />Kembali aku disbanding-bandingkan dengan istri pak Bakri. Dan kembali aku merasa tersanjung mendengar kalimatnya. Ayah mertuaku memang penuh dengan kejutan. Terbukti ketika aku sedang mencoba mendalami kenikmatan baru dari persetubuhan terlarang kami, tiba-tiba beliau mencabut batang penis panjangnya dari vaginaku.<br />“Memek kamu pasti rasanya enak sekali ya ndukk…?” tanyanya tiba-tiba.<br />Dengan cepat pak Bakri memutar tubuhnya, membungkukkan kepalanya kearah selangkanganku dan menggantikan sodokan batang penisnya dengan lidah kasarnya.<br />“HHHhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh……………..” enak sekali pak.<br />Baru kali ini aku merasakan kegeli-nikmatan dari sebuah lidah lelaki. Sebenarnya, sudah ratusan kali mas Budi meminta diriku supaya mau untuk menerima seks oral darinya, tapi karena aku merasa vagina bukanlah anggota tubuh yang pantas untuk dijilat, ratusan kali pula aku menolaknya. Rasanya aneh, risih, geli, jijik dan ngilu. Sama sekali nggak ada nikmat-nikmatnya. Namun, entah kenapa ketika melakukan seks oral dengan pak Bakri, aku merasa begitu menikmatinya. Aku merasa benar-benar keenakan. Rasanya benar-benar berbeda jika aku melakukan dengan suamiku.<br /><br />“Aku pengen terus bisa melakukan perzinahan ini… aku menikmatinya… aku tak ingin segera berakhir…”<br /> “Ya Tuhaaannn… enak sekali…” desahku dalam hati.<br /> Karena aku masih berpura-pura tidur, aku tak bisa banyak-banyak mengekspresikan diriku. Aku hanya bisa terdiam sambil menggigit bibirku keras-keras setiap kali aku merasakan kenikmatan dari jilatan lidah pak Bakri. Lidah lelaki tua itu seolah menari-nari di dalam vaginaku, menggelitik setiap senti pori-pori vaginaku..<br /> “Hhhhhhsss…..”<br /> Sepertinya, ayah mertuaku ini memiliki jutaan tehnik bercinta yang membuatku ketagihan. Dengan hanya mendorongkan lidah dan menjilat rongga vaginaku, tiba-tiba aku merasa seperti di ambang orgasme.<br /> “OOOOOooooohhhhhhhh…..sssshhhhh……..”<br /> Berhasil! Orgasmeku datang dan vaginaku memuncratkan cairan kenikmatannya. Tubuhku bergetar dan mengejang hebat. Aku tak sanggup berpura-pura tidur lagi. Aku sudah tak mampu menahan nafsu birahiku lagi. PERSETAN jika pak Bakri menganggapku wanita murahan. Yang jelas, saat itu aku sudah benar-benar merasa ingin mendapat jutaan kenikmatan darinya. Aku yang semula diam, sekarang sudah berani memegang lembut kepala ayah mertuaku yang sedari aku orgasme, masih saja berada di selangkanganku. Namun sekuat apapun aku berusaha menjauhkan kepala beliau dari selangkanganku, sekuat itu pula ia mempertahankan posisinya supaya tetap menjilati vaginaku di bawah sana.<br />“Memek kamu benar-benar enak nduk…. “ Ucap pak Bakri sambil membenamkan mulutnya di liang vaginaku, menghisap kuat-kuat rongga kewanitaanku. Ia seolah tak membiarkan ada sedikitpun lendir orgasmeku yang terlewat olehnya. “ENAK BANGEEEETTTT….”<br />Pak Bakri memang ahli merangsang wanita, karena beberapa saat setelah orgasme, birahiku mulai kembali lagi. Semua itu hanya ia lakukan dengan lidah ajaibnya. Dengannya, aku merasakan surga.<br />“Sekarang giliran bapak ya ndukk….” Ucapnya sambil tersenyum. “Bapak bakal ngehukum mantu bapak yang nakal…. Hehehehe….”<br />Dalam satu gerakan cepat ia kembali ke posisi semula, memutar tubuhnya, merenggangkan kakiku dengan pahanya dan menempatkan penisnya kearah pangkal pahaku.<br />“Kamu sudah siap ndukk…?” Tanya pak Bakri yang mulai menggoda birahiku lagi dengan cara menggesek-gesekkan batang penisnya di luar mulut vaginaku.<br />“HHHhhhhhhhhh………….” Aku tak menjawab. Aku hanya bisa menghela nafas panjang.<br />“Siap-siap ya nduk… bapak mau masukin kontol besar bapak ke memek sempit menantu nakalnya….”<br />Karena vaginaku yang masih berlumuran lendir pelicin, dengan sekali dorong beliau mampu memasukkan seluruh batang penisnya ke dalam vaginaku. HHEEEEEGGGGGHHH…Sejenak, aku merasakan lagi rasa penuh dan sakit akibat sodokan penis besar pak Bakri yang buru-buru itu. Namun, beberapa saat kemudian rasa sakit dan penuh itu perlahan sirna. Tergantikan oleh rasa gelijang geli dan nikmat yang tiada tara. Kembali aku merasakan keanehan pada tubuhku. Jika biasanya, setelah orgasme aku merasakan ngilu pada vaginaku dan menolak segala macam stimulus, namun kali ini, aku tak merasakannya sama sekali. Malahan yang ada, aku merasa begitu ingin segera merasakan sodokan-sodokan kasar ayah mertuaku.<br />“Apakah aku sudah berubah menjadi wanita binal? Wanita pelacur yang selalu gatal akan siksaan penis-penis lelaki lain…?”<br /><br />Sodokan sodokan batang penis pak Bakri semakin dalam. Setiap kali beliau menyodok, semakin dalam pula gatal yang aku rasakan pada dinding vaginaku.<br />“Akhirnya nduk….Mentok….” ucap ayah mertuaku yang tiba-tiba memeluk tubuhku dari belakang. “Bapak bisa memasukkan seluruh kontol bapak kedalam memekmu….”<br />Kami menggunakan “spoon position”. Posisi yang memungkinkan persetubuhan dengan cara memeluk dari belakang. Perlahan tapi pasti, pak Bakri mulai menggerakkan pinggangnya, menusukkan batang raksasanya dengan gerakan super lambat. Saking lambatnya, aku bisa merasakan urat-urat yang menonjol di sekujur batang penisnya menggaruk dinding vaginaku. Bersetubuh dengan ayah mertuaku, aku baru sadar jika penis bisa memijit, aku juga baru sadar jika penis bisa menggaruk kegatalan dinding vagina, dan aku baru sadar jika penis bisa menjadi seperti vacuum yang menyedot serta mengisi kenikmatan di liang vagina wanita. Semenjak bercinta dengan pak Bakri, aku merasa seolah kenikmatan darinya mampu membalik pemikiranku tentang bercinta dengan mas Budi. Benar-benar berbeda. Jika dibandingkan, bercinta dengan suamiku sekarang terasa begitu aneh. Bersama suamiku, aku hanya merasa geli, capek, dan terkadang risih. Sehingga secara tak langusng, aku seolah menjadi kurang tertarik jika harus bersetubuh dengan penis kecil suamiku lagi. Bersama pak Bakri dan batang penisnya yang sebesar botol air mineral, aku merasa berbeda. Ritme, tehnik, dan ukuran kejantanan mereka jauh berbeda, sehingga ketika bersama ayah mertuaku itu, aku seolah tidak bisa menolak segala macam kenikmatan yang ia hujamkan kedaam liang vaginaku.<br />“Ssshh….. oooohhh…hhhsss….” Merasakan sodokan-sodokan penis ayah mertuaku, mau tak mau mulutku mulai mendesah. Acting pura-pura tidurku tak lagi aku hiraukan. Kenikmatan ini tak mampu lagi aku tahan dan bendung.<br />“Enak nduukk…?” Tanya pak Bakri sambil terus menyodok-nyodokkan batang penis panjangnya pada vaginaku.<br />“Eehhhhmmmmm…. Ssshhhh….” Aku tak menjawab, hanya bisa mengangguk dan mendesah lirih..<br />“Gak usah pura-pura tidur lagi yang Fara sayang… “ ucap ayah mertuaku sembari mengecup tengkuk leherku.” Bapak tahu kok jika kamu menikmatinya….”<br />“Ehhhmmmmm…. Oooouuugghhh….” Jawabku lagi.<br />“Mau ganti posisi nduk…?”<br />“SShhh… Oooouuugghhh….” Lagi-lagi aku tak menjawab, hanya menganggukkan kepalaku pelan.<br />Merasa sodokan nikmat penis pak Bakri, aku sudah tak lagi peduli jika beliau tahu selama ini aku hanya berpura-pura tidur atau sudah terbangun. Bagiku tak ada bedanya. PLOOOPPP…suara yang terdengar ketika pak Bakri mencabut penis panjangnya secara tiba-tiba dari vaginaku.<br /> “Telentang ndukk…” pinta pak Bakri singkat. Tampaknya ayah mertuaku benar-benar yakin jika aku mau menuruti permintaannya.<br /> Benar saja, aku menggerakkan tubuhku kekanan dan telentang pasrah, menunggu sodokan tajam penis ayah mertuaku. Di hadapannya entah kenapa, aku selalu bisa pasrah, mirip boneka yang selalu menuruti perintah pemiliknya. Dengan perlahan, pak Bakri mengangkat betisku dan meletakkannya di pundaknya. Kali ini ia sepertinya ingin menggunakan posisi misionaris. Pak Bakri menyetubuhiku dengan kekuatan penuh. Batang penisnya menghujam dengan cepat. Keluar masuk dengan diringi suara kecipak lendir kenikmatanku. Saking cepatnya, ada busa putih yang keluar dari vaginaku seiring keluar masuknya batang penis ayah mertuaku.<br /><br />“Bapak mau keluar nduk… bapak mau ngecrot…” bisik ayah mertuaku dengan tak menghentikan sodokan tajam penisnya.<br />Tak beberapa lama kemudian, aku merasakan jika tubuh ayah mertuaku mulai bergetar. Nafasnya menderu dan matanya terbalik, putih.<br />“Keluar dimana ndukk….?” Keluar dimanaaaaaaa….?” Tanya pak Bakri padaku ketika ia akan mendapatkan gelijang kepuasannya.<br />Namun sebelum aku sempat menjawab pertanyaannya, beliau keburu ORGASME.<br />“OOOOUUUUGGGGHHHHHHH FARAAAAA…..” teriak pak Bakri lantang sambil menghujam-hujamkan batang penis besarnya sejauh mungkin ke dalam vaginaku.<br />Segera saja, aku merasakan 7 kali semprotan air mani panas di dalam dinding vaginaku, dan beberapa detik kemudian orgasmeku pun menyusul. Orgasme bersama pak Bakri, aku merasakan klimaks yang benar-benar NIKMAT. Penisnya berkedut dengan hebat, seolah menggelembung dengan besar.<br />“Bapak puas nduk…Bapak benar-benar puas…” ucapnya padaku sambil tersenyum. “Makasih ya nduk… istri baruku…”<br />“Istri baruku….?” Aku tak percaya akan ucapan beliau barusan. Apa maksud dari kalimat “istri baruku…?”<br />Masih merasa terheran-heran akan perkataan pak Bakri barusan, kembali ia melakukan satu hal yang selama ini tak pernah aku duga-duga. Tiba-tiba pak Bakri memajukan wajahnya dan mencium mulutku. Beliau menciumku dengan bertubi-tubi, seolah tak akan ada lagi hari esok. Mendapat ciuman dari ayah mertuaku, seketika aku menjadi bangga dan tersanjung karenanya. Pipiku merona dan aku pun mulai memagut mulutnya, membalas ciuman dari ayah mertuaku.<br /> “Istri baruku…. Istri baru pak Bakri… Istri baru ayah mertuaku…”<br /> Berulang kali lalimat singkat itu terngiang-ngiang di terlingaku. Aku yakin jika sekarang ayah mertuaku sudah jatuh ke dalam dekapanku. Karena dari cara beliau menciumku, aku bisa tahu jika baginya, aku seolah wanita yang benar-benar ia inginkan. Setelah ejakulasi pak Bakri menjatuhkan tubuhnya disampingku, tengkurap dengan wajah menghadap kearahku dan tangan yang memeluk perut rampingku. Melihat ayah mertuaku sudah kecapekan, aku hanya bisa kembali pasrah, telentang menghadap langit-langit kamar sambil mencoba mengatur nafas. Kami berdua merasa sangat lelah, namun puas. Tak henti-hentinya, pak Bakri menciumi tubuh telanjangku sekenanya. Tangan yang semula terdiam di atas perutku mulai ia gerakkan naik untuk menjelajahi payudara besarku. Beliau mulai mengelus dan meremas payudaraku perlahan, mencoba menenangkankan hatiku karena perzinahan yang baru saja kami lakukan. Kutatap lelaki tua yang ada di samping kananku, kuperhatikan dalam-dalam raut wajah kepuasan yang ia tampilkan. Sambil terseyum pak Bakri mulai tertidur. Usapan dan remasan tangannya pada payudaraku mulai terhenti, dan suara dengkuran lirih mulai terdengar. Kuhirup nafas dalam-dalam sambil membisikkan sesuatu di telinganya.<br />“Terima kasih pak Bakri, terima kasih ayah mertuaku, terima kasih suami baruku…” </span></span></div>
hantumonkihttp://www.blogger.com/profile/17642631795725605946noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1925213797991915871.post-22427847738779159052014-12-11T20:02:00.000-08:002014-12-11T20:02:06.002-08:00Digaulin Bapak Mertua<div style="text-align: justify;">
<span style="font-family: "Trebuchet MS",sans-serif;">Kejadian ini sangat memalukan bila diceritakan lebih panjang lagi karna ternyata mertuaku menaruh rasa simpati terhadap ku.semenjak pertama kali aku resmi menjadi mantunya.mertua ku yang telah lama hidup sendiri ditinggal istri membuat dia prustasi melihat semua perempuan di sekitar tetangga kami namun bukan berarti dia gak mampu membeli gadis penjaja cinta di jalan jalan.tapi justru dia takut akan penyakit kalamin<br />nafsu buasnya tersalurkan dengan aku yang mantunya sendiri.menurut pengakuannya ternyata aku sangat mirif dengan istrinya dan terbukti aku melihat poto keluarga benar adanya muka kami sangat mirif hanya yng membedakan aku lebih tinggi dari mertua perempun ku.<br />waktu itu suami pamit ke malaysia menyelesaikan tugas kantornya dan aku sempat dititipkan ke mertua agar menjaga dan memantauku selama aku ditinggal suami.<br />kesempatan itu peluang besar bagi mertua walau aku seempat menolak dengan alasan dan meyakin kan kepercayaan suami.. bahwa aku akan baik baik saja.namun semua terjadi begitu cepat seribu akal mertua agar aku tunduk pada kekuasaannya.<br />malam itu hujan sangat lebat petir bergema dimana mana membuat aku merinding dan ketakutan hingga aku menyuruh mertua ku menemaniku di rumah ku...<br />dan rasa kesepian dan kejenuhan itu entah siapa yang memulai karna memang aku selalu dirayu dan digoda mertua hingga aku terbuai dan sangat menikmatiya...<br />singkat cerita aku pasrah dan hanyut dalam pelukan sang mertua yang gagah perkasa...aku dicium dan diremas kayaknya seperti mau diperkosa aku tak sadarkan diri pikiran melayang ke lagit tujuh lapis disaat semua itu terjadi tanfa sehelai benang yng menempel di badan kami aku pasrah tergeletak di karpet ruang tamu dibawah kekuasaan mertua bibir dilumat dengan buas hingga lama kelamaan aku mmembalas dan merintih<br />mertua ku merasa ada peluang dan kesempatan tidak menyie nyiekan kan waktu secara cepat dan singkat batang kemaluannya menghujam liang kemaluan ku yang memang sudah basah karna lendir rangsangannya ...<br />seiring batang kemaluan mertua ku menghujam kemaluanku.nafsuku tak terkendalikan lagi.uuu..hhhgg ..sss mertuaku mendengus panjang saat memacu sodokannya di kemaluanku hentakan hentakan yang keras hingga terasa menggesek kemaluaan ku yang paling dalam menyentuh dinding dinding rahim ku...terus..terus pak entot terus... puasin ana pak...aahhhgg...sssttt enak pak... hmmpp...kembali tubuhku bergetar mencapai orgasme ku yang begitu dahsatnya.kepalaku mendongak ke atas.sementara mertuaku tetap mempercepat goyangannya di kemaluannku semakin lama semakin gencar tanfa mengenal lelah...dalam hati aku memuji betapa perkasanya mertuaku ini jauh dari suami yang cuma lima menit sudah keok malah cuma mengotorin kemaluanku aja.setelah itu ketiduran tanfa perduli dengan perasaan ku. lain dengan mertua ku ini dia benar benar buas sudah dua kali aku klimaks sementara dia belum apa apa sampai kemaluan ku ngilu di buatnya.<br />aku yang sedikit bebas dalam kekuasaannya ikut memutar mutar pantat ku sebisa mungkin.bibirku dilumatnya saling mendorong lidah kami berpangutan untuk mencapai kenikmatan lebih banyak.<br />Mertuaku mencabut kemaluannya dalam jepitan kemaluanku dan mengangkat tubuhku ke dalam kamar tidur ku dari lantai ruang tamu dan dibaringkan nya posisi agak kesudut kasur.Dibentangkannya kedua paha ku lebar lebar aku sudah pasrah dibuatnya mertuaku menindihku.lubang kemaluan ku yang sudah basah oleh lendir2 kenikmatan secara berulang ulang dilapnya dengan sprei kasur.kemudian kembali ia menusukkan senjatanya ke dalam kemaluanku secara pelan..pelan berlahan namun pasti dikocoknya hingga terbenam dalam kehangatan liang kemaluanku.tubuh kami yang sudah basah oleh keringat kembali menyatu dalam pergumulan yang lebih seru...<br />bapak hebat..!!! bisik ku...<br />ya nak akan kupuasin dirimu yang selalu di tinggal suami mu dinas luar...hmmm..ya pak.. puasin pak puasin mantu mu pak... bibir kami kembali berpangutan satu sama lain sampai aku kadang susah napas tapi nikmatnya gak ketulungan merasakan kemaluan mertua yang masih kokoh walaupun sudah satu jam mertua ku menghujamkan senjatanya secara mengesek menggosok dinding kemaluanku.kulihat tonjolan urat urat dikening mertua ku semakin jelas karna nafsunya.nafasnya semakin mendengus seperti anjing kehausan.aku yang sudah lemas tak mampu lagi mengimbangi kerakan mertua ku.<br />"UUUh..uuh..uh.. napasnya semakin bergemuruh terdengar di telinga ku.bibirnya semakin ketat melumat birbirku.lalu kedua tangannya menopang pantatku dan menggenjot kemaluanku dengan tusukan tusukan yang lebis kasar.aku tau sebentar lagi mertuaku akan sampai.kucoba menggerakkan pantat ku secara berputardengan sisa sisa tenaga yang ada.benar aja setelah dia menggigit bibirku dan menghujamkan batang kemaluannya lebih dalam kedalam liang kemaluanku dan ccrrr..ccrooot ..crrot..cccrroooot... ada lima kali terasa ia menyemprotkan spermanya kedalam rahim ku.ia masih bergerak beberapa saat seperti berkelenjotan.lalu ambruk di atas perut ku.aku yang kehabisan tenaga tak mampu bergerak lagi.<br />kami tetap berpelukan menuntaskan sisa sisa kenikmatan yang baru kami raih bersama.<br />Batang kemaluan pak mertua ku masih kencang tertancap di liang kemaluanku.keringat kami melebur jadi satu.<br />Akhirnya kami tertidur pules sampai beberapa jam.aku sadar setelah merasakan berat badan dan dengusan panasnya nafas di muka ku...<br />hmmm... kulihat begitu rapatnya pandangan mertua di muka ku tatapannya sayu cerah penuh kemenangan... dan bibirnya tersungging senyuman.aku menggerakkan badan ku secara berlahan ..rupanya mertua menangkap perasaan ku hingga dia sedikit menggangkat tubuhnya secara bertumpu di kedua tangan nya...kucium bibirnya dengan mesra tanfa sepatah suara.. batang kemaluannya masih terasa di dalam liang kemaluan ku masih keras dan berdenyut denyut memenuhi liang kemaluan ku.<br />mandi dulu pak...!!! bisik ku lengket....kan?<br />mertuaku berlahan mmencabut batang kemaluannya terasa nikmat ngilu..kupeluk tbuhnya erat erat.. kenapa.. katanya mau mandi? kok ditahan?... aku pandang mata mertuaku dengan sayu tanfa jawaban.dan kembali kami berpacu sekali lagi sebelum mandi atas perpintaan ku mertua hanya sebetas memenuhi keinginan hasrat ku..terbukti setelah aku sampai puncak klimaks dia mencabut batang kemaluannya dan mengajak aku mandi di kamar mandi di dalam kamar ku.. tubuhku di sabuni nya dari atas sampai bawah kaki penuh dengan kasih sayang layaknya seperti orang tua dengan anaknya sendiri.<br />lalu kami makan bersama diruang makan sambil menonton TV dan saling berpelukan<br />sementara suami masih di luar negeri atas perintah bosnya selama dua minggu selama itu pula aku dipuaskan oleh mertua yang memang dari dulu menaruh perhatian dengan ku sejak aku pengantin baru<br />pernah kami tak tegur sapa atas kekurang ajarannya merayuku kala rumah ku sepi... aku selalu menolak dengan marah marah.. hingga mertua lebih nekat lagi menyusup kerumah ku tengah malam dengan berbekalkan kunci duplikat nya.itulah kejadinya yang tak pernah aku duga dan tak pernah aku harapkan terjadi.sampai sekarang aku tak mau menemui mertua ku dengan sabar kurayu suami ku agar kami pindah tempat jauh dari kota dan penglihatan mertua. sekarang kami tinggal di malaysia setahun sekali pulang ke indonesia itu pun karna mertuaku yang pernah menanamkan benihnya di rahim ku dalam keadaan sakit keras dan meninggalkan dunia serta kami karna penyakit yang dideritanya.</span></div>
hantumonkihttp://www.blogger.com/profile/17642631795725605946noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1925213797991915871.post-22327009549684277152014-02-28T07:39:00.001-08:002014-08-19T17:42:43.593-07:00Ariel PeterPorn<span style="font-family: Verdana, sans-serif;">Namaku Nazril Irham atau lebih populer dengan panggilan Ariel noah. Aku adalah vokalis dari grup musik noah. Dikaruniai wajah ganteng, tenar dan menjadi pentolan band papan atas, membuatku sering menjadi sasaran godaan wanita. Statusku yang duda satu anak, tidak meruntuhkan pesonaku itu. Tidak terhitung berapa banyak selebritis tanah air yang telah kupacari, bahkan kutiduri. Mulai dari yang muda macam Andhara Early, Bunga Citra Lestari, Aura Kasih, hingga yang telah bersuami macam Cut Tari, Alya Rohali, dll. Aku bagaikan rock star yang bisa gonta-ganti wanita seenaknya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Tahun 2005, aku menikah dengan Sarah Amalia, gadis cantik asal Semarang yang masih sepupunya Ayu, kekasih Indra (bassis Peterpan). Aku berkenalan dengannya saat Peterpan tampil dalam acara ulang tahun SMA 3 Semarang. Sejak itu kami akrab, Lia sering menemaniku di sela-sela kesibukan tur.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Suatu hari, sehabis konser live yang disiarkan langsung salah satu TV swasta, aku memutuskan untuk pergi ke rumah Lia, sekedar mengistirahatkan badan dan pikiranku yang sedang capek.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
“Lia, sebentar lagi aku ke rumahmu,” kataku lewat telepon.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
“Eh, iya Bang. Aku tunggu,” suara Lia yang merdu terdengar.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Tak lama, aku pun sudah muncul di depan rumahnya. ”Orang tuamu tidak ada kan?” aku bertanya. Lia mengangguk mengiyakan. “Kunci pintunya,” perintahku.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Lia tersenyum genit kemudian mengunci pintu rumahnya. Hari itu dia tampak anggun dengan pakaian yang sopan. Dengan baju longgar dan rok selutut, ditambah dengan jepit manis yang bertengger di rambutnya membuatnya makin tambah cantik. Asyiknya, meski mengenakan baju longgar seperti itu, buah dadanya yang besar masih tampak menonjol indah, tidak tersembunyi sama sekali. Aku sangat menyukainya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
“Tumben abang mampir?” tanyanya pura-pura tidak tahu maksud kedatanganku.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
“Wah, kamu kok kelihatan beda ya? Pakaianmu kok nggak sesexy biasanya?” godaku ketika ia telah berada dihadapanku.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
“Iya, bang. Saya baru pulang dari sekolah,” jawab Lia sambil duduk di kursi di depanku.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
“Tapi kamu tetap tampak cantik kok,” godaku.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
“Ah, abang bisa saja.” Lia tersipu.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
“Ayo, duduk di sini saja.” perintahku sambil menunjuk ke arah pangkuanku.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Lia tersenyum manis kemudian bangkit dari kursinya dan duduk di atas pangkuanku. “Abang lagi horny ya?” tanyanya saat merasakan tonjolan di selangkanganku.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
“Iya, sayang. Setiap kali melihatmu, aku pasti horny. Habis kamu cantik banget sih.” rayuku sambil mulai mengelus-elus pahanya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Lalu kudekatkan bibirku ke wajahnya, dan Lia langsung menyambutnya dengan penuh gairah. Beberapa saat kami melakukan french kiss, sambil tanganku membuka kancing bajunya satu persatu. Tampak buah dadanya yang besar masih terbungkus oleh BH-nya yang berwarna hitam. Kuciumi belahan dadanya sambil tanganku membuka pengait BH-nya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Buah dada Lia pun meloncat keluar, bergoyang-goyang indah menggemaskan. Langsung kuciumi dan kujilati benda bulat yang kenyal itu berikut putingnya yang dengan cepat mengeras menahan gairah.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
“Ahh.. sst.. Bang.. shh..” erang Lia ketika aku menikmati satu per satu buah dadanya secara bergantian.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
“Enak, Lia?” tanyaku.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
“Enak, bang.. ahh..” jawab Lia di tengah erangan kenikmatannya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
“Ayo buka pakaianmu, sayang.” perintahku setelah aku puas menikmati dadanya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Lia pun bangkit dan membuka pakaiannya satu persatu.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
“Aku pengin kamu yang sepenuhnya aktif kali ini. Badanku sedang capek dan aku cuma mau duduk saja di sini. Mengerti, Sayang?” tanyaku sambil tersenyum.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
“Ih, abang curang.” rengutnya manja. Tapi tidak menolak. Lia tinggal mengenakan celana dalam mini di depanku. Dia mengelus-elus buah dadanya sendiri, menggodaku.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
“Jangan dibuka, lebih seksi begitu.” kataku ketika dia akan membuka celana dalamnya. “Pakai juga sepatumu.” perintahku.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Lia pun kemudian menghampiriku dengan hanya mengenakan celana dalam mini dan sepatu sekolahnya. Penampilannya tambah sensual dengan dasi panjang melingkar di lehernya yang jenjang. Dia kembali duduk di atas pangkuanku. Kuciumi kembali bibirnya sambil meremas-remas bukit buah dadanya yang padat menjulang itu.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Lia kemudian bangkit dan berjongkok di depan kursiku. Dibukanya resleting celanaku. Aku membantunya dengan membuka sepatuku dan sedikit berdiri, agar dia dapat mudah membuka celanaku. Tak lama celana dalamku pun telah dibukanya. Kemaluanku pun langsung mencuat di depan wajahnya yang cantik jelita itu.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
“Wah, sudah tegang banget nih, bang,” godanya sambil kemudian menjilati kemaluanku. Ditelusurinya benda itu dan dihisap-hisapnya buah zakarku bergantian.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
“Kamu suka, Lia?” tanyaku lagi.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
“Siapa sih yang nggak suka. Besar banget...” katanya terputus karena kemudian dengan lahap dia sudah mengulum kepala penisku. Rasa nikmat menjalar dengan cepat ke seluruh tubuhku. Lia dengan rakus menghisap-hisapnya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
“Ehm.. Ehm..” gumamnya ketika mulutnya memberikan kenikmatan luar biasa pada syaraf-syaraf kemaluanku.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Aku hanya bisa duduk di kursi sambil mencengkeram bahunya menahan kenikmatan. Sesekali kusibakkan rambutnya agar aku dapat melihat kemaluanku yang menjejali mulutnya. Tampak pipi Lia yang putih bersih menggelembung disesaki kemaluanku. Setelah puas dihisap, aku suruh dia untuk berdiri.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
“Ayo, sayang. Menghadap ke pintu.” perintahku.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Lia pun kemudian menaiki pangkuanku dengan tubuhnya membelakangiku. Disibaknya celana dalam yang ia kenakan, kemudian Lia mengarahkan kemaluanku ke dalam vaginanya yang sudah basah oleh gairah mudanya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
“Ahh.. Yaahh..” jeritnya tertahan ketika kemaluanku mulai menerobos liang senggamanya. Lia pun kemudian menggerakkan pantatnya naik turun sementara aku memegangi pinggangnya yang ramping.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
“Oh, bang.. Enak bang.. Terus.. Oh My god..” Lia mulai meracau menahan kenikmatan yang diberikan kemaluanku yang memang ukurannya di atas rata-rata ini.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Lia terus bergoyang di atas pangkuanku, sambil tangannya meremas-remas buah dadanya sendiri. “Bang.. Enak sekali.. Oh.. Lia hampir sampai, bang..” erangnya lagi.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Tak lama badannya menegang sambil dia menjerit tertahan. Aku merasa kemaluanku semakin basah oleh cairan vaginanya. Rupanya dia telah orgasme. Setelah orgasme, dia menghentikan goyangannya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
“Lia, kok berhenti sih? Aku belum puas nih!” kataku memprotes.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
“Bentar, bang, Lia pengin minum sperma abang. Lia suka. Boleh khan?” pintanya genit.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
“Hmm, boleh nggak ya..” godaku.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
“Please.. Please..” dia merengek sambil menciumi pipiku.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
“OK deh. Karena aku sedang baik hati.. Boleh deh..” kataku.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Lia pun kemudian kembali jongkok dan kembali kemaluanku menjejali mulutnya. Setelah beberapa menit dijilat dan dihisap, akupun mengalami ejakulasi di dalam mulut kekasihku ini. Seperti biasa, dia menjilat bersih seluruh kemaluanku.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
“Lia, kau memang luar biasa. Terima kasih ya. Aku mau kembali kerja lagi nih.” kataku setelah kami mengenakan pakaian masing-masing.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Liapun tersenyum dan mengantarku keluar dari rumahnya. Begitulah hubunganku dengan Sarah Amalia, dia langsung bisa kutiduri begitu pertama kenal. Karena tubuhnya memang montok dan pelayanannya sangat memuaskan, dia akhirnya jadi ’langgananku’. Sampai akhirnya Lia hamil. Sebenarnya aku juga tidak yakin kalau itu anakku, itulah kenapa dulu aku terkesan enggan bertanggungjawab.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Dari pernikahan kami, lahir seorang puteri bernama Alleia Anata. Tapi pada 2008, setelah aku bosan dengan tubuhnya, dia kugugat cerai. Pengadilan agama Jakarta Barat mengabulkan gugatanku pada Mei 2008.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Sebelum dengan Lia, aku juga sempat menjalin hubungan dekat dengan Luna Maya, model cantik kelahiran Denpasar, 26 Agustus 1983. Kami berkenalan lewat telepon dan baru berjumpa di acara MTV di Ancol, Jakarta. Sejak saat itu hubungan kami semakin dekat. Tapi aku juga sempat putus dengannya saat aku memutuskan menikahi Lia. Baru setelah aku bercerai, Luna kembali menjalin hubungan denganku. Dia kini mulai berusaha beradaptasi dengan putriku, Alleia Anata.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Sama seperti Lia yang mudah kuajak naik ke tempat tidur, Luna juga begitu. Bahkan dia yang mengajak lebih dulu. Setelah kuperawani di tepi pantai, Luna pun resmi jadi mainan baruku. Kapan dan dimanapun aku ngaceng, dia akan dengan senang hati melayaniku. Rupanya, dia juga ketagihan dengan penis superku ini.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Dan ternyata bukan dia saja yang tertarik, Cut Tari atau lengkapnya Cut Tari Aminah Anasya, perempuan kelahiran Jakarta, 1 November 1977, yang dikenal sebagai presenter, aktris sinetron dan layar lebar, juga jatuh ke dalam pelukanku. Saat dia tengah ada masalah dengan biduk rumah tangganya, aku yang berpura-pura bersimpati, pelan-pelan merayunya. Dan tak butuh waktu lama, dia sudah bisa kuboyong ke tempat tidur. Pada dasarnya, Tari sendiri juga nakal, dia haus akan sentuhan laki-laki muda sepertiku.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Tapi kenakalanku itu harus terhenti pada bulan Juni 2010, aku terlibat skandal rekaman video mesum berisi adegan persetubuhan yang melibatkan diriku dengan Luna dan Cut Tari. Di luar sempat beredar kabar kalau korbanku bukan hanya mereka berdua. Masih banyak artis-artis lain yang jadi teman tidurku, mulai dari Andara Early, Bunga Citra Lestari, Aura kasih, dll. Aku marah! Berita itu bohong! Sebagai seorang Ariel, aku merasa dilecehkan. Tahu nggak sih... korbanku lebih banyak lagi! Hahaha...</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Tapi nanti saja kuceritakan tentang artis-artis itu, akan kubeberkan satu per satu. Kalian pasti akan kaget melihat siapa saja yang terlibat! Sekarang fokus pada Luna dan Cut Tari dulu. Kenapa? Karena di balik kasus ini, tersembunyi peristiwa yang menarik.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Pada 14 Juni 2010, Tari memenuhi panggilan Bareskrim Polri. Dia datang didampingi suaminya yang setia, Yusuf Subrata. Dengan berlinang air mata, Tari mengakui kalau memang betul dirinya lah yang ada di dalam video tersebut. Yang hebat - atau aneh? - Suami Cut Tari, Johannes Yusuf Subrata berkata bahwa ia tidak akan menceraikan sang istri. Benar-benar seorang suami yang berhati lapang. Walaupun tahu istrinya telah berselingkuh denganku, dia tetap teguh untuk mempertahankan rumah tangganya. Aku salut. Dia benar-benar pintar berakting.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Di media massa, tersiar kabar kalau Yusuf melakukan itu karena dia seorang gay. Aku tertawa saja mendengarnya. Darimana wartawan mendapat berita murahan seperti itu? Aku tahu apa yang sebenarnya terjadi. Bahkan tidak cuma tahu, aku juga terlibat langsung. Tanpa bantuanku, rumah tangga Cut Tari pasti sudah kandas sekarang.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Mau tahu apa itu? Simak terus ya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Di sela-sela penyelidikan polisi, sebelum aku ditetapkan sebagai tersangka, Cut Tari meneleponku. Dia merundingkan suatu hal yang nantinya akan membuatnya berani berterus terang soal video itu di depan media. ”Kalau kamu tidak mau, entah cara apalagi yang harus kupakai, Riel?” katanya waktu itu.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Aku yang sudah kepalang basah, tentu saja tidak keberatan dengan rencananya itu. Yang kupikirkan cuma Luna, mau nggak dia mendukung rencana ini.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
”Tenang saja, biar nanti aku yang ngatur. Yang penting, kamu ajak Luna week end di Villaku akhir minggu ini. Bagaimana, bisa kan?” tanya Cut Tari. Aku pun menyanggupinya. Entah apa yang sudah direncanakan oleh sepasang suami istri itu.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Jadilah sabtu pagi aku berangkat bersama Luna. Dia sebenarnya agak enggan, takut kalau suami Cut Tari akan marah dan menganiaya diriku. Tapi setelah kukatakan kalau yang mengajak adalah mereka, Luna jadi agak tenang.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
”Aneh ya, bukannya marah, malah mengundang selingkuhan istrinya liburan bareng?” tanya Luna saat mobil kami meluncur di jalan tol.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
”Kamu juga nggak marah tahu aku selingkuh dengan Tari?” sahutku.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
”Laki-laki itu seperti teko, biar aja isinya tumpah kemana-mana, yang penting tekonya pulang ke rumah, itu prinsipku.” balas Luna. ”Aku nggak masalah kamu main dengan wanita lain, asalkan hatimu tetap untukku.” tambahnya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
”Trims ya, sayang.” kukecup bibirnya sebagai rasa sayang.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Tak lama, kami sampai di villa-nya Tari. Meski tidak terlalu mewah, namun villa ini cukup luas dan cukup nyaman untuk beristirahat di akhir pekan. Tari dan suaminya menyambut kami dengan ramah. Setelah bertegur sapa dan ngobrol sebentar, mereka pun mengantarkan kami ke kamar. Disitu aku sempat main sebentar dengan Luna.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Siangnya, sekitar jam 2, aku yang sedang tidur pulas dibangunkan oleh Luna. ”Bangun, sayang. Kita makan dulu. Kata mbak Tari sudah siap.” bisiknya. Aku segera mandi dan berganti pakaian. Begitu juga dengan Luna. Cut Tari dan Suaminya sudah menunggu di meja makan, kami segera makan bareng. Lauknya ikan pepes kesukaanku. Sampai saat itu aku masih belum tahu apa yang mereka rencanakan.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Selesai makan, kami tiduran nonton TV di ruang tengah sambil ngobrol kesana kemari. Kami tidak menyinggung sama sekali soal kasus yang sedang kami hadapi. Pokoknya hari itu full buat senang-senang. Di sela-sela acara, Cut Tari masuk ke kamarnya untuk berganti baju. Dia mengganti baju terusannya dengan daster tidur yang amat tipis, tanpa BH dan celana dalam. Ini terlihat jelas dari bayangan tubuhnya di balik gaun itu. Aku ngaceng melihatnya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Kulihat dia sangat atraktif mempertontonkan tubuhnya di depanku dan di depan Luna. Kulihat Yusuf acuh saja melihat tingkah istrinya. Dia terus menonton TV sambil tiduran. Luna dan Tari berbaring berdampingan di tengah, sedangkan aku dan Yusuf berada di pinggir, disamping pasangan masing-masing. Acara TV terasa membosankan, mungkin karena aku tidak bisa konsentrasi, aku lebih terpesona menikmati tubuh molek menggairahkan milik Cut Tari. Itu membuat adik kecilku yang berada dibalik celana mulai menggeliat.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
“Pa, puterin film yang hot dong, bosen nih lihat sinetron melulu.” seru Cut Tari. Ada juga ya artis sinetron bosan lihat sinetron!</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Aku tahu kalau yang dimaksud olehnya adalah film porno. Luna tampaknya juga mengerti, ia memandangku untuk mencari pembenaran. Kuanggukkan kepalaku, menyuruhnya agar tetap diam dan mengikuti permainan sepasang suami istri itu. Kurangkul erat tubuhnya agar Luna merasa terlindungi.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Sebelum beranjak pergi, Yusuf basa-basi meminta ijinku. “Riel, muter film blue ya?” tanyanya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
“Terserah aja,” jawabku pura-pura acuh tak acuh.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Sementara Tari berbisik pada Luna, ”Kita hangatkan suasana sore ini, Na. Biar nggak dingin.” katanya. Luna hanya menanggapi dengan senyum.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Di Luar dugaan, filmnya ternyata cukup bagus. Adegan sexnya tidak vulgar, alur ceritanya bagus. Aku jadi cepat terhanyut. Perlahan gairahku mulai bangkit. Tonjolan di celanaku terlihat semakin terdongkrak ke atas. Kulihat Tari tersenyum-senyum melihatnya dan tanpa malu-malu mencuri pandang ke arah situ. Aku memang sengaja tidak menyembunyikannya, toh dia sudah melihat isinya berulang kali. Lagian, ini kan yang mengajak mereka, jadi kenapa mesti malu. Kulihat Yusuf juga melakukan hal yang sama, bahkan lebih parah, dia menyuruh sang istri untuk mengusap-usap tonjolannya pelan dari luar celana. Sementara Luna, yang sepertinya juga mulai terangsang, dengan muka agak jengah memindahkan kepalanya di atas lenganku dan jari tangannya meremas-remas jari tanganku. Aku sudah hafal sekali, ini tanda kalau dia sudah sangat bergairah.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Di TV, adegan film terlihat semakin panas. Begitu juga dengan pasangan suami istri yang ada di sebelahku. Tanpa malu-malu, Yusuf dan Tari sekarang sudah berpelukan erat. Tangan Yusuf kulihat asyik mengusap-usap dan memenceti payudara Tari dari luar baju tidurnya, sesekali diciumnya bibir sang istri dalam-dalam. Sementara itu, kaki kanan Tari ditekuk dan pahanya menindih paha Luna, sehingga tanpa bisa dihindarkan, baju tidurnya yang memang sangat pendek, makin tersingkap. Aku jadi lebih leluasa melahap pahanya yang putih mulus itu, bahkan sebagian rambut di pangkal pahanya juga kelihatan.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
“Lun, aku jadi pengen nih.” Tari bicara kepada Luna.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
“Ya nggak apa apa, mbak. Langsung minta aja sama mas Yusuf.” Luna menyahut sambil tersenyum penuh arti.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Aku makin terangsang. Kumiringkan tubuhku agar aku bisa melihat paha mulus Tari lebih jelas, kuselusupkan tanganku di balik kaos tipis Luna yang tidak ber-BH dan kuremas-remas buah dadanya yang tidak begitu besar pelan-pelan. Sementara tangan Luna sendiri sudah masuk ke dalam celanaku dan mengelus-elus penisku yang sudah berdiri keras. Ia menutup tanganku yang sedang bergerilya di dadanya dengan bantal sehingga tidak terlihat oleh Yusuf dan Tari, rupanya dia masih malu. Walaupun sebenarnya hal itu tidak perlu dilakukan, karena pasangan suami istri di sebelah sudah tidak memperhatikan kami lagi, keduanya sudah mulai tenggelam dalam percintaan yang panas dan membara.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Tari melepas seluruh pakaiannya hingga bugil. Dia juga mencopoti baju sang suami hingga sama-sama bugil. Yusuf menggeser posisinya merapat ke arah Luna. Luna yang risih, merapatkan diri ke tubuhku. Aku segera memeluknya agar dia tidak ketakutan. Sedangkan Tari yang sudah sangat bergairah, kini berbaring di sebelah kanan sang suami. Kini posisi kami selang-seling dengan Yusuf berada di sebelah Luna.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Pasangan suami istri itu berciuman sangat panas, dengan tangan saling mengelus penuh nafsu. Yusuf menghisap bibir tipis Tari kuat-kuat sambil tangannya meremas-remas payudara sang istri yang putih mulus. Dia memencet dan memilin-milin putingnya yang kemerahan hingga membuat Tari melenguh kegelian. Sebagai balasan, Tari menyambar batang penis Yusuf yang sudah menegang besar, dan mengocoknya cepat.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Kulihat Luna melirik mereka dengan muka memerah, tampak mulai terhanyut dengan adegan panas yang persis berada satu jengkal disampingnya. Film bokep di TV sudah tidak lagi ia perhatikan. Kuremas-remas payudaranya semakin kencang. Kurasakan puting mungil Luna sudah mulai mengeras dan menegang.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Tiba-tiba Cut Tari menghentikan pergulatan dengan Yusuf. Dia duduk dan mencondongkan tubuh melewati sang suami. Payudaranya yang bulat sedang tampak menggantung indah saat ia melakukan itu. Putingnya yang mungil kemerahan sudah basah dan mengkilat akibat jilatan Yusuf. Tari menyingkirkan bantal yang menutupi tubuh Luna lalu menarik kaos tipis Luna ke atas.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
“Biar adil, Lun. Masa kita sudah telanjang, kamunya belum.” katanya sambil terus menarik kaos Luna hingga terlepas. Kulihat Luna ingin protes, tapi melihat suasana yang sudah begitu ’panas’, ditambah aku yang tidak menghalangi tindakan Tari, membuat dia akhirnya menyerah. Dengan mudah Tari melucuti seluruh pakaian Luna, termasuk celana panjang dan CD-nya. Sekelebat kulihat mata Yusuf melahap tubuh bugil Luna penuh nafsu. Ada kilatan ingin memiliki disana. Bahkan ia segera mengeser posisinya agar bisa lebih merapat ke tubuh Luna yang mulus dan indah. Luna yang terjepit, tidak bisa lari kemana-mana. Dia tidak bisa menolak saat lengan Yusuf mulai menempel di pinggiran payudaranya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
”Riel,” Luna memanggilku, meminta pertolongan. Aku hanya mengangguk, tersenyum, dan langsung melumat bibirnya yang tipis dengan rakus. ”Hmph!” membuat Luna melenguh dan tak bisa berkata-kata lagi.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
”Riel, copot juga dong bajumu.” Tari mengelus penisku yang sudah menegang dahsyat dari luar celana. Dia tampak merindukannya. Dengan bantuannya, kucopoti seluruh bajuku hingga kami semua bugil sekarang.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Tari lalu kembali pada sang suami, mereka berpelukan dan berciuman mesra. Begitu juga denganku. Kurengkuh tubuh mulus Luna, kulumat bibirnya yang tipis dengan rakus. Tanganku yang satu memenceti payudaranya, sementara yang lain mengelus vaginanya yang sudah lembab membasah.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
“Oughh… Riel!” Luna mendesis-desis keenakan, tangan kanannya mendekap punggungku erat-erat, sedangkan tangan kirinya tertindih lengan Yusuf.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Kurasakan elusan lembut sebuah tangan halus menelusuri bokongku, kemudian mengarah ke selangkanganku dan mengelus buah zakarku. Aku sudah menduga siapa pemilik tangan itu. Sambil mulutnya menciumi mulut sang suami, Cut Tari mengelus-elus batang penisku,. Aku yakin Yusuf melihat tangan sang istri yang kini sedang bergerilya di selangkanganku, tapi dia tampak acuh saja. Tentu saja dia tidak peduli karena kini Yusuf lebih sibuk menggesek-gesekkan lengannya ke bulatan payudara Luna daripada memperhatikan tingkah sang istri. Luna yang menyadari perbuatan Yusuf, pura-pura tidak tahu dan memalingkan wajahnya ke arahku, minta untuk dicium lagi. Aku segera melumatnya. Luna juga tidak marah melihat tari yang kini sudah mengocok penisku cepat.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Permainan menjadi semakin panas. Tari yang sudah begitu bernafsu, melepaskan penisku dan bangkit berdiri. Dengan posisi setengah duduk di paha sang suami, dia membuka selangkangannya lebar-lebar hingga terlihat lah vagina merah basah miliknya yang sangat indah. Benda itu masih sama bentuknya seperti saat terakhir kali aku melihatnya 3 bulan yang lalu. Apakah rasanya juga tetap sempit dan menggigit? Akan aku cari tahu nanti. Sepertinya permainan ini akan mengarah kesana.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Dengan tangan kanannya, Tari menggosok-gosokkan kemaluan Yusuf ke klitorisnya, sementara buah dadanya yang menggantung indah diremas- remas oleh laki-laki itu. Kuperhatikan, batang Yusuf tidak sebesar punyaku, begitu juga panjangnya, punyaku lebih unggul. Ehm, pantas saja Tari selingkuh, wanita mana yang akan puas dengan penis seperti itu? Luna tampaknya juga tidak tertarik. Dia sama sekali tidak meliriknya, apalagi memegangnya. Luna lebih suka mengocok penisku yang panjang dan besar daripada punya Yusuf yang ukurannya nanggung.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Melihat mata Luna yang sudah sayu dan pahanya yang sudah direntangkan lebar, aku tahu bahwa Luna sudah terangsang berat. Dia menuntun penisku ke arah lubang vaginanya yang sudah merah merekah, minta untuk ditusuk. Aku segera melakukannya. Pelan, kumajukan pinggulku. Kumasukkan penisku ke dalam lubang senggamanya. ”Aghhh...” Luna merintih saat aku berhasil menembusnya. Dalam tempo singkat, aku sudah melayang menikmati jepitan lubang memeknya. Rasanya tetap seret dan nikmat meski aku sudah sering menggunakannya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Sementara aku mengocok, Luna mendesis-desis keenakan. Dia sudah tidak peduli lagi meski sekarang Yusuf meraba dan meremas-remas payudaranya penuh nafsu. Yang ada di pikirannya cuma bagaimana melampiaskan hasrat yang begitu menggelora saat ini. Sebagai balasan, aku ganti mengelus dan memenceti buah dada Tari yang bergoyang-goyang indah seiring genjotan pinggulnya yang naik turun, mengocok batang penis sang suami yang sudah melesak masuk ditelan liang kenikmatannya. Sesekali tangan Tari juga meremas bokong indah Luna yang terpampang jelas di sebelahnya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
”Ahh... terus, Riel! Terus!” Luna makin merintih saat makin kupercepat kocokanku. Beberapa kali Yusuf mencium bibirnya saat ia mendesis-desis, Luna terlihat tidak peduli. Ia tampak sangat menikmati sekali genjotanku di atas tubuh sintalnya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Entah kenapa aku tidak cemburu melihatnya diciumi oleh suami Cut Tari itu, malah yang ada aku jadi makin bergairah. Begitu juga dengan Luna, rangsangan Yusuf dan Tari membuatnya makin terangsang. Kurasakan gerakan dan nafasnya mendengus kencang, tidak seperti biasanya. Menunjukkan kalau Luna sangat bergairah sekali.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Dalam waktu singkat, gerakan Luna menjadi kian tidak terkendali, bahkan ia membalas ciuman Yusuf dengan menghisap bibir laki-laki itu penuh nafsu. Bersamaan dengan itu, tubuhnya menghentak-hentak keras. Pinggulnya yang sedang menerima tusukanku, mengejang ke atas. Mulutnya melumat bibir Yusuf kuat-kuat sambil merintih. ”Oughhh... Riel, aku...” Dari dalam vaginanya, menyembur cairan cinta yang amat banyak, membasahi penisku yang masih menancap dalam. Luna orgasme. Ini di luar kebiasaan, dia biasanya cukup tahan lama. Tapi kali ini dia cepat selesai, padahal aku merasa masih belum apa-apa. Aneh!</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Kuhentikan kocokanku dan kucabut penisku. Aku masih tanggung, tetapi aku memang masih belum ingin keluar sekarang. Aku berharap Luna bangkit lagi setelah ia istirahat. Kutatap wajah cantiknya yang penuh kepuasan. Disampingnya, kulihat Yusuf masih terus asyik menggengam dan mengelus-elus payudara Luna. Putingnya yang mencuat kemerahan, berkali-kali ia tarik dan pilin-pilin kecil.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Melihat aku tergeletak nganggur dengan penis yang masih tegak berdiri, Cut Tari segera menghentikan goyangan pinggulnya. Ia mencopot penis sang suami dari jepitan vaginanya dan mendekatiku. Tahu kalau aku belum ejakulasi, Tari berniat membantuku. Dia melangkahi tubuh mulus Luna yang tergeletak telentang kelelahan disampingku. Dengan menggunakan dasternya, Tari membersihkan penisku yang penuh lendir cinta dari Luna, sebelum akhirnya dia menindih dan mencium bibirku.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Aku sempat kaget, aku tak menduga Tari akan berani melakukan itu. Kulirik Yusuf, laki-laki itu hanya menonton tingkah sang istri tanpa terlihat keberatan sama sekali. Dia malah asyik meremas dan menciumi payudara Luna yang kini sepenuhnya berada dalam kekuasaannya. Luna juga hanya melirikku sekilas, kemudian kemudian memejamkan matanya kembali. Dia tampak menikmati sisa-sisa orgasme yang masih melanda tubuh sintalnya, sambil sekalian menikmati sedotan Yusuf yang liar pada puting buah dadanya. Resmilah sudah, kami bertukar pasangan mulai detik ini!</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Tanpa malu-malu lagi, kubalas ciuman Tari dengan penuh nafsu. Tangan kiriku mengelus bokongnya yang bulat, sedangkan tangan kananku meremas-remas buah dadanya yang menggantung indah. Tari menjulurkan lidahnya menyambut lidahku, sementara vaginanya yang sudah sangat basah, digesek-gesekkan ke atas penisku. Ciuman kami hanya berlangsung singkat karena Tari tampak sudah sangat terangsang sekali. Segera dia menarik badannya sehingga sekarang posisinya sekarang duduk di atas pahaku, dengan belahan kemaluan tepat berada di depan batang penisku yang rebah ke perut.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Kurasakan belahan vagina Tari yang kemerahan sudah basah oleh lendir. Tak tahan, segera kuangkat pinggangnya dengan kedua tanganku, aku ingin memasukinya. Tari cepat tanggap, sambil mengangkat pantatnya, dia mengarahkan penisku ke lubang vaginanya. Dalam hitungan detik, kemaluanku sudah menyelusup masuk ke dalam. Tari melenguh pelan, begitu juga denganku. Kami sama-sama merasa nikmat.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Saat aku mulai menggoyang, tubuh mulus Tari langsung ambruk ke dadaku dan wajahnya menempel disamping kepalaku sambil mendesis-desis keenakan. Kuangkat pinggulku, berusaha mengocok kemaluannya lebih cepat dan lebih dalam lagi. Tari mengikuti gerakanku dengan menggoyangkan pinggulnya memutar. Kurasakan otot vaginanya menjepit erat batang penisku, hampir mencekiknya. Himpitan dan putaran pinggul Tari tidak kalah dengan Luna, membuat kenikmatan menjalar cepat ke seluruh tubuhku.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Tak sampai 5 menit, kurasakan Tari mulai mempercepat goyangannya. Dengan nafas tersengal, mulutnya bertubi-tubi menciumi bibirku, sementara lidahnya menerobos masuk ke dalam mulutku, mengajakku untuk saling menghisap dan bertukar air liur. Aku segera mengerti bahwa ia sudah mulai masuk ke masa orgasme. Tanpa menunggu lama, segera kupercepat kocokanku. Aku sendiri juga sama, kemaluanku sudah berdenyut-denyut kencang, terasa sangat nikmat dan enak sekali.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Ketika kurengkuh bokongnya, Tari memeluk pundakku makin kencang. Dari mulutnya keluar erangan nikmat yang panjang sekali. ”Aarrgghhhhh...!” vaginanya ditekan keras ke arah kemaluanku, dia pun orgasme. Bersamaan dengan semburan deras dari liangnya, kulepas juga air maniku. Cairan kami sama-sama menyemprot dan saling bertabrakan hingga bercampur menjadi satu. Vagina Tari yang aslinya sudah lembab dan becek, menjadi tambah lengket sekarang. Ough, sungguh kenikmatan yang sangat luar biasa sekali.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Walaupun permainan sudah berakhir, tetapi Tari tidak mau mencopot penisku. Dia hanya mengeser tubuhnya dari dadaku untuk meringankan tindihannya di atas tubuhku. Penisku yang mulai mengkerut dan melemah masih menancap telak di liang kemaluannya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Perlahan, setelah beberapa detik berlalu, kesadaranku mulai pulih. Kulihat di sebelah, Luna sedang bergumul mesra dengan Yusuf. Dengan penuh nafsu, Yusuf menindih tubuh bugil Luna, mereka berciuman panas dan dalam. Sambil memagut, tangan Yusuf asyik meremas-remas buah dada Luna yang ukurannya sedikit lebih besar dari punya Tari, istrinya. Sementara Luna mengelus-elus bokong Yusuf, desahan halus mulai keluar dari bibir tipisnya, tanda kalau dia sudah mulai terangsang lagi.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Yusuf sedikit menggeser tubuhnya, tangan yang tadinya meremas tetek Luna kini turun ke bawah, ke arah kemaluan Luna yang sempit kemerahan. Luna segera mengangkat pinggulnya ketika jari tangan Yusuf mulai menggesek-gesek klitorisnya. Desahan nikmat yang keluar dari mulutnya terdengar semakin keras. Yusuf membuka paha Luna lebar-lebar agar dia makin leluasa mengerjai vaginanya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Melihat Luna yang merintih keenakan, aku jadi terangsang kembali. Perlahan penisku yang masih menancap di liang kemaluan Tari, mengeras dan membesar. ”Wah, ngaceng lagi ya, Riel?” gumam Tari sambil mencium bibirku kuat-kuat. Tidak menjawab, segera kugenjot lagi tubuh mulusnya. Tanganku kembali menggerayangi tonjolan payudaranya untuk meremas dan mengelus-elusnya lagi.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Di sebelah, Luna menoleh ke arahku saat Yusuf sudah bersiap untuk menyetubuhinya. Matanya sayu memandangku seolah meminta persetujuan. Kupandangi dia, Luna terlihat sangat cantik ketika sedang terangsang seperti itu. Aku jadi tak tega untuk menghalangi. Lagian, aku juga sudah menikmati tubuh Cut Tari, dua kali malah karena sekarang aku kembali menggenjotnya, jadi sangat tidak fair kalau aku melarang Luna untuk bercinta dengan Yusuf. Mereka berhak melakukannya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Kukecup bibir Luna, kuusap rambutnya sebagai tanda bahwa aku tidak keberatan. Luna pun segera membuka pahanya lebar-lebar, mempersilahkan Yusuf untuk naik ke atas tubuh mulusnya. ”Pelan-pelan,” bisik Luna melihat Yusuf yang tampak sudah tak sabar. Dengan ancang-ancang ala kadarnya, Yusuf melesakkan penisnya. Meski sudah mentok sampai ke pangkal, Luna cuma mendesah saja, dia tidak menjerit keenakan seperti kalau aku yang melakukannya. Ukuran penis kami memang beda sih, mungkin saat ini penis Yusuf cuma bisa menjangkau setengah dari kedalaman liang vagina Luna.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Meski tampak tidak puas, tapi saat Yusuf mulai menggoyang, tak urung Luna tetap merintih dan mengerang juga. Dia memejamkan mata dan meremas-remas payudaranya sendiri untuk menambah kenikmatannya. Sambil menggenjot, tak henti-hentinya Yusuf menciumi bibir, pipi, leher, atau mana saja bagian tubuh Luna yang dapat ia jangkau. Jepitan vagina Luna rupanya terlalu nikmat buatnya karena tak lama kemudian kulihat Yusuf sudah mendesis sambil menggeleng-gelengkan kepalanya tak tahan. Dahinya berkerut, sementara giginya menggigit bibir bawahnya. Dia memejamkan mata saat menusukkan penisnya dalam-dalam ke liang vagina Luna dan meledak disana.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
“Lun, aarrgghhhh... aku… eghh... eegghh…” tubuh Yusuf terkejang-kejang saat dia melepaskan air maninya. Setelah beberapa detik, ketika dia mencabut penisnya, kulihat sisa sperma meleleh keluar dari bibir vagina Luna yang mengkilat kemerahan.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Luna yang masih belum puas segera bangkit dan menyerbu ke arahku. Dia ingin bergabung denganku, menuntut untuk dipuaskan. Luna meraih dan membimbing kedua tanganku untuk mengenggam bulatan payudaranya yang menggantung bebas di depan wajahku. ”Riel, peras susu gue ya?” pintanya nakal.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Aku dengan senang hati melakukannya. Kuremas-remas kedua susunya seperti memerah susu sapi hingga Luna merintih-rintih keenakan. ”Ahh… ahh... auw… ahh… terus, Riel... enak banget! Ughhh… enak banget! Terus!” kalau sedang terangsang seperti ini, payudara Luna terasa sangat legit dan kenyal. Beda dengan biasanya yang lunak dan sedikit kendor. Aku sangat menyukainya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Sekarang, aku merasa seperti raja yang dilayani oleh dua wanita cantik : Tari yang sedang bergoyang di atas tubuhku, dan Luna yang merintih-rintih keenakan di depanku. Aku jadi merinding dibuatnya. Nikmatnya tidak terlukiskan. Apalagi saat tak lama kemudian Tari menghentikan genjotannya dan memekik. ”Riel, aku keluar! Argghhhhh...!” tubuh mulusnya terhentak-hentak saat kurasakan cairan cinta menyembur lagi dari dalam liang kemaluannya. Vagina Tari yang sempit terasa berdenyut-denyut saat dia orgasme.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Aku yang keenakan, menggoyang kembali pinggulku. Tanganku yang dari tadi beraksi di payudara Luna kini beralih memenceti payudara Tari. “Ahh… Riel, udahan dulu dong!” kata Tari lemas. Dia ambruk di atas tubuhku. Payudaranya menekan dadaku, begitu kenyal rasanya. Nafasnya hangat menerpa wajahku</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
”Kok cepet banget keluarnya?” tanyaku sambil menarik penisku keluar.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
”Uaah, aku kelewat nafsu sih.” Tari membela diri.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
”Oke deh, kamu istirahat saja. Sekarang giliranku sama Luna.” kulirik Luna yang sudah mengambil posisi di selangkanganku, dia asyik menjilati penisku yang basah dan lengket, kotor oleh cairan vagina Cut Tari.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Tari segera menyingkir, dia bangkit dan merebahkan diri di sebelah sang suami. ”Gimana, Pa, enak?” tanyanya mesra.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Yusuf mencium bibir Tari dan menjawab. “Enak banget, Ma.”</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
“Berarti papa nggak jadi menceraikan aku donk?” tanya Cut Tari.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Yusuf mengangguk. ”Tapi aku mau melakukan ini sekali lagi.” katanya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
”Papa ketagihan ya sama memek Luna?” Tari tersenyum. Sekali lagi Yusuf mengangguk, dan ikut tersenyum. Mereka selanjutnya berpelukan mesra.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Sementara itu, aku asyik meraba-raba kemaluan Luna hingga aku menemukan daging kenikmatannya. Kucubit pelan hingga Luna mendesah perlahan. Kugunakan jari jempol dan telunjukku untuk memainkan daging tersebut, sementara jari manisku kugunakan untuk mengorek liang senggamanya. Desahan Luna semakin jelas terdengar jelas. Kemaluannya terasa begitu basah.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Aku yang sudah tak tahan segera membalik posisi tubuhku, Sekarang aku menindih Luna yang telentang pasrah di bawah tubuhku. Kugunakan jari-jariku untuk mengobok-obok vaginanya. Kugosok-gosok klitorisnya hingga Luna mengerang keras. Kujilati dan kugigit lembut bulatan payudaranya, kanan dan kiri. Putingnya yang mencuat mungil, kuhisap dan kugigit berkali-kali. Luna meremas rambutku, nafasnya terengah-engah dan memburu.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Setelah kurasakan cukup merangsangnya, langsung kusodok lubang senggama Luna dengan batang kemaluanku. Luna yang nampaknya sudah siap menerima seranganku, segera membuka pahanya lebar-lebar, memberiku jalan untuk menerobos masuk ke dalam lubang vaginanya yang sudah basah kuyup. Dia mendesis pendek saat proses penetrasi berlangsung, lalu menghela nafasnya setelah seluruh penisku masuk. Kudiamkan beberapa saat untuk menikmati kehangatan yang diberikan oleh jepitan vagina Luna. Hangat sekali, lebih hangat dari milik Cut Tari. Setelah itu kumulai menyodok Luna maju mundur.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Luna melingkarkan tangannya memeluk tubuhku. Dia mengeluarkan jeritan-jeritan kecil selama aku menggenjot tubuh mulusnya. Luna memang berisik sekali! Teriakan-teriakannya terus terdengar kencang. Tapi aku suka juga mendengarnya. Kedua payudara Luna yang tidak begitu besar bergelantungan indah di dadanya, benda itu bergerak liar seiring dengan gerakan kami. Kupikir sayang kalau tidak dimanfaatkan, maka kuraih saja kedua danging kenyal tersebut dan langsung kuremas-remas sepuasnya. Nafsuku semakin memuncak, sehingga sodokanku semakin kupercepat, membuat Luna semakin keras mengeluarkan suara. ”Ahh… ahh… ahh...” dengan lantang. Sampai akhirnya ia berteriak kencang saat mencapai puncak kenikmatannya, “Arghhhh… aku keluar, Riel!” jeritnya parau.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Setelah bergetar-getar beberapa saat, Luna kemudian terkulai lemas, sementara aku terus menyetubuhinya. Vaginanya yang banjir terasa semakin nikmat membungkus penisku. Beberapa saat kemudian, aku merasa mulai mendekati puncak kepuasan. ”Sayang, aku juga mau keluar nih…” bisikku.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Luna segera menarik keluar penisku dan mengulumnya. Dia melakukannya hingga aku memuntahkan sperma di dalam mulutnya. Seperti biasa, Luna segera menelannya sampai habis tanpa tersisa sedikit pun.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Aku berbaring. Capek, nikmat dan puas bercampur menjadi satu. Cut Tari berbaring di sisiku. Payudaranya terasa lembut dan hangat menyentuh lengan kananku. Sementara Luna masih membersihkan batang kemaluanku dengan mulutnya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
”Gimana, Riel, puas?” Tari bertanya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
”Puas banget. Otakku ringan sekali rasanya.” jawabku sambil mencium bibirnya. Di sebelahnya, kulihat Yusuf sudah tertidur kelelahan. Penisnya tampak mengkerut mungil seperti bayi, kasihan sekali.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
”Aku mandi dulu ya?” Luna memotong pembicaraan kami, lalu beranjak menuju kamar mandi.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
“Aku mau jujur sama kamu, Riel...” Tari berbisik, takut didengar oleh Luna.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
”Aku tahu, mas Yusuf kan yang meminta ini. Dia tidak akan menceraikan mbak kalau mbak bisa membuatnya tidur dengan Luna.” aku berkata.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Cut Tari tampak terperangah. ”B-bagaimana kamu bisa tahu?” tanyanya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
”Naluri lelaki, mbak. Aku pasti juga akan berbuat sama kalau berada di posisi mas Yusuf.” sahutku.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
”Bener, Riel. Maafkan aku!” Tari tampak menyesal sekali.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Aku segera memeluknya. ”Sst, buat apa minta maaf? Aku juga menikmatinya kok, begitu juga dengan Luna. Tidak ada yang dirugikan dalam hal ini.” sekali lagi kukecup bibirnya.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
”Iya, Riel. Makasih ya, dengan begini rumah tanggaku bisa terselamatkan.” Tari membalas mesra ciumanku.</span><br />
<span style="font-family: Verdana, sans-serif;"><br />
Begitulah, semalam suntuk kami pesta seks di villa itu. Aku menyetubuhi Luna dan Tari bergantian, begitu juga dengan Yusuf, tak bosan-bosannya dia naik ke atas tubuh mulus Luna dan sang istri. Kami melakukannya di kamar, dapur, kamar mandi, bahkan di kolam belakang saat pagi mulai menjelang. Yusuf tampak sangat puas sekali.</span>hantumonkihttp://www.blogger.com/profile/17642631795725605946noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1925213797991915871.post-50895237472203498662014-01-09T01:47:00.001-08:002014-01-09T01:48:21.134-08:00Highschool of the Dead doujin by Melkor Mancin<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://mpltoons.com/wp-content/uploads/2012/06/Highschool_of_the_Dead_doujin_by_Melkor_Mancin_1.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://mpltoons.com/wp-content/uploads/2012/06/Highschool_of_the_Dead_doujin_by_Melkor_Mancin_1.jpg" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://mpltoons.com/wp-content/uploads/2012/06/Highschool_of_the_Dead_doujin_by_Melkor_Mancin_2.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://mpltoons.com/wp-content/uploads/2012/06/Highschool_of_the_Dead_doujin_by_Melkor_Mancin_2.jpg" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://mpltoons.com/wp-content/uploads/2012/06/Highschool_of_the_Dead_doujin_by_Melkor_Mancin_3.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://mpltoons.com/wp-content/uploads/2012/06/Highschool_of_the_Dead_doujin_by_Melkor_Mancin_3.jpg" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://mpltoons.com/wp-content/uploads/2012/06/Highschool_of_the_Dead_doujin_by_Melkor_Mancin_4.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://mpltoons.com/wp-content/uploads/2012/06/Highschool_of_the_Dead_doujin_by_Melkor_Mancin_4.jpg" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://mpltoons.com/wp-content/uploads/2012/06/Highschool_of_the_Dead_doujin_by_Melkor_Mancin_5.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://mpltoons.com/wp-content/uploads/2012/06/Highschool_of_the_Dead_doujin_by_Melkor_Mancin_5.jpg" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://mpltoons.com/wp-content/uploads/2012/06/Highschool_of_the_Dead_doujin_by_Melkor_Mancin_6.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" src="http://mpltoons.com/wp-content/uploads/2012/06/Highschool_of_the_Dead_doujin_by_Melkor_Mancin_6.jpg" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<br /></div>
<br />hantumonkihttp://www.blogger.com/profile/17642631795725605946noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1925213797991915871.post-37049537123300097262013-12-26T00:41:00.005-08:002013-12-26T00:41:49.433-08:00Maafkan Aku Suamiku ... Aku Hanya Wanita Biasa<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Menjadi istri yang setia merupakan cita-cita kebanyakan wanita, termasuk diriku. Sinta namaku, umurku 37 tahun. Aku sudah menikah selama 15 tahun dan sudah dikarunia 2 orang anak laki-laki yang berumur 13 dan 10 tahun. Mas Andri adalah suamiku, umurnya lebih tua 5 tahun dari aku. Dia berkerja di sebuah instansi pemerintahan dan memiliki kedudukan yang cukup bagus sehingga kehidupan ekonomi keluargaku lebih dari cukup.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Awalnya kehidupan ranjang kami baik-baik saja. Mas Andri selalu bisa memuaskanku, begitu juga dengan aku yang selalu memberikan pelayanan yang terbaik untuk suamiku.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Namun perlahan-lahan Mas Andri berubah. Sikapnya sekarang seperti malas kalau berhubungan denganku. Dulu sebelum melakukan intim biasanya Mas Andri suka merauku dengan hal-hal yang romantis tapi sekarang langsung masukin aja bahkan tanpa pemanasan. Tak jarang juga hubungan intim aku dengan Mas Andri tidak lebih dari 5 menit. Hampir dua tahun terakhir aku tidak perna mencapa orgasme kalau ditidurin Mas Andri.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Kadang aku suka bertanya-tanya, apakah Mas Andri punya wanita lain selain aku sehingga sudah tidak bergairah lagi dengan aku? Atau apakah aku ini sudah tidak cantik lagi di mata Mas Andri? Padahal menurut ibu-ibu komplek aku termasuk ibu yang ‘segar’ karena rajin merawat tubuhku. Kadang sehabis mandi aku suka berkaca sendiri sambil telanjang. Kuperhatikan bagian tubuhku satu persatu. Memang wajahku sekarang mulai ada kerutan-kerutan namun aku rasa dengan rambut panjang lurus dan hidungku yang mancung aku masih cantik. Tubuhku memang sudah tidak langsing lagi seperti muda dulu tapi aku rasa tubuhku masih kencang dan menarik tidak seperti ibu-ibu komplek teman arisanku yang sudah banyak lemak yang bergelambir. Payudaraku walau sedikit bergelantung tapi aku rasa masih seksi dengan ukuran sebesar 38B. Apalagi pantatku yang besar montok, aku rasa juga anak muda sekalipun ga banyak yang pantatnya semontok aku. Memang kehidupan ranjangku akhir-akhir ini menyiksaku, namun sebisa mungkin aku menjaga kesetiaanku terhadap Mas Andri sama halnya seperti aku menjaga keperawananku dulu.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Awalnya aku menerima saja keadaan ini, namun saat aku berkenalan dengan dunia maya. Memang baru sebulan ini kami berlanggan internet di rumah kami, itu juga karena anak kami yang paling besar merengek-renget memintanya. Awalnya aku tidak pernah tertarik dengan namanya internet namun karena kejadian itu semuanya berubah.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Waktu itu suatu malam ketika aku habis berhubungan intim dengan Mas Andri yang seperti biasanya aku tidak mencapai orgasme. Saat itu aku tidak bisa tidur, Mas Andri dan anak-anak sudah pada tidur semua makanya aku iseng menyalakan computer dan membuka internet. Awalnya aku hanya membuka situs tentang pakaian-pakaian wanita, lalu aku membuka tentang alat-alat kebugaran. Waktu membuka situs tentang alat kebugaran di bagian bawah situs tersebut terdapat iklan tentang ‘sex toys’. Aku pun penasaran dan lalu kuklik link tadi. Awalnya aku terkejut saat kubuka situs itu langsung muncul barang-barang yang bentuknya seperti penis. “mungkinkah alat-alat ini yang dipakai untuk masturbasi?” tanyaku dalam hati. Aku memang tau apa itu masturbasi tapi aku belum pernah mencoba karena aku tidak tahu bagai mana caranya.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Lalu rasa penasaranku semakin besar, kuketikan kata “cara masturbasi” di google. Lalu muncullah situs-situs yang menjelaskan tentang masturbasi. Kubuka halaman tadi dan kubaca dengan seksama sambil membayangkan mainan berbentuk penis tadi masuk ke memekku. Tanpa kusadari tangan kanan ku sudah masuk ke dalam daster tidurku dan mengelus-elus celana dalam ku. Kurasakan rembesan basah mulai terasa di celana dalamku. Aku pun semakin menikmati dan kumasukan jari ke ke dalam celana dalam dan aku mulai memainkan klitorisku. Semakin cepat dan cepat aku memainkan klitorisku dan khayalanku terbang membayangkan tentang penis, tapi ntah penis siapa, yang pasti penis yang besar yang menghujam-hujam memek ku. Aku pun mencapai orgsme, orgasme yang selama ini terpendam dan tertahan. Terasa nikmat sekali sampai-sampai celana dalamku basah sekali terkena cairan memekku. Setelah selesai orgasme aku pun bisa tertidur pulas.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Pagi hari aku bangun dengan perasaan yang berbeda. Hasratku yang terpendam telah tersalurkan meski denga masturbasi. Kini pun aku telah siap memulai hari baru dengan ceria.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Seperti biasa setelah suamiku pergi kerja dan anak-anak berangkat sekolah tinggallah aku sendiri. Pekerjaan rumah telah menantiku, namun aku dahulukan ke warung Bu Tuti karena kalau terlalu siang suka kehabisan sayuran untuk ku masak. Setelah berdandan alakadarnya aku pun pergi ke warung Bu Tuti. Aku masih mengenakan daster yang tadi malam dan aku juga belum mandi karena biasanya setelah beres semua kerjaan aku baru mandi.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Aku belanja sayuran untuk kumasak di hari itu. Namun entah kenapa hari itu aku membeli timun padahal aku sendiri tidak tahu mau diapakan timunnya. Mungkin gara-gara saat kupegang timun tadi aku langsung kepikiran yang tadi malam.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Sesampainya di rumah aku langsung membongkar kantung plastic belanjaan tadi. Timun lah yang aku cari, aku pegang-pegang sambil kunyalakan computer. Aku langsung membuka situs yang tadi malam, namun aku rasakan aku inginkan sesuatu yang lebih. Aku pun mulai mencari-cari dan sampailah pada sebuah situs yang menyajikan pornografi dalam bentuk video.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Untuk beberapa saat aku memperhatikan video tadi. Adegan yang diperankan oleh orang-orang bule yang cantik mulus dan laki-laki dengan kontol yang gede, yang gedenya hampir sama dengan timun yang kupegang. Adegan itu dimulai dengan salaing ciuman dengan permainan lidah. Jantungku mulai berdetak tak beraturan, terasa panas mengalir. Aku pun mulai merasakan rangsangan birahi yang menggebu.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Adegan dilanjutkan dengan hisapan kontol sang lelaki oleh sang wanita. Adegan yang baru bagiku karena selama ini aku belum pernah mencobanya dan Mas Andri pun belum pernah memintanya. Tanpa disadari aku pun mulai mulai menjilat-jilat timun yang kugenggam tadi dan tangan kiriku meraba-raba memekku yang sudah basah.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Adegan pun berlanjut, begitu juga dengan timunku. Timunku perlahan-lahan sampai ke memek ku, dengan perlahan-lahan aku masukan. Rasa yang sangat aku rindukan. Otot-otot dinding memekku terasa terpenuhi dengan timun yang berukuran cukup lumayan besar. Sungguh aku merindukan kontol yang besar dan tahan lama. Dan tak lama berselang aku pun mencapai orgasme yang hebat.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Sudah sebulan lebih aku memuaskan hasratku dengan masturbasi di depan computer. Hampir setiap pagi ketika suami dan anak-anak sudah berangkat aku pasti melakukannya. Mulai dengan melihat adegan bokep barat, india, Indonesia, negro sampai dengan membaca cerita-cerita panas. Mulai dari dengan jari tangan, timun atau pun terong aku memuaskan birahiku. Namun tetap saja aku merindukan kontol asli yang bisa memuaskanku. Bukan seperti kontol Mas Andri yang kencil dan kendur meskipun sudah ereksi, yang hanya bertahan 3 menit. Tapi kontol laki-laki sejati yang bisa memuaskan hasrat birahiku.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Aku menjadi wanita yang terobsesi dengan kontol. Setiap laki-laki yang jumpai aku selalu membayangkan kontolnya sebesar apa. Aku selalu berimajinasi kalau kontol-kontol mereka itu menghujam memekku degan perkasanya seperti adegan-adegan bokep di internet yang selalu kutonton saat masturbasi. Namun itu hanya dalam hayalanku. Aku tidak ada keberanian untuk merasakan kontol selain kontol suamiku. Atau juga memang tidak ada kesempatan.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Hingga suatu hari kakak permepuanku menitipkan anaknya Rendi di rumahku. Rendi baru saja lulus kuliah, umurnya 22 tahun. Dia mau mengikuti wawancara kerja di kota ku. Wawancara kerja itu dilakukan beberapa tahap sehingga tidak selesai dalam satu hari makanya kakakku menyuruhnya untuk tinggal di rumahku dan kalau sudah pasti diterima baru mencari tempat kost.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Hari itu seperti hari senin yang biasa. Jam 7 pagi seperti biasanya anak dan suamiku sudah berangkat dari rumah. Aku pun mulai menyalakan computer untuk ritual masturbasi yang sudah menjadi rutinitas akhir-akhir ini. Namun ketika aku mau membuka internet aku teringat sepupuku Rendi yang baru datang subuh tadi dengan kereta malam. Aku pun hendak mengurungkan niatku untuk masturbasi takut nanti ketahuan Rendi.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Namun birahiku nampaknya sedang bergelora pagi ini. Aku nekat untuk tetap melakukan masturbasi. Aku berpikiran kalau Rendi akan tertidur pulas karena kelelahan setelah perjalanan panjang. Aku pun segera naik ke lantai 2, kamar tamu yang kami siapkan untuk Rendi. Aku hendak mengecek dia, apakah masih tertidur atau sudah terbangun.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Kalau masih tertidur maka bebaslah aku bermasturbasi.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Aku dapati pintu kamar ruang tamu itu sedikit terbuka, kunci kamar itu memang sudah lama rusak sehingga pintunya tidak dapat tertutup rapat. Dari celah pintu itu aku lihat Rendi masih tidur terlentang. Aku pun lalu melangkah untuk kembali ke ruang tamu yang terdapat computer. Namun baru 2 langkah aku kembali ke pintu tadi. Aku memperhatikan pemandangan yang tadi sempat terlewat. Aku memperhatikan tonjoalan di celana boxer yang Rendi kenakan saat tidur terlentang. Sungguh besar tojolan kontol di celana boxer Rendi itu.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Khayalan nakalku pun mulai melayang seiring tingginya birahiku pagi itu. Aku membayangkan seberapa besar kontol yang ada di dalam celana Rendi tersebut. Ah tidak, dia kan keponakaku. Aku mencoba berpikiran rasional. Aku mencoba menepikan khayalan nakal di otak ku. Namun semua itu sia-sia, tanpa sadar tangan kananku sudah masuk ke dalam dasterku. Tanganku sudah mengelus-elus memek yang masih terbungkus celana dalam.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Ah, persertan dengan keponakan. Nafsu birahi telah menguasaiku. Aku pun mulai membuka celana dalam merah yang aku kenakan. Tanganku kian gencar memainkan memek ku yang sudah basah. Aku membayangkan besarnya kontol Rendi yang masih tertidur. Belum ereksi aja sudah menonjol besar seperti itu apalagi kalau sudah nagaceng. Ah.. pasti nikmat rasanya jika kontol Rendi yang sertinya besar itu menghujam di memek ku. Dengan posisi duduk di kursi di depan pintu aku terus mengocok memek ku dengan jari-jari ku dan tak lama berselang aku pun mencapai orgasme yang sungguh nikmat.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Setelah selesai ritual masturbasi yang tidak sesuai rencana itu aku melanjutkan pekerjaan rumah yang telah menjadi rutinitasku. Sepanjang melakukan pekerjaanku itu pikiranku terus terbayang kontol Rendi yang baru aku lihat sebatas tonjolan. Aku terus memperkirakan seberapa besarnya, seberapa panjangnya, kencangnya seperti apa, tahan seberapa lama. Ah, semakin lama semakin penasaran aku akan kontolnya Rendi. Tak pernah terbayangkan sebelumnya, Rendi yang terakhir kali bertemu masih bocah ingusan sekarang telah membangkitkan birahiku.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Setelah selesai dengan pekerjaanku aku langsung mandi. Aku dapati juga Rendi telah selesai mandi dan sedang bersiap-siap untuk wawancara kerjanya pukul 10 nanti. Entah mengapa pagi itu aku ingin terlihat cantik di mata Rendi. Aku pun berdandan, padahal biasanya aku ga pernah pakai kosmetik jika tidak mau berpergian. Aku menggunakan celana legging agar pantatku bisa terlihat menonjol dan terilihat cetakan celana dalamnya. Lalu aku mengenakan baju kaos yang ketat dan bra yang kekecilan yang sudah lama tak ku kenakan agar toketnya terlihat menyembul dan terlihat belahannya. Entah kenapa aku seperti anak ABG yang ingin mencari perhatian laki-laki.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Setelah selesai berdandan aku pun keluar kamar. Jam dinding menunjukan pukul 9 kurang 5 menit. Kudapati Rendi sedang berbenah dengan tasnya, mungkin sedang memeriksa bawaan untuk persiapan wawancarnya.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Udah siap Ren?” Tanyaku memulai pembicaraan.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Aku berjalan berlenggak-lenggok layaknya pragawati yang memaerkan bokong menghampiri Rendi.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Eh, tante.. Doa in aja ya biar bisa diterima.” Jawabnya.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Ya iya lah tante doa in, nanti kalau sudah diterima tinggalnya di sini aja ya Ren..” Entah kenapa ucapan itu tiba-tiba terlontar dariku. Padahal dari rencana awal juga Rendi akan ngekost kalau sudah diterima.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Ah, ntar ngerepotin tante.. Rendi lebih baik nge-kost aja..”</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Gapapa ko Ren, kaya ma siapa aja..” Aku menyilangkan kakiku berharap Rendi melihat bokongku yang tercetak di celana legging. “Oh ya, emang wawancara kerjanya sampai kapan Ren..?” lanjutku lagi.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Sampai hari kamis tante, tapi Rendi baru pulangnya hari sabtu, hari jumat nya Rendi mau jalan-jalan dulu.. boleh kan tante?” Jawabnya seperti biasa tak ada reaksi yang berlebih dari Rendi setelah kupamerkan bokongku.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Ah gapapa ko’ Ren, lebih lama lagi juga gapapa ko”</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Ingin rasanya aku bertelanjang ria di depan Rendi dan mendekapnya. Ah.. tapi aku masih belum cukup gila. Tak lama kemudian Rendi pun berangkat untuk wawancara kerjanya. Seharian itu pikiranku terus menjurus ke kontol Rendi yang menjadikan rasa penasaranku cukup tinggi.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Esok harinya rutinitas yang biasa pun berlalu, jam 7 pagi suami dan anak-anak ku sudah pada berangkat. Kali ini Rendi sudah bangun dari pagi otomatis acara masturbasi ku pun terhambat. Selama ini aku masturbasi selalu dengan rangsangan melihat bokep di internet yang komputernya ada di ruang tamy. Aku tidak terbiasa masturbasi dengan imajinasiku tanpa rangsangan secara visual. Dan rasanya tidak mungkin juga masturbasi dengan mengintip Rendi seperti kemarin, Rendi sekarang sudah terbangun, kalau ketahuan bisa berabe.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Ah, tapi bisa aja kan minta langsung Rendi untuk memperlihatkan kontolnya. Pikiran gila terbesit di otakku. Ah, gila kali nanti kalau Rendi lapor ke kakak ku, trus nanti suami ku bisa tahu juga. Tapi kalau Rendi nya ikut terangsang dia pasti tidak akan ngelaporin terus aku juga bukan hanya bisa melihat kontol Rendi tapi bisa juga ngerasain memek ku di hujamnya dengan kontolnya yang gede. Aaaahhh.. pasti nikmat pikirku. Tapi apa aku bisa membuat Rendi terangsang. Ayo Sinta, kamu pasti bisa ! Aku benar-benar sudah kehilangan kewarasan. Nafsu sex menguasai diriku dan aku pun benar-benar melaksanakan rencana gilaku itu.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Tidak seperti biasanya pagi itu aku mandi lebih awal, pekerjaan rumah yang biasa kukerjakan aku abaikan dahulu. Setelah mandi aku pun berdandan agar terlihat cantik. Setalah kupilah-pilih aku pu memutuskan daster tipis warna pink untuk kukenakan. Aku putuskan tidak menggunakan bra dan celana dalam agar Rendi bisa melihat cetakan putingku dan akan kupertontonkan memek serta bokong ku secara langsung. Pokoknya Rendi harus terangsang melihatku.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Setelah selesai berdandan aku pun langsung mencari sosok keponakanku itu, dan kutemui dia di ruang tamu sedang membaca koran.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Pagi Ren… mau pergi jam berapa hari ini?”</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Biasa tante jam 9… memang ada apa tante?” Kali ini Rendi mulai mengamati tubuhku.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Ah gapapa ko’.. Bisa minta tolong ga angkatin jemuran ke atas..”</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Iya tante bisa, mana jemurannya?”</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Setelah menunjukan jemurannya Rendi pun mengangkatkannya. Aku sengaja jalan terlebih dahulu dengan harapan saat di tangga Rendi bisa melihat bokongku yang tidak terbungkus celana dalam secara langsung. Dan memang seperti yang aku perkirakan, saat di tangga Rendi melihat bokongku meski dengan curi-curi. ketika sudah sampai atas kulihat besarnya tonjolan di celana Rendi yang menandakan sudah ereksi.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Loh, sudah bangun lagi Ren?” tanyaku ketika sampai di atas.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Maksud tante? “ Rendi nampak bingung.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Itu dede yang di celana nya?” Mata ku tertuju ke tonjolan di celana Rendi.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Eh, ah.. eh..” Rendi tampak salah tingkah dan tak dapat menjawab.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Rendi terangsang ya lihat tante?” tanyaku lagi.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Rendi tampak masih salah tingkah dan tidak menjawab pertanyaanku.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Boleh ga tante lihat dedenya Rendi?” Aku pun mulai membuka gesper dan kancing celana Rendi.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Ja.. ja.. jangan tante..” kata Rendi.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Namun tak kulihat penolakan Rendi terhadap apa yang aku lakukan. Aku pun terus membuka celana Rendi. Kudapati kontol yang besar yang sudah ereksi kencang. Besarnya hampir sama dengan dengan kontol-kontol bule yang aku lihat di film bokep, namun punya Rendi lebih pendek sedikit.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Aku pun langsung melahap kontol Rendi yang besar ke dalam mulutku. Mulutku penuh sesak dengan kontol Rendi dan rasanya mulutku tidak bisa menampung panjangnya kontol Rendi. Rendi terlihat menikmati permainan mulutku di kontolnya, begitu juga aku. Birahiku langsung menggebu-gebu, kontol yang selama ini kudambakan dan kuhayalkan sekarang bisa kurasakan di mulutku dan aku pun tak sabar untuk menerima sodokan kontol Rendi yang besar ini.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Aku pun menudahi permainan mulutku, kini aku tarik Rendi ke kamar tamu yang tepat di sebelahku.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Jangan ah tante, nanti Om Andri tahu..”</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Ayo lah, kalau Rendi ga bilang pasti ga akan tahu..” Jawabku sambil menarik tangan Rendi ke kamar.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Rendi pun menuruti ajakan ku. Ku dudukan Rendi di ranjang dan aku pun langsung membuka dasterku yang membuatku menjadi telanjang bulat. Rendi nampak terbelalak melihat tubuh bugilku terpampang di depannya. Lalu aku lucuti satu per satu pakaian Rendi hingga sama telanjangnya denganku. Dadanya yang berbidang membuatku tak tahan. Berbeda sekali dengan perut Mas Andri yang buncit dan dadanya yang kendur.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Aku langsung naik ke atas Rendi. Kuciumi mulut Rendi dengan penuh nafsu. Kugesek-gesekan kontolnya yang tegang ke bibir memek ku yang sudah membasah. Dan.. clepp.. terasa sensasi luar biasa waktu pertama kontol Rendi masuk ke memek ku. Terasa terganjal nikmat memeku. Lalu aku pun mulai bergoyang, berbeda sekali dengan waktu dengan Mas Andri. Biasanya aku harus bersusah payah menggoyang agar kontol Mas Andri mengenai titik sensitifku, namun dengan kontol Rendi yang besar hanya dengan sedikit goyang titik sensitifku sudah terasa nikmat. Dan hanya dengan sekitar tiga menit aku pun mencapai oragasme yang luar biasa.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Aaahhh……. Kamu di atas ya sayang…” aku minta untuk bertukar posisi, dan tak lama kemudian Rendi sudah menindihku dengan kontol yang tertancap di memek ku.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Tante haus Ren, puasin tante.. puasin tante sayang…”</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Mulutku mulai meracau tak karuan. Aku terbawa melayang birahiku yang mengebu dengan diiringi kocokan kontol Rendi yang perkasa. Aku berada di puncak kenikmatan birahi yang selama ini tak bisa aku dapatkan dari suamiku Mas Andri. Tubuhku terasa panas, keringat bercucuran dari tubuhku.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Tak aku bayangkan dia keponakan dari kakak kandungku sendiri yang masih punya pertalian darah. Aku hanya mengaggap dia lelaki perkasa yang bisa menyirami birahiku yang dahaga.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Terus sayang… terus… aaaahhhhh…”</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Aku pun mencapai orgasme yang kedua. Orgasme yang yang beruntun dengan posisi Rendi yang masih sama. Baru kali ini aku merasakan multi orgasme, oragasme yang begitu dasyat yang menjadikan tubuhku berkejang habat. Sungguh perkasa sekali keponakan ku ini.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Sudah hampir satu jam memek ku dihujam kontol Rendi yang perkasa. Sudah 6 atau 7 kali aku mencapai orgasme, ah untuk apa aku menghitung. Aku hanya menikmati…</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Nampaknya sekarang juga Rendi mau keluar, kocokannya terasa semakin cepat tidak beraturan. Kontolnya kurasa lebih menegang di memek ku. Beberapa saat kemudian terasa cairan hangat menyemprot di memek ku. Dan aku pun mencapai orgasme untuk entah yang keberapa kali. Kurasakan banyak sekali cairan sperma yang keluar dari kontolnya Rendi sampai meluap keluar dari memek ku. Lalu setelah kontolnya dicabut dari memek ku aku pun langsung menjilati kontol Rendi, membersihkan cairan sperma yang menempel di kontolnya sampai bersih. Aku menjilati sampai kontol Rendi laya tak tegang lagi. Bahkan walaupun sudah loyo kalau aku perhatikan masih lebih besar dibandingkan dengan kontol Mas Andri yang ngaceng. Sungguh perkasa keponakanku ini.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Setelah satu jam lebih kami bergulat Rendi pun pergi untuk wawancara kerjanya. Hari itu aku rasa lemas sekali dan aku pun mengerjakan pekerjaan rumahku dengan malas. Aku sangat menikmati dan puas dengan pelayanan Rendi. Nampaknya Rendi pun demikian. Terbukti dengan terus diulanginya setiap pagi sebelum Rendi berangkat wawancara kerja.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Akhirnya Rendi pun diterima kerja. Aku sudah menawarinya untuk tinggal bersama, aku masih ingin dipuaskan oleh sepupuku Rendi namun ia menolaknya dengan alasan tak enak saat bertemu Om Andri. Rendi pun mengekost tak jauh dari rumah kami dan kami pun masih suka mencuri-curi waktu untuk saling memuaskan birahi.</span></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<br /></div>
<div style="background-color: white; color: #333333; line-height: 20px;">
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Di satu sisi aku merasa berdosa terhadap Mas Andri, aku merasa hina dengan menggadaikan kesetiaanku sebagai seorang istri. Tapi si sisi lain aku hanya seorang wanita biasa yang ingin terpenuhi kebutuhan bathinku.</span></div>
hantumonkihttp://www.blogger.com/profile/17642631795725605946noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1925213797991915871.post-11757507689248646312013-12-13T08:52:00.000-08:002013-12-13T08:52:14.873-08:00Sara Jean Underwood in Sailor Hat<span id="goog_1444702865"></span><span id="goog_1444702866"></span><br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-01.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="400" src="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-01.jpg" width="266" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-02.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="400" src="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-02.jpg" width="266" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-03.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="400" src="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-03.jpg" width="266" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-04.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="400" src="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-04.jpg" width="266" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-05.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="400" src="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-05.jpg" width="266" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-06.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="400" src="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-06.jpg" width="266" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-07.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="400" src="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-07.jpg" width="266" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-08.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="265" src="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-08.jpg" width="400" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-09.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-09.jpg" width="205" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-10.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-10.jpg" width="213" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-11.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-11.jpg" width="213" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-12.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-12.jpg" width="213" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-13.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-13.jpg" width="213" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-14.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-14.jpg" width="213" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-15.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="213" src="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-15.jpg" width="320" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-16.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-16.jpg" width="207" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-17.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-17.jpg" width="213" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-18.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="213" src="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-18.jpg" width="320" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-19.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="213" src="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-19.jpg" width="320" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-20.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-20.jpg" width="213" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-21.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="213" src="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-21.jpg" width="320" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-22.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="213" src="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-22.jpg" width="320" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-23.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-23.jpg" width="213" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-25.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-25.jpg" width="213" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-26.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-26.jpg" width="213" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-27.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-27.jpg" width="213" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-28.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="213" src="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-28.jpg" width="320" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-29.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="213" src="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-29.jpg" width="320" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-30.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="213" src="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-30.jpg" width="320" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-31.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-31.jpg" width="213" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-32.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="213" src="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-32.jpg" width="320" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-33.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="213" src="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-33.jpg" width="320" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-35.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-35.jpg" width="213" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-36.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-36.jpg" width="213" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-37.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-37.jpg" width="208" /></a></div>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-38.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="320" src="http://redblow.com/stuff/sara-jean-underwood-in-sailor-hat/sara-jean-underwood-38.jpg" width="213" /></a></div>
<br />hantumonkihttp://www.blogger.com/profile/17642631795725605946noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-1925213797991915871.post-86343101817084174492013-09-05T00:04:00.001-07:002013-09-05T00:04:15.445-07:00Dada Montok Tante Ayu<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Aku masih duduk di bangku SMA saat itu. Di saat aku dengan teman-teman yang lain biasa pulang sekolah bersama-sama. Usiaku masih terbilang hijau, sekitar sembilan belas tahun. Aku tidak terlalu tahu banyak tentang wanita saat itu. Di kelas aku tergolong anak yang pendiam walaupun sering juga mataku ini melirik pada keindahan wajah teman-teman wanita dikelasku waktu itu.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Hal ini jugalah yang membawa aku bersama 2 temanku Bambang dan Eko kedalam sebuah pengalaman yang tak terlupakan bagi kami saat duduk dibangku SMA dulu.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Semuanya bermula dari kegigihan Bambang terhadap perempuan. Kebiasaannya untuk tak melewatkan barang sedetikpun perhatiannya terhadap keindahan wanita membawa aku, dia dan Eko kesebuah rumah di komplek pemukiman Griya Permai. Mulanya aku dan Eko sedang asyik bercanda,. Secara tiba-tiba Bambang menepuk pundakku dengan keras. Matanya tertuju kesatu rumah dengan tajamnya. Ternyata disana kulihat ada seorang wanita dengan mengenakan rok mini baru saja keluar meninggalkan mobilnya untuk membuka pintu pagar rumah.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Heh, bang. Kenapa sih elu tiap lihat perempuan mata elu langsung melotot kayak begitu ?” tegurku.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Elu itu buta ya, wan. Elu kagak lihat bagaimana bongsornya bodi tuh wanita ??” balasnya cepat.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Bambang, Bambang.. bisa-bisanya elu nilai perempuan dari jarak jauh begini-ini” sambung Eko “Itu mata.. apa teropong”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Wah, kalau untuk urusan wanita kita nggak pake mata lagi, men. Nih, pake yang disini nih.. dibawah sini” jawab Bambang sambil menunjuk-nunjuk kearah kemaluannya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Kalau gua udah ngaceng, perempuan diseberang planet juga bisa gua lihat” kata Bambang dengan senyum penuh nafsu.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Jadi sekarang elu lagi ngaceng, nih ?!” tanya gue yang sedari tadi hanya bisa tenggelam dengan pikiran-pikirannya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“So pasti, men. Nih kontol udah kayak radar buat gua. Makanya gua tahu disana ada mangsa” jawab Bambang dengan lagi-lagi menunjuk ke arah kemaluannya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Gila lu, bang” kataku.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Sekarang begini aja” ujar Bambang kemudian “Elu pada berani taruhan berapa, kalau gua bisa masuk kerumah tuh wanita ?”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Elu itu udah gila kali ya, bang. Elu mau masuk kerumah itu perempuan ??” jawabku cepat.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Udah deh.. berapa ? Goceng ??”tantangnya kepada kami. Sejenak aku, dan Eko hanyut dalam kebingungan. Teman kami yang satu ini memang sedikit nekat untuk urursan wanita.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Goceng ??”potong Eko cepat “Wah gua udah bisa beli mie bakso tuh”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Ha-alah, bilang aja kalau elu takut jatuh miskin. Iya kan, ko ?” balas Bambang dengan sedikit menekan.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Siapa bilang, kalau perlu, ceban juga hayo” jawab Eko tak mau kalah.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Oke, oke.. heh, heh, heh. Sekarang tinggal elu nih, wan. Kalau melihat tampang elu sih, kayaknya gua ragu”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Heit tunggu dulu” ujar gue. Gue langsung cepat-cepat merogoh kantong celananya. Selembar uang kertas lima ribuan langsung dikibas-kibaskan didepan kedua mata Bambang.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Gua langsung buktikan aja sama elu.. nih”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Oke. Sekarang elu pada buka tuh mata lebar-lebar” kata Bambang kemudian.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Bambang langsung berjalan menuju kerumah yang dimaksud. Tampak disana sang pemilik rumah telah memasukkan mobilnya. Saat ia hendak menutup pagar, aku lihat Bambang berlari kecil menghampirinya. Disana kulihat mereka sepertinya sedang berbicara dengan penuh keakraban. Aneh memang temanku ini. Baru saja bertemu muka dia sudah bisa membuat wanita itu berbicara ramah dengannya, penuh senyum dan tawa.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Dan yang lebih aneh lagi kemudian, beberapa saat setelah itu Bambang melambaikan tangannya kearah kami bertiga. Dia mengajak kami untuk segera datang mendekatinya. Setelah beberapa langkah aku berjalan, kulihat Bambang bahkan telah masuk ke pekarangan rumah menuju ke pintu depan rumah dimana wanita itu berjalan didepannya. Bambang memang memenangkan taruhannya hari itu. Di dalam rumah kami duduk dengan gelisah, khususnya aku. Bagaimana mungkin teman kami yang gila perempuan ini bisa dengan mudah menaklukkan wanita yang setidaknya dua puluh tahun lebih tua usianya dari usia kami. Sesaat setelah Bambang selesai dengan uang-uang kami ditangannya, akupun menanyakan hal tersebut.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Gila lu, bang. Elu kasih sihir apa tuh wanita, sampai bisa jinak kayak merpati gitu ??” tanyaku penasaran.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Heh, heh, heh.. kayaknya gua harus buka rahasianya nih sama elu-elu pada” jawabnya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Jelas dong, bang. Goceng itu sudah cukup buat gua ngebo’at. Elu kan tahu itu” tambah Eko lagi.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Begini. Kuncinya itu karena elu-elu semua pada blo’on” jelas Bambang serius.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Apa maksudnya tuh !” tanya gue cepat.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Iya, elu-elu pada blo’on semua karena elu-elu kagak tahu kalau perempuan itu sebenarnya tante gua.. tante Ayu, dia istrinya om harso, adik mama gue” tambahnya lagi.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Wah, sialan kita sudah dikadalin nih sama… playboy cap kampak” kata Eko.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Itu kagak sah, bang. Itu berarti penipuan”sambung gue.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Itu bukan penipuan. Kalau elu tanya apa gua kenal kagak sama tuh perempuan, lalu gua jawab enggak.. itu baru penipuan” jelas Bambang.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Untung aja pertengkaran diantara gue dan teman-teman saat itu nggak lama karena tidak lama tante ayu yang ternyata tante si Bambang itu datang dengan membawa minuman segar buat kami.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Ada apa kok ribut-ribut. Kelamaan ya minumannya ?” tanya tante Ayu. Suaranya terdengar renyah ditelinga kami dan senyumannya yang lepas membuat kami berempat langsung terhenyak dengan kedatangannya yang tiba-tiba.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Ah, nggak apa-apa tante” jawab Eko.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Bambang yang duduk disebelahnya terlihat serius dengan pikirannya sendiri. Baju t-shirt yang dikenakan tante Ayu memiliki belahan dada yang rendah sehingga disaat beliau membungkuk menyajikan gelas kepada kami satu-persatu, Bambang terlihat melongok-longokkan kepalanya untuk dapat melihat isi yang tersembunyi dibalik pakaian beliau saat itu. Aku sendiri bisa menyaksikannya, kedua payudara beliau yang besar, penuh berisi. Menggelantung dan bergoncangan berulangkali disetiap ia menggerakkan badannya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Ini tante buatkan sirup jeruk dingin untuk kalian, supaya segaran” jelas tante Ayu ”Hari ini panasnya, sih”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Saat tante Ayu selesai dengan gelas-gelasnya, iapun kembali berdiri tegak. Keringat yang mengucur deras dari kedua dahinya memanggil untuk diseka, maka beliaupun menyekanya. Tangan beliau terangkat tinggi, tanpa sengaja, ketiak yang putih, padat berisi terlihat oleh kami. Beberapa helai bulunya yang halus begitu menarik terlihat. Jantungku terasa mulai cepat berdetak. Karena saat itu juga aku tersadarkan kalau dibalik pakaian yang dikenakan tante Ayu telah basah oleh keringat. Lebih memikat perhatian kami lagi, disaat kami tahu bahwa tante Ayu tidak mengenakan BH saat itu.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Kedua buah puting susunya terlihat besar menggoda. Mungkin karena basah keringatnya atau tiupan angin disiang hari yang panas, membuat keduanya terlihat begitu jelas dimataku.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Tante habis mengantar om kalian ke bandara hari ini. Jadi tante belum sempat beres-beres ngurus rumah, apa kabar mama papa kamu bang?” katanya lagi.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“eh oh, baik2 aja tante, tante kapan dong main ke rumah lagi” Bambang tampak grogi.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“duh tante lagi sibuk2nya ngurusin bayi, dulu juga tante ngurusin kamu, skr kamu udah ABG gini” tante ayu mencubit pipi Bambang. Bambang tersipu.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Ditengah pesona buah dada yang menggoda nafsu birahi kami semua, perhatian terpecah oleh tangisan suara bayi. Aku baru tahu kemudian, bahwa itu adalah anak tante Ayu dan om harso yang bungsu. Anak mereka baru dua dan yang sulung sudah kelas 6 SD. Jadi agak jauh bedanya dengan yang ke dua. Beliaupun terpanggil untuk menemuinya dengan segera.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Kalian minum dulu, ya. Tante kebelakang dulu.. oh, iya Bambang. Tadi mama kamu tlp, nanti kamu jangan lupa tlp rumah ya bilang kalo kamu di sini”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Iya tante.” kata Bambang.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Hanya selang beberapa menit kemudian, tante Ayu sudah menemui kami kembali di ruang tamu. Namun satu hal yang membuat kami terkejut kegirangan menyambut kedatangannya dikarenakan beliau terlihat asyik menyusui bayinya saat itu. Bayi yang lucu tetapi buah dada yang menjulur keluar lebih menyilaukan pandangan jiwa muda kami berempat. Beliau sudah memakai BH namun satu cup nya di buka untuk menyusui bayinya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Tante Ayu terlihat tidak acuh dengan mata-mata liar yang menatapi buah dada segar dimulut bayinya yang mungil. Ia bahkan terlihat sibuk mengatur posisi agar terasa nyaman duduk diantara Bambang dan Eko saat itu.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Ini namanya Bobby” jelas tante Ayu lagi sambil menatap anak bayinya yang imut itu “Usianya baru sembilan bulan”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Wah, masih kecil banget dong tante” balas Bambang.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Iya, makanya baru boleh dikasih susu aja”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“ASI ya, tante ?” tanya Bambang polos.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Oh, iya. Harus ASI, nggak boleh yang lain” jelas beliau dengan serius.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Kalau orang bilang susu yang terbaik itu ASI, tante ?”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Betul, Bambang. Dibandingkan dengan susu sapi misalnya. Ya, susu ibu itu jauh lebih bergizi.. heh, heh, heh” tambah tante Ayu penuh yakin.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Mamaku juga suka bikinkan saya susu setiap pagi, tante” kata Bambang menjelaskan.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Oh, iya… bagus itu”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Tapi susu yang saya minum setiap hari.. ya, susu sapi tante” sambung Bambang lagi penasaran. Sementara tante Ayu masih terlihat sibuk dengan bayinya . Namun beberapa saat setelah itu beliau mengatakan sesuatu yang mengejutkan kami.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Susu ibu tetap lebih bagus. Bahkan di India ada yang bisa menyusui anaknya hingga berusia sepuluh tahun”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Wah, asyik juga tuh” sela Eko cepat.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Tante Ayu hanya tersenyum simpul.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Tiba2 entah mendapat ide gila dari mana Eko yang sedari tadi hanya duduk diam mendengarkan nyeletuk dengan seenakknya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Coba ya kita bisa cicipin asi tante, duh pasti asyik ya?”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Kami semua, apalagi Bambang terkejut setengah mati. Tentunya dia lebih kaget krn itu adalah tantenya sendiri. Jantungku terasa berhenti berdetak saking kagetnya. Rasanya ingin lari saja dari ruangan itu karena malu dan takut dimarahi. Ternyata Tante Ayu tidak marah.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“yah kalo kalian mau, di dapur ada tuh ASI tante yang di peras dan masukan dalam botol.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Kami semua berpandangan.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“maksud kami langsung minum dari sumbernya tante’ kata Eko malu2. Tante Ayu melotot, Km sudah siap dia meledak mengomeli kekurangajaran Eko. Tapi ternyata tidak. Ia malah tertawa cekikikan, dadanya berguncang2.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“aduhhh kalian ini nakal sekali ya. Kalo langsung berarti kalian liat buahdada tante dong. Tapi kalian susah besaar, sudah ABG, 19 tahun kan kamu Bambang,Irwan dan Eko? Kami mengangguk serempak.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“emang kenapa kalo udah 19 tante?” aku memberanikan diri bertanya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Tante menggosok2 rambutku dengan lembut.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“kalo sudah besar sudah ada nafsunya Irwan sayang. Masa mau liat buahdada wanita dewasa? terlalu besar resikonya memberikan payudara tante untuk kalian hisap,”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Mendengar tante menyebut kata “buahdada” saja sudah membuat darahku berdesir, aku yakin begitu juga dengan teman2ku. Namun setelah kami semua membujuk tante, serta berusaha meyakinkan tante bahwa kami tidak akan berbuat lebih dari mencicipi asi tante, beliau luluh juga. Apalagi setelah melihat mata Eko yang tampak sangat ‘ngenes’ menginginkan pengalaman baru yang bagi kami saat itu sudah sangat luar biasa.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“ya udah, tante mau deh. Tapi janji ya, kalian udah selesai sebelum oom kalian pulang”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“iya iya tante”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Bambang, kalo papa mama kamu tau kamu nakal gini sama tante, bisa dicabut uang jajan kamu. Apalagi kalo tante bilang om harso, bisa dihajar kamu abis2an”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“ya jangan ngadu dong tante’ Bambang ketakutan.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Dan janji ya kalian. hanya minum asi saja, tante nggak pengen kalian macem-macem sama tante. “Nggak kok, tante, kami janji” sambil berkata begitu mata kami bertiga tidak lepas dari dada tante Ayu sambil meneguk ludah berkali2. Tentunya kami akan berkata apapun agar mimpi km terpenuhi saat itu. Kami tidak sabar menanti pemandangan indah itu sebentar lagi. Tante sepertinya menyadari hal itu dan tersenyum2 sendiri melihat kami tingkah bertiga. Tante meminta ijin untuk menaruh si bayi sejenak di boxnya. Kami duduk rapi berjejer di sofa. Tak lama tante muncul lagi dan berdiri di depan kami. Kami duduk manis dengan tegang. Tante hanya senyum2.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Siap? Godanya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Ssss sssi ssiap tante” kata kami hampir serentak. Tante menyunggingkan senyum sekali lagi, maniss sekali.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Pemandangan yang ditunggu2 pun datanglah sudah. Tante meloloskan bagian atas dasternya yg sdh dlm posisi terbuka kancing atasnya secara perlahan. Kini bagian atas tubuh mulus itu hanya tertutup BH saja. Bagian bawah masih tertutup daster yang tersangkut di pinggangnya. Seksi abisss!! Jantung kami bertiga seperti ensemble perkusi saja berdetak kencang sekali, untung saja tante tidak mendengar. Kemudian tangannya meraih ke belakang punggunnya, meraih hook BH dan melepaskannya. Mata kami mengikuti setiap milisecond gerakan tante membuka bh tersebut dan memperlihatkan kulit dadanya yg putih mulus. Seperti kartu yang dipirit, dada kirinya tersingkap. Kini payudara kirinya benar2 bulat2 terpampang di hadapan kami tanpa terhalang kepala bayi lagi. Mula2 tante hanya membuka salah satu cupnya saja. Tapi kami protes.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Dua2nya aja tante”.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Ampun kamu pinter banget berdebat sih, iya deh tp janji ya jgn liar ngeliat tante telanjang dada yaa” sambil berkata demikian tante menuruti kemauan kami dengan membuka cup yang satunya lagi.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“nihh, puas?” goda tante ayu sambil mengerling menggoda ke arah kami.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Barulah terpampang di depan kami lengkap sepasang payudara yang super indah. Sungguh tidak ada celanya. Dengan puting yg merah muda, padhal usia tante sudah hampir 35 th tp mungkin karena kulitnya yang sangat putih dan perawatan yang baik sehingga payudaranya masih terliat sangat mengkal dan kencang, dg puting yg imut warna muda dan posisi mengacung ke atas. Tentu saja kami bengong, bungkam seribu bahasa sambil bengong menatap benda terindah yang pernah kami liat saat itu. Tante Ayu tersenyum meliat kegenitan bocah2 itu.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“gimana? masih montok kan? Kalian suka gk?”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“serentak kami menjawab: “suka suka tante”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Dia duduk di sofa, kami saling berpandangan siapa yang duluan mulai. Akhirnya Ekopun memulai duluan. Ia duduk di samping tante, mula2 ia memegang tante tante dan dipinggirkannya agar tidak menghalangi tubuhnya yang duduk merapat wanita cantik itu. Dengan gemetar dia mendekatkan mulutnya ke puting yang sangat menggoda tersebut. Tante tampak sedikit grogi. Dan akhirnya sampailah mulut Eko di surga dunia tersebut. Kedua bibirnya mengatup dan mengunci putting kiri tante. Dia langsung tergegas menghisapnya. Tante Ayu melenguh perlahan. Maklum, kali ini ‘bayi’ yang menyusu padanya adalah remaja tanggung dengan gigi yang lengkap! Tangan tante memegang kepala eko. Ia menggigit bibir bawahnya dan matanya mendelik ke atas. Pasti karena perasaan aneh yang melandanya saat itu.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Sungguh pemandangan yang menegangkan. Seorang wanita dewasa yang sangat cantik dan sintal menurut kami, sudah menikah, membiarkan mulut seorang anak tanggung hinggap di payudaranya yang putih mengkal. Susu keliatan mengalir deras ke dalam mulut Eko. Keliatan dari mulut teman kami itu yang menggembung penuh oleh cairan. Dengan nekad Eko melanjutkan dengan meremas buah dada beliau serta mulai berani memainkan puting susunya dengan beberapa gerakan memelintir</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Pentil yg satunya nggak usah dipencet-pencet lagi. Udah keluar kok. Kamu coba langsung menghisapnya kayak anak tante ini” jelas beliau lagi. Setelah berapa lama, Eko pun tampak puas. Ia menarik mulutnya dari putting tante ayu yang keliatan mulai memerah sambil menyeka mulutnya. Sesekali ia melepas kenyotannya dan memainkan putting tante dengan sapuan melingkar lidahnya mengelilingi putting itu. Tante protes.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Okhh Eko, apa2an sih kamu, jangan gitu, jangan dijilat2 doong” Eko menurut namun sesekali ia mencuri2 lagi kesempatan. Akhirnya tante keliatan rada kesal dan mendorong Eko menjauh.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“udah ah, cukup ah kamu, genit banget sih, jelek” dengan wajah dicemberut2kan, Eko menarik diri sambil nyengir.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Kini giliran Bambang. Awalnya dia juga tampak grogi banget, maklum, tante ayu kan istri oomnya sendiri. Dia kebingungan mengambil posisi harus bagaimana mulai menyusu. Aku dan Eko tidak tinggal diam untuk membantu. Tante pun kami baringkan dlm posisi telentang di sofa. Mula2 tante bingung tapi tetap menurut juga. Aku dan Eko meratakan kakinya di sofa, mata kami nanar melihat daster tante yg tipis dan menerawang, memperlihatkan celana dalamnya di balik itu. Ada bayangan hitam di sana, apalgi kalo bukan bulu2 halus kemaluan. Angan2 kami terus melambung tinggi mengharapkan dapat menikmati sesuatu yg lebih dari ASI malam itu. Apalagi kalau bukan ‘sari’ tante, tante Ayu sebagai wanita seutuhnya. Namun tentunya kita tidak bisa berharap angan itu akan menjadi kenyataan, untuk bisa berbuat ini saja kami sudah sangat beruntung.. Bambang merangkak di atas tubuh putih mulus itu. Mulutnya melahap dg rakus payudara kiri tante Ayu smtr tangannya sibuk membelai satunya lg. km melotot meliat kenekadan Bambang. Tante Ayu hanya tersenyum2 simpul sambil membelai kepala Bambang.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“ini dia keponakan tante yang paling nakal sama tantenya sendiri. Untung tante baik gk akan ngadu sama mamanya” Bambang merah mukanya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“santai aja ya sayang. Gk usah terlalu bersemangat. Sakit lho. Tante gk ke mana2 kok” ujarnya perlahan. Sesekali ia merintih dan tubuh moleknya itu menggelinjang. Bambang terus menyedot seakan tidak ingat giliran yang lain. Bunyi berdecap terdengar kencang sekali. Otot payudara tante sampai tertarik ke atas. Terlihat jelas sekali urat2 payudara tante serta pori2nya. Kami sangat terangsang. Tante menggelinjang hebat, “ouwww Bambangdd, kok dijilat2 sihhh sayangg. km mau minum susu atau apa sih sayang, nggghhhhhh, ouhhh, ngghhhh, kamu dan eko sama genitnya nihh”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“minum susu tante” ujar Bambang tersipu.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“itu namanya mencabuli tante sayang, gak boleh ya, kamu sudah mulai besar tapi belum cukup dewasa untuk berbuat cabul begtu, yah? Awas kmu macem2 tante aduin mama kamu yaa”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Bambang nyengir malu. Ia menghentikan aksinya sebentar. Sambil terus menatap nanar puting merah muda tersebut. Kemudian kembali menghisap tanpa jilatan seperti permintaan tante Ayu. Yg tidak bisa dihindarkan adalah penisnya yang membengkak dari balik celananya menyundul2 selangkangan tante Ayu. Wanita molek itu menyadari hal itu dan mencoba memposisikan dirinya tidak seperti sedang disetubuhi remaja tersebut, tapi Bambang tetap memaksakan sehingga tante Ayu terpojok di pojok atas sofa tanpa bisa berontak lebih lanjut.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Bambang, Bambang, Bambang, stop dulu sayang, stop stoppp”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Bambang menyetop aksinya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Tante duduk sambil melotot:</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“inget gk sama janji kamu tadi?” omelnya. Tapi dia tidak tampak marah betulan, mungkin hanya kesal.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Bambang menunduk. “maaf tante, kebawa emosi”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“iya tante ngerti kalian ini masih tinggi2nya libido di usia kalian itu, tante kan sudah kasih kalian kesempatan untuk sedikit menikmati keindahan tubuh wanita. Tante rela sedikit memperlihatkan tubuh tante untuk kalian krn tante sayang kalian. Untuk memperlihatkan buahdada tante ke kalian saja, tante sudah terbilang nekad, apalagi tante kan bersuami dan kalian sudah cukup beruntung”. Kami hanya mengangguk-angguk.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“kalo tadi penis si Bambang melejit dan nyelonong masuk vagina tante gimana? Masa kamu mau penetrasi tante sendiri? Kamu kebayang gk dosanya sperti apa? kalo kalian gk mau kontrol, tante batalkan saja deh acara minum susu ini,” ambeknya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“jangan-jangan tante, kita janji deh” aku menyela. Yg lain juga mendukung sambil mengangguk-angguk.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Sisa malam itu kami menghormati peraturan yang tante berikan, kami hanya strict dengan acara menghisap payudara tanpa embel2 kenakalan lain walaupun harapan kami bisa lebih beruntung daripada itu. Sambil mengenakan kembali BHnya tante menepuk2 kepala kami satu per satu. “tante senang kalian mengikuti aturan tante. Tante harus tegas walaupun tante tau kalian pasti sangat terangsang bisa melihat isi BH tante, tante yakin kalian sudah membayangkan bisa menyetubuihi tante bukan?”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Alangkah malunya kami tante bisa menebak piikiran kami. Kami hanya mengangguk-angguk lemah sambil menundukkan kepala.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Bukannya tante munafik, terus terang tante agak2 penasaran juga gimana rasanya kalian setubuhi, pemuda2 setampan dan segagah kalian. Tapi tante akan terus merasa bersalah sama oom kalian kalo tante menuruti emosi membiarkan tubuh tante kalian nikmati. Kalau kalian menghormati om harso, tentu kalian menghormati beliau kan? Bayangkan perasaan oom kalo tau istrinya kalian setubuhi bertiga? Coba kalo kelak kalian punya istri kemudian disetubuhi orang lain, anak2 tanggung lagi. Kalo kalian terus menurut begini, tante gk keberatan kalo kalian ingin lagi sekali2 nikmati dada dan susu btante.” Kami tentunya tidak bisa berbuat lain selain mengangguk-angguk.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Ngomong2, kalo kalian ingin lepaskan, buang aja dulu tuh di kamar mandi tante, tapi ingat ya, siram lho. Tante gk mau oom liat genangan sperma di kamar mandinya” sambil berkata begitu tante tersenyum ke arah kami bertiga. Malunya bukan kepalang lagi mendengar tante tahu saja tekanan biologis kami. Kami pun masuk kamar mandi untuk mengluarkan isi ‘peluru’ kami. Namun Bambang belum, ckup lama setelah kami keluar, Bambang akhirnya keluar juga.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“tante, aku gk bisa”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“lho kenapa? Ya sudah di ruma saja nanti ya sayang’ kata tante.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“hmmm, tante boleh nggak aku keluarin di antara dada tante?’ ucapnya malu2.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Tante tersenyum. “iya deh liat ke sini.km kbyakan liat bf kyknya nih.sini”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Bambang memelorotkan celananya. Tante berjongkok di depan keponakannya itu sambil membuka kembali baju atas dan behanya. Terliat lagi sepasang payudara indah itu. Bambang pun mulai mengocok sambil membelai2 payudara tersebut. Suatu pemandangan yang ganjil bagi kami saat itu tapi sangat merangsang. Akhirnya Bambang pun keluar. Spermanya muncrat dengan deras menyirami payudara dan sebagian wajah tantenya tersayang itu. Kami tertegun tidak berkata apapun melihat itu. Tante menyeka sisa2 sperma sambil tersenyum2 simpul. “dasar ABG” kerlingnya lagi.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Kamipun beres2 dan pulang setelah itu.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Semenjak hari beruntung itu, pada setiap hari-hari tertentu dalam seminggu kami pasti berkunjung kerumah tante Ayu tentunya jika oom harso tidak ada. Tante Ayu senantiasa menyambut kami dengan ramah dan penuh perhatian. Beliau tidak pernah mengecewakan kami. Menyusui kami dengan sabar satu persatu. Tidak pernah sejenakpun kami merasa bosan dengan buahdada dan putingnya yang selalu mengacung tegang tiap kali kami mainkan. Setelah waktu berlalu, tante mulai memperlunak sikapnya. Beliau tidak lagi marah bila kami menekan-nekan pistol kami di selangkangannya. Hisapan kami pun tambah bervariasi. Bambang suka menjilati sekitar putting, aku suka menggesekkan bibirku ke seluruh permukaan payudara beliau yang sangat halus tersebut, dan Eko senang sekali membenamkan wajahnya ke antara ke dua gunung kembar tersebut. Tangan kami pun makin hari makin liar, dan tante seperti nya sudah capek menjaga tangan kami sehingga akhir2nya beliau pasrah saja dengan kenekadan dan kejahilan tangan2 kami dalam menjamah bagian2 sensitif tubuhnya. Dimulai dg Bambang. Akhirnya km semua pernah merasakan mengobel vagina wanita bersuami itu. Akhirnya kami semua bisa merasakan anatomi vagina tante ayu mulai dari labia, klitoris, sampai masuk-masuk ke dalam ke rahim, alangkah indahnya. Suara menjerit dan merintih tante setiap kali jari kami menyelip masuk diantara kedua paha mulusnya terdengar sangat merdu dan menggoda. Namun semua itu kami lakukan tanpa sekalipun dibolehkan meliat langsung ke arah vagina teresbut. Sampai selama itu, senakal2nya kami, kami tetap menjaga kehormatan tante Ayu dan tidak mencoba2 mengusik daerah terlarangnya walaupun keinginan kami untuk melakukannya sudah memuncak sampai ujung kepala.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Adalah Bambang yang mula2 mencetuskan keinginannya melihat kemaluan Tante Ayu. Semula kami kita tante akan marah tapi ternyata tante menanggapi permintaan kurang ajar Bambang itu dg tertawa geli.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“ya ampunn, buat apa sih Bambang? Kalian kan dah puas korek2 itu?”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“kepingin aja tante, aku belum pernah liat soalnya hehehe..”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“terus kalo dah liat mau ngapain?”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“ya nggak ngapa2in, mau liat ajaa” kami tegang sekali mendengar pembicaraan tersebut. Kami takut sekali tante marah dan mengadukan kami kepada Oom harso.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Akhirnya terjadi juga. Sambil tersenyum2 menggoda, tante melepaskan celana dlmnya dan perlahan2 memperlihatkan kpd km utk pertama kalinya benda yang saat itu kami impi2kan untuk melihatnya. Km hampir berteriak saking senangnya. Namun tentunya kami tidak berani berkata apapun selain menahan nafas. Kemaluan kami yang pasti sudah tidak tertahankan lagi sedang tegang2nya di dalam celana masing2. Tante Ayu tentunya menyadari keadaan ini. Ia tersenyum simpul menyadari reaksi kami sambil mengelus2 sisi2 dari kemaluannya yang tidak tertutup bulu.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Apa bagusnya sih benda begini aja?” godanya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Kami tidak mendengarkan dan terus saja melotot memandangi sela paha yang sama sekali tidak tertutup itu.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“udah ya?” kata tante ayu sambil pura2 hendak menaikkan celananya lagi.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Beluuum’!!” serentak kami berteriak.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“udah dong anak2, ini punya oom kalian lhoo. Tante kan malu. Lagian nanti kalo ada yang masuk gimana?” rajuknya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“kita pindah ke kamar aja ya tante” pancingku untung2an. Mulanya tante gak ragu.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“ihhh kamu genit yaa, awas yaa, tp tante sih mau aja, tapi awas jangan lupa daratan ya di kamar. Tante mau kalian jaga tante. Tante sudah berikan banyak buat kalian lho’</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“iya tante’ kami manut2 saja. Tapi tentunya kayalan kami melayang ke mana2.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Tante mau deh pinjamkan tubuh tante. Puaskan imaginasi erotis kalian dg tubuh ini. Satu hal yang tante minta, kalian janji mau jaga kehormatan tante?”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“iyaaa tanteeee” serempak kami menjawab. Dengan girang Bambang mengambil inisiatif menggendong tante ke dalam kamar. Di dalam kamar kami melemparkan tante ayu ke ranjang.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“auuwwww, ya ampun” pekik tante ayu. “ranjang tante dan oom kalian ini lho, kalian hati2 ya ponakan2ku tersayang. Tante gk mau kalian melewati batas apalagi di ranjang oom kalian dan tante yaaa”. Sekarang terlihat tante agak kuatir. Maklum suasana malam itu sepi sekali.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Kami hanya senyum2 saja. Mata kami nanar meliat pemandangan yang sangat luar biasa kali ini: tante ayu telanjang bulat!! Tubuhnya telentang di atas kasur pasrah dengan kenakalan bocah2 ini. sangat putih lagi montok, mulus dan sangat menantang hasrat kelakian kami. Pahanya tidak lg tertutup memperliatkan gundukan daging tertutup bulu yang seakan menantang kami untuk menerobosnya dgn penis2 liar kami. Jantung km berdegup tidak menentu. Harapan kami bertiga saat itu sama: agar om harso tidak cepat pulang.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Kali ini Eko yang duluan naik ke atas ranjang. Terliat tante agak grogi meliat tubuh Eko di atas tubuhnya yg telanjang di ranjang.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“aduh Eko, hati2 sayang, Eko, auhhh, hati hatiii…’’</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Tante agak panik ketika berapa kali kepala penis Eko tergesek diatas bulu2 kemaluannya ketika anak tanggung itu sedang memperbaiki posisinya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Eko melirik ke arah kita dengan pandangan agak nakal. Kami menangkap sinyal yang dilemparkan eko namun belum berani memutuskan apa2. Maklum. Ini semua terlalu beresiko, kami tidak yakin apakah tante ayu akan tetap sebaik sekarang kalau kami melangkah lebih jauh dari biasanya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Untuk sementara, Eko menuruti kata-kata tante untuk menghindarkan penisnya tergesek ke benda ‘keramat’ itu. Tante pun mulai kembali relax. Ia mulai ‘memperlakukan’ Eko dengan baik. Ia biarkan anak tanggung itu merangkah di atas tubuhnya dan menjilati seluruh permukaan payudaranya. Eko menikmati licinnya kulit payudara tante dengan jilatan2 lembut dan sangat perlahan. Saat menyentuh putting tante, eko tambah memperlambat gerakan lidahnya dan memutari putting tersebut dengan gerakan melingkar2 dengan ujung lidahnya. Sesekali ia menyapu putting tersebut dengan suatu jilatan halus. Terlihat tante ayu meregang. Badannya sesekali melengkung ke atas menggelinjang menikmati jilatan2 eko yang mulai pintar itu. Eko menangkap reaksi baik tante ayu itu dan memindahkan tangan kirinya ke antara paha tante. Mula2 ia membelai2 bulu2 tersebut dengan sangat lembut, kemudian jari tengahnya mulai menyelip. Dan bless, dalam tempo bbrp milisecond kami menyaksikan jari tengahnya menghilang di antara bulu2 halus dan tipis tersebut, menerobos di gundukan daging imut melalui celah2nya. Tante ayu menjerit halus. Namun sempat cekikikan geli. Kami menganga, adegan itu membuat adik2 kecil kami berdiri dengan tegangnya dan tidak seperti biasanya, kami tidak buru2 ingin rekan kami menyelesaikan gilirannya. Kami pun tidak habis pikir mengapa Eko kali itu sangat sabar dan cukup canggih memancing reaksi tante!</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Tante keliatan bimbang. Dia mulai berontak namun tiap kali jari Eko meneborobos, matanya mendelik ke atas. Tindakan preventif tante adalah dia menutup pahanya dan membelokkannya ke samping sehingga remaja tanggung itu tidak bisa mengarahkan penisnya di antara selangkangan wanita berusia jauh di atasnya itu. Namun Eko tidak buru2 keliatannya. Dia benamkan berkali2 jarinya, sampai basah sekali.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Bambang berkali2 meliat ke luar jendela meliat ke pagar. Jelas dialah yang paling panik dari semua di antara kita, karena yang sedang dikerjain adalah tantenya sendiri. Ruangan ber AC tp kami berempat berkeringat. Apalagi Eko dan Tante Ayu. Mereka terus bergumul di saksikan mata melotot saya dan bambang. Tiba2 bambang menghentikan aksinya, bangkit dan berdiri begitu saja di samping tempat tidur, Penisnya yang sudah sangat bengkak terjuntai begitu saja tepat di samping badan tante Ayu. Tante yang sintal itu ikut heran seperti kami.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“sudah eko? Kamu kenyang ya?” kami tahu maksud tante dengan kenyang adalah puas tp tidak enak dia menggunakan kata itu. Tentunya dia heran karena Eko belum ejakulasi. Dan dia pasti maklum, kali ini sasaran kami adalah sampai ejakulasi tidak seperti biasanya. Walaupun untuk mengharapkan ejakulasi di dalam vagina tante ayu masih terlalu muluk bagi kami saat itu.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Eko hanya tersenyum-senyum saja. Dia menelan sisa2 susu tante ayu yang masih ada dalam mulutnya. Tante bangun dari posisi telentang, ia mengambil kain di sisi tempat tidur dan menyeka payudaranya. Kami semua terdiam tidak tahu apa yang harus kami lakukan saat itu. Nafsu binatang sudah memuncak sampai ke ubun2 kami semua. Bahkan Bambang keliatan sudah tidak perduli lagi hubungan darahnya dengan tante ayu. Kami bertiga tertegun memperhatikan tante ayu yang masih telanjang bulat itu selama beberapa menit.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Tiba2 Eko memeluk tante ayu. Tante yang tidak curiga tersenyum manis dan memeluk balik anak tanggung itu.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“kamu udah ya gilirannya? Sekarang gantian sama Bambang atau Wawan ya?”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Eko mengangguk2. Namun tangannya meremas payudara tante sekali lagi. Tante memegang tangan nakal itu dan memindahkannya ke perutnya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Sudah ya sayang. Cukup ya. Kasian yang lain kepingin juga tuh”. Eko dalam tempo bberapa detik memindahkan balik tangan tante ke penisnya dan memberi tanda ke tante untuk mengocoknya. Lagi2 tante dengan sabar tersenyum dan menuruti. Mungkin dengan demikian ia pikir Eko akan cepat keluar dan menyelesaikan ‘penasaran’nya pada tubuhnya yang bugil total saat itu. Mungkin itu juga dalam rencananya ke pada aku berdua Bambang. Supaya cepat selesai dan kami cepat keluar dari rumahnya. Namun dugaannya meleset jauh. Nafsu yg sudah memuncak Eko memberinya keberanian utk membaringkan Tante Ayu sekali lagi.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Tante yang keliatan masih bertanya2 mula2 menurut. Namun ketika Eko menggunakan tangannya mengangkangkan kedua pahanya. Ia berontak dengan keras!</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Eko!! Mau ngapain kamu????” jeritnya tertahan. Karena saat itu, tangan Eko yang satu menekan tangan kiri tante ke tempat tidur dan menggiring penisnya mengarah kepada kemaluan tante yang sudah keliatan basah. Aku dan Bambang bengong tanpa mampu berbuat apa2. Sebagian dari pikiran kami panik takut sekali ini akan jadi peristiwa pemerkosaan dan kami akan terlibat di dalamnya. Sebagian lain dari otak kami, menginginkan Eko membuka peluang itu untuk kami juga. Tak ada seorang pun di antara kami yang sanggup menahan godaan seksuil memandang tubuh yang selama ini hanya ada dalam khayalan kami itu dalam keadaan polos tanpa sehelai benangpun. Tanpa saling bicara kami sadar dalam hati bahwa kesepakatan kali ini hanya satu: menikmati tubuh itu bergantian!</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Namun sekuat2nya tante ayu melawan, tenaga eko lebih kuat. Dengan memaksa ujung penis eko mulai menguak celah surgawi milik istri om harso itu. Kami hampir tidak berani meliat. Ketegangan, ketakutan, bercampur dengan harap2 cemas bahwa tante akan menyerah saja dan setelah itu kami mendapatkan giliran kami masing-masing. Yang kami lihat saat itu ialah tante yang pucat pasi dan panik luar biasa. Namun karena tenaganya sudah mulai habis, perlawanannya pun melemah. Usaha terakhirnya ialah mendorong dada eko sekuatnya. Namun ekok sudah kerasukan. Kepala helm terus merangsek masuk senti demi senti.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“oh my god oh my god, eko, eko, sadar sayang, eko, elin elingggg… nggggghhhh. Eko itu masuk, masuk sayang. Please udah udah, tante mohon sayang, eko ya ampun, ekoo ampunnnn dehhhh…. ohhhh.. om bentar lagi pulang eko… udah yaaaa… auuuuuuwwww ekkkkoooo…. “ kami meliat ujung penis eko sudah mulai menghilang. Astagaaaaa. Seakan kami tidak mempercayai apa yang kami liat malam itu. Eko berhasil melakukan sesuatu yang selama ini hanya mimpi! Eko benar2 pahlawan kami saat itu.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Seiring dengan melesaknya si jagoan kecil eko, mata tante mendelik2 sehingga cuma keliatan putihnya saja. Hidungnya kembang kempis, nafasnya tambah memburu. putingnya yang selama ini memang sudah memunjung posisinya tambah memunjung ke atas. Siapapun yang melihat dia dalam posisi ini pasti akan terangsang dan mungkin akan join dengan eko untuk mengerjainya. Keberanian tante bermain dengan resiko selama ini menjadi bumerang. Akhirnya ia harus termakan kenakalannya sendiri yang dimulai dari niat flirting saja. Seorg anak tanggung berhasil mempenetrasinya!!! Ini adalah ganjaran yg mgkn akan disesali tante Ayu seumur hidupnya. Sisa-sisa tenaga tante ayu mungkin tidak cukup lagi untuk menghentikan Eko. Eko mulai mencumbu wanita yang jauh lebih tua dari mereka itu. Ia menciumi leher tante ayu, dan menjilati dadanya. Tangan tante ayu direntangkan dan dia terus menekan masuk sepnuhnya masuk dalam liang pertahanan terakhir tante ayu. Tante ayu pun menjerit ckup kencang kali ini. Ia melenguh sangat panjang namun tidak bisa memungkiri kenikmatan yang diperolehnya dari kenekadan pemuda yang tidak sampai setengah umurnya dari dia tersebut.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“ekkkooooo, gila kamu sayang… owwww… itu masuk semua.. Ya ampun Eko, what the hell are you doing… ekkoooo jangan sayanggggg, oh God, you’re fucking me Eko, please stoppppp….” . dan blesssss… kami mnahan nafas.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Eko sejenak terdiam. Ini berhenti dalam posisi penisnya terbenam seluruhnya sampai ke pangkal rahim tante. Terasa ujungnya menyentuh dinding2 hangat yang sangat nyaman rasanya. Ia menghentikan aksi dorongnya krn sudah tidak bisa mendorong lagi. Semua terdiam . kami menunggu reaksi tante selanjutnya. Eko mulai tampak bimbang dan takut. Mungkin ia menyadari kenekadannya saat itu dan resiko besar yg akan diterimanya bila tante marah dan memutuskan melaporkan kami ke om Harso atau lebih parah, polisi!! Posisi mereka tetap sama, eko menindih tante dari atas dan penisnya tertancap dalam2.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Setelah bbrp menit, tante mulai buka suara. Ia mulai keliatan tenang dan berusaha menguasai diri.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“eko, km sadar gk kamu lagi apa sayang? Km udah gaulin tante sayang” suaranya lirih dan lembut namun terdengar sedih. Dibelainya rambut remaja tanggung pertama yg berhasil melakukan hal tabu thd dirinya itu.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“enggg, iya tante” wajah eko keliatan ketakutan sekali dan penuh rasa bersalah. Namun dia tidak mau menarik penisnya dari dalam liang tante. Tante mendorong Eko perlahan, penis Eko pun tercabut dari liangnya. Flop!</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Mereka berdua tetap duduk di ranjang. Perkataan tante Ayu selanjutnya membuat kami shock dan tidak akan kami lupakan seumur hidup kami.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“ya sudah. Kalau ini yang kalian mau, tante cuman bisa pasrah. Eko sekarang kamu lanjutkan saja ya, selesaikan apa yg km dah mulai. yang lain ke luar dulu. Tante akan puasin kalian satu persatu. Tante rela kok. Asal ini menjadi rahasia kita berempat”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">serasa petir di siang bolong pernyataan itu. Saya dan bambang termangu seperti orang bego namun perlahan menurut dan beranjak meninggalkan ruangan.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Bambang dan wawan, tolong liat2 ke luar, tante takut om pulang tiba2”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Kami pun menunggu di luar pintu kamar. Sambil berjalan ragu ke luar kamar, kami sempat menengok ke belakang, Eko beranjak naik ke kasur sementara tante menunggu pasrah. Nampaknya tante sudah putus akal gimana menghadapi kenakalan dan kekurangajaran kami bertiga. Mungkin dengan cara ini sajalah ia merasa kami tidak akan lagi kurang ajar besok2 terhadap dirinya. Cara yang sangat menguntungkan kami: melayani kami!</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Ini lah titik paling berkesan dalam hidup kami dan kami sadari itu. Alangkah beruntung nya kami dan alangkah kasiannya Oom Harso, istrinya yang cantik jelita sebentar lagi akan dilahap 3 anak tanggung kurang ajar.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Dari dalam arah kamar terdengar suara rintihan tante dan erangan Eko. Gila tu anak, emang nekadnya jangan ditanya lagi deh. Tp hari ini segala kenekadannya membuahkan hasil. Siapa nyana dia berhasil menyetubuhi wanita secantik, semolek tante ayu? Bahkan untuk mengkhayalkan saja untuk kami sudah terlalu muluk saat itu. Kami berusaha mengintip tp sulit sekali karena lubang angin di atas pintu terlalu tinggi dan lubang kunci terlalu kecil untuk dapat melihat jelas ke dalam. Dari balik lubang kunci kami hanya bisa melihat kaki Eko di antara kaki tante dan dalam posisi menggenjot tante. Ouch, Damn lucky bastard!! Pikir kami saat itu. Tak lama berselang, terdengar Eko menjerit tertahan. Hmm, selesai juga anak bedebah itu, pikir aku dan Bambang. Untuk beberapa lama Eko dan Tante terdiam. Kami tidak berani mengintip lagi takut mereka ke luar kamar tiba2. Tak lama berselang pintu di buka, Eko keluar dengan tampang lemas tapi puas.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“siapa lagi tuh?” Seringainya. Aku dan Bambang berpandang2an. Akhirnya Bambang memberikan kode kepadaku untuk masuk duluan. Dia masih tampak ragu berat melakukan hal ini walaupun kami semua tau dia sangat menginginkannya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Dengan deg2an aku masuk ke kamar. Nampak Tante Ayu baru aja selesai basuh2 dari kamar mandi. Ia mengerling ke arahku dengan wajah sendu.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“kamu mau skarang? Tapi pelan2 ya, tante masih capek.”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Aku cuman mengangguk. Tante memeluk aku dan mencium keningku.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Mudah2an setelah ini, kamu gk ngelakuin ini sama siapapun seblum kamu nikah ya. Tante yakin tante akan menyesal tp tante melakukan ini karena tante sayang sama kalian.”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“iya tante’ Aku hanya mengangguk2, tapi tentunya tak sedikitpun mengindahkan ucapan itu. Selagi ia memeluknya, pandanganku hanya ke arah dadanya yang membusung indah dan hanya ditutupi daster tipis. Aah, Eko, hebat lo bisa merasakan tubuh ini pertama kali.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Setelah ‘wejangan2nya’ tante menuntunkku ke arah ranjang. Aku memeluknya dari belakang. Harum. Ia memegang pinggulku ke arah belakang. Aku melingkarkan tangah membelai perutnya. Aku menaikkan bagian bawah daster sampai ke pinggang sambil menciumi lehernya. Tanganku membelai pinnggangnya yg kecil dan liat, menyelipkan jariku di pusarnya. Mataku sesekali menyapu pandangan ke sekeliling kamar. Tidak ada perasaan bersalah sedikitpun melihat foto2 tante ayu, suami dan keluarganya. Akal sehatku mati, yg ada hanyalah keinginan untuk mencetak score pertamaku. Dan dengan wanita secantik dan semulus itu!!! Tanganku membelai bagian tengah pahanya yg sudah kembali terbalut celana dalam, meraba tekstur bulu2 halus itu dari balik celana dalam tipis merupakan pengalaman menarik tersendiri. Jariku mulai meraba ke arah ‘belahan bawah’. Hmm sudah mulai basah. Andai saat itu aku sudah pernah merasakan seks, tentunya aku akan terus melanjutkan foreplay dengan berbagai macam teknik, namun aku tak kuat. Secepatnya aku dotong badannya agar menekuk dan menungging di pinggir kasur. Aku pelorotin celana dalamnya. Yang aku liat skarang adalah belahan vagina yg tertutup bulu2 halus dan pendek. Aku terpana. Ini kah vagina pertamaku? Seindah ini kah? Pantat tante membulat sempurna, pinggangnya begitu kecil dan kencang, tidak sedikitpun seperti orang yg pernah melahirkan 2 anak. Aku memelorotkan celanaku sendiri dan blesssss… aku seakan hendak berteriak kencang namun bisa mengontrol diri, agar tetangga tidka mendengar. Tante berusaha meraih kepalaku ke arah belakang punggungnya, sehingga badannya agak meliuk. Aku mulai menggenjot, struktur kulit dan tulang di dalam vagina benar2 baru bagiku saat itu. Aku menggenjot dan menggenjot. Namun tidak sampai 5 menit, semprotan kencang spermaku tidak dapat lagi aku tahan. Aku menyemprot dan menyemprot sampai tetes terakhir, semua nya di dalam, tak satupun yg aku keluarkan. Vagina tante berdenyut kencang sekali, mencengkram penisku seperti memerasnya. Tak lama aku terkulai lemas. Tante mengambil tissue dan mengelap liang vaginanya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“aduuh,, supply nya banyak sekali protein murni deh buat tante hari ini”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">wajahnya tetap jenaka, aku memandang tubuhnya sekali lagi seakan tidak percaya. Tante mencium kening ku sekali lagi.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“udah sayang?”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Aku tersenyum lemah.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“sudah tante’</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“ok, kamu sekarang basuh2, terus panggil bambang ya. Lupakan apa yang barusan terjadi. Tante senang kamu menikmatinya, tante ingin kamu kenang barusan sebagai sex pertama kamu, tp bukan dengan tante’ aku hanya mengiyakan.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Giliran selanjutnya tentunya bambang. Aku menyuruhnya masuk, dan menunggu di luar dengan eko. Di luar dugaan, bambang berada di dalam lama sekali. Hampir satu jam. Belakangan dia baru cerita justru anti klimaks, tidak bisa ereksi, mungkin karena terlalu tegang dan merasa kikuk serta bersalah. Namun akhirnya berhasil dengan ketelatenan tante Ayu yg sangat tenang dan cool malam itu. Kami benar2 mendapatkan pelajaran yang sangat berharga. Setelah bambang selesai, hampir satu jam kami duduk2 di ruang TV menonton acara komedi. Namun pikiran kami tak satupun yang tau apa isi acara. Terbayang pengalaman luar biasa ygn baru terjadi.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Ketika aku kuliah, sempat sekali pulang dan menelpon tante Ayu, dia sudah anak 3, bambang dan Eko sudah pindah jg. Eko ke Melbourne melanjutkan kuliah malah. Aku janjian dengan tante di KFC dekat rumah tante. Pulangnya aku menjemput anak bungsu tante ke sekolah dengan tante jg. Sesampai di rumah, anak itu langsung makan dan tidur siang. Aku melahap tante Ayu sebagai nostalgia, pinggangnya sudah lumayan besar dan badannya agak kendor namun jangan tanya berapa orgasme yang aku dapat sore itu.</span>hantumonkihttp://www.blogger.com/profile/17642631795725605946noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1925213797991915871.post-33142711937463985222013-09-05T00:03:00.000-07:002013-09-05T00:03:01.831-07:00Sungai Kenikmatan<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Matahari hari mulai terbenam di ufuk barat ketika Jamaluddin Imam, yang lebih akrab dipanggil Imam, baru saja bangun dari tidurnya. Dengan mata masih mengantuk, Imam berusaha bangun dan mengambil handuk yang kemudian dililitkan dipinggangnya. Kemudian dia berjalan menuju sungai, yang jaraknya sekitar 500 meter dari rumahnya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Pemuda berusia 16 tahun, berwajah ganteng dan bertubuh atletis ini berjalan melintasi persawahan sambil bernyanyi kecil. Imam adalah figur pemuda kampung yang supel, ramah dan pintar bergaul. Ayahnya Pak Brata adalah seorang petani yang cukup berhasil. Pak Brata memiliki tiga orang istri. Imam anak satu-satunya dari isteri ketiga Pak Brata. Ibunya bernama Ani, biasa dipanggil Bu Ani, seorang penjual kue dipasar yang letaknya tidak begitu jauh dari kampungnya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Menurut cerita orang-orang kampung, Imam bukanlah anak kandung Pak Brata. Ibunya sudah hamil tiga bulan ketika dikawin Pak Brata. Ibunya dihamili majikannya sewaktu ibunya masih menjadi TKW di Arab. Makanya, wajah Imam mirip dengan orang Arab.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Singkat cerita, Imam sudah hampir sampai disungai. Sore ini, Imam merasakan ada sesuatu yang lain dari biasanya. Dimana sungai tempatnya mandi, biasanya ramai. Tumben hari ini sepi sekali. Oh, mungkin aku bangun kesorean, pikir Imam dalam hati. Sambil melanjutkan langkahnya berjalan. Imam dikejutkan oleh suara seorang perempuan sedang merintih dan mendesah-desah. Suara itu</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">datangnya dari arah sungai. Imam merasa penasaran oleh suara-suara itu. Dia mendekati arah suara itu.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Alangkah terkejutnya Imam melihat pemandangan didepannya, yang membuat berdiri terpaku. Pemandangan yang baru pertama kali dilihatnya langsung. Dimana, Mbak Minah tetangganya, sedang mandi sambil meraba-raba buah dadanya. Tanpa menyia-nyiakan kesempatan, Imam segera mencari tempat yang agak tersembunyi, mengintip Mbak Minah. Mbak Minah yang dalam keadaan telanjang bulat, tidak menyadari kalau didepannya seseorang sedang melihatnya dengan mata melotot dan jakun yang naik turun.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Wanita berusia 25 tahun, yang sudah setahun ditinggal suaminya menjadi TKI ini, semakin asyik meremas-remas buah dadanya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Akh.., ohh.., oohh.., ” desahan-desahan nikmat yang keluar dari mulutnya, membuat Imam semakin terpukau memandangnya. Imam merasakan penisnya menegang dibalik celana dalamnya. Tanpa sadar dia menyusupkan tangan ke balik celana dalamnya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Imam meraba-raba kemaluannya yang makin lama makin mengeras. Imam semakin bernafsu saat Mbak Minah, meraba-raba vaginanya sendiri. Kemudian Mbak Minah memasukkan jari-jarinya ke dalam vaginanya. Dicucuk-cucuknya vaginanya sendiri sambil mulutnya mendesah-desah. Membuat Imam semakin tak kuat menahan nafsu birahinya. Imam melepaskan handuk dan celana dalamnya lalu mengeluarkan penisnya yang sudah berdiri tegak. Diraihnya kemaluannya, kemudian dikocok-kocoknya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Saat Imam sedang asik mengocok-ngocok penisnya. Tanpa disadarinya Mbak Minah telah berdiri tanpa busana didepannya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Kamu lagi ngapaain Mam,” tanya Mbak Minah.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Maaf.., Mbak.., maaf,” sahut Imam tergagap, tanpa melepaskan pandangan dari tubuh telanjang Mbak Minah.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Kamu lihat ini ya,” tanya Mbak Minah sambil menunjuk vaginanya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Imam hanya diam, tak menyahut. Hatinya berdebar-debar melihat tatapan mata Mbak Minah.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Kamu suka Mam,” tanya Mbak Minah sambil tersenyum. Tanpa menunggu jawabab Imam, Mbak Minah menggerakkan tangannya meraih penis Imam.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Aow, penismu gede sekali Mam, panjang lagi,” jerit Mbak Minah. Mbak Minah mengelus-elus lembut penis Imam dengan tangan kanannya. Sementara tangan kirinya meraba-raba buah pelir Imam. Imam merasakan badannya panas dingin. Baru kali ini penisnya dipegang dan dielus-elus seorang</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">wanita.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Mbak Minah yang sudah berpengalaman bersetubuh dengan laki-laki, sangat tahu kalau Imam sangat menginginkannya. Tanpa melepaskan kocokkannya pada penis Imam, Mbak Minah mendekatkan mulutnya ke mulut Imam. Perlahan dikecupnya bibir Imam. Mbak Minah membuka mulutnya dan menjulurkan lidahnya mengisi rongga mulut Imam yang mulai terbuka. Imam menyambutnya lumatan Mbak Minah dengan pagutan yang hebat pula. Cukup lama mereka bercumbu. Mbak Minah kemudian melepaskan lumatannya pada mulut Imam. Kemudian dia menjilati leher Imam. Imam mendesah-desah merasakan nikmat.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Dengan sedikit membungkukkan badannya, Mbak Minah kemudian menjilati dada Imam lalu turun dan berhenti dibawah pusar Imam. Cukup lama Mbak Minah memainkan lidahnya di bawah pusar Imam. Kemudian Mbak Minah berjongkok didepan Imam. Mbak Minah mendekatkan wajahnya keselangkangan Imam. Mbak Minah menjulurkan lidahnya dan mulai menjilati kepala penis Imam.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Oohh.., Mbakk.., akh.., nik.. mat,” desah Imam penuh nafsu, ketika lidah Mbak Minah berputar dan menari-nari dikepala penisnya. Mbak Minah semakin bernafsu menjilati penis Imam, dari kepala penis sampai kepangkal dijilatinya. Tanpa sejengkalpun terlewatkan.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Oohh.., Mbak.., Mbak.., enak,” jerit Imam saat Mbak Minah memasukkan penis Imam ke mulutnya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Kepala Mbak Minah bergerak maju mundur mengulum penis Imam. Penis Imam disedotnya kuat-kuat</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">sampai pipi Mbak Minah kempot.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Akhh.., truss.., Mbakk.., truss,” suara Imam seperti mengigau keenakan.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Sekitar lima belas menit berlalu Mbak Minah, menyudahi kulumannya. Kemudian dia membentangkan handuknya diatas rumput. Imam disuruhnya tidur terlentang. Mbak Minah kemudian berjongkok diatas selangkangan Imam. Diraihnya batang penis Imam, dikocok-kocoknya sebentar lalu diarahkan</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">tepat kelubang vaginanya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Mbak Minah mulai menurunkan pantatnya. Sedikit demi sedikit penis Imam memasuki lubang vagina Mbak Minah. Semakin lama semakin dalam, hingga seluruh batang penisnya amblas kelubang vagina Mbak Minah. Imam merasakan penisnya seperti dipijit-pijit. Baru pertama kali inilah penisnya masuk kelubang vagina wanita. Nikmatnya luar biasa. Apalagi saat Mbak Minah mulai menaik turunkan pantatnya, membuat penis Imam keluar masuk dari lubang vaginanya. Kenikmatan yang sama juga dirasakan Mbak Minah. Sudah setahun lebih dia tidak merasakan nikmatnya bersetubuh. Apalagi penis Imam jauh lebih besar dari kepunyaan suaminya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Ohh.., Mams.., penismu.., enak banget,” desis Mbak Minah.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Mbak Minah semakin bersemangat menaik turunkan pantatnya. Diselingi gerakkan berputar dan bergoyang ke kiri dan ke kanan. Imam tak mau tinggal diam, pantatnya disodok-sodokkan ke atas dan ke bawah seirama gerakkan Mbak Minah. Tangannya meremas-remas pantat Mbak Minah.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Sekitar empat puluh menit sudah mereka bersetubuh. Mbak Minah semakin mempercepat gerakan pantatnya, ketika dirasakannya orgasmenya hampir sampai. Demikian juga Imam semakin cepat dia menyodok-nyodokkan pantatnya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Ohh.., Mam.., akuu.., mauu.., keluarr,” jerit Mbak Minah.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Akuu.., juga.., Mbakk,” sahut Imam.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Keluarin di dalem aja Mam, lebih enak,” pinta Mbak Minah.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Imam mengaggukkan kepalanya, menyetujui permintaan Mbak Minah. Beberapa detik kemudian tubuh mereka sama-sama mengejang, keringat mereka bercucuran. Dan hampir bersamaan, mereka berteriak lantang ,” Aku.., keluarr.” Dan tumpahlah sperma Imam yang cukup banyak dilubang vagina Mbak Minah.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Mbak Minah kemudian dia turun dari tubuh Imam, dan berjongkok disamping. Diraihnya penis Imam dan dikocok-kocoknya sebentar. Mbak Minah mendekatkan kepalanya keselangkangan Imam. Sambil tersenyum penuh arti, Mbak Minah menjilati penis Imam. Sisa-sisa sperma dipenis Imam dijilatinya sampai bersih.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Setelah beristirahat sebentar, Mbak Minah kemudian mengenakan pakaiannya. Membiarkan Imam yang masih terlentang tanpa busana.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Mam, nanti malam ke rumahku ya, akan kulayani kamu sampai pagi,” bisik Mbak Minah ditelinga Imam. Imam mengangguk, kemudian bangkit dan mengecup bibir Mbak Minah dengan mesra.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Makasih Mbak, Mbak telah memberiku pelajaran yang luar biasa. Sambil melangkah pergi, Mbak Minah tersenyum bangga, telah berhasil meraih keperjakaan Imam.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Imam kemudian turun kesungai untuk membersihkan. Dia merasa bangga, karena hari ini dia mendapatkan pengalaman yang luar biasa. Pengalaman pertama kali menikmati enaknya vagina wanita. Pengalaman yang sudah lama diidam-idamkannya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Malam harinya Imam datang kerumah Mbak Minah, memenuhi undangannya. Imam berdiri didepan pintu rumah, lalu mengetuknya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Mbak, Mbak Minah,” panggil Imam.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Masuk aja Mam, nggak dikunci,” sahut Mbak Minah dari dalam.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Imam kemudian masuk lalu mengunci pintu dari dalam. Dia melangkahkan kakinya mendekati kamar Mbak Minah. Didalam kamar Mbak Minah telah menunggunya. Saat Imam memasuki kamar Mbak Minah, didapatinya Mbak Minah sedang duduk diatas ranjang tanpa mengenakan selembar benang. Kedua kakinya terbuka lebar-lebar. Mbak Minah menyuruh Imam mendekat dan berjongkok dilantai.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Mam, jilatin vaginaku sayang,” pinta Mbak Minah.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Imam menuruti permintaan Mbak Minah. Dia lalu berjongkok dilatai. Wajahnya didekatkan</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">keselangkangan Mbak Minah. Lidahnya dijulurkan dan ditempelkan ke bibir vagina Mbak Minah.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Dan Imam mulai menggerak-gerakkan lidahnya, menjilati bibir vagina Mbak Minah.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Ohh.., Mam.., enakk.., truss.., truss,” desah Mbak Minah keenakkan saat lidah Imam memasuki lubang vaginanya. Lidah Imam menari-nari didalam vagina Mbak Minah. Kelentit Mbak Minah dicucuk-cucuk dan disedot-sedotnya. Pantat Mbak Minah terangkat-angkat menerima jilatan Imam. Bibirnya mendesis. Sesekali Imam memindahkan jilatannya kelubang anus Mbak Minah. “Akhh.., akuu.., tak.., tahan.., Mam,” desis Mbak Minah sambil meraih kepala Imam dan membenamkannya keselangkangannya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Beberapa menit berlalu, Imam menyudahi jilatannya. Kemudian dia berdiri sambil melepaskan</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">seluruh pakaiannya. Setelah semuanya terlepas, Imam meraih penisnya yang sudah setengah tegang.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Dikocok-kocoknya penisnya sendiri hingga tegang penuh. Setelah dirasa cukup Imampun menempelkan penisnya kelubang vagina Mbak Minah. Didorongnya tubuh Mbak Minah, hingga terlentang diranjang. Kedua kaki Mbak Minah diangkat tinggi-tinggi, hingga ujung kaki Mbak Minah berada diatas bahunya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Dengan sekali dorongan saja, penis Imam melesat masuk ke lubang vagina Mbak Minah yang telah basah dan memerah.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Aow Mam, pelan-pelan sayang,” jerit Mbak Minah.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Tanpa menghiraukan jeritan Mbak Minah, Imam memaju mundurkan pantatnya, membuat penisnya</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">keluar masuk dilubang vagina Mbak Minah.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Mam.., teruss.., sayang.., sodok teruss,” pinta Mbak Minah penuh nafsu.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Mbak.., enak.., banget.., Mbak,” sahut Imam.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Imam semakin mempercepat sodokkannya ketika dirasakannya vagina Mbak Minah berkedut-kedut, otot-otot vagina Mbak Minah menegang dan menjepit penisnya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Mam,..akuu.., mauu.., ke., keluarr,” teriak Mbak Minah.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Beberapa menit kemudian Mbak Minah menjerit sangat keras,”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Mams.., akuu.., keluarr,”.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Tubuh Mbak Minah mengejang. Tangannya mencengkeram sprei dengan keras. Dan Mbak Minahpun meraih orgasmenya. Cairan-cairan hangat merembes dari lubang vaginanya. Membasahi penis</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Imam.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Kamu belum keluar Mam,” tanya Mbak Minah beberapa saat setelah berhasil menguasai dirinya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Mbak akan puaskan kamu Mam,” kata Mbak Minah, sambil menarik tubuhnya. Mbak Minah kemudian menungging, membelakangi Imam, dengan kaki berpijak dilantai sementara tangannya mencengkeram tepi ranjang.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Mam, masukkin penismu keanusku,” perintah Mbak Minah, sambil meraih penis Imam yang ada dibelakang pantatnya. Imam memajukkan pantatnya, hingga penisnya menyentuh lubang anus Mbak Minah.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Dorong Mam, dorong,” pinta Mbak Minah tak sabaran. Imam menuruti kemauan Mbak Minah, didorongnya pantatnya lebih maju. Dan sedikit demi sedikit batang penisnya memasuki lubang anus Mbak Minah. Setelah seluruh batang penisnya masuk, Imam mulai memaju mundurkan pantatnya. Sempitnya lubang anus Mbak Minah menjepit penis Imam. Mbak Minah mengimbangi gerakkan Imam dengan menyodok-nyodokkan pantatnya, sambil mencucuk-cucuk vaginanya sendiri.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Imam semakin bersemangat mendorong-dorong pantatnya, saat dirasakannya penisnya berkedut-kedut.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Mbakk.., akuu.., mau., keluarr,” jerit Imam dengan nafas terengah-engah.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Aku juga Mam, kita keluarin bareng Mam,” sahut Mbak Minah.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Beberapa menit kemudian Imam merasakan otot-ototnya menegang. Dan crot.. crot.. crot..</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Imam menumpahkan spermanya didalam lubang anus Mbak Minah.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Malam itu mereka bersetubuh sampai pagi. Sampai badan mereka kelelahan dan tertidur. Sejak saat itu, hampir setiap malam mereka menikmati persetubuhan. Imam ketagihan atas pelayanan yang diberikan Mbak Minah. Begitu juga Mbak Minah sangat puas. Rasa kesepiannya yang telah setahun</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">ditinggal suaminya, kini terobati. Nafsu birahinya yang meledak-ledak kini tersalurkan.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Siang hari itu, Imam pulang sekolah lebih awal dari biasanya. Dengan bernyanyi-nyanyi kecil dia melangkah menuju rumahnya. Begitu membuka pintu rumahnya Imam terkejut, pintu rumahnya tidak</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">terkunci. Imam merasakan ada sesuatu yang tidak beres. Dengan mengendap-endap Imam masuk kedalam rumahnya. Samar-samar Imam mendengar suara orang mendesah-desah diselingi rintihan-rintihan. Imam penasaran dibuatnya. Imam berusaha mencari sumber suara-suara itu.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Ketika dia mendekati kamar ibunya, suara-suara itu, semakin keras terdengar. Imam menghentikan langkahnya didepan kamar ibunya. Suara itu semakin keras terdengar. Ibu lagi ngapain ya, pikirnya. Rasa ingin tahunya semakin kuat, Imampun mengintip dari lubang pintu.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Alangkah terkejutnya Imam, melihat pemandangan di dalam kamar ibunya. Didalam kamar, Bu Ani, ibunya sedang berdiri sambil memeluk tubuh Pak Kades. Tangan Bu Ani melingkar dipinggang Pak Kades. Sedangkan tangan Pak Kades sedang meremas-remas pantat Bu Ani, yang padat berisi.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Tanpa melepaskan tangannya dari pantat Bu Ani, Pak Kades mencium pipi Bu Ani, kemudian menjulurkan lidahnya mengecup bibir Bu Ani. Bu Ani membuka mulutnya, menyambut kecupan Pak Kades dengan lumatan-lumatan yang tak kalah hebatnya. Saking asiknya mereka bercumbu, tanpa mereka sadari sepasang mata sedang mengintip dengan hati yang panas. Bahkan percumbuan mereka makin</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">panas saja.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Beberapa saat berlalu, Pak Kades melepaskan lumatannya pada bibir Bu Ani. Tangannya kemudian bergerak melepaskan seluruh pakaian Bu Ani. Setelah semuanya terlepas, Pak Kades memandangi sebentar tubuh Bu Ani yang telanjang bulat sambil berdecak kagum.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Oh, luar biasa An, tubuhmu masih sexy,” puji Pak Kades.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Bu Ani tersenyum mendengar pujian Pak Kades, sambil menggerakkan tangannya, melepaskan seluruh pakaian Pak Kades. Kini kedua insan berlainan jenis itu sama-sama telanjang bulat.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Tanpa membuang waktu, Pak Kades menyuruh Bu Ani tidur terlentang diatas ranjang. Kemudian Pak Kades merangkak diatas tubuh Bu Ani dengan posisi sungsang. Selangkangan Pak Kades berada diatas wajah Bu Ani, begitu juga sebaliknya. Wajah Pak Kades berada diatas selangkangan Bu Ani. Pak Kades membuka paha Bu Ani lebar-lebar, tangannya meraba-raba bibir vagina Bu Ani yang ditumbuhi bulu-bulu tipis. Pak Kades mencucuk-cucuk lubang vagina Bu Ani dengan jari-jarinya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Ohh.., Mas.., enakk.., truss.., truss,” rintih Bu Ani saat Pak Kades mulai menjilati vaginanya. Pak Kades menyedot-nyedot kelentit Bu Ani yang memerah dan basah. Pantat Bu Ani terangkat-angkat menyambut jilatan-jilatan Pak Kades pada lubang vaginanya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Jilatin punyaku An,” pinta Pak Kades.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Bu Ani menuruti saja permintan Pak Kades. Tangannya meraih penis Pak Kades, yang sudah setengah</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">tegang. Dikocok-kocoknya sebentar, kemudian diarahkannya kemulutnya. Pak Kades menurunkan pantatnya, hingga penisnya menyentuh mulut Bu Ani. Bu Ani membuka mulutnya dan menjulurkan lidahnya. Bu Ani mulai menjilati kepala penis Pak Kades.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Lidahnya berputar-putar di kepala penis Pak Kades kemudian turun kepangkal. Seluruh Batang penis Pak Kades dijilatinya tanpa sejengkalpun terlewatkan.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Ohh.., An.., nikmatt.., truss.., kulum.., truss,” desis Pak kades saat Bu Ani memasukkan penis Pak Kades kemulutnya. Pak Kades menaik turunkan pantatnya, membuat penisnya keluar masuk dari mulut Bu Ani. Sesekali Bu Ani menggigit penis Pak Kades. Pak Kades meringis dibuatnya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Sekitar dua puluh menit berlalu, Pak Kades merubah posisinya. Kini dia tidur terlentang diatas ranjang. Bu Ani disuruhnya naik keatas tubuhnya. Bu Ani mengikuti saja perintah Pak Kades. Bu Ani berjongkok diatas selangkangan Pak Kades. Diraihnya penis Pak Kades, dituntunnya kelubang vaginanya. Setelah dirasa pas, Bu Ani mulai menurunkan pantatnya. Sedikit demi sedikit penis</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Pak Kades masuk kelubang vagina Bu Ani. BU Ani terus menurunkan pantatnya sampai seluruh batang penis Pak Kades amblas tertelan lubang vaginanya. Kemudian Bu Ani menggerakkan pantatnya naik turun. dimulai dengan irama pelan, semakin lama semakin cepat. Sesekali Bu Ani memutar-mutar</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">pantatnya. Membuat penis Pak Kades serasa dipelintir.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Pak Kades tak mau ketinggalan. Dia menyodok-nyodokkan pantatnya mengimbangi gerakkan pantat Bu Ani. Imam yang dari tadi mengintip ibunya sedang bersetubuh dengan Pak Kades, sedikit kagum melihat goyangan pantat ibunya diatas tubuh Pak Kades. Nafsu birahinya bangkit. Dilepaskannya seluruh pakaian seragam sekolahnya. Setelah telanjang bulat, Imam meraih penisnya. Dikocok-kocoknya penisnya sendiri sambil mengintip. Tak terasa sudah tiga puluh menit Bu Ani menggoyang-goyangkan pantatnya. Bu Ani semakin cepat menggenjot tubuh Pak Kades, saat dirasakannya</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">orgasmenya sudah dekat. Demikian juga Pak Kades, sodokkan-sodokkan pantatnya semakin cepat.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Ohh.., Mas.., akuu.., mauu.., keluarr,” jerit Bu Ani.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Akuu.., jugaa.., An.., ” sahut Pak Kades.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Beberapa saat kemudian kedua insan yang sedang bersetubuh itu, merasakan otot-ototnya menegang. Diiringi teriakkan yang hampir bersamaan, tubuh mereka menggelepar. Pak Kades menyemprotkan spermanya didalam lubang vagina Bu Ani. Setelah menuntaskan birahinya, Bu Ani turun dari atas tubuh Pak kades, kemudian merebahkan tubuh dan tertidur disamping Pak Kades. Pak Kades kemudian bangkit dan mengenakan pakaian. Dipandanginya tubuh Bu Ani yang sedang tertidur pulas. Dengan melompati jendela kamar, Pak Kades keluar dari kamar Bu Ani.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Begitu Pak Kades keluar dari kamar ibunya, Imam yang sudah dirasuki nafsu birahi, segera membuka kamar ibunya. Sambil mengocok-ngocok penisnya yang sudah tegang, Imam memandangi wajah ibunya yang sedang tertidur pulas.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Nafsu setan sudah merasuki diri Imam. Tanpa berpikir panjang Imam segera menindih tubuh ibunya. Kedua kaki ibunya, dibukanya lebar-lebar. Kemudian Imam menggenggam penisnya dan diarahkan kelubang vagina ibunya. Dan Imam mulai menurunkan pantatnya, sedikit demi sedikit, sampai</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">seluruh penisnya amblas tertelan lubang vagina ibunya. Saat Imam mulai menggerakkan pantatnya naik turun, Bu Ani terbangun dari tidurnya. Betapa terkejutnya dia, saat tahu Imam, anak kandungnya sedang menyetubuhinya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Mam, jangan Mam, aku ibumu,” teriaknya berusaha berontak. Tapi sia-sia. Imam terlalu kuat baginya. Dengan mudah Imam meringkus ibunya. Imam memegang erat-erat kedua tangan ibunya dan menyumpal mulut ibunya dengan mulutnya. Dengan buasnya Imam melumat mulut ibunya. Bu Ani yang sudah kehabisan separuh tenaganya, sehabis bersetubuh dengan Pak Kades tadi tak kuasa melawan keberingasan anaknya. Perlawanannya mulai melemah.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Sodokan-sodokan penis Imam pada lubang vaginanya, pelan-pelan membangkitkan nafsu birahinya. Tanpa sadar Bu Ani mengimbangi gerakan pantat Imam, dengan menyodok-nyodokkan pantatnya. Sambil meracau dan mengeluarkan ucapan-ucapan yang sangat jorok, yang seharusnya tidak keluar dari</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">mulut seorang ibu. Imam semakin bersemangat menggopyang-goyangkan pantatnya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Ohh, Mam truss Mam, entot ibu Mam,” rintih Bu Ani merasakan nikmat. Imam semakin cepat memompa vagina ibunya, ketika dirasakannya vagina ibunya berkedut-kedut. Otot-otot vagina ibunya menegang. Bu Ani mencakar-cakar punggung Imam disertai teriakkan panjang.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Mam.., ibu.., keluarr,” jeritnya. Vaginanya menjepit penis Imam dan tangannya menarik pantat Imam, membuat penis Imam semakin terbenam di lubang vaginanya. Dan akhirnya Bu Ani mencapai orgasmenya. Cairan hangat membasahi dinding vaginanya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Imam yang belum mencapai orgasmenya, membalikkan tubuh ibunya lalu menarik kaki ibunya hingga menjuntai ke lantai. Kemudian dia mendekatkan wajahnya kelubang anus ibunya. Imam menjulurkan lidahnya menjilati lubang anus ibunya. Jilatan-jilatan Imam membangkitkan lagi nafsu birahi ibunya. Bu Ani pasrah saja atas perlakuan anaknya. Bu Ani menggelinjang, saat Imam mencucuk-cucuk lubang anusnya. Tangannya bergerak kebelakang meraih kepala Imam, membenamkannya dipantatnya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Puas menjilati anus ibunya, Imam meraih penisnya. Dituntunnya kelubang anus ibunya. BU Ani berteriak kesakitan, saat Imam memaksakan penisnya menembus lubang anusnya. Rasa panas dan perih pada dinding dan bibir anusnya tak tertahankan lagi. Bu Ani berusaha berontak menghindar, tetapi tangan Imam yang menekan punggungnya, membuatnya tak berdaya. Imam mulai mendorong dan menarik</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">pantatnya memompa lubang anus ibunya. Tubuh Bu Ani terguncang-guncang oleh sodokkan-sodokkan anaknya. Dia melolong menahan rasa sakit yang luar biasa.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Dengan terus menyodomi ibunya, Imam memeluk tubuh ibunya dari belakang dan meremas-remas buah dada ibunya. Nafasnya terengah-engah. Nafsu birahinya benar-benar tak terkendali.Saat mendekati puncak birahinya, Imam mempercepat pompaanya. Diiringi lolongan panjang, Imam menyemprotkan spermanya dilubang anus ibunya. Membasahi bibir dan dinding anus ibunya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Sesaat kemudian Imam bangkit dan menyuruh ibunya duduk ditepi ranjang. Imam menyodorkan penisnya kemulut ibunya. Meminta ibunya menjilati sisa-sisa spermanya. Bu Ani menggelengkan kepalanya kekiri dan kekanan, menolak permintaan anaknya. Tapi Imam tak kehabisan akal. Ditariknya kepala ibunya dan dibenamkan keselangkangannya lalu dipencetnya hidung ibunya. Membuat ibunya kesulitan bernafas dan terpaksa membuka mulutnya. Saat itulah Imam langsung menyodokkan penisnya dan menjejalkan kemulut ibunya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Ayo Bu, isep sampai bersih,” pinta Imam.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Dengan sangat terpaksa, dan menahan rasa jijik, Bu Ani mengulum penis anaknya dan menjilati sisa-sisa sperma anaknya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Malam itu, Imam memaksa ibunya melayani nafsu birahinya sampai pagi. Sampai dia benar-benar puas. Bu Ani tak kuasa menolak keinginan anaknya.Hari-hari berikutnya, Bu Ani menjadi budak nafsu anaknya. Dia harus selalu siap melayani nafsu birahi anaknya. Mula-mula Bu Ani melakukannya dengan terpaksa, tetapi lama-lama dia ketagihan juga disetubuhi anaknya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Untuk menyambut datangnya Tahun Baru, dikampung Imam diadakan bermacam-macam hiburan. Mulai dari wayang kulit sampai dangdut. Hiburan yang paling disenangi Imam adalah dangdut, terutama goyangan erotis penyanyi wanitanya yang membangkitkan nafsu birahi.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Saat malam Tahun baru tiba, sekitar jam 20.00 WIB, Imam bergegas berangkat kelapangan bola menonton dangdut bersama teman akrabnya Joni. Jaraknya sekitar dua kilo dari tempat tinggal Imam. Acara baru saja mulai ketika Imam tiba disana. Namanya juga acara gratis, penontonnya banyak sekali.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Saking asiknya menikmati pertunjukkan, Imam tak sadar kalau temannya Joni tak ada lagi disampingnya. Imampun celingukan mencari Joni. Saat mencari Joni, Imam bertemu dengan Titi, anak Pak Kades.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Ti, ada lihat Joni nggak?,” tanya Imam.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Nggak tuh, aku juga lagi cari Mbak Yuli, kamu ada lihat nggak?,” Titi balik bertanya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Ngga ada,” sahut Imam pendek.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Mam, tolong anterin aku pulang ya!,” pinta Titi.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Ntar deh, acaranya lagi bagus nih,” sahut Imam.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Tolong dong Mam, aku takut pulang nih,” rengek Titi.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Lama-lama Imam kasihan juga sama Titi. Dengan setengah hati Imam mengantar Titi pulang. Untuk menuju rumah Titi yang berdekatan dengan rumah Imam, mereka harus melewati sawah dan kebun yang cukup gelap. Saat melewati perkebunan, tiba-tiba pohon berderak keras, mengejutkan mereka.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Tanpa sadar Titi memeluk tubuh Imam. Imam tentu saja tak menyia-nyiakan kesempatan. Dibalasnya pelukan Titi dengan dekapan yang erat. Imam mendekatkan bibirnya kebibir Titi. Dikecupnya bibir gadis itu. Tanpa diduga Titi membalas kecupan Imam. Mulutnya terbuka menyambut lidah Imam yang terjulur dan memasukkan kemulutnya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Merasa mendapat angin segar, Imam menggerakkan tangan kirinya mengelus-elus punggung Titi, kemudian Imam menyusupkan tangan kirinya kebalik kaos ketat Titi. Semakin lama semakin panas mereka bercumbu. Sesaat kemudian, Imam menyudahi cumbuannya. Dibopongnya tubuh Titi yang sexy, ke sebuah rumah kosong tak jauh dari situ. Ketika sampai di rumah itu, dengan posisi berdiri sejajar, mereka bercumbu lagi, bahkan lebih panas lagi.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Setelah berhasil melepaskan kaos dan BH Titi, Imam meremas-remas pantat Titi yang montok. Membuat Titi menggerinjal-gerinjal merasakan nikmat. Titi memainkan tangannya kearah penis Imam yang sudah setengah tegang. Dan penis Imam semakin tegang saja, saat Titi menyusupkan tangan</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">kebalik celana dalam Imam. Dan mengocok-ngocok penis Imam. Luar biasa nikmat yang dirasakan Imam, dia sama sekali tidak menyangka. Titi yang masih belia, dan baru berumur 15 tahun, sangat lihai memainkan penisnya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Beberapa saat kemudian Imam menghentikan cumbuannya. Kemudian dia berjongkok di depan Titi. Imam menyibak rok mini yang dikenakan Titi dan merenggangkan kedua kaki gadis itu. Sesaat Imam terpana memandang paha Titi yang putih mulus. Pangkalnya menggunduk dibungkus celana dalam</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">transparan, sehingga samar-samar Imam dapat melihat bentuk vagina Titi yang dihiasi bulu tipis kemerahan. Sambil menciumi dan menjilati pangkal paha Titi, Imam menyusupkan tangannya ke balik celana dalam Titi. Meremas-remas vagina Titi. Titi mendesah-desah merasakan nikmat.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Ohh.., Mas.., enakk.., truss,” desah Titi saat Imam menjilati vagina dari balik celana dalam. Membuat Imam semakin bersemangat menjilati vagina gadis itu. Sesaat kemudian Imam melepaskan rok dan celana dalam Titi. Kini vagina Titi yang dihiasi bulu-bulu tipis terpampang di depan mata Imam. Mata Imam terbelalak melihat pemandangan di depannya yang begitu indah.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Imam menjulurkan lidahnya dan memainkannya dibibir vagina Titi. Sedikit demi sedikit mulai masuk kelubang vagina Titi. Imam mencucuk-cucuk vagina Titi sambil meremas-remas pantat gadis belia itu. Saking nikmatnya, Titi mendorong maju pantatnya dan membenamkan kepala Imam di selangkangannya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Beberapa saat kemudian Titi merasakan otot-otot vaginanya menegang.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Mas.., akuu.., tak tahan,” jerit Titi dibarengi dengan keluarnya cairan hangat yang merembes didinding vaginanya. Titi telah mencapai orgasmenya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Setelah diam beberapa saat, Imam kemudian berdiri. Sambil melepaskan seluruh pakaiannya, Imam menyuruh Titi tidur terlentang dilantai beralaskan celana dan kaosnya. Titi menuruti saja perintah Imam. Kemudian Imam mengangkangi wajah Titi. penisnya yang sudah tegang penuh, disodorkan kemulut Titi. Titi membuka mulut dan menjulurkan lidahnya. Dia mulai menjilati penis Imam, dari kepala turun kepangkal. Buah pelir Imam tak luput dari jilatannya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Oohh.., Tii.., enak.., banget,” desis Imam menahan nikmat, saat Titi memasukkan penis Imam kemulutnya. Imam memaju mundurkan pantatnya, membuat penisnya keluar masuk dari mulut Titi. Sekitar dua puluh menit Titi mengulum penis Imam yang besar dan panjang. Imam kemudian mencabut penisnya dari mulut Titi. Kemudian Imam berjongkok diselangkangan Titi. penisnya diarahkan tepat kelubang vagina Titi.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Aow.., sakit.., Mas.., jangan,” pekik Titi saat penis Imam yang keras dan kaku mulai menembus lubang vaginanya yang masih perawan.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Tahan Ti, lama-lama pasti enak,” sahut Imam sambil terus mendorong maju pantatnya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Baru setengah batang penisnya masuk, Imam menarik lagi kemudian mendorongnya lagi.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Aow.., Mas.., ampun,” pekik Titi lebih keras, saat seluruh batang penis Imam masuk kelubang vaginanya dan merobek selaput daranya. Darah segar mengalir dari lubang vagina Titi, merembes kesela-sela pahanya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Imam tak menghiraukan jeritan Titi. Dengan sangat bernafsu Imam menaik turunkan pantatnya. Setelah sepuluh menit Imam menggoyang-goyangkan pantatnya, jeritan-jeritan Titi mulai melemah kemudian menghilang, berganti dengan desahan-desahan nikmat. Desahan-desahan dan jeritan-jeritan kecil yang keluar dari mulut Titi membuat Imam semakin bersemangat menaik turunkan pantatnya. Tiga puluh menit berlalu, Titi menjepitkan kedua kakinya kepinggang Imam. Pantatnya terangkat. Tampak Titi akan orgasme. Imam juga merasakan hal yang sama, penisnya berkedut-kedut. Imam mempercepat gerakkan pantatnya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Oohh.., sshh.., oohh,” pekik mereka hampir bersamaan. Tubuh keduanya menggelinjang hebat saat mencapai puncak kenikmatan. Imam membiarkan penisnya terbenam beberapa saat dilubang vagina Titi, kemudian dia merebahkan tubuhnya disamping gadis itu. Sesaat kemudian mereka tertidur pulas.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Sekitar satu jam tertidur, Imam terbangun karena merasakan ada sesuatu yang bergerak-gerak di selangkangannya. Imam tersenyum ketika melihat Titi sedang mengocok batang penisnya. Pelan-pelan batang penis Imam mulai menegang. Ketika sudah tegang penuh, Titi menjilati, kemudian mengulum penis Imam.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Truss.., Ti.., enakk.., nik.. matt,” desis Imam tertahan, merasakan nikmatnya kuluman Titi pada batang penisnya. Selang beberapa menit, Titi menyudahi kulumannya. Kemudian Titi berjongkok diatas selangkangan Imam. Tangan Titi meraih penis Imam dan mengarahkannya kelubang vaginanya. Pelan-pelan Titi mulai menurunkan pantatnya dan sedikit demi sedikit batang penis Imam masuk kelubang vaginanya. Imam merasakan batang penisnya seperti dijepit dan dipijit-pijit oleh sempitnya lubang vagina Titi.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Setelah seluruh batang penis Imam masuk kelubang vaginanya, Titi segera menaik turunkan pantatnya. Mula-mula dengan irama pelan, semakin lama semakin cepat. Imam mengimbangi gerakan pantat Titi dengan menyodok-nyodokkan pantatnya keatas. Seirama gerakkan pantat Titi.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Beberapa saat berlalu, mereka berganti posisi. Imam menyuruh Titi menungging, dengan tangan dan lutut bertumpu dilantai. Kemudian Imam berlutut dibelakang pantat Titi. Imam menggenggam penisnya lalu membimbingnya kelubang vagina Titi. Kedua tangan Imam memegang pinggang Titi.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Aow.., enakk.., nikmat,” desah Titi, saat Imam mulai mendorong pantatnya dan mendorongnya dari belakang. Kedua buah dada Titi bergoyang-goyang seirama dorongan pantat Imam.Desahan dan jeritan Titi semakin keras ketika Imam semakin cepat memaju mundurkan pantatnya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Oohh.., Mas.., aku.., nggak kuat.., aku.., mau,” pekik Titi terputus-putus.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Beberapa saat kemudian tubuh Titi terhentak-hentak hebat dan mengejang mencapai klimaks.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Setelah Titi mencapai orgasmenya, Imam mencabut batang penisnya dari lubang vagina Titi. Kemudian dia berlutut dibelakang Titi, lalu dia mendekatkan wajahnya kepantat Titi. Imam menjulurkan lidahnya dan mulai menjilati lubang anus Titi. Titi hanya diam menunggu dan tak mengerti apa yang akan dilakukan Imam. Dia membiarkan saja ketika lidah Imam mencucuk-cucuk lubang anusnya. Sekitar lima belas menit berlalu, Imam menyudahi jilatannya pada lubang anus Titi. Kini dia berdiri dibelakang Titi dan mengusap-usapkan kepala penisnya kelubang anus Titi.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Titi menjerit keras menahan sakit saat Imam mulai mendorong pantatnya dan batang penisnya memaksa masuk menembusi lubang anus Titi. Tanpa memperdulikan jeritan Titi Imam terus mendorong pantatnya hingga seluruh batang penisnya amblas tertelan lubang anus Titi. Tanpa membuang waktu lagi Imam langsung menggerakkan pantatnya maju mundur. Jeritan-jeritan Titi membuat Imam semakin bernafsu dan semakin bersemangat menggerakkan pantatnya dengan irama yang semakin lama semakin cepat. Sekitar tiga puluh menit berlalu, Imam merasakan orgasmenya sudah diambang pintu. Dia menggerakkan pantatnya semakin cepat dan liar.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Diiringi jeritan yang sangat panjang, Imam mencapai orgasmenya. Dia menekankan pantatnya kuat-kuat dan mencengkeram erat pinggang Titi. Dia menyemburkan sperma yang cukup banyak di lubang anus Titi. Setelah menuntaskan orgasmenya, Imam mencabut batang penisnya dan mendekatkannya ke wajah Titi. Sambil tersenyum Titi membuka mulutnya dan menjilati sisa-sisa sperma yang blepotan di penis Imam.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Setelah beristirahat beberapa menit, mereka mengenakan pakaian masing-masing. Sekitar jam 24.00 WIb, Imam mengantar Titi kerumahnya. Dalam perjalanan pulang, sambil memeluk erat pinggang Titi, Imam tak henti-hentinya tersenyum. Senyum penuh kemenangan karena berhasil membobol perawan anak Pak Kades, orang terhormat dikampungnya, yang selama ini</span>hantumonkihttp://www.blogger.com/profile/17642631795725605946noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1925213797991915871.post-6256568113965999242013-09-04T23:52:00.002-07:002013-09-04T23:52:22.825-07:00Ngentot Tante Ida yang Bahenol<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Tante Ida, suaminya perwira di satuan **** (edited) dan kami bertetangga. Kamar tidurku pas di sebelah dapur mereka (kami tinggal di komplek, di rumah dinas karena ayah saya itu pegawai sipil AD). Jadi hal yang biasa, bangunan tadinya terpisah di satu kompleks lama-lama dibangun dan tergabung. Dinding pemisah di depan kamarku itu pakai batu karawang dan ditutup dengan lembar seng. Di depan dapur Tante Ida itu mereka buat tempat cuci baju sebenarnya. Tapi si tante suka mandi di situ. Nah, aku sudah lepaskan ujung seng pemisah, jadi bisa mengintip. Buah dadanya besar. Pernah sekali kuintip terus, dia tahu dan cuma bilang, “Ayo kamu ngapain?” katanya. Hari Sabtu aku suka main ke rumahnya, anaknya masih kecil-kecil. Aku suka ke sana karena banyak majalah dan koran dari kantor si oom. Dan si oom lagi tugas belajar 1 tahun untuk naik pangkat ke Bandung. Di situ ada ibunya Tante Ida tinggal di situ juga, dia sudah janda; anaknya Tante Ida 2 orang, waktu itu umurnya 2 ? 3 tahunan. Ia menikah setamat SMA waktu itu.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Kira-kira jam 09.00 malam aku masih asyik bongkar majalah-majalah tua dan si tante memanggil dari kamar. “To, tolong dong Tante agak pegel, pijetin ya!” Biasa kami memang suka saling tolong, kadang ibu saya minta dikerokin sama Tante Ida atau Tante Ida minta dibuatkan kue, begitu deh tetangga yang baik. Aku sih tidak curiga walaupun sering aku intip. Lagi pula anak-anaknya masih pada bangun nonton video di kamarnya. Biasa film kartun. Aku rada enggan karena masih asyik baca, sebenarnya. Pintu kamar tidak ditutup, si oma masih di dapur sedang beberes, jadi tidak ada suasana yang mendukung untuk ngeres-ngeres. Aku masuk ke kamar masih sambil menenteng majalah, aku pikir sambil mijati (paling punggungnya, aku pikir) aku mau baca. Soalnya si Oma itu pelit, majalahnya tidak boleh dibawa pulang.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Waktu di kamar aku lihat Tante Ida pakai daster batik (itu lho yang murahan di Pasar Senen, 5 ribu ya satunya). “To, ini leher Tante kok kencang dan badan rasanya pegel linu, mau flu kali ya,” katanya. Kemudian dia duduk menghadap TV di kamar di ranjang besar (ukurannya king, kalau tidak salah) dan katanya, “Pakai itu saja To, krim Viva.” Aku ambil dan duduk di belakangnya, karena dia di tengah aku jadinya duduk juga ke tengah ranjang dan Tante ada di antara kakiku, majalah aku buka di samping kanan, aku separuh hati mau pijat karena sedang baca artikel menarik. Bisa dibayangi ya suasananya, masih ribet, ada anak-anak, ada ibunya, suara TV kencang. Pokoknya aku sih tidak ada intensi apa-apa.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Tante Ida membuka daster resleting belakangnya, dan aku tuang lotion ke telapak dan mulai memijat lehernya, sambil baca majalah. Terasa lehernya memang hangat lebih dari normal. Aku pijat pelan-pelan dan si tante mendesah keenakan (aku memang pintar mijat kayaknya). Sudah agak lama si tante bilang, “Tolong ke punggung bawah dong? dan sletingnya turuni lagi saja biar gampang.” Aku tarik sleting dan dasternya tersibak jauh ke kanan dan kiri. Aku agak surprised karena tidak ada tali BH (mestinya waktu mijat leherku sudah tahu ya karena di atas bahu tidak ada tali, dasar tidak niat jadi tidak konsen).</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Aku tuang lagi lotion dan kusaputkan di punggungnya, “Uhh dingin,” kata Tante Ida sambil membungkuk ke depan lebih jauh. Aku pijati bahunya dan dasternya agak merosot dan dari kaca meja hias di sebelah pojok kanan TV aku melihat bukit susunya mulai tersembul separuh lebih dan pikiranku tiba-tiba agak mendesir, mulai deh ngeres. Majalah sudah tidak aku lihat lagi, penis terasa mulai keras dan aku sengaja memijatnya agak kugoyang-goyang bahunya dengan harapan dasternya merosot lagi. Eh, karena agak pas, tidak mau turun lagi. Wah bagaimana nih, aku agak maju duduknya tapi belum merapatkan barisan ke badan Tante Ida. Aku lanjutkan memijat ke arah lengan atas dan sengaja kudorong dasternya lagi dan kali ini berhasil, debar jantungku tambah kencang dan mulutku mulai kering. Dasternya turun lagi dan pinggir pentil buah dadanya sudah kelihatan. Tapi waktu kudorong lagi malah tidak mau turun, aku kecewa dan si tante juga diam saja. Ya sudah aku nikmati seadanya di kaca itu. Lalu aku pijat terus ke arah punggung dan aku ada ide, aku ulur tanganku memijat dengan keempat jariku mendekati meraba pangkal buah dadanya, lama aku memijat dan aku berusaha semakin ke depan keempat jariku (bisa dibayangi tidak). Ya, lumayan aku dapat juga tepi-tepi buah dadanya. Si tante diam saja sambil nonton TV, aku juga tidak berani melanjutkan macam-macam (takut ditampar pula).</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Aku pijat makin turun ke pinggang dan dasternya susah menghalangi, jadi aku pijat dari luar (padahal kalau sekarang aku pasti berani ngomong, “Tante ini dasternya dibuka saja ya..” dasar masih tolol waktu itu). Dari pinggang aku terus ke pantatnya dan ketika itu penisku sudah keras kencang. Tiba-tiba si tante bergeser, pegal barangkali duduk diam terus, dan agak mundur, aku tidak sempat menghindar dan pantatnya kena penisku. Aku pakai celana pendek training dari kain kaos waktu itu. Dia kaget dan di kaca aku lihat dia agak mesem tapi masih diam. Aku juga terpana dan merasa salah. Tapi ya aku juga tidak geser menghindari, jadi aku biarkan saja. Terus si tante ambil selimut besar dan menutupi kakinya dan pahanya. Kemudian dia menyender agak ke belakang dan bisiknya, “Pijetin paha Tante dong!” Nah aku mau tidak mau karena dari belakang jadinya mesti merapatkan badan. Aku ulurkan tangan ke depan ke paha atasnya, agak bingung dan ketika aku lihat di kaca dia senyum, sambil merem matanya, buah dadanya masih kelihatan sisi atasnya dan pungungnya terasa hangat di dadaku dan mukaku dekat lehernya yang jenjang. Aku tak sengaja bernafas di lehernya dan telinganya dan dia menggelinjang geli. Ya, aku juga jadi berani dan kuulurkan tangan ke depan memijat paha atas dari bawah selimut. Eh, si daster rupanya sudah disingkap ke atas dan aku terpegang paha Tante Ida tanpa daster lagi.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Lututku sudah lemas dan nafasku sudah tidak teratur mendesah di lehernya yang jenjang. Aku pijat pelan-pelan dan tiba-tiba aku merasa tangan Tante Ida menjamah ke belakang dan menyentuh penisku. Aku seperti kena lisrik dan sempat agak menjerit, eh si tante bilang, “Ssst.. diam. Apa sih ini keras bener?” tanyanya sambil nanar menatap aku di kaca. Dan tangannya meraba makin ke tengah penis dan tiba-tiba dia membuka kancing celana (kalian tahu kan celana kain kaos itu, kancing “cepret”-nya cuma dua dan aku memang tidak pakai celana dalam lagi). Dan Tante Ida menggenggam batang penisku. “To, raba terus pahaku di atasnya, aku juga masukkan tanganku, astaga! tidak ada celana dalamnya.” Dan aku teruskan jari-jariku (sudah jadi berani dan otakku sudah kacau tidak peduli ada anak-anak di lantai bawah di depan kami itu, dan suara si oma di dapur masih klontang klonteng orang berberes). Lebih kaget lagi aku tidak menemukan rambut apa-apa di pangkal paha atas Tante Ida itu. Padahal waktu aku intip tempo hari seingatku lebat sekali tuh.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Kuraba-raba terus dan di kaca kelihatan Tante Ida mukanya seperti orang bingung keenakan (padahal aku belum masukkan ke lubangnya, masih bego aku, karena ini pengalaman pertamaku, eh aku waktu itu masih di SMP kelas 3). Tante Ida agak mengangkangkan pahanya dan aku terus mengusap-usap dan menangkupkan telapakku di bukit gundul itu, tidak tahu mesti apa (uih guoblook tenan kalau kata Basuki). Hangatnya bukan main, sementara tangan si tante masih mengurut-urut lembut batang penisku, aku duduk agak maju lagi. Auhh, enaknya bukan main deh dipegang sama wanita itu. Badan Tante Ida harum juga karena lotion dan ada semerbak jasmine. Kulit Tante Ida itu hitam manis. Akhirnya dia menyender total dan tanganya di penis dan buah zakarku, ujung penisku sudah kuyup sama seminal fluid yang keluar. Aku sudah kepingin benar menangkupkan tangan di buah dadanya tapi susah karena pasti bisa kelihatan anak-anaknya. Tiba-tiba aku ingin kencing dan agak sakit rasanya, aku bingung dan akhirnya aku bilang tante bahwa aku ingin kencing. “Ohh.. ya sudah kamu ke kamar mandi Tante situ!” Aku bangun dan ke kamar mandi dan sambil menyesel-nyesel takut nanti si tante berubah pikiran. Aku kencing dan.. astaga! itu kepala penis sudah benar-benar basah, kalau tidak karena kehalang kencing sudah orgasme mungkin tadi itu. Setelah kencing aku bersihkan si kepala jamur yang sudah merah tua sekali warnanya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Waktu aku balik, si tante sudah kemulan sama selimut sambil duduk, aku duduk lagi di pinggir ranjang dan Tante Ida bilang, “Ayo To, pijetin lagi, kamu duduk lonjorkan kakimu!” Wah aku jadi semangat lagi, penisku sudah agak layu setengah ereksi. Kancing “cepret” celana pendekku aku tidak kancing lagi. Begitu duduk aku rapatkan lagi barisan (he he..he seperti baris berbaris saja). Aku kaget karena ternyata dasternya tidak ada, pantas Tante Ida kemulan selimut. Dan dia tidak duduk tapi berlutut bersimpuh agak nungging ke depan. Dia membisikkan, “To, biar Tante duduk di atas pangkuanmu.” Aku melonjorkan kaki rapat dan si tante mengangkang lalu duduk berlutut pantatnya persis di atas penisku, aku benar-benar setengah masih merasa apa ini mimpi basah saja. “Kamu pengen pegang susu Tante kan, ayo kamu raba.” Dan di dalam selimut itu aku bebas, tanganku merajalela. Duh enaknya memerah susu kenyal, dan putingnya terasa kasar di telapak tanganku, seketika mengeras dan si tante begitu aku meremas gemetar dan bibirnya terlihat di kaca digigitnya. Aku meremas-remas seperti tukang roti mengaduk adonan roti. Tangan Tante Ida juga tidak diam, dia menggenggam penisku dan digosok-gosokkan di bibir vaginanya. Aku merasa luar biasa hangat itu bukitnya. Dan tanganku kedua-duanya aktif sekali. Jariku memilin pulir-pulir dan melintir putingnya, besarnya ada sebesar jari kelingking (anaknya doyan ASI kali ya). Ukuran buah dadanya berapa ya, ada 38C barangkali.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Tiba-tiba dia duduk di pangkuanku dan, “Bless..” masuk kepala jamurku, aku terkejut karena tidak menyangka akan begitu, aku pikir cuma mau dimasturbasi saja. Benar tidak siap mental aku kehilangan perjakaku dengan keadaan seperti ini, aku selalu membayangkan sebelumnya lain. Aku bayangkan dengan teman sebaya. Dan luar biasa namanya otot vagina itu bisa ya seperti nyedot begitu dan seperti dijepit dengan apa ya.. susah jelaskan. Kami beraksi tanpa bicara banyak, dan sambil takut si ibunya datang atau anak-anak itu kan bisa tiba-tiba lari ke ibunya. Dan Tante Ida turun pelan-pelan, aku merasa agak sakit waktu turun itu, kulit kepalaku ikut tertarik terus (aku tidak dikhitan). Dan akhirnya Tante Ida sudah duduk rapat di atas pangkuanku. Dan ia mulai berputar-putar hanya pinggangnya saja, dan nanar mataku menikmati itu. Jadi penisku di dalam terus, Tante Ida tidak maju-mundur, ia cuma berputar searah jarum jam atau ke depan belakang, aku terus meremas-remas adonan daging dadanya. Dasar aku masih belum bisa, baru kira kira 4 – 5 menit aku sudah merasa gelombang orgasmeku mulai meluap dan aku tidak bisa ngomong cuma remasan di buah dada Tante Ida. Tanpa sadar aku jadi meremas kencang sekali. Tante Ida tahu dan dipercepatnya dan perahan ototnya tambah kencang, ia juga rupanya (aku tahu belakangan) mau mencapai orgasmenya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Ia duduk di penisku masuk dalam sekali dan terasa bibir vaginanya di buah zakarku, ia memutar hebat dan aku orgasme terhebat dalam sejarah hidupku sampai waktu itu. Supaya tidak menjerit aku tekan mulutku di punggung Tante Ida. Dia juga rupanya sampai dan terengah-engah. Tiba-tiba si Ita anaknya yang besar melihat ke kami dan katanya, “Mama kenapa?” Kami seketika membeku diam dan untung si Ika nonton terus karena pas film kartunnya lagi asyik. Pelan-pelan Tante Ida mencabut sambil mengencangkan cengkraman ototnya, rupanya supaya spermaku jangan tumpah kemana-mana. Dan dia bangun sambil membawa selimutnya terus ke kamar mandi. Aku cepat bersila dan kututup dengan majalah. Wah baru aku nutupi dan Tante Ida masuk kamar mandi, Bu Etty si oma masuk kamar dan bilang,</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Eh, anak-anak ayo tidur sudah hampir jam 10.00 malam nih. Eh ada nak Toto juga, mana Ida?”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Oh.. itu..” gelagapku, “Lagi ke kamar mandi.”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Untung si oma tidak curiga dia kira aku ikut nonton barangkali ya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Ayo Oma mau bobo!”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Pas film kartunnya habis dan mereka bilang,</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Selamat malam Kak..”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Begitu mereka pergi aku ikutan masuk kamar mandi, dan si tante masih jongkok sedang mencuci vaginanya. Aku dekap dari belakang dan si tante berdiri dan kegelian karena penisku mentul-mentul menyentuh bukit pantatnya. Aku belum lihat benar bagaimana badan si tante dan aku agak mundur.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Seketika penisku tegang lagi karena yang kulihat sekarang nyata bukan dari tempat mengintip. Dan tangan si tante memegang lagi batang penisku sambil menyiramnya untuk mencuci yang tadi. Aku gemetar karena pengalaman seperti ini luar biasa untuk anak seumurku. Buah dada Tante Ida menantang dan tegar, kelihatan pori-porinya meremang karena udara agak dingin di kamar mandi. Dan itu bukit vaginanya gundul sekali dan agak merekah merah terbuka bekas tadi. Aku tak tahu mesti apa selain meraba buah dadanya lagi kali ini dari depan. Tante Ida menarik aku dan mencium bibirku, aku menurut saja dan badan kami merapat. Tangannya terus mengurut-urut batang penisku. Dan aku meraba pantatnya yang sintal kencang. Buah zakarku pun diremas-remasnya pelan-pelan. Kemudian Tante Ida menaikkan kakinya sebelah ke atas bak dan dimasukkannya lagi penisku. Lincir sekali dan panas terasa di batangku. Kali ini Tante Ida bergoyang maju-mundur dan pantatku juga ditekannya mengikuti irama. Aku ikut saja menggoyangkan sambil memeluk, mengisap putingnya, mencium bibirnya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Beberapa saat kami bergoyang sama-sama, tapi pahanya Tante Ida pegal rupanya dan dicopotnya penisku, kemudian ia berbalik dan nungging pegangan ke bak mandi. “To dari belakang To,” dan tangannya diulurnya dari tengah selangkangannya, ditariknya penisku dan pelan-pelan digosoknya ke bibir vaginanya. Aduh panas banget deh itu bibir, terus aku desak maju dan “Bless..” kepala jamurku masuk bergesek-gesek lincir dengan dinding lubangnya. Tante Ida juga bereaksi dan pinggulnya berputar seperti penari perut itu. Aduh luar biasa deh, aku nanar dan tidak bisa mikir lagi. Pantatku maju-mundur penisku menggaruk-garuk lubang. Dari posisi ini aku bisa lihat jelas batang penisku basah kuyup dan bibir vagina Tante Ida ketarik keluar-masuk. Tanganku mengulur ke depan meremas buah dadanya yang menggantung besar dan bergoyang menggeletar, nafas Tante Ida mendengus desah. Akhirnya aku meledak-ledak lagi dan Tante Ida terbantar dia rupanya sudah duluan orgasme. Setelah itu kami mandi di pancuran sama-sama dan saling meraba-raba berpelukan dan aku puas sekali memerah susunya. Buah dadanya juga buat aku bagus sekali, aku puas sekali meremas-remas itu. Luar biasa wanita ini.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Kemudian kami lanjutkan lagi di ranjang. Dan aku cuma bisa rebah di bawah dan Tante Ida yang naik di atas. Pantatku diganjal dengan bantal dan terasa penisku lebih terulur, si tante meremas penisku yang lemas dan pelan-pelan diciumnya kepala penis dan akhirnya dimasukkan ke mulut dan aku melenguh-lenguh geli dan agak linu karena sudah dua kali main. Tak lama penisku tegang lagi dan tante naik menunggangiku sekali lagi menghadapi aku. Buah dadanya bergayut bebas dan liar, aku meremas-remas sambil menikmati kenyotan vaginanya yang kencang sekali. Tante Ida ini benar-benar kuda betina binal sekali. Diputarnya pinggulnya dan terasa sekali dinding otot daging vaginanya meremas-remas batang penisku. Pelan-pelan orgasmeku mulai bergelombang akan keluar tiba-tiba, dicabutnya vaginannya, aku menjerit, “Aduhh Tante terusinn dongg..” Dia tertawa dan diputarnya badannya dan dipegangnya penisku yang sudah panas sekali. Sekarang tante membelakangiku, dibimbingnya penisku masuk, ia turun dan “Bless..” aku bisa melihat bibir vaginanya merekah dibelah penisku. Dan ia mulai lagi bergoyang seperti penari jaipong, luar biasa tak tergambarkan, enak.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Tak lama aku meledak, dan si tante mengandaskan penisku semua masuk dan ia masih membuat gerakan memutar dengan pinggulnya dan kakinya lurus, ditekannya habis dan tante pun meledak-ledak melenguh keras, “To.. enak sekali To..” Benar-benar wanita luar biasa. Dia bilang dia suka sekali hubungan kelamin. Tapi suaminya sering tugas ke luar kota dan seperti sekarang ini setahun penuh belajar di **** (edited). Malam itu jam 24.00 lebih baru aku dilepas sama Tante Ida. Aku masih berkali-kali lagi sama dia selama suaminya sekolah itu. Dan ketika aku kemudian sama Ita anaknya, Adeline keponakan Tante Ida juga aku sempat enjoy sama-sama waktu Tante Ida ke luar kota sama suaminya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Aku masih berkali-kali lagi sama dia selama suaminya sekolah itu. Dan ketika aku besar kemudian Ita anaknya juga pernah ngelmu sama aku (gantian setelah aku ngelmu sama seniornya). Adeline keponakan Tante Ida juga aku sempat enjoy. Ada lagi Mbak Icih pembantu di rumahnya yang molek juga. Pengalaman-pengalaman di situ sangat berkesan dan mendidik aku tentang hal sex.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Besoknya tengah hari, aku ke rumahnya lagi karena pagi-pagi tadi aku terbangun sudah tegang sekali terbawa ke impian segala pengalaman pertama itu. Aku mengharapkan bisa main lagi karena biasanya anak-anaknya suka dibawa jalan-jalan sama ibunya Tante Ida kalau hari Minggu. Rupanya sudah pada pergi karena sepi sekali, wah asyik aku pikir dan nafasku terasa sudah terengah-engah membayangkan apa yang akan aku alami. Kok sepi sekali, tidak kedengaran suara, ah mungkin si tante tidur, aku pikir. Aku pelan-pelan ke kamarnya, tidak ada. Kemana ya? Di kamar mandi aku lihat juga tidak ada. Aku ke paviliun kamar Bu Etty ibunya Tante Ida mungkin lagi beres-beres di situ, pikirku. Tanpa mengetuk aku masuk dan dari balik pintu aku lihat ada bayangannya sedang membungkuk membelakangi di dekat ranjang, segera aku masuk dan kupeluk dari belakang sambil meremas-remas buah dadanya. “Aiihh..” jeritnya. Astaga! rupanya Bu Etty, bukan Tante Ida sedang setengah telanjang baru mandi.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Aku ternganga dan tidak bisa bicara dan Bu Etty lemas karena kaget terduduk di ranjangnya. “Duhh nak Toto kenapa ngagetin Ibu..” dan dia terduduk di ranjangnya, handuk yang sekedar menutup tubuhnya tidak cukup panjang sehingga bagian atas handuk turun ke perutnya buah dadanya menggandul lepas bebas. Aku tambah menganga melihat itu dan penisku di dalam celana pendekku tidak tahu diri, dia masih tegak saja seperti tiang bendera tujuh belasan. Kami terdiam dan Bu Etty tak berusaha menutup buah dadanya yang masih sintal. Memang ibu dan anak ini dikaruniai tubuh yang amat seksi. Bu Etty umurnya kurasa sudah berumur tapi badannya amat terpelihara, ya seperti itu loh ibu-ibu yang rajin minum jamu-jamuan. Buah dadanya sama seperti Tante Ida biar agak sedikit turun, dan dia lebih tinggi dari Tante Ida, jadi anggun sekali.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Mau ngapain nyari Tante Ida?” tanyanya tanpa sungkan.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Aku tergagap-gagap.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Eh.. oh itu mm nyari majalah..”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Lho kok meluk-meluk dan meremes-remes tetek orang,” sergahnya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Aku tambah pucat dan tidak sadar atau terpikir bahwa Bu Etty kok tidak berusaha menutupi payudaranya itu yang kontal-kantil di depanku.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Itu anu.. anu.. aku.. sa.. sa.. saya tidak sengaja..” gagapku.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Mana bisa tidak sengaja orang kamu sudah ngeremes-remes, sakit tahu..” bentaknya lagi, “Sini kamu!” sergahnya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Tanganmu lancang sekali ya, coba sini mana tanganmu! aku mesti laporin sama ayah kamu.”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Aku sudah tambah hijau biru pucat pasi dan keringat dinginku deras mengalir di punggungku. Penisku yang tadi sudah tegang jadi mengkerut kecil sekecil-kecilnya lembek di dalam celanaku seperti kura-kura kena gertak kepalanya, masuk deh ke dalam batoknya. Malah ingin ngompol rasanya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Kuulurkan tangan yang gemetar dingin dan dipegang oleh Bu Etty.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Ya sudah,” katanya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Ini ayo remas-remas lagi, kan kamu pengen,” sambil menaruh kedua telapak tanganku di atas buah dadanya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Aku tambah takut dan bingung, tidak percaya, dan kutarik tanganku kembali begitu menyentuh buah dadanya seperti kena panci panas. Bu Etty malah jadi tertawa kecil. “Nak To, jangan cemas tidak ngegigit kok buah dadaku,” derainya sambil tersenyum sekarang. “Aku kemarin malem lihat kok kamu jam berapa pulang dari sini, dan ya aku ngerti kok si Ida itu sama saja memang nafsunya besar sekali. Seperti aku juga,” ujarnya. “Ibu juga seminggu mesti sedikitnya 4 kali main,” katanya tanpa malu-malu. Aku hanya bisa mengangguk-angguk tidak tahu mesti menjawab apa. Tahu dong kalian kalau habis begitu kan perut masih mual enek, terkaget-kaget, duh untung aku tidak ngompol di depan dia deh. Mana dia ngomongnya blak-blakan begitu seperti bukan orang Indonesia saja. Aku merasa pening sakit kepala.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Duh nak Toto kaget ya,” sambil berdiri ia menarik aku dan dipeluknya kepalaku ke buah dadanya. Baru aku agak tenang, dan tiba-tiba terasa tangan Bu Etty turun ke pinggangku dan “Sret..” sekali tarik celana kaosku sudah ditariknya separuh turun. “Hi.. hi.. hi.. lihat nak, mengkerut kecil tuh si buyung. Kasian deh kamu, sini Ibu hiburin dia,” sambil ditariknya kepala penisku yang tidur, ia membungkuk dan seketika handuknya terlepas total jatuh di kakinya dan bebaslah tubuhnya yang jangkung itu dari segala hambatan. Beda dengan Tante Ida, Bu Etty kulitnya kuning, turunan Sunda sih. Tante Ida mungkin dapat kulitnya hitam begitu dari bapaknya yang turunan Ambon barangkali.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Ia berjongkok di depanku, ditaruhnya penisku di tapak tangannya dan disaputkan ciumannya di penisku sepanjang batangnya, disaputkan dengan halus batangnya, disaputkan dengan halus, ketika si “Joni” dikasih angin begitu langsung mulai memanjang deh. Tangannya meremas-remas lembut sekali di buah zakarku dan aku juga masih shock karena belum pernah tahu ada soal cium mencium alat vital. Dengan jelas kemarin sama Tante Ida cuma dia kenyot sebentar saja, duh bodoh benar deh kalau ingat itu.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Didorongnya aku ke tempat tidurnya dan mulutnya sekarang mulai merekah dan lidahnya terasa kasap keluar menjilat-jilat batang penisku. Tak terkira nikmatnya dan aku cuma bisa mengeluh lenguh, “Aahh.. ahh..” Kubaringkan badan di tempat tidur Bu Etty dan si ibu pelan-pelan sambil terus menghisap kepala penisku. Bu Etty kemudian berputar dan akhirnya vaginanya di atas mulutku. Terbelalak aku melihat rimba lebat dan mulai merekah lubangnya yang merah seperti kerang mentah itu. Aku cuma mencium bau nafsu yang keluar dari situ dan kelihatan mulai basah lubangnya. Tiba-tiba Bu Etty menurunkan pinggangnya dan seketika vaginanya hanya tinggal 1 cm dari mulutku. Aku angkat kepalaku dan mencium sedikit bibir vaginanya. “Ahh..” lenguh Bu Etty. “Terus terus To..” wah langsung kusergap dan kukenyot kencang-kencang dan lidahku beputar-putar menjilat-jilat lubang dan tepian bibir vaginanya. Tidak mengerti sih mesti diapain.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Dan Bu Etty melepas penisku dan ia duduk di atas bibirku sambil menggosokkan berputar di atas mulutku, wah aku hampir tidak bisa bernafas. Paha atasnya terasa mengepit kepalaku dan terasa cairan dari lubangnya tambah banyak. “Ayo To, lidahnya jilatkan ke atas ke bawah sepanjang bibir vagina Ibu,” jelasnya. Wah tambah deh ilmuku. Kelak ilmuku ini ternyata digemari sekali oleh wanita-wanita yang pernah kutiduri, ya ini dapatnya waktu sama Bu Etty ini. Eh, ngomong-ngomong hati-hati ya kalau oral karena salah satu sumber penyebaran AIDS juga dari cara ini (hayo mau kamu kondomin gimana tuh).</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Tiba-tiba kurasa tekanan pinggangnya tambah kencang kandas memepetkan vaginanya ke bibirku dan ia menjerit-jerit kecil, “Ahh.. ahh.. enakk.. hebat kamu To.. Ibu enakk sekalii..” rupanya ia orgasme dengan hebat sekali. “Hah.. hah.. hahh.. uhh..” ia terengah-engah dan bibir vaginanya menempel dan ia terbadai terduduk. Vaginanya masih menempel di mulutku dengan rapatnya. Kutelan cairan-cairan yang mengalir menetes dari dalam liangya. Dan kudorong sedikit pantatnya itu sambil lidahku menjilat di sekitar sisi luar bibir vaginanya terus ke arah pantatnya, aku jilat-jilat pelan. Terasa kasarnya lidahku membuat ia bergelinjang geli. “Ahh.. ahh.. Toto kamu kok.. pin.. ter.. sekalii..” Dan penisku sudah tegang keras bukan main yang tadi tersia-sia, disergapnya lagi dan dimasukkannya lagi ke dalam mulutnya dan disedotnya dengan kuat. Lidahnya melilit-lilit di sekitar kepala penis mengikuti lekak lekuk dan nikmatnya tak terbayangkan, sulit kuceritakan di sini. Aku mengejangkan kakiku dan pantatku sampai terangkat-angkat dari kasur sehingga penisku tambah panjang terisap-isap Bu Etty. Bu Etty mengambil bantal dan disedakkannya di bawah pantatku sehingga terasa sekali penisku seperti terdorong ke atas tambah panjang.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Bu Etty terus mengenyot dan kepalanya ikut maju-mundur sambil kedua tangannya meraba-raba zakarku. Sekali-kali dirabanya sekitar antara pantatku dan zakar. Kukunya yang panjang menggaruk-garuk halus dan gelinya bukan main, menambah nafsuku. Sampai merinding semua kulitku. Aku terengah-engah sudah tak sadar bagaimana tingkah kelakuanku. Bu Etty masih tetap nungging di atas kepalaku dan pemandangan vaginanya menambah nikmat. Kutarik lagi pantatnya dan kulumat-lumat dengan mulutku lagi. “Auhh aihh..” terdengar suara Bu Etty terhalang penisku dan seketika kulitnya meremang merinding karena geli dan nafsu.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Aku tiba-tiba merasa spermaku mulai bergelombang mau keluar, kulepas ciuman di vagina Bu Etty dan aku berderau parau, “Ahh.. Buu.. terus.. terus..” Tapi tiba-tiba Bu Etty melepaskan mulutnya dan dicekiknya batang penisku sampai sakit sekali dengan kukunya, “Aauu.. aduhh aduhh..” jeritku kesakitan. Aku terkejut sekali dan kecewa karena gelombang nikmatnya jadi hilang lenyap, terasa aku frustasi dan mau meledak marah rasanya. Bu Etty sambil bangkit duduk di sisiku sambil tertawa dan katanya, “Sudah ya nak Toto.. pakai bajunya gih..” Mulutku selebar Goa Gajah ternganga bingung. Sadis amat ini orang, kok begini Bu Etty, pikirku. Maksudnya apa?</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Mataku merah dan rasanya berkunang-kunang, pusing rasanya kepalaku dan aku tidak tahu mesti ngapain. Nafsuku masih menggebu-gebu, nafasku terasa menderu. Akhirnya aku gelap mata dan kutubruk Bu Etty sampai terjatuh di atas ranjang dan kubuka pahanya dengan paksa. Terasa ia mencoba menutup pahanya melawan dan kucegah dengan kedua pahaku. Tangannya kutekan ke kiri dan kanan di atas keranjang dan ia meronta-ronta. Kutabrakkan penisku ke lubangnya, waduh susahnya, karena ia menggelinjang-gelinjang. Mulutku mengecup dan mengisap putingnya. Aduh gimana nih aku sudah nafsu sekali tapi penisku tidak masuk-masuk. Tiba-tiba kucoba gigit sedikit putingnya dan “Kres..” kucengkeramkan gigiku. “Auu..” jeritnya dan pinggangnya terdiam, langsung aku manfaatkan dan kepala penisku kudesakkan masuk ke lubangnya yang basah. Dan aku genjot kandas batang penisku sedalam-dalamnya biar Bu Etty tidak berontak-berontak lagi, takut lepas.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Ia masih mencoba meronta-ronta dan nikmatnya hentakan ronta-rontaan itu ke vaginanya di batangku. Kupaku dengan penisku dan aku tindih dengan badan juga, buah dadanya yang sintal lepas tertekan dadaku dan tanganku masih mencengkeram kedua tangan Bu Etty. Setelah dia agak diam, aku goyang hanya berputar-putar tanpa mencabut batangku lagi kencang-kencang, habis takut dia berontak lagi. Terasa buah zakarku gondal gandul bergesek-gesek menghantam menekan sisi bibir vaginanya yang tebal dan bulunya menggesek-gesek buah zakarku, geli sekali dan meledak-ledak spermaku dalam 2 menit di situ. Aku lupa diri, luar biasa nikmatnya karena tadi tidak jadi keluar waktu di “karaoke” sama Bu Etty dan badan kami kejang-kejang. Tiba-tiba Bu Etty membalik dan ia sudah di atas dan ia menggoyang-goyang pinggulnya dengan putaran kuat. Mataku terbeliak-beliak nikmat. Buah dadanya bergoyang-goyang liar dan kutangkap dengan kedua tanganku dan kuperah. Bu Etty juga mendesah-desah keras, akhirnya orgasme lagi, akhirnya terhempas ia ke atas tubuhku yang penuh keringat.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Nak Toto enak ya,” katanya sambil tersenyum.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Tadi kusengaja itu karena dengan gitu nikmatnya lebih tinggi lagi.”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Duh Ibu pintar sekali sih, belajar dimana sih?</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Lho kan Ibu turunan orang Sunda juga nak Toto, kalau itu memang bakat alam soal ginian, makanya pada pinter kalau jaipong.”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Oh itu tadi gerak jaipong ya Bu..”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Iya dong..” katanya sambil mencubit pelan di buah zakarku yang sudah mengkerut keriput.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Penisku masih setengah berdiri dan kepalanya merah tua basah (with an apology to our Sundanese reader or is it a compliment? No offence meant ladies buddy, that was my best experience ever.. viva Sundanese). Kami lalu mandi bebersih bersama-sama saling menyabuni. Kemudian ya jadinya main juga sekali di kamar mandi sambil berdiri. Aku bereksperimen diajarkan sama si ibu, memasukkan penisku dari belakang. Bu Etty membungkuk dan goyang jaipongnya hanya di kepala penisku tanpa memasukkan seluruh batang. Beda kemarin sama Tante Ida, kami pakai gaya klasik maju-mundur penisku biar sambil Tante Ida nungging juga.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Kemudian aku diajarkan menjilati klitorisnya tanpa menyentuh bibir vaginanya, kakinya yang satu ditumpangkannya di tepi bak mandi sehingga terkuak bebas vaginanya di depan mukaku. Kulilitkan ujung lidahku di kepala klitorisnya dan ia menggelinjang, buah dadanya terpontal pantil menahan geli. Tanganku segera meraba ke atas dan berusaha kuperas-peras kedua buah dada itu. Tapi karena aku di bawah hanya dapat sedikit. Akhirnya Bu Etty agak membungkuk dan buah dadanya bergantung bebas. Gemas sekali aku dan kami bermain-main di dalam kamar mandi sampai hampir 1 jam.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Rupanya hari itu Tante Ida sekalian mau belanja, jadi ia pergi sama anak-anaknya, makanya Bu Etty yang di rumah. Sambil istirahat kami membuat minuman hangat dari termos di kamarnya dan duduk di ranjang di kamar Bu Etty. Kami tetap telanjang bulat.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Bu, jadi tahu ya tadi malam aku main sama Tante Ida.”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Iya dong nak, kan Ibu sudah pengalaman dan lumrah kok seperti Ibu bilang tadi kami memang wanita yang nafsunya kuat sekali.”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Lalu, kata ibu tadi seminggu sedikitnya 4 kali, sama siapa biasanya Bu?” tanyaku sambil membaringkan badan memegang memilin-milin puting susunya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Oh.. Ibu sama teman-teman bertiga, ada semacam klub kecil,” katanya sambil tertawa renyah sambil ekspresi mukanya menahan geli dari pilinan jariku.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Biasa kami nyari anak SMA, mahasiswa atau anak-anak muda dan kami bawa ke villa teman Ibu atau ke hotel juga.”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Ibu makanya awet muda ya, itu kami selalu nyari perjaka-perjaka untuk diperawanin,” cekikiknya manja.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Tangannya juga iseng meraba-raba pantatku dan dari bawah pahaku ke belakang dijamahnya lagi buah zakarku.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Ibu paling demen sama anak seumur kamu deh, nafsunya besar dan cepet sekali pulihnya, bentar-bentar sudah ngaceng lagi..” ujarnya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Sambil terus meremas-remas buah zakarku dan batang penisku yang sudah mulai berdiri lagi. Didorongnya badanku sehingga aku rebah dan Bu Etty naik ke atas mengangkangkan pahanya dan ia berjongkok di atas penisku yang separuh tegang. “Diam ya nak To..” Pelan-pelan dipegangnya daging sosisku dan disaputkannya kepala penisku di tepi-tepi bibir vaginanya yang ada rambutnya. Aduh, nikmat sekali dan pelan diarahkannya ke lubang nikmat itu dan “Bless..” mulai masuk lagi, nikmat luar biasa walau penisku terasa agak perih digeber dua hari ini. Belum tegang penuh tapi vagina Bu Etty seperti bisa menarik masuk dan tekanan pinggulnya sedemikian rupa.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Aku suka sekali di atas,” kata Bu Etty, “Karena bisa ngontrol gerakan dan garukan batang penis ke klitorisku,” katanya. “Sekarang diam, nak Toto rasakan merem deh.. merem..” Aku merem dan senut-senut terasa sekali dinding lubangnya berdenyut-denyut kencang. Bu Etty tidak ngapa-ngapain, hanya merem juga waktu kuintip. Aku merem lagi dan kuulurkan tanganku ke buah dadanya yang montok sekali itu. Duh.. seperti memegang melon. “Remes To.. remes!” keluhnya manja sekali dan penuh nafsu. Suaranya berdesah-desah, “Ahh.. ahh.. enakk.. putingnya To.. putingnya ibu atuh.. uhh..” Pinggulnya mulai berputar pelan-pelan sekali gaya penari jaipong dan kadang sambil jongkok ia menaik-turunkan pinggulnya. Hebatnya sedotan dari dalam vaginanya itu lho. Aku rasa kalau vacuum cleaner-nya rusak bisa tuh dipakai menyedot debu.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Buat aku ya enaknya buah dadanya tersaji di depan mataku dan tinggal ulurkan tangan saja. Aku meremas-remas buah melon yang kenyal itu.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Bu, aku diajak ke tempat teman-teman Ibu dong..” ujarku tiba-tiba.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Ha ha.. ha.. entar kamu apa kuat ngelayani kami-kami To?”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Coba deh Bu..” bisikku sambil terus meremas buah dadanya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Gini deh, lain kali aku ajak kamu tapi aku tidak bilangin mereka kamu sudah pernah main ya.. biar lebih seru.. Kemarin sama nak Ida gimana enak?”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Enak juga Bu, tapi kayaknya Ibu Etty lebih jago ya..” pujiku sambil mataku terbelalak-belalak karena genjotan pinggul Bu Etty tambah seru saja.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Keringatnya menetes-netes ke dadaku dan bau harum badannya tambah kuat karena hawa panas badannya. Harum sekali si ibu ini, pikirku sambil menikmati hentakan pinggulnya yang tambah cepat. Dan tiba-tiba Bu Etty kandas dan vaginanya merapat lagi dengan buah zakarku. Sekarang ia berputar-putar tanpa naik-turun. Terasa ujung penisku di dalam itu seperti diperas dengan kuat sekali dan.. “Srot.. srot..” aku meledak ledak tak terkendali lagi. Letih betul rasanya dan kami tertidur setelah itu.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Sorenya menjelang magrib aku terbangun dan Bu Etty masih telanjang bulat. Aku pelan-pelan bangun mau beranjak pulang mencari celanaku, tiba-tiba aku melihat ada orang di pintu mengintip dan ia tidak melihat aku di dekat kamar mandi. Rupanya Adelin keponakan Tante Ida yang kuliah di kota ini berkunjung. Aku kaget dan tidak tahu mesti apa. Wah kalau ketahuan tidak enak. Adelin cantik sekali anaknya dan seperti tantenya Ida dan Bu Etty, tubuhnya juga seksi sekali. Ah, untung dia melihat Bu Etty tidur dan dia pergi lagi. Sekarang bagaimana aku keluar nih. Pintu paviliun Bu Etty tidak pernah dibuka dan ada lemari di depannya. Ya sudah aku pakai baju kaos dan celanaku dulu deh. Pelan-pelan aku buka pintu kamar dan kuintip, wah si Adeline lagi sama Mbak Icih di dapur, aku mengendap-endap ke kamar tamu dan pura-pura duduk baca majalah.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Lho ada kamu To,” ujar Adeline waktu masuk lagi dari dapur.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Kamu ngapain? Aku nggak lihat kamu masuknya.”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Aku mau baca majalah nih..” sahutku sekenanya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Ok, aku mau pergi dulu ya,” katanya sambil keluar.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Tante Ida belum pulang ya?”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Adelin berputar dan ala mak pinggulnya seksi banget deh dan aku karena sudah ngeres melulu 2 hari ini langsung merasa desiran di penisku. Adeline pergi dan aku sendirian di ruang tamu menjelang petang dan aku jadi naik ke otak lagi.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Aku bangkit dan ngintip ke kamar Bu Etty. Wah masih tidur nyenyak habis di servis enak sih. Tiba-tiba ia bergulir miring membelakangi pintu dan aku, selimutnya tersingkap, wah pantatnya terlihat dan dari belakang bulu-bulu serta kemaluannya jadi kelihatan sudah deh si “Ujang” langsung bangun dan aku jadi bingung. Mestinya Tante Ida sebentar lagi pulang dan kalau aku main lagi takut ketahuan deh. Bu Etty bergeser lagi dan telungkup, kakinya terbuka dan aku bisa lihat jelas vaginanya. Lututku lemas dan nafasku menderu. Aku tidak kuat lagi, biarin ketahuan-ketahuan deh. Aku masuk dan kukunci pintu perlahan. Kubuka celana pendekku dan aku dekati pelan-pelan dari belakang. Kuendus-endus dulu sekitar vaginanya, wah ternyata masih basah, dan karena Bu Etty mengangkang sambil terlungkup aku bisa lihat jelas dalam cahaya senja yang masuk pas di garis pantatnya yang sintal dan besar itu. Aku berlutut dan pelan-pelan kudekatkan penisku. Pelan kuletakkan di mulut bibir vaginanya dan aku diam. Hmm, tidak bereaksi, kudorong pelan sekali mendesak bibir tebal itu. Masuk sedikit lagi, duh enaknya karena terasa hangat. Aku diam lagi menikmati dan kugerakkan sedikit halus sekali. Tiba-tiba Bu Etty bergerak lagi menggeser pantatnya dan “Bles..” malah masuk lagi, sekarang kepala penisku.. eh masih tidak bangun juga. Dengan halus sekali aku dorong lagi sedikit sekali, terasa berdenyut-denyut dinding vaginanya dan seperti “nggremet-grement”.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Duhh.. enak banget. Aku maju lagi. Tanganku bertelekan di ranjang tanpa kena tubuh Bu Etty, sudah rada pegel sih, tapi nafsuku sudah menderu-deru dan aku sudah tidak peduli apa-apa lagi habis enak sekali. Maju lagi sudah 3/4 batang masuk dan terasa ada aliran cairan ikut dari dalam. Tiba-tiba pintu terbuka dan Mbak Icih masuk dengan setumpuk pakaian baru disetrika. Dia tidak tahu rupanya karena kamarnya gelap bahwa ada orang di dalam. Aku panik dan sudah tidak bisa narik diri lagi. Mbak Icih menyalakan lampu dan dia terpana melihat kami. Dia lihat Bu Etty tidur, ya aku hanya bisa pucat dan diam karena kalau dicabut pasti bangun Bu Etty. Akhirnya aku hanya bisa meletakkan jariku di bibir bilang supaya Mbak Icih diam. Penisku langsung lemas dan Mbak Icih langsung keluar, untung dia tidak menjerit. Aku jadi hilang nafsu dan kutarik pelan-pelan batang yang sudah lembek itu dan aku cepetan pakai celana lagi.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Keluar dari kamar kulihat Mbak Icih terdiam di dekat dapur. Aku mau mendekat ke sana, tiba-tiba pintu depan terbuka dan Tante Ida pulang. Dalam hati aku bersyukur juga, kan tidak enak kalau pas lagi “ngegenjot” tadi. Rupanya waktu kukunci tidak benar masuknya karena pintunya belum tutup betul. Dasar kalau sudah nafsu begitu sudah tidak jalan otak dan rasa.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Aku panik dan Tante Ida melihat aku, hampir saja tidak terdengar.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“To cari majalah lagi?” tanyanya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Apa, apa.. Tante? Oh ya..”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Kamu kenapa To, mana Ibu?” katanya sambil masuk ke dalam dan pantatnya disenggolkannya ke pantatku.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Oh itu Ibu Etty tidur sore..” ujarku.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Aku masih bingung bagaimana dengan Mbak Icih. Tante Ida langsung ke dapur dan kudengar ia meminta Mbak Icih memanaskan makanan-makanan yang dibawanya. Hmm aman sedikit, kupikir dia sibuk.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“To, mau makan di sini?” tanya Tante Ida.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Tidak deh.. aku disuruh jaga rumah kok Tante (he he..he jaga rumah malah setengah hari di rumah tetangga). Ayah dan ibu semua pada pergi ke Bogor pulangnya besok pagi-pagi.”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Wah kamu sendiri ya,” kata Tante Ida sambil mengedipkan mata.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“I.. iya.. ya.. (wah tadi aku kunci rumah tidak ya)” jawabku sekenanya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Ya sudah, kamu mau pulang?”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Iya iya..”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Aku masih bingung, sudah tidak tahu mesti apa tentang Mbak Icih.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Nanti Tante ke sana deh lihat kamu,” katanya lagi sambil tersenyum berarti.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Aku lantaran bingung hanya bilang iya tanpa ekspresi.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Kamu baik-baik saja To?” tanyanya lagi.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Iya Tante.. pulang dulu ya.. itu majalah saya sudah rapikan lagi.”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Dan aku pulang sambil berdebar-debar apa yang akan terjadi nanti.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Pulang aku mandi, berusaha menenangkan diri. Dalam hati aku menyesel kenapa mengikuti nafsu saja, jadi kacau semua akhirnya, pikirku. Tapi ya sudah kupikir semua sudah terjadi, bagaimana nanti deh. Aku belum makan tapi sudah tidak kepinginan. Selesai mandi aku bereskan buku untuk besok, berusaha mengalihkan pikiran.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Tok tok tok..” ada yang mengetuk pintu samping. Kemudian aku ke situ, Tante Ida pikirku. Waktu itu aku tidak jadi senang mikir sebenarnya karena aku sendirian bisa main lagi sama Tante Ida di rumahku. Kubuka pintu, ternyata Mbak Icih membawa nampan dan katanya, “Mas To, ini dari Tante Ida, beliau ada tamu luar kota mesti ditemenin ke stasiun jemput saudara, katanya gitu dan ini disuruh makan dan Mbak disuruh nemenin Mas To sampai selesai makan. Bu Etty dan anak-anak juga ikut semua.” Aku bengong dan kupandang Mbak Icih biasa-biasa saja. Aku ambil nampan dan kukatakan,</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Tidak usah ditemenin deh Mbak, aku bisa.”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Ah jangan Mas To entar saya dimarahin, lagian di rumah tidak ada orang, saya rada takut sendirian.”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Lho sudah dikunci belum rumahnya,” tanyaku.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Sudah Mas.”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Iya sudah masuk deh Mbak!”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Aku makan dan Mbak Icih duduk di dingklik nonton TV, biasa sinetron “blo’on” Indonesia. Tiba-tiba Mbak Icih cekikan pelan, aku lihat di TV pas ada iklan, Srimulat rupanya. Aku masih mikir soal ketangkap tadi. Akhirnya aku ngomong to the point.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Mbak Icih jangan cerita siapa-siapa ya soal tadi di kamar Bu Etty.”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Oh itu tidak apa-apa kok Mas To, di rumah situ mah bebas saja. Hanya saya ya kaget saja karena tadi saya kira tidak ada orang.”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Maksud Mbak gimana, bingung aku.”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Oh gini loh Mas To. Kalau laki perempuan kan lumrah suka gituan.”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Aku jadi tambah bengong saja, ini orang ngomong apa sih.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Mbak Icih kan sudah pernah kawin..” lanjutnya sambil senyum-senyum.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Dan di dingklik itu ia duduk sambil cerita sedikit sembarangan, sehingga sarungnya tersingkap di tengah. Aku menangkap pemandangan itu kelihatan betisnya, eh.. ini orang mulus juga. Biasanya orang dari desa suka kurang terawat, aku sekarang jadi melihat secara sadar, wah ini orang boleh juga.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Aku tidak jelas umurnya berapa, tapi orangnya rapi dan feminin. Buah dadanya kulihat naik-turun di balik kaos lusuh pemberian majikannya, barangkali kira-kira separuh Bu Etty dan Tante Ida deh. Si “Ujang” di balik celanaku terasa mulai bergerak-gerak lagi. Waktu itu sudah jam 07.00-an rasanya. Selesai makan aku sikat gigi di kamar mandi dan kudengar Mbak Icih beres-beres dan cuci piring. Keluar dari situ, kulihat Mbak Icih masih nyuci dan kupandang dari belakang. Mak.. pantatnya molek di balik ketatnya sarungnya itu tampak jelas. Aku berdiri di sampingnya dan kami saling memandang dan seperti ada kontak hati saja. Suasananya terasa seperti ada listriknya antara kami, dan aku ulurkan tanganku meraba pantatnya dan naik ke pinggangnya. Kupeluk dari belakang dan kumasukkan tanganku ke depan di bawah kaosnya, terasa BH-nya yang kasar menutup buah dadanya. Aku remas-remas dari luar BH-nya, dan terasa pantat Mbak Icih mundur merapat ke penisku bergeser-geser. Kucium kuduknya dan ia menggelinjang.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Entar dulu Mas To, piringnya pecah entar,” ujarnya perlahan.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Taruh saja dulu,” jawabku.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Aku tarik BH-nya ke atas dan mulai kuraba dengan telapak tanganku, kedua puting susunya yang segera saja mengeras sensitif sekali. Mbak Icih lemas dan bersandar ke aku dan ke tempat cuci piring. Penisku sudah tegang keras dan menusuk dari dalam celanaku ke pantatnya. Kuturunkan tanganku dan kulepaskan sarungnya dan jatuhlah sarungnya ke kakinya tinggal celana dalamnya dari kain bekas terigu itu. Tangan kananku masuk dan telapak tanganku menangkup di atas vaginanya, tangan kiriku masih meremas-remas buah dadanya. Celana dalamnya longgar dan kudorong ke bawah sampai ke lututnya dan kutarik dengan jari kakiku sampai turun ke pergelangan kakinya. Tangan Mbak Icih juga diulur ke belakang dan mencengkeram batang yang membara sambil ia mendesah kegelian. Kulihat lengan atasnya merinding-rinding, keenakan rupanya dia. Aku turunkan celanaku dan kemudian kuangkat pahanya sebelah dan kubisikkan, “Mbak taruh di atas pinggir bak itu..”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Jadi sekarang vaginanya pas terbuka di depan penisku yang sudah mengacung ke atas.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Ini cara apa Mas To,” keluhnya, “Masukin dong Mas masukin!” Aku hanya maju-mundur mengarukkan penisku di sekitar pantatnya dan lubang vaginanya. Tanganku masih aktif meremas-remas terus buah dadanya. Mbak Icih berusaha menggapai batangku tapi aku menghindar dan Mbak Icih tambah kencang desahnya karena jariku sekarang memilin-milin bibir vaginanya dari depan sambil berusaha mencari klitoris yang tadi diajari Bu Etty. “Mass.. Mass.. Ayo dong.. masukin..!” keluhnya. Aku tarik BH-nya ke atas dan mulai kuraba dengan telapak tanganku kedua puting susunya yang segera saja mengeras sensitif sekali. Mbak Icih lemas dan bersandar ke aku dan ke tempat cuci piring. Penisku sudah tegang dengan keras dan menusuk dari dalam celanaku ke pantatnya. Kuturunkan tanganku dan kulepaskan sarungnya dan jatuhlah sarungnya ke kakinya tinggal celana dalamnya dari kain bekas terigu itu. Tangan kananku masuk dan telapak tanganku menangkup di atas vaginanya tangan kiriku masih meremas-remas buah dadanya. Celana dalamnya longgar dan kudorong ke bawah sampai ke lututnya dan kutarik dengan jari kakiku sampai turun ke pergelangan kakinya. Tangan Mbak Icih juga diulur ke belakang dan mencengkeram batang yang membara sambil ia mendesah kegelian, kulihat lengan atasnya merinding-rinding, keenakan rupanya dia. Aku turunkan celana dalamku dan kemudian kuangkat pahanya sebelah dan kubisikkan, “Mbak taruh di atas pinggir bak itu.” Jadi sekarang vaginanya pas terbuka di depan penisku yang sudah ngacung ke atas.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Ini cara apa Mas To,” keluhnya, “Masukin dong Mas, masukin!” Aku hanya maju-mundur menggarukkan penisku di sekitar pantatnya dan nyundul-nyundul lubang vaginanya. Tanganku masih aktif meremas-remas terus buah dadanya. Mbak Icih berusaha menggapai batangku tapi aku menghindar dan Mbak Icih tambah kencang desahnya karena jariku sekarang memilin-milin bibir vaginanya di depan sambil berusaha mencari klitoris yang tadi diajari Bu Etty. “Mass.. Mass.. Ayo dong.. masukin..” Keluhnya mendesah-desah basah suaranya, menambah seru dan panas. Aku lepas t-shirt-ku dan kaos Mbak Icih, BH hitamnya yang sudah tersingkap kurengut dan telanjang bulatlah kami.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Aku terus sengaja hanya menciumi dan menggigiti telinganya, dan tiap kali merinding bulu tengkuknya, kelihatan pori-pori lengannya meremang dan ia menggelinjang geli. Penisku tergosok-gosok celah di antara bukit pantatnya tiap ia menggelinjang. Kupeluk terus dari belakang dan pahanya masih tetap di atas bak yang sebelah. Penis kugaruk-garukkan ke tepian lubangnya dan banjir cairan kental dari lubangnya tambah banyak, berkilap-kilap mengalir di sepanjang paha yang satu. Ia mencoba lagi menggapai penisku tapi aku mundur dan tetap kupelintir klitorisnya dan kugosok-gosok lembar dalam bibir vaginanya dengan ujung kuku. Mbak Icih tambah panik dan keluhannya seperti orang yang sudah mau menangis kepingin sekali. “Ahh Mas To, ayo dong masukinn Mass.. Mbak tidak kuat lagii..” kepalanya digoyang-goyangnya ke kanan ke kiri (katanya, orang ekstasi juga gitu ya).</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">P.S: Aku memang lagi iseng ingin eksperimen setelah dicakar, dicekik kepala penisku sama Bu Etty pertama kali, pas aku mau muncrat itu.. memang loh bener lebih enak, gayanya kalau tidak langsung digebrusin muncrat, dan kalau high dengan narkoba gitu ya. Amit-amit, aku tidak pernah mencoba sekali juga (habis menurutku goblok tuh yang main narkoba dan obat batuk hitam, apa urusannya, ya aku yang ngetik).</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Iya..” Mbak Icih membisikkanku dekat sekali telinganya dan mengembus ke lubang, kugigit juga sedikit anak telinganya. Kumasukkan sedikit dari bawah penisku ke mulut lubang vaginanya dan kupegang batang panisku dan kuputar-putar di gerbang itu tanpa aku dorong masuk. Mbak Icih berusaha memasukkan lebih dalam tapi kutarik kalau dia agak turun. “Mass.. jangan disiksa dong.. tusukkin tusukkinn..” jeritnya agak keras. Aku kaget juga, gila ini Mbak. Nafsunya sudah tidak terkendali lagi. Ya sudah aku masukkan setengah dan kugoyang pinggulku dan ia juga segera naik-turun. Tangan kiriku meremas-remas buah dadanya dan sambil memulir-mulir puting susunya yang sudah keras seperti kerikil. Erangan Mbak Icih menambah erotisnya, dan busyet.. empotan vaginanya bukan main, beda sekali dengan Bu Etty atau Tante Ida, agak kering tapi tetap enak sekali. Kepala penisku terasa digenggam beludru dengan mapan sekali. Berkunang-kunang rasanya mataku, kugigit lagi sedikit pundaknya sambil kuciumi terus kuduknya. Tangan Mbak Icih menjulur ke belakang dan meremas-remas bukit pantatku, sementara tanganku satu lagi juga tidak menganggur memoles-moles, kupetik-petik biji klitorisnya yang tambah nongol keluar. Gila ada sebesar kacang Garuda yang belum dikupas. Terasa keluar dari lubang sisi atas vaginanya, keras-keras empuk. Mbak Icih tambah menggerung-gerung, “Ahh.. ahh.. Mas Mass..” dan tiba-tiba ia turunkan kakinya dari bak dan menarik pantatku dan masuklah amblas sedalam-dalamnya penisku. Pantatnya menempel rapat sekali. Terasa lincir karena keringat kami yang sambil berdiri mengalir. {Bau badan Mbak Icih itu seperti bunga melati, sama dengan orang Cendana suka melati dia ini). Bersih, biar dia orang dari kampung tapi sepertinya mengerti kebersihan badan.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Kupeluk buah dadanya dalam tangkupan telapak tanganku dan ia membungkuk berpegangan ke bak dan pantatnya, pinggulnya berputar-putar, rasanya penisku diulek-ulek dan tiap kali ia berputar tambah cepat dan gelombang-gelombang sinyal kenikmatan mulai terbentuk seperti tsunami bergelora, “Aahk..” ia menjerit cukup kencang sampai aku sempat sekilas kaget berpikir, wah kalau kedengaran tetangga bisa gawat, tapi langsung hilang karena orgasmeku sudah menjelang. “Plok.. plek.. plekk..” bunyi tubuh kami beradu bercampur keringat dan cairan bau di sekitar situ sudah mesum sekali bau sex, edan. Meletuplah Mbak Icih dan erangan-erangannya terus menerus. Tiba-tiba cengkeraman vaginanya begitu kuat sampai aku menjerit karena agak sakit dan dikendorkannya sedikit. Aku pun tidak kuat lagi menahan, “Mbak Icihh..” kukandaskan dalam-dalam batang penisku dan zakarku rapat-rapat dengan bibir vaginanya, dan akhrinya kami saking lemasnya jatuh terduduk di depan bak cuci piring itu. Terengah-engah dan berpelukan telanjang bulat. Spermaku bertebaran di lantai dapur. “Mbak Mbak.. enak sekalii.. Mbak Icih hebat bangett..” Mukanya agak merengut dan aku sengaja tidak memberi tadi tubuhnya. “Mas To, aduh saya sudah beneran mau gila tadi rasanya.. untung masih inget kalau tidak saya sudah teriak kencang-kencang,” katanya sekarang sambil tertawa mengingat keadaan tadi.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Tapi enak kan ya Mbak, capek tidak Mbak?”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Nggak Mas To..” sergahnya dengan cepat.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Sudah, entar tidur di sini saja deh Mbak Icih,” bujukku dengan penuh rencana.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Entar saya kasih tahu Bu Etty atau Tante Ida kalau mereka pulang, aku bilang takut sendirian di sini.”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Hi hi hi, mana mereka percaya Mas To.. mereka juga tahu lah..paling entar Bu Etty bilang biar dia yang temenin.. hi hi hi.. ” cekikan Mbak Icih menggodaku.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Atau Mbak dan Bu Etty yang tidur di sini Mas To..”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Eh ini orang jahil pisan.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Tapi pasti dikasih deh..” ujarnya lagi.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Saya mandi dulu ya Mas To. Apa mau sama-sama mandi,” godanya lagi.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Sudah deh Mas To, istirahat dulu kan sudah 2 hari ini capek,” lho kok dia tahu saja ya, padahal kemarin kan dia tidak lihat. Aku belum tahu dan tidak curiga lebih lanjut sampai beberapa waktu akhirnya aku mengerti, itu cerita lain lagi yang seru juga.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Aku manggut saja, memang remuk rasanya badanku terasa juga, dan dengan gontai aku masuk ke kamar dan aku juga mandi. Penisku kelihatan merah tua sekali kepalanya dan sekitar kulit di kepala penis kelihatan agak seperti lecet tapi aku tidak merasa sakit malah “baal”, kebanyakan kali ya. Hmm, kemarin pagi aku masih perjaka, luar biasa nasibku dalam 2 hari aku main dengan 3 cewek hebat-hebat. Sambil mandi aku melamun kenapa tidak dari dulu ya, tapi ya sudah memang jalannya gitu barangkali, batinku.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Setelah mandi aku baring-baring tetap telanjang, tidak ada siap siapa. Maksudnya menunggu Mbak Icih mandi dan Ibu Etty cs balik, kan aku mesti menelepon mereka. Eh, baru 3 menit aku ketiduran, bangun-bangun aku kaget sekali karena sudah tengah malam. Aku bangun dan kulihat Mbak Icih masih nonton TV, hanya pakai sarung dikembenin t-shirtnya entah kemana. Bahunya kuning bersih dan pinggang dan pinggulnya seksi sekali dilihat dari belakang.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Mbak sudah makan?”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Sudah Mas To, dan tadi Bu Etty ke sini, saya sudah kasih tahu juga, Mas To takut sendiri.”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Apa kata Bu Etty?” tanyaku ingin tahu.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Kata Ibu ya sudah temenin saja. Dan mereka katanya mau tidur juga capek.”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Mas To mau makan lagi apa? Mbak gorengin nasi mau, mesti makan telor Mas, buat nambah tenaga,” katanya sambil senyum nakal.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Aku rasanya lesu dan lemas badanku.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Tidak usah Mbak Icih, aku mau tidur lagi.. tapi Mbak Icih tidurnya ditempat saya ya.. kan ranjangnya besar sekali.”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Ah malu Mas To..”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Duh Mbak, apanya lagi yang malu, kan tidak ada siapa-siapa.”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Iya deh Mas To, entar Mbak mau nonton dulu ini sinetron ya..”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Sialan sinetron jelek dia mau nonton, mana ada sih sinetron kita yang bagus, bukan sekalian bikin film biru munafik deh.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Besoknya pagi-pagi telepon membangunkan aku, “Kringg..”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Ya hallo,” sambutku.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Oh Toto ini Tante Ida, kamu lagi sibuk tidak? Bisa ke rumah Tante sekarang?”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Kontan saja mendengar suaranya si buyung mulai menggeliat. Dasar ngeres dan sudah ngerti.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Tentu Tante, aku ke sana sekarang ya,” jawabku dengan gembira ria.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Setiba di rumahnya, Tante Ida sudah cantik berpakaian rapi mau pergi. Aku agak kecewa dan ia melihat itu.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“To, aku perlu pergi ke kantor Oom mau ngambil gaji. Dan sebentar lagi Ibu Etty pulang arisan dan dia lupa bawa kunci. Mbak Icih lagi nganter anak-anak ke pesta temen sekolah Ita. Kamu tidak keberatan kan jagain sebentar, paling seperempat jam lagi pulang kok Bu Etty,” ujarnya sambil memeluk pundakku.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Susunya nyengsol-nyengsol menyentuh lenganku. Uhh, sudah ingin remas saja deh, dan si buyung sudah separuh naik. Sialan hanya mau diminta menunggu rumah, batinku. Tadinya aku ingin tidur siang. Capai, habis krida hari ini.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Ya deh Tante Ida, tapi entar aku minta oleh-oleh ya,” kataku sambil meraba pantatnya dan seketika Tante Ida menggelinjang geli dan ia memeluk erat.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Iya..” desahnya basah di daun telingaku.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“Aduh gelinyaa..”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Si “Ujang” langsung naik. Kumasukkan tanganku dari bawah blusnya dan kuremas-remas bagian bawah buah dadanya. Biar minta bonus sedikit, dan penisku kutempelkan di paha atas si tante biar dia tahu aku sudah siap. Tante Ida melenguh dan, “To, aku mesti pergi, entar telat, kasirnya tutup nih,” dan ditariknya tanganku lembut dan dengan terengah-engah ikut nafsu juga. “To, Tante usahakan pulang secepatnya deh, kamu sabar ya,” lenguhnya berusaha melepaskan remasanku.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Tapi sambil kepingin diteruskan juga sepertinya. Akhirnya lepas juga sambil terengah-engah dan parasnya merona merah Tante Ida keluar, jalannya agak terhuyung-huyung. Aku jamin celana dalamnya sudah basah lembab tuh. Tinggal aku sendirian. Ya sudah aku ambil majalah lagi dan aku baring-baring baca di kursi malas di kamar tamu. “Ahh..” aku meronta-ronta dan kok keras amat si buyung dan terasa disedot-sedot orang. Wah rupanya aku ketiduran dan mimpi, kupikir. Waktu kubuka mata aku terkejut melihat wajah tak kukenal, dan astaga aku sudah telanjang bulat. Tanganku terikat ke atas di kursi malas dan penisku sedang dilumat-lumat. Aku tak tahu siapa satu lagi wanita, aku hanya melihat kepalanya dan punggungnya telanjang. Kakiku, kakiku, walah terikat juga ke kiri dan kanan kursi malas. Aku masih setengah mengantuk dan bingung, sakit kepalaku rasanya terbangun tiba-tiba. Akhirnya aku sadar betul dan ketika kupalingkan muka ke kanan ada Bu Etty dan dan dia sudah bulat-bulat juga telanjang. “Bu.. saya diapakan ini,” kataku sambil nyengir keenakan. “Diam saja dah kamu,” kata Bu Etty tersenyum Ia bertolak pinggang dan duh buah dadanya menantang betul. Tapi tanganku tidak bisa mencapainya. Ini siapa Bu semuanya, saya mau diapakan sih?” Buah zakarku terasa geli sekali digaruk-garuk kuku wanita yang menyedoti penisku.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Aku menggelinjang geli, dan Bu Etty meraba puting susuku. “Ahh.. enakk..” dan tersiksa betul rasanya tanganku tidak bisa aktif, sudah ingin betul meremas susu Bu Etty yang gundal gandul di dekat bahuku. “Ini temen-temen Ibu, To. Bu Endah dan Bu Inggit. Kita tadi ngeliat kamu ketiduran dan ya seperti Ibu bilang ini temen-temen ibu itu lho,” katanya sambil menggeserkan buah dadanya di dadaku. Putingnya ditekannya ke putingku. Enak, empuk, hangat, dan seketika aku tambah bingung, lha tapi kenapa saya diikat. “Ya, kata Bu Etty kan kemarin itu kamu ngikat Mbak Icih. Ha ha.. ha.. nah kami tadi iseng pengen ngerjain kamu nih To.”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Hisapan Bu Endah terasa tambah menghebat, lidahnya berputar-putar di sekitar kepala penisku dan aku sudah tidak kuat lagi mau meledak. Dan kuangkat pantatku agar masuk lebih dalam. “Ehh..” Bu Endah malah berdiri dan melepaskan mulutnya. Wah tergantung aku. Dengan terengah-engah aku bilang, “Bu tolong dong Bu sedot lagii.. sudah mau muncrat nihh.. Buu..” Bu Endah, Bu Etty dan Bu Ingit tertawa ramai-ramai, dan aku belum sempat memperhatikan seksama buah dada mereka kontal kantil terguncang-guncang karena mereka tertawa melihat aku yang seperti cacing kepanasan. Mataku masih sepet dan berkunang-kunang dari ketiduran tadi. Bu Ingit kemudian mendekat dan mengangkang. Pantatnya mengarah ke mukaku dan ia mulai turun sambil memegang batang penisku, digosok-gosoknya ke mulut liang vaginanya dan aku mendesah lagi, karena enak sekali dan aku sudah siap meledakkan orgasmeku. Bu Endah menggosokkan buah dadanya ke mulutku yang langsung kontan saja aku sergap, dan putingnya kuhisap dan lidahku berputar-putar di kacang keras itu.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Bu Endah merem melek dan kulit buah dadanya yang bening kelihatan garis-garis hijau biru halus dan meremang pori-porinya. Bu Ingit masih hanya memasukkan separuh kepala penisku dan senut-senut kempotan bibir mulut vaginanya hangat dan enak sekali. Aku rasanya mau gila karena kenapa dia tidak memasukkan semuanya, aku berusaha menaikkan pantatku tapi Bu Ingit selalu menjaga jaraknya. Kurang ajar, dalam hatiku dan aku rasanya mau menjerit tapi mulutku disumpal buah dada kenyal. Kuku tajam jari Bu Etty terasa mulai menggaruk di sekitar duburku dan buah zakarku, menambah kebinalan di dalam otakku yang sudah tak bisa berpikir lagi. Aku hanya terengah-engah dalam siksaan ketiga ibu-ibu sexy sintal ini. Bisa dibayangkan, tidak semua mereka telanjang bulat (aku juga) dan aku tidak bisa semauku. Keningku terlihat kencang mengejang dan urat-urat dahiku keluar semua. Aku menggeram, “Ahh.. Ayo Buu.. aku pengen, tolong dong.. masukkin Bu..” Bu Endah menarik buah dadanya dan ia berlutut dan diturunkannya vaginanya ke mulutku, aku tak berdaya dan bau harum aku rasakan keluar dan hawa panas hangat dari vaginanya yang lembab.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Aku ulurkan keluar lidahku dan kujilat-jilat, Bu Endah melenguh, “Uuhh sedapnya,” dan pantatnya maju-mundur menggeruskan vaginanya di atas mulutku. Terus di gerus-geruskan bibir vaginanya ke mulutku dan terasa cairan-cairan dari dalam vaginanya meleleh masukk. Lidahku aktif menjilati lubangnya dan klitorisnya yang sebesar kacang ijo. Bu Etty sih sebesar kacang merah nongol. Bu Ingit sementara hanya berputar di atas kepala penisku. Telapak tangannya bertopang di atas pahaku dan sambil meraba-raba dengan halus. Gilaa.. pahaku digarisnya dengan kukunya yang panjang, “Alamakk.. gelii Bu..”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Bu Etty menungging dan merangkak ke dekat pantatku dan mulutnya mulai menjilat-jilat daerah yang digaruk-garuknya tadi, sekarang dijilatnya dengan lidahnya yang hangat, dan buah zakarku dikulum-kulum seperti lagi makan cupacup dan dijilatnya pelan-pelan seperti orang makan biji salak. Akhirnya aku tidak kuat lagi dan pantatku kunaikkan, kakiku mengejang. Bu Inggit terkejut dan cepat ia membenamkan penisku dalam-dalam dan diputir-putirnya pantatnya sampai kandas dan seketika letupan orgasmeku membanjir deras di dalam vagina Bu Inggit dan Bu Inggit sendiri menggarukkan klitorisnya di batangku dengan cepat dan pantatnya yang sintal berputar-putar, sebentar kemudian ia pun menahan jeritannya, “Ahh..” kemudian diangkatnya naik-turun, aku melihat bibir vaginanya keluar-masuk merekah belah oleh batang penisku yang basah mengkilap. Bulu kemaluannya basah kuyup dan bersatu. “Uukhh.. Ahh..”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Bu Inggit kemudian bangkit dan “Plop,” bunyi waktu penisku masih setengah tegang lepas dari genggaman erat vaginanya. Spermaku meleleh sepanjang pahanya yang putih. Bu Etty masih di bawah situ mengecup buah zakarku dan tertetes-tetes di pipinya beberapa gumpalan spermaku. Kami terengah-engah semua dan aku merasa nikmat yang luar biassa. Sepanjang beberapa jam itu aku gantian ditunggangi oleh Bu Endah kemudian terakhir Bu Etty, karena dia nyonya rumah jadi terakhir. Aku sendiri di servis demikian merasa sesuatu pengalaman yang lain dari yang lain. Belum pernah aku dimanjakan oleh 3 wanita sekaligus begitu. Malam itu aku ketiduran di antara ketiganya dalam keadaan telanjang bulat.</span>hantumonkihttp://www.blogger.com/profile/17642631795725605946noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1925213797991915871.post-79766740523541846492013-09-04T23:49:00.002-07:002013-09-04T23:49:54.186-07:00Menyetubuhi Istri Pak RT<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Sebelum aku mulai bercerita tentang pengalamanku pertama kali berhubungan seks dengan seorang wanita, ada baiknya aku ceritakan latar belakangku terlebih dahulu.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Aku adalah anak tunggal di keluargaku. Namaku Doni. Umurku waktu itu 17 tahun. Aku siswa sebuah SMU Swasta dikotaku. Bapakku adalah seorang pengusaha menengah yang cukup sibuk, dia sering pergi keluar kota umtuk waktu yang tidak tentu. Ibuku juga sering ikut bersamanya. Aku tinggal dilingkungan Perumahan kelas menengah. Di sebelah rumahku adalah rumah Pak RT, orang yang cukup berpengaruh disana. Umurnya sekitar 60 tahun. tapi masih kelihatan gagah. Pak RT mempunyai dua orang istri. Yang pertama namanya Tante Is, wanita keturunan arab, kulitnya hitam manis, bodinya langsing. Meskipun usianya sudah 40-an, Tante Is masih kelihatan cantik, dia sangat pintar merawat diri.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Dengan Tante Is, Pak RT mempunyai dua orang putri yang cantik-cantik, yang sulung namanya Erni sedangkan adiknya namanya Ana, umur keduanya hampir sebaya denganku. Istri keduanya namanya Tante Linda, orang Bandung, kulitnya putih bersih. Wajahnya mirip bintang sinetron Titi Kamal. Bodynya aduhai, montok, padat berisi. Mungkin karena dia sering fitness, apalagi Tante Linda senang berpakaian sexy yang menonjolkan lekuk-lekuk tubuhnya. Membuat laki-laki yang memandangnya terangsang dan ngeres. Tante Linda orangnya supel dan pintar bergaul, sering dia ngobrol-ngobrol dengan anak muda seusiaku, termasuk aku.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Kejadian ini bermula ketika orang tuaku pergi seminggu keluar kota untuk keperluan bisnisnya. Aku ditinggal sendirian dirumah. Sedangkan pembantuku dipecat ibuku tiga hari sebelumnya karena ketahuan mencuri uang ibuku. aku yang sendirian merasa kesepian. Aku duduk diruang tamu sambil berkhayal. Untuk menghilangkan kesepianku, kuputar VCD porno yang baru aku pinjam dari temanku. Filmnya tentang seorang cewek bule yang sedang disetubuhi dua orang negro. Satu orang negro sedang dikulum kontolnya, sedangkan yang satunya lagi sedang ngentot cewek bule itu dari belakang dengan posisi nungging. Sekitar 20 menit mereka berganti posisi, satu orang negro sedang rebahan diranjang sambil memasukkan kontolnya kelubang anus cewek bule itu, yang telentang diatasnya. Sedangkan negro yang satunya lagi sedang menggenjot vagina cewek itu. Desahan dan erangan mereka membuatku terangsang. Kuraba-raba celana pendekku (aku sudah tidak pakai celana dalam), kontolku mengeras. Semakin lama kuraba semakin keras. Kukocok-kocok naik turun. Birahiku memuncak ingin disalurkan, tapi aku tidak tahu harus kemana menyalurkannya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">"Lagi ngapain Don?" suara seorang wanita mengejutkanku.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Ternyata Tante Linda sudah berdiri disamping pintu. Dia berpakaian sangat sexy, dengan kaos ketat dan rok super mini. Dia memandang karah celanaku. Saking terkejutnya aku lupa menaikkan celanaku, sehingga dia dengan bebas bisa melihat kontolku yang sedang tegang penuh, mengacung-acung</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">"Maaf.. maaf.. Tante" sahutku terbata-bata.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">"Akh, nggak apa-apa kok, kamu khan udah gede".</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">"Wah, kontolmu gede banget, udah pernah dimasukkin kevaginanya cewek belum?" tanyanya cuek.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">"Be.. belum pernah Tante" sahutku.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">"Mau nggak dimasukin ke punya Tante?, Tante pingin nih ngerasain kontolmu" katanya meminta.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Kemudian dia menutup pintu dan menguncinya. Dia berjalan mendekat kearahku. Duduk disampingku.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">"Tapi saya belum pernah Tante" jawabku.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">"Tante ajarin, mau khan?" katanya sedikit memaksa.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Tanpa menunggu jawabanku, dia menaikkan kedua kakinya kepangkuanku. Tangannya meraba-raba kontolku, aku gemetar. Baru kali ini kontolku dipegang seorang wanita. Dia mendekatkan wajahnya kewajahku, diciumnya bibirku. Lidahku diisapnya. Aku membalas isapannya. Lidahku dan lidahnya tumpang, tindih saling isap. sesekali isapannya diarahkan keleherku. ditariknya tanganku, diletakannya dikedua buah dadanya yang sudah mengeras. Kuremas-remas buah dadanya, dia menggelinjang keenakan. Kutarik kaos ketatnya, aku terperangah, dia tidak memakai BH, buah dadanya padat dan kenyal. Kulepaskan isapan lidahnya, kuisap buah dadanya, dia melenguh, sambil tangannya terus mengocok-ngocok kontolku.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Beberapa menit berlalu, dia berdiri, lalu melepaskan rok mininya. Maka terpampanglah pemandangan yang luar biasa. Aku bisa melihat dengan jelas vaginanya yang merah merekah, sangat indah. dicukur rapi dan bersih. Kemudian dia berlutut dilantai, dihadapanku. Wajahnya didekatkan keselangkanganku. Ditariknya celana pendekku. Bibirnya mendekati kepala kontolku, dan mulai menjilati kepala kontolku, terus kepangkalnya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">"Akkh.. aow.. oohh.. nikmat Tante, enakk.. sekali" aku mengerang ketika dia mulai mengulum kontolku.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Hampir seluruh batang kontolku masuk kemulutnya yang sexy. Kontolku keluar masuk dimulutnya. Nikmat sekali. Tak ketinggalan, buah pelirkupun diseruputnya. Puas mengulum kontolku, kemudian Tante Linda berdiri dihadapanku. Vaginanya berada pas diwajahku. Dia menarik kepalaku, mendekatkannya pada vaginanya. Aku mengerti maksudnya, minta dijilati vaginanya. Kujulurkan lidahku. Aku mulai dengan menjilati pangkal pahanya, terus mendekati bibir vaginanya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">"Aow.. oohh.. nikmat.. sayang, teruss.. terus" dia mendesah-desah ketika aku memasukkan lidahku ke lubang vaginanya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Kusedot-sedot, kugigit-gigit kelentitnya. Dijepitnya kepalaku. Hampir seluruh isi vaginanya kujilati, vaginanya basah.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">"Akkhh.. akuu.. nggak kuatt.. sayang, kita mulai aja" ajaknya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Dia menurunkan tubuhnya perlahan-lahan kepangkuanku. Dipegangnya kontolku, diarahkannya tepat kelubang vaginanya. Dia mulai memasukkan kontolku sedikit demi sedikit. Semakin lama semakin dalam. Sudah setengah batang kontolku masuk. Sampai disini dia berhenti sejenak mengatur posisi. Kakinya berlutut disofa. Aku tak mau ketinggal, kuambil kesempatan. Kusodokkan kontolku. Dia menjerit ketika kontolku amblas dilubang vaginanya. Dia mulai menaikturunkan pantatnya dipangkuanku. Kontolku serasa dijepit dan dipijit-pijit lubang vaginanya yang sempit.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">"Gimana sayang enak khan?" tanyanya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">"Enakk sekali Tante, vagina Tante sempit sekali" jawabku.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">"Sudah lama sekali Tante tidak merasakannya sayang".</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">"Pak RT tak pernah memberiku kepuasan" dia menggerutu.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">"Emangnya Pak RT impoten Tante?" tanyaku.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">"Iya, iya sayang" jawabnya singkat.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Kupeluk pinggangnya erat-erat. Bibirku menghisap-hisap buah dadanya. Kubantu gerakkannya dengan menyodok-nyodokan pantatku keatas. Dia mengerang-erang merasakan nikmat. Matanya merem melek. Semakin lama semakin cepat dia menggerak-gerakkan pantatnya, sesekali pantatnya diputar-putar. Aku merasakan nikmat yang tiada tara. Kontolku serasa dipelintir vaginanya. Sudah sekitar 30 menit kami berpacu dalam kenikmatan. Nafasnya dan nafasku saling memburu. Peluh kami bercucuran.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">"Akh.. oohh.. aku tidak kuat sayang, akuu.. mauu.. keluarr" dia menjerit-jerit.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Kurasakan vaginanya berkedut-kedut.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">"Akuu.. juga Tante" sahutku ngos-ngosan.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">"Keluarin didalem aja sayang, aku ingin punya anak darimu" pintanya memelas.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Crott! Crott! Crott! Aku menumpahkan sperma yang sangat banyak di lubang vaginanya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">"Kamu puas khan sayang?" tanyanya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">"Puas sekali Tante" sahutku pendek.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Kami beristirahat sejenak. Kemudian kekamar mandi untuk membersihkan badan. Siraman air membuat badanku segar kembali.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">"Aku pingin lagi sayang, kamu mau khan?" tanyanya meminta.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Aku tidak menjawabnya. Kubopong tubuhnya, kubawa kekamarku dan kurebahkan diranjangku. aku merangkak diatas tubuhnya dengan posisi ssungsang. Selangkanganku berada diatas wajahnya, sedangkan wajahku tepat diatas vaginanya. Aku mulai menjilati dinding vaginanya. Dia menggerinjal-gerinjal dan menjepit kepalaku. Seluruh dinding vaginanya kujilati. Kucari-cari tititnya. Kusedot-sedot dengan lidahku. Sesekali kugigit. Dia meringis.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Dengan jari-jariku kutusuk-tusuk lubang anusnya. Sesekali kujilati lubang anusnya. Tante Linda tak mau ketinggalan. Dia menjilati kontolku, dari kepala sampai pangkal kontolku tak luput dari jilatannya. Sstt! Aku mendesah ketika dia mengulum kontolku. Dia sangat lihai memainkan lidahnya. Kontolku yang tadi mengecil, sedikit demi sedikit mengeras didalam mulutnya. luar biasa kenikmatan yang kudapatkan. Tante Linda memang benar-benar profesional. Seluruh batang kontolku dijilatinya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">"Oohh.. aku tidak tahan sayang, kita mulai aja" pintanya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Kuturunkan tubuhku dari tubuhnya. Aku berdiri dipinggir ranjang. Kutarik tubuhnya kepinggir, hingga kedua kakinya menjuntai. Aku mendekatkan kontolku kelubang vaginanya. Sedikit demi sedikit kontolku masuk kelubang vaginanya. Sstt! Dia mendesis. Sudah seluruh batang kontolku amblas ditelan lubang vaginanya yang basah dan memerah. Kugoyang-goyangkan pantatku. Tante Linda membantuku dengan menggoyang-goyangkan tubuhnya. aku merasakan sensasi yang luar biasa. 10 menit berlalu, kuganti posisi. Kutarik kontolku. Kakinya kunaikkan keduanya. Aku memasukkannya lagi. Dan mulai menggenjotnya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">"Akhh.. akuu.. mauu.. keluarr.. sayang" dia mengerang.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Vaginanya berkedut-kedut. Vaginanya menjepit kontolku.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">"Akhh.. aku keluarr.. sayang" dia melenguh.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">kurasakan vaginanya basah oleh cairan. Tante Linda telah mencapai orgasme sedangkan aku belum apa-apa. Kubalikkan tubuhnya. Kuminta dia menungging. dia menuruti aja perintahku. Kudekatkan kontolku yang masih tegang ke lubang anusnya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">"Kamu mau apain anusku sayang" tanyanya ketika kepala kontolku menyentuh lubang anusnya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">"Jangan, jangan di lubang itu sayang, sakit" teriaknya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Aku tidak mempedulikannya. Kumasukkan kepala kontolku kelubang anusnya. Mulanya agak susah tapi akhirnya masuk juga. Kutekan pelan-pelan hingga seluruh batang kontolku amblas. Aku mulai menggerakkan pantatku maju mundur. Kutuk-tusuk lubang anusnya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">"Oohh.. enakk.. sayang, kamu pintar" pujinya ketika dia sudah mulai merasakan nikmatnya disodomi.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Sekitar 30 menit kontolku keluar masuk dilubang anusnya. Kurasakan kontolku berkedut-kedut.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">"Akkhh.. aku mau keluarr.. Tante" aku berteriak histeris.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Crott! Crott! Crott! Kutumpahkan spermaku lubang anusnya. Kudiamkan beberapa saat. Lalu kutarik kontolku. Kuarahkan ke wajahnya. Kuminta dia menjilati spermaku. Dengan lahapnya Tante Linda menjilati sisa-sisa spermaku, sampai bersih dijilatinya. Tanpa rasa jijik sedikitpun.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">"Kamu hebat sayang, aku puas sekali" pujinya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">"Kamu mau khan memberiku kepuasan seperti ini lagi?" pintanya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Aku mengangguk aja. Menyetujui permintaannya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">"Kalo kamu pengin lagi, datang aja ke kamarku".</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">"Masuknya lewat jendela ya! Kalo lampu kamarku mati, berarti Pak RT nggak di rumah".</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">"Ketok kaca jendela tiga kali, akan kubukakan untukmu, OK" dia menerangkannya untukku.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Kurebahkan tubuhku disampingnya. Kami tertidur setelah mencapai puncak kenikmatan yang luar biasa. Malam itu Tante Linda menginap dikamarku. Sampai pagi kami merengkuh kenikmatan.</span>hantumonkihttp://www.blogger.com/profile/17642631795725605946noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1925213797991915871.post-80322029120735545802013-09-04T23:33:00.002-07:002013-09-04T23:33:54.910-07:00Menikmati selingkuh dengan Om Suamiku<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Aku baru menikah, karena suamiku belum punya rumah, kamu numpang di rumah om nya yang duda tanpa anak dan tinggal sendiri. Sebagai pengantin baru, tentunya aku dan suamiku lebih sering menghabiskan waktu di kamar. Sayangnya suamiku tidak perkasa kalo di ranjang. Sering ditengah permainan, saat aku sedang nikmat2nya suamiku keok duluan. Suatu sore, sepulang dari kantor, om lupa membawa kunci rumah.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Dia rupanya mengetok pintu cukup lama tetapi aku tidak mendengarnya karena aku sedang di kamar mandi. Ketika keluar dari kamar mandi, baru samar2 aku mendengar ketukan pintu. Siapa, pikirku sambil segera mengenakan kimono dari bahan handuk yang pendek, sekitar 15 cm diatas lutut. Aku membukakan pintu. Om ternganga melihat kondisi aku yang baru selesai mandi. Tinggi ku sekitar 167 cm. Rambutku tergerai sebahu. Wajah ku cantik dengan bentuk mata, alis, hidung, dan bibir yang indah, itu kata suamiku lo. Karena kimonoku pendek, maka paha dan betis ku tampak dengan jelas.. Kulitku kelihatan licin, dihiasi oleh rambut-rambut halus yang pendek. Pinggulku besar melebar. Pinggangku kelihatan ramping. Sementara kimono yang menutupi dadaku belum sempat kuikat secara sempurna, menyebabkan belahan toketku yang montok itu menyembul di belahan baju, pentilku membayang di kimonoku. Aku belum sempat mengenakan bra. Leherku jenjang dengan beberapa helai rambut terjuntai. Sementara bau harum sabun mandi terpancar dari tubuhku. Dari samping toketku begitu menonjol dari balik kimonoku. Om berjalan mengikutiku menuju ruang makan. Pasti dia memperhatikan gerak tubuhku dari belakang. Pinggulku yang besar itu meliuk ke kiri-kanan mengimbangi langkah-langkah kakiku.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">"Sori Sin, om lupa bawa kunci. Kamu terganggu mandinya ya", katanya. "Udah selesai kok om", jawabku. Dia duduk di meja makan. Aku mengambilkan teh untuknya dan kemudian masuk ke kamar. Tak lama kemudian aku keluar hanya mengenakan daster tipis berbahan licin, tonjolan toketku membusung. Aku tidak mengenakan bra, sehingga kedua pentilku tampak jelas sekali tercetak di dasterku. Aku mengambil toples berisi kue dari lemari makan. Pada posisi membelakanginya, pasti dia menatap tubuhku dari belakang. Kita ngobrol ngalor ngidul soal macem2. Dia menatapku dari dekat tanpa rasa risih. Aku tidak menyadari bahwa belahan daster di dadaku mempertontonkan toketku yang montok kala agak merunduk. Akhirnya pembicaraan menyerempet soal sex. "Sin, kamu gak puas ya sama suami kamu", kataku to the point. Aku tertunduk malu, mukaku semu kemerahan. "Kok om tau sih", jawabku lirih. "Om kan pernah denger kamu melenguh awalnya, cuma akhirnya mengeluh. Suami kamu cepet ngecretnya ya", katanya lagi. "Iya om, cepet banget keluarnya. Sintia baru mulai ngerasa enak, dia udah keluar. Kesel deh jadinya, kaya Sintia cuma jadi pemuas napsunya aja", aku mulai curhat. Dia hanya mendengarkan curhatanku saja. "Om, mandi dulu deh, udah waktunya makan. Sintia nyiapin makan dulu ya", kataku mengakhiri pembicaraan seru. "Kirain Sintia nawarin mau mandiin", godanya. "Ih si om, genit", jawabku tersipu. "Kalo Sintia mau, om gak keberatan lo", jawabnya lagi. Aku tidak menjawab hanya berlalu ke dapur, menyiapkan makan. Sementara itu dia masuk kamarnya dan mandi. Selesai mandi, dia hanya memakai celana pendek dan kaos. Kelihatannya dia tidak mengenakan CD karena kontolnya yang ternyata ngaceng berat kelihatan jelas tercetak di celana pendeknya. Aku diam saja melihat ngacengnya kontolnya dari luar celana pendeknya. Rupanya om terangsang ketika ngobrol seru sebelum dia mandi itu. Ketika makan malem, kita ngobrol soal yang lain, aku berusaha tidak mengarahkan pembicaraan kearah yang tadi. Tetapi om masih diabawah pengaruh napsu berahinya. Dia menatapku dengan pandangan yang seakan2 mau menelanjangiku.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Selesai makan, aku membereskan piring dan gelas. Sekembalinya dari dapur, aku terpeleset sehingga terjatuh. Rupanya ada air yang tumpah ketika aku membawa peralatan makan ke dapur. Betis kanan ku membentur rak kayu. "Aduh", aku mengerang kesakitan. Dia segera menolongnya. Punggung dan pinggulku diraihnya. Dia membopong ku kekamarku. Dia meletakkan aku di ranjang. Belahan dasterku terbuka lebih lebar sehingga dia dapat dengan leluasa melihat kemontokan toketku. Aku berusaha meraih betisku yang terbentur rak tadi. Kulihat bekas benturan tadi membuat sedikit memar di betis ku. Dia pun berusaha membantuku. Diraihnya betisku seraya diraba dan diurut bagian betis yang memar tersebut. "Pelan om, sakit", erangku lagi. Sambil terus memijit betisku, dia memandang wajahku. Mataku akhirnya terpejam. Nafasku jadi teratur. Aku sudah tertidur. Mungkin karena lelah seharian membereskan rumah.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Mendadak aku terbangun karena om membuka dasterku. "Om, Sintia mau diapain", kataku lirih. Dia terkejut dan segera menghentikan aksinya. Dia memandangi tubuh mulusku tanpa daster yang menghalanginya. Tubuh molekku sungguh membangkitkan birahi. toket yang besar membusung, pinggang yang ramping, dan pinggul yang besar melebar. pentilku berdiri tegak. Rupanya selama aku tertidur, dia menggerayangi sekujur tubuhku sehingga naspunya tak terbendung lagi. Dia sudah bertelanjang bulat. Aku terkejut melihat kontolnya yang begitu besar dan panjang (dibandingkan dengan kontol suamiku) dalam keadaan sangat tegang. Napsuku bangkit juga melihat kontolnya, timbul hasratku untuk merasakan bagaimana nikmatnya kalo kontol besar itu menggesek keluar masuk nonokku.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">"Sin, om mau ngasi kenikmatan sama kamu, mau enggak", katanya perlahan sambil mencium toket ku yang montok. Aku diam saja, mataku terpejam. Dia mengendus-endus kedua toketku yang berbau harum sambil sesekali mengecupkan bibir dan menjilatkan lidahnya. pentil toket kananku dilahap ke dalam mulutnya. Badanku sedikit tersentak ketika pentil itu digencet perlahan dengan menggunakan lidah dan gigi atasnya. "Om...", rintihku, tindakannya membangkitkan napsuku juga. Aku menjadi sangat ingin merasakan kenikmatan dientot, sehingga aku diam saja membiarkan dia menjelajahi tubuhku. Disedot-sedotnya pentil toketku secara berirama. Mula-mula lemah, lama-lama agak diperkuat sedotannya. Diperbesar daerah lahapan bibirnya. Kini pentil dan toket sekitarnya yang berwarna kecoklatan itu semua masuk ke dalam mulutnya. Kembali disedotnya daerah tersebut dari lemah-lembut menjadi agak kuat. Mimik wajahku tampak sedikit berubah, seolah menahan suatu kenikmatan. Kedua toketku yang harum itu diciumi dan disedot-sedot secara berirama. Sambil terus menggumuli toketku dengan bibir, lidah, dan wajahnya, dia terus menggesek-gesekkan kontol di kulit pahaku yang halus dan licin. Dibenamkannya wajahnya di antara kedua belah gumpalan dada ku. Perlahan-lahan dia bergerak ke arah bawah. Digesek-gesekkan wajahnya di lekukan tubuhku yang merupakan batas antara gumpalan toket dan kulit perutku. Kiri dan kanan diciumi dan dijilatinya secara bergantian. Kecupan-kecupan bibir, jilatan-jilatan lidah, dan endusan-endusan hidungnya pun beralih ke perut dan pinggangku. Sementara gesekan-gesekan kepala kontolnya pindah ke betisku. Bibir dan lidahnya menyusuri perut sekeliling pusarku yang putih mulus. Wajahnya bergerak lebih ke bawah. Dengan nafsu yang menggelora dia memeluk pinggulku secara perlahan-lahan. Kecupannya pun berpindah ke CD tipis yang membungkus pinggulku. Ditelusurinya pertemuan antara kulit perut dan CD, ke arah pangkal paha. Dijilatnya helaian-helaian rambut jembutku yang keluar dari CDku. Lalu diendus dan dijilatnya CD pink itu di bagian belahan bibir nonokku. Aku makin terengah menahan napsuku, sesekali aku melenguh menahan kenikmatan yang kurasakan.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Dia bangkit. Dengan posisi berdiri di atas lutut dikangkanginya tubuhku. kontolnya yang tegang ditempelkan di kulit toketku. Kepala kontol digesek-gesekkan di toketku yang montok itu. Sambil mengocok batangnya dengan tangan kanannya, kepala kontolnya terus digesekkan di toketku, kiri dan kanan. Setelah sekitar dua menit dia melakukan hal itu. Diraih kedua belah gumpalan toketku yang montok itu. Dia berdiri di atas lutut dengan</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">mengangkangi pinggang ramping ku dengan posisi badan sedikit membungkuk. kontolnya dijepitnya dengan kedua gumpalan toketku. Perlahan-lahan digerakkannya maju-mundur kontolnya di cekikan kedua toket ku. Di kala maju, kepala kontolnya terlihat mencapai pangkal leherku yang jenjang. Di kala mundur, kepala kontolnya tersembunyi di jepitan toketku. Lama-lama gerak maju-mundur kontolnya bertambah cepat, dan kedua toketku ditekannya semakin keras dengan telapak tangannya agar jepitan di kontolku semakin kuat. Dia pun merem melek menikmati enaknya jepitan toketku. Akupun mendesah-desah tertahan, "Ah... hhh... hhh... ah..."</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">kontolnya pun mulai melelehkan sedikit cairan. Cairan tersebut membasahi belahan toketku. Gerakan maju-mundur kontolnya di dadaku yang diimbangi dengan tekanan-tekanan dan remasan-remasan tangannya di kedua toketnya, menyebabkan cairan itu menjadi teroles rata di sepanjang belahan dadaku yang menjepit kontolku. Cairan tersebut menjadi pelumas yang memperlancar maju-mundurnya kontolnya di dalam jepitan toketku. Dengan adanya sedikit cairan dari kontolnya tersebut dia terlihat merasakan keenakan dan kehangatan yang luar biasa pada gesekan-gesekan batang dan kepala kontolnya dengan toketku. "Hih... hhh... ... Luar biasa enaknya...," dia tak kuasa menahan rasa enak yang tak terperi. Nafasku menjadi tidak teratur. Desahan-desahan keluar dari bibirku , yang kadang diseling desahan lewat hidungku, "Ngh... ngh... hhh... heh... eh... ngh..." Desahan-desahanku semakin membuat nafsunya makin memuncak. Gesekan-gesekan maju-mundurnya kontolnya di jepitan toketku semakin cepat. kontolku semakin tegang dan keras. "Enak sekali, Sin", erangnya tak tertahankan. Dia menggerakkan kontolnya maju-mundur di jepitan toketku dengan semakin cepat. Alis mataku bergerak naik turun seiring dengan desah-desah perlahan bibirku akibat tekanan-tekanan, remasan-remasan, dan kocokan-kocokan di toketku. Ada sekitar lima menit dia menikmati rasa keenakan luar biasa di jepitan toketku itu.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Toket sebelah kanan dilepas dari telapak tangannya. Tangan kanannya lalu membimbing kontol dan menggesek-gesekkan kepala kontol dengan gerakan memutar di kulit toketku yang halus mulus. Sambil jari-jari tangan kirinya terus meremas toket kiriku, kontolnya digerakkan memutar-mutar menuju ke bawah. Ke arah perut. Dan di sekitar pusarku, kepala kontolnya digesekkan memutar di kulit perutku yang putih mulus, sambil sesekali disodokkan perlahan di lobang pusarku. Dicopotnya CD minimku. Pinggulku yang melebar itu tidak berpenutup lagi. Kulit perutku yang semula tertutup CD tampak jelas sekali. Licin, putih, dan amat mulus. Di bawah perutku, jembutku yang hitam lebat menutupi daerah sekitar nonokku. Kedua paha mulusku direnggangkannya lebih lebar. Kini hutan lebat di bawah perutku terkuak, mempertontonkan nonokku. Dia pun mengambil posisi agar kontolnya dapat mencapai nonokku dengan mudahnya. Dengan tangan kanan memegang kontol, kepalanya digesek-gesekkannya ke jembutku. Kepala kontolnya bergerak menyusuri jembut menuju ke nonokku. Digesek-gesekkan kepala kontol ke sekeliling bibir nonokku. Terasa geli dan nikmat. Kepala kontol digesekkan agak ke arah nonokku. Dan menusuk sedikit ke dalam. Lama-lama dinding mulut nonokku menjadi basah. Digetarkan perlahan-lahan kontolnya sambil terus memasuki nonokku.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Kini seluruh kepala kontolnya yang berhelm pink tebenam dalam jepitan mulut nonokku. Kembali dari mulutku keluar desisan kecil karena nikmat tak terperi. Kontolnya semakin tegang. Sementara dinding mulut nonokku terasa semakin basah. Perlahan-lahan kontolnya ditusukkan lebih ke dalam. Kini tinggal separuh kontol yang tersisa di luar. Secara perlahan dimasukkan kontolnya ke dalam nonokku. Terbenam sudah seluruh kontolnya di dalam nonokku. Sekujur kontol sekarang dijepit oleh nonokku . Secara perlahan-lahan digerakkan keluar-masuk kontolnya ke dalam nonokku. Sewaktu keluar, yang tersisa di dalam nonokku hanya kepalanya saja. Sewaktu masuk seluruh kontol terbenam di dalam nonokku sampai batas pangkalnya. Dia terus memasuk-keluarkan kontolnya ke lobang nonokku. Alis mataku terangkat naik setiap kali kontolnya menusuk masuk nonokku secara perlahan. Bibir segarku yang sensual sedikit terbuka, sedang gigiku terkatup rapat. Dari mulut sexy ku keluar desis kenikmatan, "Sssh...sssh... hhh... hhh... ssh... sssh..." Dia terus mengocok perlahan-lahan nonokku. Enam menit sudah hal itu berlangsung. Kembali dikocoknya secara perlahan nonokku sampai selama dua menit. Kembali ditariknya kontolnya dari nonokku. Namun tidak seluruhnya, kepala kontol masih dibiarkannya tertanam dalam nonokku. Sementara kontol dikocoknya dengan jari-jari tangan kanannya dengan cepat</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Rasa enak itu agaknya kurasakan pula. Aku mendesah-desah akibat sentuhan-sentuhan getar kepala kontolnya pada dinding mulut nonokku, "Sssh... sssh... zzz...ah... ah... hhh..." Tiga menit kemudian dimasukkannya lagi seluruh kontolnya ke dalam nonokku. Dan dikocoknya perlahan. Sampai kira-kira empat menit. Lama-lama dia mempercepat gerakan keluar-masuk kontolnya pada nonokku. Sambil tertahan-tahan, dia mendesis-desis, "Sin... nonokmu luar biasa... nikmatnya..."</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Gerakan keluar-masuk secara cepat itu berlangsung sampai sekitar empat menit. Tiba-tiba dicopotnya kontol dari nonokku. Segera dia berdiri dengan lutut mengangkangi tubuhku agar kontolnya mudah mencapai toketku. Kembali diraihnya kedua belah toket montok ku untuk menjepit kontolnya yang berdiri dengan amat gagahnya. Agar kontolnya dapat terjepit dengan enaknya, dia agak merundukkan badannya. Kontol dikocoknya maju-mundur di dalam jepitan toketku. Cairan nonokku yang membasahi kontolnya kini merupakan pelumas pada gesekan-gesekan kontolnya dan kulit toketku. "Oh...hangatnya... Sssh... nikmatnya...Tubuhmu luarrr biasa...", dia merintih-rintih keenakan. Akus juga mendesis-desis keenakan, "Sssh.. sssh... sssh..." Gigiku tertutup rapat. Alis mataku bergerak ke atas ke bawah. Dia mempercepat maju-mundurnya kontolnya. Dia memperkuat tekanan pada toketku agar kontolnya terjepit lebih kuat. Karena basah oleh cairan nonokku, kepala kontolnya tampak amat mengkilat di saat melongok dari jepitan toketku. Leher kontol yang berwarna coklat tua dan helm kontol yang berwarna pink itu menari-nari di jepitan toketku. Semakin dipercepat kocokan kontolnya pada toketku. Tiga menit sudah kocokan hebat kontolnya di toket montok ku berlangsung. Dia makin cepat mengocokkan kontol di kempitan toket indah ku. Akhirnya dia tak kuasa lagi membendung jebolnya tanggul pertahanannya. "Sin..!" pekiknya dengan tidak tertahankan. Matanya membeliak-beliak. Jebollah pertahanannya. Kontolnya menyemburkan peju. Crot! Crot! Crot! Crot!</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Pejunya menyemprot dengan derasnya. Sampai empat kali. Kuat sekali semprotannya, sampai menghantam rahangku. Peju tersebut berwarna putih dan kelihatan sangat kental. Dari rahang peju mengalir turun ke arah leherku. Peju yang tersisa di dalam kontolnya pun menyusul keluar dalam tiga semprotan. Cret! Cret! Cret! Kali ini semprotannya lemah. Semprotan awal hanya sampai pangkal leherku, sedang yang terakhir hanya jatuh di atas</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">belahan toketku. Dia menikmati akhir-akhir kenikmatan. "Luar biasa...Sin, nikmat sekali tubuhmu...," dia bergumam. "Kok gak dikeluarin di dalem aja om", kataku lirih. "Gak apa kalo om ngecret didalem Sin", jawabnya. "Gak apa om, Sintia pengen ngerasain esemprot peju anget. Tapi Sintia ngerasa nikmat sekali om, belum pernah Sintia ngerasain kenikmatan seperti ini", kataku lagi. "Ini baru ronde pertama Sin, mau lagi kan ronde kedua", katanya. "Mau om, tapi ngecretnya didalem ya", jawabku. "Kok tadi kamu diem aja Sin", katanya lagi. "Bingung om, tapi nikmat", jawabku sambil tersenyum. "Engh..." aku menggeliatkan badanku. Dia segera mengelap kontol dengan tissue yang ada di atas meja, dan memakai celana pendek. Beberapa lembar tissue diambil untuk mengelap peju yang berleleran di rahang, leher, dan toketku. Ada yang tidak dapat dilap, yakni cairan peju yang sudah terlajur jatuh di rambut ku. "Mo kemana om", tanyaku. "Mo ambil minum dulu", jawabnya. "Kok celananya dipake, katanya mau ronde kedua", kataku. Aku sudah pengen dia menggelutiku sekali lagi.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Dia kembali membawa gelas berisi air putih, diberikannya kepada ku yang langsung kutenggak sampe habis. Dia keluar lagi untuk mengisi gelas dengan air dan kembali lagi ke kekamar. Masih tidak puas dia memandangi toket indahku yang terhampar di depan matanya. Dia memandang ke arah pinggangku yang ramping dan pinggulku yang melebar indah. Terus tatapannya jatuh ke nonokku yang dikelilingi oleh jembut hitam jang lebat. Aku ingin mengulangi permainan tadi, digeluti, didekap kuat. Mengocok nonokku dengan kontolnya dengan irama yang menghentak-hentak kuat. Dan dia dapat menyemprotkan pejunya di dalam nonokku sambil merengkuh kuat-kuat tubuhnya saat aku nyampe. Nafsuku terbakar.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">"Sin...," desahnya penuh nafsu. Bibirnya pun menggeluti bibirku. Bibir sensualku yang menantang itu dilumat-lumat dengan ganasnya. Sementara aku pun tidak mau kalah. Bibirku pun menyerang bibirnya dengan dahsyatnya, seakan tidak mau kedahuluan oleh lumatan bibirnya. Kedua tangannyapun menyusup diantara lenganku. Tubuhku sekarang berada dalam dekapannya. Dia mempererat dekapannya, sementara aku pun mempererat pelukanku pada dirinya. Kehangatan tubuhnya terasa merembes ke badanku, toketku yang membusung terasa semakin menekan dadanya. Aku meremas-remas kulit punggungnya. Aku mencopot celananya dan merangkul punggungnya lagi. Dia kembali mendekap erat tubuhku sambil melumat kembali bibirku. Dia terus mendekap tubuhku sambil saling melumat bibir. Sementara tangan kami saling meremas-remas kulit punggung. Kehangatan menyertai tubuh bagian depan kami yang saling menempel. Kini kurasakan toketku yang montok menekan ke dadanya. Dan ketika saling sedikit bergeseran, pentilku seolah-olah menggelitiki dadanya. Kontolnya terasa hangat dan mengeras. Tangan kirinya pun turun ke arah perbatasan pinggang ramping dan pinggul besar ku, menekannya kuat-kuat dari belakang ke arah perutnya. Kontolnya tergencet diantara perut bawahku dan perut bawahnya. Sementara bibirnya bergerak ke arah leherku, diciumi, dihisap-hisap dengan hidungnya, dan dijilati dengan lidahnya. "Ah... geli... geli...," desahku sambil menengadahkan kepala, agar seluruh leher sampai daguku terbuka dengan luasnya. Aku pun membusungkan dadaku dan melenturkan pinggangku ke depan. Dengan posisi begitu, walaupun wajahnya dalam keadaan menggeluti leherku, tubuh kami dari dada hingga bawah perut tetap dapat menyatu dengan rapatnya. Tangan kanannya lalu bergerak ke dadaku yang montok, dan meremas-remas toketku dengan perasaan gemas.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Setelah puas menggeluti leherku, wajahnya turun ke arah belahan dadaku. Dia berdiri dengan agak merunduk. Tangan kirinya pun menyusul tangan kanan, yakni bergerak memegangi toket. Digeluti belahan toketku, sementara kedua tangannya meremas-remas kedua belah toketku sambil menekan-nekankannya ke arah wajahnya. Digesek-gesekkan memutar wajahnya di belahan toketku. Bibirnya bergerak ke atas bukit toket sebelah kiri.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Diciuminya bukit toketku, dan dimasukkan pentil toketku ke dalam mulutnya. Kini dia menyedot-sedot pentil toket kiriku. Dimainkan pentilku di dalam mulutnya dengan lidah. Sedotan kadang diperbesar ke puncak bukit toket di sekitar pentil yang berwarna coklat. "Ah... ah... om...geli...," aku mendesis-desis sambil menggeliatkan tubuh ke kiri-kanan. Dia memperkuat sedotannya. Sementara tangannya meremas kuat toket sebelah kanan. Kadang remasan diperkuat dan diperkecil menuju puncak, dan diakhiri dengan tekanan-tekanan kecil jari telunjuk dan ibu jarinya pada pentilku. "Om... hhh... geli... geli... enak... enak... ngilu...ngilu..." Dia semakin gemas. Toketku dimainkan secara bergantian, antara sebelah kiri dan sebelah kanan. Bukit toket kadang disedot sebesar-besarnya dengan tenaga isap sekuat-kuatnya, kadang yang disedot hanya pentilku dan dicepit dengan gigi atas dan lidah. Belahan lain kadang diremas dengan daerah tangkap sebesar-besarnya dengan remasan sekuat-kuatnya, kadang hanya dipijit-pijit dan dipelintir-pelintir kecil pentil yang mencuat gagah di puncaknya. "Ah...om... terus... hzzz...</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">ngilu... ngilu..." aku mendesis-desis keenakan. Mataku kadang terbeliak-beliak. Geliatan tubuhku ke kanan-kiri semakin sering frekuensinya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Sampai akhirnya aku tidak kuat melayani serangan-serangan awalnya. Jari-jari tangan kananku yang mulus dan lembut menangkap kontolnya yang sudah berdiri dengan gagahnya. "Om.. kontolnya besar ya", ucapku. Sambil membiarkan mulut, wajah, dan tangannya terus memainkan dan menggeluti kedua belah toketku, jari-jari lentik tangan kananku meremas-remas perlahan kontolnya secara berirama. Dia merengkuh tubuhku dengan gemasnya. Dikecupnya kembali daerah antara telinga dan leherku. Kadang daun telinga sebelah bawahnya dikulum dalam mulutnya dan dimainkan dengan lidahnya. Kadang ciumannya berpindah ke punggung leherku yang jenjang. Dijilati pangkal helaian rambutku yang terjatuh di kulit leherku. Sementara tangannya mendekap dadaku dengan eratnya. Telapak dan jari-jari tangannya meremas-remas kedua belah toketku. Remasannya kadang sangat kuat, kadang melemah. Sambil telunjuk dan ibu jari tangan kanannya menggencet dan memelintir perlahan pentil toket kiriku, sementara tangan kirinya meremas kuat bukit toket kananku dan bibirnya menyedot kulit mulus pangkal leherku yang bebau harum, kontolnya digesek-gesekkan dan ditekan-tekankan ke perutku. Aku pun menggelinjang ke kiri-kanan. "Ah... om... ngilu... terus om... terus... ah... geli... geli...terus... hhh... enak... enaknya... enak...," aku merintih-rintih sambil terus berusaha menggeliat ke kiri-kanan dengan berirama sejalan dengan permainan tangannya di toketku. Akibatnya pinggulku menggial ke kanan-kiri. "Sin.. enak sekali Sin... sssh... luar biasa... enak sekali...," diapun mendesis-desis keenakan. "Om keenakan ya? kontol om terasa besar dan keras sekali menekan perut Sintia. Wow... kontol om terasa hangat di kulit perut Sintia. Tangan om nakal sekali ... ngilu,...," rintihku. "Jangan mainkan hanya pentilnya saja... geli... remas seluruhnya saja..." aku semakin menggelinjang-gelinjang dalam dekapan eratnya. Aku sudah makin liar saja desahannya, aku sangat menikmati gelutannya, lupa bahwa dia ini om suamiku. "Om.. remasannya kuat sekali... Tangan om nakal sekali..Sssh... sssh... ngilu... ngilu...Ak... kontol om ... besar sekali... kuat sekali..."</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Aku menarik wajahnya mendekat ke wajahku. Bibirku melumat bibirnya dengan ganasnya. Dia pun tidak mau kalah. Dilumatnya bibirku dengan penuh nafsu yang menggelora, sementara tangannya mendekap tubuhku dengan kuatnya. Kulit punggungku yang teraih oleh telapak tangannya diremas-remas dengan gemasnya. Kemudian dia menindihi tubuhku. Kontolnya terjepit di antara pangkal pahaku dan perutnya bagian bawah. Akhirnya dia tidak sabar lagi. Bibirnya kini berpindah menciumi dagu dan leherku, sementara tangannya membimbing kontolnya untuk mencari nonokku. Diputar-putarkan dulu kepala kontolnya di kelebatan jembut disekitar bibir nonokku. Aku meraih kontolnya yang sudah amat tegang. Pahaku yang mulus itu terbuka agak lebar. "Om kontolnya besar dan keras sekali" kataku sambil mengarahkan kepala kontolnya ke nonokku. Kepala kontolnya menyentuh bibir nonokku yang sudah basah. Dengan perlahan-lahan dan sambil digetarkan, kontol ditekankan masuk ke kunonok. Kini seluruh kepala kontolnya pun terbenam di dalam nonokku. Dia menghentikan gerak masuk kontolnya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">"Om... teruskan masuk... Sssh... enak... jangan berhenti sampai situ saja...," aku protes atas tindakannya. Namun dia tidak perduli. Dibiarkan kontolnya hanya masuk ke nonokku hanya sebatas kepalanya saja, namun kontolnya digetarkan dengan amplituda kecil. Sementara bibir dan hidungnya dengan ganasnya menggeluti leherku yang jenjang, lengan tanganku yang harum dan mulus, dan ketiakku yang bersih dari bulu. Aku menggelinjang-gelinjang dengan tidak karuan. "Sssh... sssh...enak... enak... geli... geli, om. Geli... Terus masuk, om.." Bibirnya mengulum kulit lengan tanganku dengan kuat-kuat. Sementara tenaga dikonsentrasikan pada pinggulnya. Dan... satu... dua... tiga! kontolnya ditusukkan sedalam-dalamnya ke dalam nonokku dengan sangat cepat dan kuat. Plak! Pangkal pahanya beradu dengan pangkal pahaku yang sedang dalam posisi agak membuka dengan kerasnya. Sementara kontolnya bagaikan diplirid oleh bibir nonokku yang sudah basah dengan kuatnya sampai menimbulkan bunyi: srrrt! "Auwww!" pekikku. Dia diam sesaat, membiarkan kontolnya tertanam seluruhnya di dalam nonokku tanpa bergerak sedikit pun. "Sakit om... " kataku sambil meremas punggungnya dengan keras. Dia pun mulai menggerakkan kontolnya keluar-masuk nonokku. Seluruh bagian kontolnya yang masuk nonokku dipijit-pijit dinding lobang nonokku dengan agak kuatnya. "Bagaimana Sin, sakit?" tanyaku. "Sekarang sudah enggak om...ssh... enak sekali... enak sekali... kontol om besar dan panjang sekali... sampai-sampai menyumpal penuh seluruh penjuru nonok Sintia..," jawabku. Dia terus memompa nonokku dengan kontolnya perlahan-lahan. Toketku yang menempel di dadanya ikut terpilin-pilin oleh dadanya akibat gerakan memompa tadi. Kedua pentilku yang sudah mengeras seakan-akan mengkilik-kilik dadanya. Kontolnya diiremas-remas dengan berirama oleh otot-otot nonokku sejalan dengan genjotannya tersebut. Sementara setiap kali menusuk masuk kepala kontolnya menyentuh suatu daging hangat di dalam nonokku. Sentuhan tersebut serasa geli-geli nikmat.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Dia mengambil kedua kakiku dan mengangkatnya. Sambil menjaga agar kontolnya tidak tercabut dari nonokku, dia mengambil posisi agak jongkok. Betis kananku ditumpangkan di atas bahunya, sementara betis kiriku didekatkan ke wajahnya. Sambil terus mengocok nonokku perlahan dengan kontolnya, betis kiriku yang amat indah itu diciumi dan dikecupi dengan gemasnya. Setelah puas dengan betis kiri, ganti betis kanannya yang diciumi dan digeluti, sementara betis kiriku ditumpangkan ke atas bahunya. Begitu hal tersebut dilakukan beberapa kali secara bergantian, sambil mempertahankan gerakan kontolnya maju-mundur perlahan di nonok ku. Setelah puas dengan cara tersebut, dia meletakkan kedua betisku di bahunya, sementara kedua telapak tangannya meraup kedua belah toketku. Masih dengan kocokan kontol perlahan di nonokku, tangannya meremas-remas toket montok ku. Kedua gumpalan daging kenyal itu diremas kuat-kuat secara berirama. Kadang kedua pentilku digencet dan dipelintir-pelintir secara perlahan. Pentilku semakin mengeras, dan bukit toketku semakin terasa kenyal di telapak tangannya. Aku pun merintih-rintih keenakan. Mataku merem-melek, dan alisku mengimbanginya dengan sedikit gerakan tarikan ke atas dan ke bawah. "Ah... om, geli... geli... ... Ngilu om, ngilu... Sssh... sssh... terus om, terus.... kontol om membuat nonok Sintia merasa enak sekali... Nanti jangan dingecretinkan di luar nonok, ya om. Ngecret di dalam saja... " Dia mulai mempercepat gerakan masuk-keluar kontolnya di nonokku. "Ah-ah-ah... bener, om. Bener... yang cepat...Terus om, terus... " Dia bagaikan diberi spirit oleh rintihan-rintihanku.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Tenaganya menjadi berlipat ganda. Ditingkatkan kecepatan keluar-masuk kontolnya di nonokku. Terus dan terus. Seluruh bagian kontolnya diremas-remas dengan cepatnya oleh nonokku. Aku menjadi merem-melek. Begitu juga dirinya, dia pun merem-melek dan mendesis-desis karena merasa keenakan yang luar biasa.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">"Sssh... sssh... Sin... enak sekali... enak sekali nonokmu... enak sekali nonokmu..." "Ya om, Sintia juga merasa enak sekali... terusss...terus om, terusss..." Dia meningkatkan lagi kecepatan keluar-masuk kontolnya pada nonokku. "Om... sssh... sssh... Terus... terus... Sintia hampir nyampe...sedikit lagi... sama-sama ya om...," aku jadi mengoceh tanpa kendali. Dia mengayuh terus. Sementara itu nonokku berdenyut dengan hebatnya. "Om... Ah-ah-ah-ah-ah... Mau keluar om... mau keluar..ah-ah-ah-ah-ah... sekarang ke-ke-ke..." Tiba-tiba kontolnya dijepit oleh dinding nonok ku dengan sangat kuatnya. Di dalam nonokku, kontolnya disemprot oleh cairan yang keluar dari nonokku dengan cukup derasnya. Dan aku meremas lengan tangannya dengan sangat kuatnya. Aku pun berteriak tanpa kendali: "...keluarrr...!" Mataku membeliak-beliak. Sekejap tubuh kurasakan mengejang.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Dia pun menghentikan genjotannya. Kontolnya yang tegang luar biasa dibiarkan tertanam dalam nonokku. Aku memejam beberapa saat dalam menikmati puncak. Setelah sekitar satu menit berlangsung, remasan tanganku pada lengannya perlahan-lahan mengendur. Kelopak mataku pun membuka, memandangi wajahnya. Sementara jepitan dinding nonokku pada kontolnya berangsur-angsur melemah, walaupun kontolnya masih tegang dan keras. Kedua kakiku lalu diletakkan kembali di atas ranjang dengan posisi agak membuka. Dia kembali menindih tubuh telanjangku dengan mempertahankan agar kontolnya yang tertanam di dalam nonokku tidak tercabut.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">"Om... luar biasa... rasanya seperti ke langit ke tujuh," kataku dengan mimik wajah penuh kepuasan. Kontolnya masih tegang di dalam nonokku. Kontolnya masih besar dan keras. Dia kembali mendekap tubuhku. Kontolnya mulai bergerak keluar-masuk lagi di nonokku, namun masih dengan gerakan perlahan. Dinding nonokku secara berangsur-angsur terasa mulai meremas-remas kontolnya. Namun sekarang gerakan kontolnya lebih lancar dibandingkan dengan tadi. Pasti karena adanya cairan yang disemprotkan oleh nonokku beberapa saat yang lalu. "Ahhh...om... langsung mulai lagi... Sekarang giliran om.. semprotkan peju om di nonok Sintia.. Sssh...," aku mulai mendesis-desis lagi. Bibirnya mulai memagut bibirku dan melumat-lumatnya dengan gemasnya. Sementara tangan kirinya ikut menyangga berat badannya, tangan kanannya meremas-remas toket ku serta memijit-mijit pentilnya, sesuai dengan irama gerak maju-mundur kontolnya di nonokku. "Sssh... sssh... sssh... enak om, enak... Terus...teruss... terusss...," desisku. Sambil kembali melumat bibirku dengan kuatnya, dia mempercepat genjotan kontolnya di nonokku. Pengaruh adanya cairan di dalam nonokku, keluar-masuknya kontol pun diiringi oleh suara, "srrt-srret srrrt-srrret srrt-srret..." Aku tidak henti-hentinya merintih kenikmatan, "Om... ah... "</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Kontolnya semakin tegang. Dilepaskannya tangan kanannya dari toketku. Kedua tangannya kini dari ketiak ku menyusup ke bawah dan memeluk punggungku. Akupun memeluk punggungnya dan mengusap-usapnya. Dia pun memulai serangan dahsyatnya. Keluar-masuknya kontolnya ke dalam nonok ku sekarang berlangsung dengan cepat dan bertenaga. Setiap kali masuk, kontol dihunjamkan keras-keras agar menusuk nonokku sedalam-dalamnya. Kontolnya bagai diremas dan dihentakkan kuat-kuat oleh dinding nonokku. Sampai di langkah terdalam, aku membeliak sambil mengeluarkan seruan tertahan, "Ak!" Sementara daging pangkal pahanya bagaikan menampar daging pangkal pahaku sampai berbunyi: plak! Di saat bergerak keluar nonokku, kontolnya dijaga agar kepalanya tetap tertanam di nonokku. Remasan dinding nonokku pada kontolnya pada gerak keluar ini sedikit lebih lemah dibanding dengan gerak masuknya. Bibir nonokku yang mengulum kontolnya pun sedikit ikut tertarik keluar. Pada gerak keluar ini aku mendesah, "Hhh..." Dia terus menggenjot nonokku dengan gerakan cepat dan menghentak-hentak. Aku meremas punggungnya kuat-kuat di saat kontol dihunjam masuk sejauh-jauhnya ke nonokku. Beradunya daging pangkal paha menimbulkan suara: Plak! Plak! Plak! Plak! Pergeseran antara kontolnya dan nonokku menimbulkan bunyi srottt-srrrt... srottt-srrrt... srottt-srrrt... Kedua nada tersebut diperdahsyat oleh pekikan-pekikan kecilku: "Ak! Hhh... Ak! Hhh... Ak! Hhh..." "Sin... Enak sekali Sin... nonokmu enak sekali... nonokmu hangat sekali... jepitan nonokmu enak sekali..." "Om... terus om...," rintihku, "enak om... enaaak... Ak! Hhh..." Diapun mengocokkan kontolnya ke nonokku dengan semakin cepat dan kerasnya. Setiap masuk ke dalam, kontolnya berusaha menusuk lebih dalam lagi dan lebih cepat lagi dibandingkan langkah masuk sebelumnya. "Sin... aku... aku..." Karena menahan rasa nikmat yang luar biasa dia tidak mampu menyelesaikan ucapannya yang memang sudah terbata-bata itu. "Om, Ines... mau nyampe lagi... Ak-ak-ak... aku nyam..."</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Tiba-tiba kontolnya mengejang dan berdenyut dengan amat dahsyatnya. Dia tidak mampu lagi menahan lebih lama lagi. Namun pada saat itu juga tiba-tiba dinding nonok ku mencekik kuat sekali. Dengan cekikan yang kuat dan enak sekali itu, dia tidak mampu lagi menahan jebolnya bendungan pejunya. Pruttt! Pruttt! Pruttt! Kepala kontolnya disemprot cairan nonokku, bersamaan dengan pekikanku, "...nyampee...!" Tubuhku mengejang dengan mata membeliak-beliak. "Sin...!" dia melenguh keras-keras sambil merengkuh tubuhku sekuat-kuatnya. Wajahnya dibenamkan kuat-kuat di leherku yang jenjang. Pejunya pun tak terbendung lagi. Crottt! Crottt! Crottt! Pejunya menyembur dengan derasnya, menyemprot dinding nonokku yang terdalam. Kontolnya yang terbenam semua di dalam nonokku terasa berdenyut-denyut.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Beberapa saat lamanya kami terdiam dalam keadaan berpelukan erat sekali. Dia menghabiskan sisa-sisa peju dalam kontolnya. Cret! Cret! Cret! kontolnya menyemprotkan lagi peju yang masih tersisa ke dalam nonokku. Kali ini semprotannya lebih lemah. Perlahan-lahan baik tubuhku maupun tubuhnya tidak mengejang lagi. Dia menciumi leher mulusku dengan lembutnya, sementara aku mengusap-usap punggungnya dan mengelus-elus rambutnya. Aku merasa puas sekali dientot om.</span>hantumonkihttp://www.blogger.com/profile/17642631795725605946noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-1925213797991915871.post-31585018079775621752013-09-04T22:40:00.001-07:002013-09-04T23:26:55.595-07:00Nikmatnya Ngentot Mbk Evi<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Setelah 10thn menjalani rmh tangga dan telah dikaruniai 2 ank, tentunya kadang timbul kejenuhan dalam rmh tangga, untunglah karna kehidupan kami yang terbuka, kami dapat mengatasi rasa jenuh itu, termasuk dalam urusan seks tentunya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">awal dari segalanya adalah cerita dari istriku saat akan tidur, yang mengatakan bahwa evi tetangga depan rumah aq ternyata mempunyai suami yang impoten, aq agak terkejut tidak menyangka sama sekali, karna dilihat dari postur suaminya yang tinggi tegap rasanya tdk mungkin, memang yg aku tau mereka telah berumah tangga sekitar 5 tahun tapi blm dikaruniai seorang anakpun,</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“bener pah, td evi cerita sendiri sm mama” kata istriku seolah menjawab keraguanku,</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“wah, kasian banget ya mah, jadi dia gak bisa mencapai kepuasan dong mah?” pancingku</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“iya” sahut istriku singkat</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">pikiran aku kembali menerawang ke sosok yg diceritakan istriku, tetangga depan rumahku yang menurutku sangat cantik dan seksi, aku suka melihatnya kala pagi dia sedang berolahraga di depan rumahku yang tentunya di dpn rumahku jg, kebetulan tempat tinggal aku berada di cluster yang cukup elite, sehingga tidak ada pagar disetiap rumah, dan jalanan bisa dijadikan tempat olahraga, aku perkirakan tingginya 170an dan berat mungkin 60an, tinggi dan berisi, kadang saat dia olahraga pagi aku sering mencuri pandang pahanya yang putih dan mulus karena hanya mengenakan celana pendek, pinggulnya yg besar sungguh kontras dengan pinggangnya yang ramping, dan yang sering bikin aku pusing adalah dia selalu mengenakan kaos tanpa lengan, sehingga saat dia mengangkat tangan aku dapat melihat tonjolan buah dadanya yg keliatannya begitu padat bergotang mengikuti gerakan tubuhnya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Satu hal lagi yang membuat aku betah memandangnya adalah bulu ketiaknya yang lebat, ya lebat sekali, aku sendiri tidak mengerti kenapa dia tidak mencukur bulu ketiaknya, tapi jujur aja aku justru paling bernafsu saat melihat bulu ketiaknya yang hitam, kontras dengan tonjoilan buah dadanya yg sangat putih mulus. tapi ya aku hanya bisa memandang saja karna bagaimanapun juga dia adalah tetanggaku dan suaminya adalah teman aku. namun cerita istriku yang mengatakan suaminya impoten jelas membuat aku menghayal gak karuan, dan entah ide dari mana, aku langsung bicara ke istriku yang keliatannya sudah mulai pulas.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“mah” panggilku pelan</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“hem” istriku hanya menggunam saja</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“gimana kalau kita kerjain evi”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“hah?” istriku terkejut dan membuka matanya</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“maksud papa?”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Aku agak ragu juga menyampaikannya, tapi karna udah terlanjur juga akhirnya aku ungkapkan juga ke istriku,</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“ya, kita kerjain evi, sampai dia gak tahan menahan nafsunya”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“buat apa? dan gimana caranya?” uber istriku</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">lalu aku uraikan cara2 memancing birahi evi, bisa dengan seolah2 gak sengaja melihat, nbaik melihat senjata aku atau saat kamu ml, istriku agak terkejut juga</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">apalagi setelah aku uraikan tujuan akhirnya aku menikmati tubuh evi, dia marah dan tersinggung</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“papa sudah gila ya, mentang2 mama sudah gak menarik lagi!” ambek istriku</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">tapi untunglah setelah aku beri penjelasan bahwa aku hanya sekedar fun aja dan aku hanya mengungkapkan saja tanpa bermaksud memaksa mengiyakan rencanaku, istriku mulai melunak dan akhirnya kata2 yang aku tunggu dari mulutnya terucap.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“oke deh pah, kayanya sih seru juga, tapi inget jangan sampai kecantol, dan jangan ngurangin jatah mama” ancam istriku.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">aku seneng banget dengernya, aku langsung cium kening istriku. “so pasti dong mah, lagian selama ini kan mama sendiri yang gak mau tiap hari” sahutku.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“kan lumayan buat ngisi hari kosong saat mama gak mau main” kataku bercanda</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">istriku hanya terdiam cemberut manja.. mungkin juga membenarkan libidoku yang terlalu tinggi dan libidonya yang cenderung rendah.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">keesokan paginya, kebetulan hari Sabtu , hari libur kerja, setelah kompromi dgn istriku, kami menjalankan rencana satu, pukul 5.30 pagi istriku keluar berolahraga dan tentunya bertemu dengan evi, aku mengintip mereka dari jendela atas rumah aku dengan deg2an, setelah aku melihat mereka ngobrol serius, aku mulai menjalankan aksiku, aku yakin istriku sedang membicarakan bahwa aku bernafsu tinggi dan kadang tidak sanggup melayani, dan sesuai skenario aku harus berjalan di jendela sehingga mereka melihat aku dalam keadaan telanjang dengan senjata tegang, dan tidak sulit buatku karena sedari tadi melihat evi berolahraga saja senjataku sudah menegang kaku, aku buka celana pendekku hingga telanjang, senjataku berdiri menunjuk langit2, lalu aku berjalan melewati jendela sambil menyampirkan handuk di pundakku seolah2 mau mandi, aku yakin mereka melihat dengan jelas karena suasana pagi yang blm begitu terang kontras dengan keadaan kamarku yang terang benderang. tapi untuk memastikannya aku balik kembali berpura2 ada yang tertinggal dan lewat sekali lagi,</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">sesampai dikamar mandiku, aku segera menyiram kepalaku yang panas akibat birahiku yang naik, hemm segarnya, ternyata siraman air dingin dapat menetralkan otakku yg panas.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Setelah mandi aku duduk diteras berteman secangkir kopi dan koran, aku melihat mereka berdua masih mengobrol. Aku mengangguk ke evi yg kebetulan melihat aku sbg pertanda menyapa, aku melihat roma merah diwajahnya, entah apa yg dibicarakan istriku saat itu.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">Masih dengan peluh bercucuran istriku yg masih keliatan seksi jg memberikan jari jempolnya ke aku yang sedang asik baca koran, pasti pertanda bagus pikirku, aku segera menyusul istriku dan menanyakannya</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“gimana mah?” kejarku</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">istriku cuma mesem aja,</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">” kok jadi papa yg nafsu sih” candanya</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">aku setengah malu juga, akhirnya istriku cerita juga, katanya wajah evi keliatan horny saat dengar bahwa nafsu aku berlebihan, apalagi pas melihat aku lewat dengan senjata tegang di jendela, roman mukanya berubah.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“sepertinya evi sangat bernafsu pah” kata istriku.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“malah dia bilang mama beruntung punya suami kaya papa, tidak seperti dia yang cuma dipuaskan oleh jari2 suaminya aja”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“oh” aku cuma mengangguk setelah tahu begitu,</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“trus, selanjutnya gimana mah? ” pancing aku</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“yah terserah papa aja, kan papa yg punya rencana”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">aku terdiam dengan seribu khayalan indah,</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“ok deh, kita mikir dulu ya mah”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">aku kembali melanjutkan membaca koran yg sempat tertunda, baru saja duduk aku melihat suami evi berangkat kerja dengan mobilnya dan sempat menyapaku</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“pak, lagi santai nih, yuk berangkat pak” sapanya akrab</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">aku menjawab sapaannya dengan tersenyum dan lambaian tangan.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“pucuk dicinta ulam tiba” pikirku, ini adalah kesempatan besar, evi di rumah sendiri, tapi gimana caranya? aku memutar otak, konsentrasiku tidak pada koran tapi mencari cara untuk memancing gairah evi dan menyetubuhinya, tapi gimana? gimana? gimana?</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">sedang asiknya mikir, tau2 orang yang aku khayalin ada di dpn mataku,</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“wah, lagi nyantai nih pak, mbak yeni ada pak?” sapanya sambil menyebut nama istriku</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“eh mbak evi, ada di dalam mbak, masuk aja” jawabku setengah gugup</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">evi melangkah memasuki rumahku, aku cuma memperhatikan pantatnya yang bahenol bergoyang seolah memanggilku untuk meremasnya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">aku kembali hanyut dengan pikiranku, tapi keberadaan evi di rumahku jelas membuat aku segera beranjak dari teras dan masuk ke rumah juga, aku ingin melihat mereka, ternyata mereka sedang asik ngobrol di ruang tamu, obrolan mereka mendadak terhenti setelah aku masuk,</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“hayo, pagi2 sudah ngegosip! pasti lagi ngobrolin yg seru2 nih” candaku</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">mereka berdua hanya tersenyum.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">aku segera masuk ke kamar dan merebahkan tubuhku, aku menatap langit2 kamar, dan akhirnya mataku tertuju pada jendela kamar yang hordengnya terbuka, tentunya mereka bisa melihat aku pikirku, karena di kamar posisinya lebih terang dari diruang tamu, tentunya mereka bisa melihat aku, meskipun aku tidak bisa melihat mereka mengobrol?</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">reflek aku bangkit dari tempat tidur dan menggeser sofa kesudut yg aku perkirakan mereka dapat melihat, lalu aku lepas celana pendekku dan mulai mengocok senjataku, ehmm sungguh nikmat, aku bayangkan evi sedang melihatku ngocok dan sedang horny, senjataku langsung kaku.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">tapi tiba2 saja pintu kamarku terbuka, istriku masuk dan langsung menutup kembali pintu kamar.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“pa, apa2an sih pagi2 udah ngocok, dari ruang tamu kan kelihatan” semprot istriku</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“hah?, masa iya? tanyaku pura2 bego.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“evi sampai malu dan pulang tuh” cerocosnya lagi, aku hanya terdiam,</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">mendengar evi pulang mendadak gairahku jadi drop, aku kenakan kembali celanaku.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;"><br /></span>
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">sampai siang aku sama sekali belum menemukan cara untuk memancingnya, sampai istriku pergi mau arisan aku cuma rebahan di kamar memikirkan cara untuk menikmati tubuh evi,</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">” pasti lagi mikirin evi nih, bengong terus, awas ya bertindak sendiri tanpa mama” ancam istriku “mama mau arisan dulu sebentar”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">aku cuma mengangguk aja,</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">5 menit setelah istriku pergi, aku terbangun karna di dpn rumah terdengar suara gaduh, aku keluar dan melihat anakku yg laki bersama teman2nya ada di teras rumah evi dengan wajah ketakutan, aku segera menghampirinya, dan ternyata bola yang dimainkan anakku dan teman2nya mengenai lampu taman rumah evi hingga pecah, aku segera minta maaf ke evi dan berjanji akan menggantinya,</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">anakku dan teman2nya kusuruh bermain di lapangan yg agak jauh dari rumah,</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“mbak evi, aku pamit dulu ya, mau beli lampu buat gantiin” pamitku</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“eh gak usah pak, biar aja, namanya juga anak2, lagian aku ada lampu bekasnya yg dari developer di gudang, kalau gak keberatan nanti tolong dipasang yang bekasnya aja”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">aku lihat memang lampu yang pecah sudah bukan standar dr developer, tapi otakku jd panas melihat cara bicaranya dengan senyumnya dan membuat aku horny sendiri.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“kalau gitu mbak tolong ambil lampunya, nanti aku pasang” kataku</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“wah aku gak sampe pak, tolong diambilin didalam” senyumnya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">kesempatan datang tanpa direncanakan, aku mengangguk mengikuti langkahnya, lalu evi menunjukan gudang diatas kamar mandinya, ternyata dia memanfaatkan ruang kosong diatas kamar mandinya untuk gudang.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“wah tinggi mbak, aku gak sampe, mbak ada tangga?” tanyaku</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“gak ada pak, kalau pake bangku sampe gak” tanyanya</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“coba aja” kataku</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">evi berjalan ke dapur mengambil bangku, lambaian pinggulnya yang bulat seolah memanggilku untuk segera menikmatinya, meskipun tertutup rapat, namun aku bisa membayangkan kenikmatan di dalam dasternya.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">lamunanku terputus setelah evi menaruh bangku tepat didepanku, aku segera naik, tapi ternyata tanganku masih tak sampai meraih handle pintu gudang,</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“gak sampe mba” kataku</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">aku lihat evi agak kebingungan,</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“dulu naruhnya gimana mbak? ” tanyaku</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“dulu kan ada tukang yang naruh, mereka punya tangga”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“kalau gitu aku pinjem tangga dulu ya mba sama tetangga”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">aku segera keluar mencari pinjaman tangga, tapi aku sudah merencanakan hal gila, setelah dapat pinjaman tangga aluminium, aku ke rumah dulu, aku lepaskan celana dalamku, hingga aku hanya mengenakan celana pendek berbahan kaos, aku kembali ke rumah evi dgn membawa tangga, akhirnya aku berhasil mengambil lampunya. dan langsung memasangnya, tapi ternyata dudukan lampunya berbeda, lampu yang lama lebih besar, aku kembali ke dalam rumah dan mencari dudukan lampu yg lamanya, tp sudah aku acak2 semua tetapi tidak ketemu jg, aku turun dan memanggil evi, namun aku sama sekali tak melihatnya atau sahutannya saat kupanggil, “pasti ada dikamar: pikirku “wah bisa gagal rencanaku memancingnya jika evi dikamar terus”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">aku segera menuju kamarnya, namun sebelum mengetuknya niat isengku timbul, aku coba mengintip dari lubang kunci dan ternyata….</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">aku dapat pemandangan bagus, aku lihat evi sedang telanjang bulat di atas tempat tidurnya, jari2nya meremas buah dadanya sendiri, sedangkan tangan yang satunya menggesek2 klitorisnya, aku gemetar menahan nafsu, senjataku langsung membesar dan mengeras, andai saja tangan aku yang meremas buah dadanya… sedang asik2nya mengkhayal tiba2 evi berabjak dari tempat tidurnya dan mengenakan pakaian kembali, mungkin dia inget ada tamu, aku segera lari dan pura2 mencari kegudang, senjataku yang masih tegang aku biarkan menonjol jelas di celana pendekku yang tanpa cd.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“loh, nyari apalgi pak?” aku lihat muka evi memerah, ia pasti melihat tonjolan besar di celanaku</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“ini mbak, dudukannya lain dengan lampu yang pecah” aku turun dari tangga dan menunjukan kepadanya, aku pura2 tidak tahu keadaan celanaku, evi tampak sedikit resah saat bicara.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“jadi gimana ya pak? mesti beli baru dong” suara evi terdengar serak, mungkin ia menahan nafsu melihat senjataku dibalik celana pendekku, apalagi dia tadi sedang masturbasi.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">aku pura2 berfikir, padahal dalam hati aku bersorak karena sudah 60% evi aku kuasai, tapi bener sih aku lagi mikir, tapi mikir gimana cara supaya masuk dalam kamarnya dan menikmati tubuhnya yang begitu sempurna??</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“kayanya dulu ada pak. coba aku yang cari” suara evi mengagetkan lamunanku, lalu ia menaiki tangga, dan sepertinya evi sengaja memancingku, aku dibawah jelas melihat paha gempalnya yang putih mulus tak bercela, dan ternyata evi sama sekali tidak mengenakan celana dalam, tapi sepertinya evi cuek aja, semakin lama diatas aku semakin tak tahan, senjataku sudah basah oleh pelumas pertanda siap melaksanakan tugasnya,</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">setelah beberapa menit mencari dan tidak ada juga, evi turun dari tangga, tapi naas buat dia ( Atau malah sengaja : ia tergelincir dari anak tangga pertama, tidak tinggi tapi lumayan membuatbya hilang keseimbangan, aku reflek menangkap tubuhnya dan memeluknya dari belakang, hemmm sungguh nikmat sekali, meskipun masih terhalang celana dalam ku dan dasternya tapi senjataku dapat merasakan kenyalnya pantat evi, dan aku yakin evi pun merasakan denyutan hangat dipantatnya, “makasih pak” evi tersipu malu dan akupun berkata maaf berbarengan dgn ucapan makasihnya</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“gak papa kok, tapi kok tadi seperti ada yg ngeganjel dipantatku ya”?” sepertinya evi mulai berani, akupun membalasnya dgn gurauan,</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“oh itu pertanda senjata siap melaksanakan tugas”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“tugas apa nih?” evi semakin terpancing</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">aku pun sudah lupa janji dgn istriku yang ga boleh bertindak tanpa sepengetahuannya, aku sudah dikuasai nafsu</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“tugas ini mbak!” kataku langsung merangkulnya dalam pelukanku</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">aku langsung melumat bibirnya dengan nafsu ternyata evipun dengan buas melumat bibirku juga, mungkin iapun menunggu keberanianku, ciuman kami panas membara, lidah kami saling melilit seperti ular, tangan evi langsung meremas senjataku, mungkin baru ini dia melihat senjata yang tegang sehingga evi begitu liar meremasnya, aku balas meremas buah dadanya yang negitu kenyal, meskipun dari luar ali bisa pastiin bahwa evi tidak mengenakn bra, putingnya langsung mencuat, aku pilin pelan putingnya, tanganku yang satu meremas bongkahan pantatnya yang mulus, cumbuan kami semakin panas bergelora</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">tapi tiba2</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“sebentar mas!” evi berlari ke depan ternyata ia mengunci pintu depan, aku cuma melongo dipanggil dengan mas yang menunjukan keakraban</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">“sini mas!” ia memanggilku masuk kekamarnya</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">aku segera berlari kecil menuju kamarnya, evi langsung melepas dasternya, dia bugil tanpa sehelai benangpun di depan mataku. sungguh keindahan yang benar2 luar biasa, aku terpana sejenak melihat putih mulusnya badan evi. bulu kemaluannya yang lebat menghitam kontras dengan kulitnya yg bersih. lekuk pinggangnya sungguh indah.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">tapi hanya sekejab saja aku terpana, aku langsung melepas kaos dan celana pendekku, senjataku yang dari tadi mengeras menunjuk keatas, tapi ternyata aku kalah buas dengan evi. dia langsung berjongkok di depanku yang masih berdiri dan melumat senjataku dengan rakusnya,</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">lidahnya yang lembut terasa hangat menggelitik penisku, mataku terpejam menikmati cumbuannya, sungguh benar2 liar, mungkin karna evi selama ini tidak pernah melihat senjata yang kaku dan keras, kadang ia mengocoknya dengan cepat, aliran kenikmatan menjalari seluruh tubuhku, aku segera menariknya keatas, lalu mencium bibirnya, nafasnya yang terasa wangi memompa semangatku untuk terus melumat bibirnya, aku dorong tubuhnya yang aduhai ke ranjangnya, aku mulai mengeluarkan jurusku, lidahku kini mejalari lehernya yang jenjang dan putih, tanganku aktif meremas2 buah dadanya lembut, putingnya yang masih kecil dan agak memerah aku pillin2, kini dari mataku hanya berjarak sekian cm ke bulu ketiaknya yang begitu lebat, aku hirup aromanya yang khas, sungguh wangi. lidahku mulai menjalar ke ketiak dan melingkari buah dadanya yang benar2 kenyal,</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">dan saat lidahku yang hangat melumat putingnya evi semakin mendesah tak karuan, rambutku habis dijambaknya, kepalaku terus ditekan ke buah dadanya. aku semakin semangat, tidak ada sejengkal tubuh evi yang luput dari sapuan lidahku, bahkan pinggul pantat dan pahanya juga, apalagi saat lidahku sampai di kemaluannya yang berbulu lebat, setelah bersusah payah meminggirkan bulunya yang lebat, lidahku sampai juga ke klitorisnya, kemaluannya sudah basah, aku lumat klitnya dengan lembut, evi semakin hanyut, tangannya meremas sprey pertanda menahan nikmat yang aku berikan, lidahku kini masuk ke dalam lubang kemaluannya, aku semakin asik dengan aroma kewanitaan evi yang begitu wangi dan menambah birahiku,</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">tapi sedang asik2nya aku mencumbu vaginanya, evi tiba2 bangun dan langsung mendorongku terlentang, lalu dengan sekali sentakan pantatnya yang bulat dan mulus langsung berada diatas perutku, tangannya langsung menuntun senjataku, lalu perlahan pantatnya turun, kepala kemaluanku mulai menyeruak masuk kedalam kemaluannya yang basah, namun meskipun basah aku merasakan jepitan kemaluannya sangat ketat. mungkin karna selama ini hanya jari saja yang masuk kedalam vaginanya,</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">centi demi centi senjataku memasuki vaginanya berbarengan dengan pantat evi yang turun, sampai akhirnya aku merasakan seluruh batang senjataku tertanam dalam vaginanya, sungguh pengalaman indah, aku merasakan nikmat yang luar biasa dengan ketatnya vaginanya meremas otot2 senjataku, evi terdiam sejenak menikmati penuhnya senjataku dalam kemaluannya, tapi tak lama, pantatnya yang bahenl dan mulus nulaik bergoyang, kadang ke depan ke belakang, kadang keatas ke bawah, peluh sudah bercucuran di tubuh kami, tanganku tidak tinggal diam memberikan rangsangan pada dua buah dadanya yang besar, dan goyangan pinggul evi semakin lama semakin cepat dan tak beraturan, senjataku seperti diurut dengan lembut, aku mencoba menahan ejakulasiku sekuat mungkin, dan tak lama berselang, aku merasakan denyutan2 vagina evi di batang senjataku semakin menguat dan akhirnya evi berteriak keras melepas orgasmenya, giginya menancap keras dibahuku…</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">evi orgasme, aku merasakan hangat di batang senjataku, akhirnya tubuhnya yang sintal terlungkup diatas tubuhku, senjataku masih terbenam didalam kemaluannya,</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">aku biarkan dia sejenak menikmati sisa2 orgasmenya</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">setelah beberapa menit aku berbisik ditelinganya, “mba, langsung lanjut ya? aku tanggung nih”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">evi tersenyum dan bangkit dari atas tubuhku, ia duduk dipinggir ranjang, “makasih ya mas, baru kali ini aku mengalami orgasme yang luar biasa” ia kembali melumat bibirku.aku yang masih terlentang menerima cumbuan evi yang semakin liar, benar2 liar, seluruh tubuhku dijilatin dengan rakusnya, bahkan lidahnya yang nakal menyedot dan menjilat putingku, sungguh nikmat, aliran daraku seperti mengalir dengan cepat, akhirnya aku ambil kendali, dengan gaya konvensional aku kemabli memasukkan senjataku dalam kemaluannya, sudah agak mudah tapi tetap masih ketat menjepit senjataku, pantatku bergerak turun naik, sambil lidahku mengisap buah dadanya bergantian, aku liat wajah evi yang cantik memerah pertanda birahinya kembali naik, aku atur tempo permainan, aku ingin sebisa mungkin memberikan kepuasan lebih kepadanya, entah sudah berapa gaya yang aku lakukan, dan entah sudah berapa kali evi orgasme, aku tdk menghitungnya, aku hanya inget terakhir aku oake gaya doggy yang benar2 luar biasa, pantatnya yang besar memberikan sensasi tersendiri saat aku menggerakkan senjataku keluar masuk.</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">dan memang aku benar2 tak sanggup lagi menahan spermaku saat doggy, aku pacu sekencang mungkin, pantat evi yang kenyal bergoyang seirama dengan hentakanku,</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">tapi aku masih ingat satu kesadaran “mbak diluar atau didalam?” tanyaku parau terbawa nafsu sambil terus memompa senjataku</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">evipun menjawab dengan serak akibat nafsunya ” Didalam aja mas, aku lagi gak subur”</span><br />
<span style="font-family: Trebuchet MS, sans-serif;">dan tak perlu waktu lama, selang beberapa detik setelah evi menjawab aku hentakan keras senjataku dalam vaginanya, seluruh tubuhku meregang kaku, aliran kenikmatan menuju penisku dan memeuntahkan laharnya dalam vagina evi, ada sekitar sepuluh kedutan nikmat aku tumpahkan kedalam vaginanya, sementara evi aku lihat menggigit sprey dihadapannya, mungkin iapun mengalami orgasme yg kesekian kalinya.</span>hantumonkihttp://www.blogger.com/profile/17642631795725605946noreply@blogger.com0